Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anwari
Abstrak :
Kasus pemidanaan terhadap tuturan yang dianggap mencemarkan nama baik dan mengujarkan kebencian melalui media elektronik meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar kasus di atas menyangkut teks verbal atau hanya tulisan, tanpa foto atau materi visual. Pada perkembangannya, UU ITE Pasal 27 juga beberapa kali dijadikan landasan untuk melaporkan orang yang dianggap melakukan kejahatan berbahasa dengan menggunakan tulisan dan foto. Terus bertambahnya jumlah pemidanaan dengan tuduhan ujaran penghinaan atau kebencian memunculkan sejumlah kritik terhadap penerapan UU ITE, terutama Pasal 27 ayat (3), hingga disebut sebagai “pasal karet”. Sebagai respons atas kondisi tersebut, diperlukan suatu penelitian yang dapat membantu upaya pemeriksaan data kebahasaan secara akademis dalam bidang linguistik. Penelitian ini mengkaji pemaknaan atas data multimodal yang dijadikan alat bukti tindak ujaran penghinaan dan ujaran kebencian berdasarkan KUHP dan UU ITE. Data penelitian berupa paduan moda verbal (kata atau kalimat) dan moda visual (foto atau gambar) yang dianggap sebagai ujaran penghinaan atau ujaran kebencian. Terdapat lima data yang dibahas pada tesis ini. Pada setiap tuturan, moda verbal dan moda visual dianalisis masing-masing, kemudian dipetakan berdasarkan interdependensinya, yakni interdependen atau dependen, untuk menunjukkan sifat kebergantungannya pada moda lain agar dapat disebut sebagai ujaran penghinaan atau kebencian. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori semiotika sosial Halliday (1978 dan 2014) dan semiotika multimodal Kress dan Leeuwen (2006). Hasilnya, kelima moda verbal data bersifat dependen (atau bergantung pada moda visual) untuk disebut berpotensi dianggap mengandung ujaran penghinaan, namun salah satunya bersifat independen jika disebut berpotensi dianggap mengandung ujaran kebencian. Sementara itu, kelima moda visual bersifat dependen, namun salah satunya berpotensi dianggap mengandung ujaran penghinaan ringan.Makna relasi moda verbal dan visual kelima data berpotensi dianggap mengandung ujaran penghinaan. Tesis ini diharapkan dapat menjadi pemicu penelitian yang lebih menyeluruh dan dapat dijadikan salah satu contoh analisis data kebahasaan yang dijadikan alat bukti tindak ujaran penghinaan atau kebencian. ......Cases of conviction for speech deemed to be defamatory and expressing hatred through electronic media have increased from year to year. Most of the cases above involve verbal or written text only, without photos or visual material. In its development, Article 27 of the ITE Law has also been used several times as a basis for reporting people who are considered to have committed language crimes using writing and photos. The continued increase in the number of convictions on charges of uttering insults or hatred has led to a number of criticisms of the application of the ITE Law, especially Article 27 paragraph (3), which has been called the “rubber article”. In response to these conditions, a research is needed that can assist efforts to examine linguistic data academically in the field of linguistics. This study examines the meaning of multimodal data that is used as evidence of acts of insult and hate speech based on the Criminal Code and the ITE Law. The data are in the form of a combination of verbal modes (words or sentences) and visual modes (photos or pictures) which are considered as utterances of insults or utterances of hatred. There are five data discussed in this thesis. In each speech, the verbal and visual modes are analyzed respectively, then mapped based on their interdependence, namely interdependent or dependent, to show the nature of their dependence on other modes so that they can be called insults or hate speech. The analysis was carried out using the theory of social semiotics of Halliday (1978 and 2014) and the multimodal semiotics of Kress and Leeuwen (2006). As a result, the five verbal data modes are dependent (or depending on the visual mode) to be considered as potentially containing insulting speech, but one of them is independent if it is said to be potentially considered to contain hate speech. Meanwhile, the five visual modes are dependent, but one of them has the potential to be considered as containing light insults. The meaning of verbal and visual mode relations of the five data has the potential to be considered as containing insulting speech. This thesis is expected to be a trigger for a more thorough research and can be used as an example of linguistic data analysis that is used as evidence for insulting or hate speech.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deyva Budhyarty Nur
Abstrak :
