Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Sunaryo
Abstrak :
Kekayaan dan keragaman warisan sejarah dan budaya bangsa, di satu sisi dapat menjadi sumber pembentuk identitas bersama (nasionalisme), namun di sisi lain dapat menjadi ladang bagi tumbuhnya kerawanan dan konflik sosial. Politik identitas, globalisasi, serta otonomi daerah turut memunculkan ketegangan sosial melalui keragaman sejarah dan budaya. Oleh karena itu, perlu upaya untuk memahami potensi warisan sejarah dan budaya dalam wujud museum guna meningkatkan rasa nasionalisme. Penelitian ini bertujuan untuk memahami potensi museum dalam meningkatkan literasi sejarah dan budaya guna meningkatkan nasionalisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran museum masih terpusat di Jawa. Kendati demikian,potensi museum sangat besar apabila dilihat dari koleksi, tata pamer, serta jumlah kunjungannya. Koleksi museum dapat memberikan pemahaman literasi sejarah dan budaya dalam rangka meningkatkan nasionalisme bagi para pengunjung yang sebagian besar berasal dari kalangan pelajar. Literasi sejarah dan budaya melalui museum menghadapi berbagai kendala, baik kendala internal maupun kendala eksternal. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan peran museum, maka diperlukan usaha yang lebih optimal dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menyelenggarakan program khusus, seperti wajib kunjungan ke museum.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI, 2022
355 JIPHAN 8:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Putra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komponen pembelajaran yang dikembangkan oleh lembaga ECO Bambu Cipaku, mulai dari perangkat pembelajaran, materi ajar dan metode pembelajaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pengumpulan data menggunakan wawancara, analisis dokumen, dan observasi. Pengolahan data menggunakan teknik triangulasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa lembaga ECO Bambu Cipaku membuat komponen pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar masyarakat. Komponen yang dibuat berupa panduan fasilitator untuk perangkat pembelajaran permainan tradisional yang bermuatan nilai pendidikan karakter dan memiliki fungsi mengarahkan pembelajaran sesuai dengan rambu-rambu pembelajaran. Penggunaan Metode belajar ekspositori berupa ceramah dan tanya jawab merupakan model yang digunakan oleh fasilitator dalam melakukan proses transfer ilmu pengetahuan pembelajaran literasi budaya berbasis permainan tradisional. Dengan demikian, inovasi pada pembelajaran literasi budaya yang dikembangkan di ECO Bambu Cipaku adalah berupa perangkat pembelajaran yang berfungsi sebagai pemandu proses pembelajaran permainan tradisional walaupun program literasi budaya melalui pembelajaran permainan tradisional belum memiliki standar kompetensi khusus dalam proses pengimplementasiannya.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
370 JPK 3:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Mahvitasari
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberjalanan praksis literasi pada siswa SDN Grojogan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Studi terdahulu yang membahas mengenai aspek-aspek yang berperan meningkatkan kemampuan literasi dikelompokkan dalam 2 aspek, yaitu aspek kecakapan (angka melek huruf latin dan rata-rata lama sekolah), dan aspek sumber daya literasi (perpustakaan, sekolah, taman baca, internet, komputer). Kedua aspek tersebut fokus menentukan kemampuan literasi berdasarkan data kuantitatif mengenai angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan jumlah sumber daya literasi fisik tulisan maupun teknologi yang tersedia. Kedua aspek tersebut mempersempit makna literasi dan mengabaikan konteks sosial budaya sehingga pembelajaran tidak tepat sasaran. Peneliti berargumen bahwa di samping aspek kecakapan dan sumber daya literasi, aspek berupa budaya yaitu melihat literasi sebagai praksis sosial berperan penting dalam meningkatkan kemampuan literasi pada siswa SD. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi kepada 9 aktor literasi (guru, siswa, orang tua) di SDN Grojogan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum aktor literasi tidak mengenal dan memaknai literasi atau memaknainya secara sempit hanya sebagai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Terdapat berbagai tantangan yang dihadapi oleh aktor literasi dari kelas menengah ke bawah dalam praksis literasi, tetapi juga terdapat praksis literasi yang dapat dikembangkan dengan pendekatan literasi visual sesuai konteks sosial dan budaya siswa. Sekolah belum menjadi lokus literasi yang terhubung dengan baik dalam proses pembelajaran. ...... This research aims to analyze the implementation of literacy practices among students at SDN Grojogan in Nganjuk Regency, East Java. Previous studies that discuss aspects contributing to literacy skills can be categorized into two aspects: skill-related aspects (literacy rates in Latin script and the average length of schooling) and literacy resource aspects (libraries, schools, reading parks, internet, computers). Both aspects focus on determining literacy skills based on quantitative data regarding literacy rates, the average length of schooling, and the availability of physical and technological literacy resources. These aspects limit the meaning of literacy and overlook the socio-cultural context, resulting in ineffective targeting of learning. The researcher argues that in addition to skills and literacy resources, cultural aspects, which view literacy as a social practice, play a crucial role in improving literacy skills among elementary school students. This qualitative research uses in-depth interviews and observations with nine literacy actors (teachers, students, parents) at SDN Grojogan. The findings indicate that, in general, the literacy actors are unfamiliar with and have a shallow understanding of literacy, perceiving it merely as reading, writing, and arithmetic skills. Various challenges are faced by literacy actors, particularly those in lower-middle social class, regarding literacy practices. However, there are also literacy practices that can be developed using a visual literacy approach that aligns with the social and cultural context of the students. Schools have not yet become well-connected places of literacy within the learning process
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library