Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Putri Nurmala Sari
"Konsep penyalahgunaan wewenang dan menyalahgunakan kewenangan yang dikenal dalam dua disiplin ilmu yakni hukum administrasi negara dan hukum pidana merupakan dua konsep berbeda dan berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada. Pada konsep penyalahgunaan wewenang, jika disebut kesalahan administratif maka keputusan dan/atau tindakan dapat diperbaiki sesuai dengan ketentuan regulasi dan diadakan ganti rugi. Konsep menyalahgunakan kewenangan merupakan ranah hukum pidana, dimana pejabat atau penyelenggara negara dalam membuat suatu keputusan dan/atau tindakan melakukan secara melawan hukum dengan kewenangan yang dimilikinya serta menyebabkan kerugian keuangan negara yang dapat dibuktikan secara nyata dan pasti.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif melalui pendekatan undang-undang yang ditelaah berdasarkan fakta hukum melalui contoh kasus terdahulu, menggunakan sumber data primer dan sekunder guna menghasilkan penelitian yang komprehensif. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan konsep kedua disiplin ilmu tersebut harus secara tegas diberikan batasan. Sebab hukum administrasi merupakan bidang ilmu hukum yang bersifat preventif sedang hukum pidana merupakan bidang ilmu hukum yang bersifat represif terhadap persoalan penyalahgunaan kewenangan. Kedepan harus ada perbaikan terhadap regulasi yang mengatur penyalahgunaan wewenang terutama pada penerapan sanksi. Sanksi yang lemah selama ini baik pada hukum administrasi negara maupun hukum pidana merupakan penghambat dalam penerapan penegakan hukum.


The concepts of abuse of authority and abuse of authority are known in two disciplines, namely state administrative law and criminal law, are two different concepts and run in accordance with existing provisions. In the concept of abuse of authority, if it is called an administrative error, the decision and/or action can be corrected in accordance with the provisions of the regulation and compensation will be held. The concept of abusing authority is the realm of criminal law, where officials or state administrators in making decisions and/or actions are carried out against the law with their authority and cause state financial losses that can be proven in a real and definite way.

This research is a normative research through a legal approach which is analyzed based on legal facts through examples of previous cases, using primary and secondary data sources to produce comprehensive research. The results of the study stated that the application of the concepts of the two disciplines must be strictly defined. Because administrative law is a field of legal science that is preventive in nature, while criminal law is a field of law that is repressive in nature to the problem of abuse of authority. In the future, there must be improvements to regulations governing abuse of authority, especially in the application of sanctions. Weak sanctions so far, both in state administrative law and criminal law, are an obstacle in the application of law enforcement."