Kejahatan dalam berbahasa, yang dilontarkan oleh individu maupun organisasi dengan maksud dan tujuan negatif, dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari termasuk di media sosial. Twitter merupakan salah satu platform media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk berpendapat dan berdiskusi apabila ada isu yang sedang diperbincangkan dalam tagar-tagar yang digunakan untuk memudahkan mereka tetap berada dalam satu topik yang sama. Penelitian ini membahas kejahatan bahasa dalam platform media sosial Twitter ketika terdapat isu kebijakan nitrogen di Belanda yang menyebabkan protes dari berbagai kalangan masyarakat Belanda, khususnya para petani. Rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kejahatan bahasa mengenai isu tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan data berupa cuitan dengan tagar #boerenprotesten dan #stikstofdebat pada periode 27 Agustus hingga 7 September 2022. Data tersebut dikumpulkan menggunakan metode data crawling, yang kemudian disortir dan dianalisis berdasarkan indikasi ada atau tidaknya kejahatan bahasa yang terkandung di dalamnya. Dari penelitian ini tergambar bagaimana respon masyarakat Belanda terhadap isu nitrogen tersebut dan kejahatan bahasa apa saja yang terkandung di dalamnya, mulai dari ujaran kebencian, berita bohong, defamasi, hasutan, hingga ancaman. Terlihat pula sasaran masyarakat Belanda dalam pada cuitan-cuitan dalam kedua tagar tersebut mayoritas adalah tokoh politik seperti Mark Rutte. ...... Language crimes can be found in everyday life, including on social media, which are raised by individuals and organizations with negative intentions and goals. Twitter is a social media platform that is widely used by the public to express opinions and discuss, including when there are issues being discussed. Hashtags are used to make it easier for them to stay on the same topic. This research discusses language crimes in the Twitter social media platform when there is an issue of nitrogen policy in the Netherlands which causes protests from various groups of Dutch society, especially farmers. The formulation of the problem of this research is how is language crime in two hashtags regarding this issue, namely #boerenprotesten and #stikstofdebat. This study uses a descriptive qualitative research method, beginning with research on trending topics on Twitter, and data collection is carried out using the data crawling method to be sorted and analyzed. From this research it is illustrated how the response of the Dutch people to the nitrogen issue and what language crimes are contained in it, ranging from hate speech, fake news, defamation, incitement, to threats. It can also be seen that the majority of the targets of the Dutch public in the tweets in the two hashtags are political figures such as Mark Rutte.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suhargo
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji ekspresi kebahasaan dalam tulisan elektronik di media sosial X yang berpotensi melanggar hukum pidana berupa penghinaan dan pencemaran nama baik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ragam bentuk ekspresi kebahasaan dalam media sosial X terhadap Kemkominfo yang berpotensi untuk melanggar hukum pidana penghinaan serta pencemaran nama baik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tulisan elektronik dalam media sosial X yang merujuk kepada pihak Kemkominfo sebanyak tiga data sebagai representasi dari data lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik mencatat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori linguistik forensik yang didukung oleh teori semantik dan pragmatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat data yang memiliki potensi untuk melanggar hukum pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam salah satu subbagian semantik atau pragmatik dan data yang memiliki potensi melanggar hukum pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam kedua subbagiannya. Potensi tersebut terlihat dari aspek relasi makna, praanggapan, implikatur, dan kondisi felisitas dari tulisan elektronik yang terindikasi mengandung penghinaan serta pencemaran nama baik terhadap pihak Kemkominfo. ......This research examines linguistic expressions in electronic writing on social media X which have the potential to violate criminal law in the form of insults and defamation. This research aims to describe various forms of linguistic expression on social media X towards the Ministry of Communication and Information which have the potential to violate the criminal law of insult and defamation. This research uses a qualitative approach with analytical descriptive methods. The data used in this research comes from electronic writing on social media X which refers to the Ministry of Communication and Information as much as three data as a representation of other data. The data collection technique used in this research was a listening technique followed by a free, skillful listening technique and a note-taking technique. The theory used in this research is forensic linguistic theory which is supported by semantic and pragmatic theories. The results of the research show that there is data that has the potential to violate the criminal law for insult and defamation in one of the semantic or pragmatic subsections and data that has the potential to violate the criminal law for insult and defamation in both subsections. This potential can be seen from the aspects of meaning relations, presuppositions, implicatures and felicity conditions of electronic writing which is indicated to contain insults and defamation of the Ministry of Communication and Information.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hamidi