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nuryanto
"Pada dasarnya pengaturan pemberantasan tindak pidana korupsi memiliki2 dua makna pokok: sebagai langkah preventif dan represif. Langkah preventifterkait dengan pengaturan pemberantasan tindak pidana korupsi. Harapannya,masyarakat tidak melakukan tindak pidana korupsi. Langkah represif meliputipemberian sanksi pidana yang berat kepada pelaku dan sekaligus mengupayakanpengembalian kerugian negara yang telah dikorupsi semaksimal mungkin.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Peran dan Mekanisme Penyidik Polri Dalam PenangananPengembalian Kerugian Negara Oleh Koruptor Pada Tingkat Penyelidikan?,
2. Bagaimana Bila Pelaku mengembalikan Kerugian Negara Pada TingkatPenyelidikan dan Tidak Dilanjutkan Prosesnya, apa yang menjadi dasarHukumnya?,
3. Faktor-faktor apa yang Dapat Mendukung atau MenghalangiProses Pengembalian Kerugian Negara Oleh Koruptor?.
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan mengkaji PeranPenyidik Polri Dalam Penanganan Pengembalian Kerugian Negara OlehKoruptor Pada Tingkat Penyelidikan. Mengetahui masalah apabila Pelakumengembalikan Kerugian Negara Pada Tingkat Penyelidikan dan TidakDilanjutkan Prosesnya, apa yang menjadi dasar Hukumnya dan Untukmengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung atau mempersulit prosespengembalian kerugian negara oleh koruptor."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T49368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Gunawan
"Setelah terbit Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 ada pengaturan bahwa pejabat yang menyalahgunakan wewenang yang menimbulkan kerugian keuangan negara dapat memulihkan kerugian keuangan negara tersebut paling lama 10 hari setelah terbitnya hasil pengawasan aparat pengawas intern pemerintah. Setelah pejabat pemerintah memulihkan kerugian keuangan negara, maka seharusnya unsur pidana korupsinya hilang. Namun UU 30/2014 tersebut tidak kompatibel dengan UU Tipikor Pasal 4 yang menyatakan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana yang menciptakan ketidakpastian hukum terhadap pejabat pemerintahan. Penelitian ini mengkaji status penyalahgunaan wewenang setelah pejabat pemerintah memulihkan kerugian negara. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan melakukan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian menemukan bahwa Pertama, pengaturan mekanisme pemulihan kerugian keuangan negara tidak seragam sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua, apabila kerugian keuangan negara telah dipulihkan maka unsur pidana pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terpenuhi sesuai pengertian kerugian negara yang harus nyata dan pasti. Selain itu penelitian ini menemukan dibandingkan pemidanaan konsep sanksi berat, tuntutan ganti kerugian harusnya menjadi prioritas utama dan ditambah dengan denda sebagai pengoptimalan pemulihan kerugian keuangan negara
.....After the issuance of Law No. 30 of 2014 there is an arrangement that officials who abuse authority that incurs financial losses of the state can recover the financial losses of the country no later than 10 days after the issuance of the results of the supervision of the government's internal supervisory apparatus. After government officials recover the financial losses of the state, then the criminal element of corruption should be lost. However, Law 30/2014 is not compatible with The Tipikor Law Article 4 which states that the return of state financial losses does not remove the criminal that creates legal uncertainty against government officials. The study examined the status of abuse of authority after government officials recovered state losses. This research uses normative juridical method by doing statute approach and case approach and conceptual approach. The results of the study found that First, the arrangement of the mechanism of recovery of state financial losses is not uniform so as to cause legal uncertainty. Second, if the financial losses of the state have been recovered then the criminal element in Article 2 and Article 3 of the Tipikor Law is not met in accordance with the understanding of state losses that must be real and certain. In addition, this study found that compared to criminalizing the concept of severe sanctions, indemnity claims should be a top priority and coupled with fines as optimization of the recovery of state financial losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Reza Baihaki
"Penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) merupakan terminologi yang lahir dari disiplin ilmu hukum administrasi, mengingat wewenang (bevoigheid) merupakan kajian inti dari hukum administrasi negara. Namun demikian, dalam konteks indonesia, penyalahgunaan wewenang pertamakali digunakan dalaam hukum pidana (korupsi). Implikasi dari hal tersebut, penyalahgunaan wewenang selalu identik dengan kesalahan dalam tindak pidana (korupsi). Konsep demikian pada akhirnya menciptakan fenomena overcriminalization terhadap perbuatan yang tidak mengandung unsur kejahatan pada tataran birokrasi. Pada akhirnya, Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebagai landasan yuridis dalam mengakhiri mono frasa dalam penindakan unsur penyalahgunaan wewenang. Hal demikian juga diperkuat dasar pertimbangan (ratio decidendie) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menafsirkan unsur penyalahgunaan wewenang agar dibaca berdasarkan dua bidang hukum yaitu administrasi pemerintahan dan hukum pidana. Tesis ini akan mengulas lebih dalam mengenai maksud pembatasan dalam dimensi hukum administrasi dan hukum pidana terhadap unsur penyalahgunaan wewenang, melalui serangkaian proses identifikasi. Selain itu, tesis ini disusun berdasarkan penelitian yuridis normatif yang menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum primer dan kepustakaan sebagai bahan sekunder. Hasil dari tesis ini menunjukan dua temuan utama, yaitu; Pertama, identifikasi terhadap unsur penyalahgunaan wewenang pejabat administrasi pemerintahan harus difahami berdasarkan elemen melawan hukum dari dua bidang hukum yaitu, hukum administrasi dan hukum pidana. Kedua, penyalahgunaan wewenang termasuk sebagai elemen melawan hukum dalam hukum administrasi sepanjang berkaitan dengan lingkup dwaling (salah kira) mengenai wewenang, prosedur/syarat dan subtansi pelaksanaan wewenang, sedangkan menyalahgunakan kewenang termasuk dalam elemen melawan hukum dalam hukum pidana sepanjang memuat unsur dwal badrog, yaitu suap, paksaan, tipuan.

Abuse of authority (detournement de pouvoir) is a terminology that was born from the discipline of administrative law, considering that authority (bevoigheid) is the core study of state administrative law. However, in the Indonesian context, abuse of authority was first used in criminal law (corruption). This implicates that abuse of authority is always identical with errors in criminal acts (corruption). This concept ultimately creates the phenomenon of overcriminalization of acts that do not contain elements of crime at the bureaucratic level. In the end, the Government enacted Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration, as a juridical basis in ending mono-phrases in the prosecution of elements of abuse of authority. This is also reinforced by the basis for consideration (ratio decidendie) of the Constitutional Court Decision Number 25/PUU-XIV/2016 which interprets the element of abuse of authority to be read based on two fields of law, namely government administration and criminal law. This thesis will review more deeply about the purpose of restrictions in the dimensions of administrative law and criminal law against elements of abuse of authority, through a series of identification processes. In addition, this thesis is prepared based on normative juridical research that uses laws and regulations as the primary source of law and literature as secondary material. The results of this thesis show two main findings; First, the identification of elements of abuse of authority of government administrative officials must be understood based on elements against the law from two fields of law, namely administrative law and criminal law. Second, abuse of authority is included as an element against the law in administrative law as long as it relates to the scope of dwaling (mistaking) regarding the authority, procedures/conditions and substance of the exercise of authority, while abusing authority is included in the unlawful element in criminal law as long as it contains elements of dwal badrog, namely bribe, coercion, and deception."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library