Abstrak :
Bahasa yang dituturkan merepresentasikan tindakan tertentu dari penuturnya, tidak terkecuali tindakan yang bermuatan pidana. Penelitian ini merupakan penelitian pragmatik berancangan linguistik forensik yang bertujuan untuk mengungkap dan mendeskripsikan unsur tindak pidana yang melingkupi lima belas data tuturan tertulis yang merupakan barang bukti tindak pidana ujaran kebencian, pencemaran nama baik, dan percobaan makar berdasarkan analisis terhadap asumsi dasar, realisasi, strategi, dan kesahihan tindak tutur atas tuturan-tuturan tersebut. Empat teori utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori praanggapan (Yule, 1975), teori tindak tutur (Searle, 1969), implikatur percakapan (Grice, 1975), dan kondisi felisitas (Austin, 1962 & Searle, 1969). Data dalam penelitian ini bersumber dari dua berita acara pemeriksaan (BAP) yang diperoleh dari Unit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Sumatera Barat (Ditreskrimsus Polda Sumbar), yaitu lima tuturan bersumber dari BAP dengan nomor laporan LP/A/57/V/2019/SPKT Lpk dan sepuluh tuturan bersumber dari BAP dengan nomor LP/194/VI/2016/SPKT-SBR. Secara metodologis, penelitian ini dikerjakan menggunakan ancangan kualitatif dan hasilnya disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empat belas data tuturan telah memenuhi unsur-unsur yang termaktub dalam undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana ujaran kebencian, pencemaran nama baik, dan percobaan makar. Namun demikian, berdasarkan analisis kondisi felisitas, satu tuturan dari barang bukti bernomor laporan LP/A/57/V/2019/SPKT Lpk tidak memiliki nilai bukti yang kuat untuk dapat dikatakan bahwa penuturnya telah melakukan tindak pidana, khususnya yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dan percobaan makar. Selain itu, data-data tuturan dari laporan bernomor LP/194/VI/2016/SPKT-SBR yang mengandung satuan linguistis kanciang, sunekkan ang baliek, dan tumbuang juga tidak memiliki nilai bukti yang kuat untuk dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur pidana dalam Pasal 45 Ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang kesusilaan. Analisis berdasarkan praanggapan dan kondisi felisitas justru menunjukkan intensi/niat/maksud (mens rea) penutur dalam menggunakan kata-kata tersebut adalah untuk merendahkan derajat (menghina dan/atau mencemarkan nama baik) mitra tuturnya―bukan untuk menyerang kehormatan mitra tuturnya dalam ranah seksual/kesusilaan. ......The language spoken represents a particular action from the speaker, no exception is criminal action. This study is a pragmatic study with forensic linguistics design. This study aims to uncover and describe the elements of crime that cover fifteen written speech data which constitute evidence of criminal acts of hate speech, defamation, and treason trials based on an analysis of basic assumptions, realizations, strategies, and felicity of speech acts of those utterances. Four main theories used in this study, namely presupposition (Yule, 1975), speech act (Searle, 1969), conversational implicature (Grice, 1975), and felicity conditions (Austin, 1962 & Searle, 1969). The data in this study were sourced from police investigation report (BAP) obtained from the Unit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Ditreskrimsus Polda Sumbar), namely five speeches sourced from the BAP with report number LP/A/57/V/2019/SPKT Lpk and ten speeches sourced from BAP with report number LP/194/VI/2016/SPKT-SBR. Methodologically, this study was conducted using a qualitative approach and the results are presented descriptively. The results of this study indicate that fourteen speech data have fulfilled the elements contained in the law governing criminal acts of hate speech, defamation, and treason trials. However, based on the analysis of felicity conditions, one of speech data from the report numbered LP/A/57/V/2019/SPKT Lpk does not have a strong evidence value to be able to say that the speaker has committed a criminal act, specifically relating to defamation and treason trials. In addition, the speech data from the report numbered LP/194/VI/2016/SPKT-SBR which contains linguistic units of kanciang, sunekkan ang baliek, and tumbuang also do not have a strong evidence value to be said to fulfill the criminal elements in Article 45 Section (1) of Law No. 19 of 2016 concerning decency. Analysis based on presuppositions and felicity conditions actually shows the intention (mens rea) of the speaker in using these words is to demean the degree (insulting and/or defaming) of the speech partner―not to attack the honor of the speech partner in the sexual/decency.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library