Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian pemilihan jenis pohon sebagai akumulator debu di ruang terbuka hijau Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok dan Kawasan Industri Pulogadung (KIP) telah dilakukan pada bulan Juli 2008 hingga Oktober 2008. Objek penelitian yaitu mahoni (Swietenia macrophylla King.), tanjung (Mimusops elengi L.), dan ketapang (Terminalia catappa L.). Pengukuran berat debu di Kampus UI dengan hasil ketapang (0,778 mg/cm2), mahoni (0,358 mg/cm2), tanjung (0,293 mg/cm2). Luas daun ketapang (647,098 cm2), mahoni (548,571 cm2), tanjung (270 cm2). Indeks Luas Daun ketapang (0,2021), mahoni (0,0291), tanjung (0,0228). Klorofil a ketapang (0,2271 mg/g bk daun), tanjung (0,0621 mg/g bk daun), mahoni (0,0564 mg/g bk daun). Klorofil b tanjung (0,2210 mg/g bk daun), ketapang (0,2128 mg/g bk daun), mahoni (0,2086 mg/g bk daun). Pengukuran berat debu di KIP dengan hasil tanjung (0,752 mg/cm2), ketapang (0,591 mg/cm2), mahoni (0,5 mg/cm2). Luas daun ketapang (454,285 cm2), mahoni (317,142 cm2), tanjung (231,430 cm2). Indeks Luas Daun ketapang (0,1217), tanjung (0,0203), mahoni (0,0102). Klorofil a ketapang (0,2320 mg/g bk daun), mahoni (0,0623 mg/g bk daun), tanjung (0,0601 mg/g bk daun). Klorofil b mahoni (0,2173 mg/g bk daun), tanjung (0,1989 mg/g bk daun), ketapang (0,0584 mg/g bk daun). Hasil pengujian korelasi diperoleh adanya hubungan positif antara berat debu dan kadar klorofil a pada ketapang. Akumulasi debu pada daun juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan komposisi tegakan
iii
Pemilihan jenis..., Irfan Syariputra, FMIPA UI, 2008
pohon di masing-masing lokasi. Hasil penelitian mengindikasikan ketapang memiliki kemampuan mengakumulasi debu lebih baik dibandingkan mahoni dan tanjung di masing-masing lokasi penelitian berdasarkan berat debu yang terakumulasi per satuan luas, luas daun, Indeks Luas Daun, dan kadar klorofil."
Universitas Indonesia, 2008
S31491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozali Abdullah
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000
352 ROZ p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rozali Abdullah
Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2005
352 ROZ p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agustien Riadewi
1983
S2088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozali Abdullah
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007
352 ROZ p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marwan Surachman Putra
"Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular berasal dari cacing Filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk, bersifat menahun (kronis) ,dan apabila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. Kabupaten Lebak ditemukan 3 daerah endemis yaitu Kecamatan Warunggunung, Maja dan Cipanas dengan penderita klinis maupun laboratoris. Masalah dalam penelitian ialah berapa luas wilayah rawan Filariasis dan bagaimana karakteristik wilayah rawan maupun kasus klinis Filariasis yaitu dengan metode analisis spasial dan deskriptif.
Penelitian ini memberikan kesimpulan luas wilayah rawan Filariasis terbesar terdapat di Desa Maja dan terendah di Desa Selaraja. Karakteristik daerah kasus Filariasis di Kabupaten Lebak banyak terdapat di Ketinggian < 500 m dpl, curah hujan tahunan 2500 - 3000 mm/tahun dan kepadatan penduduk 500 - 1000 jiwa/km2, begitu juga dengan wilayah rawan Filariasis sama karakteristiknya dengan daerah kasus Filariasis. Tetapi di wilayah rawan Filariasis ada yang masuk kategori kepadatan penduduknya > 1000 jiwa/km2, ini menunjukan akan semakin cepatnya penularan Filariasis di desa tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S33944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufik Mubarak
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rani Suciharjo
"Penelitian dilakukan di Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan terbagi menjadi lima lokasi yaitu; Wana Wisata, Tambak Perhutani 1, 2 dan 3 serta Tambak terbuka. Survei burung dilakukan pada akhir bulan Agustus hingga awal bulan September 2008. Metode sensus burung yang digunakan adalah metode transek titik (point transect). Pengolahan data burung menggunakan Encounter Rates (ER) dan pengolahan data citra satelit ASTER dan Landsat tahun 2007 menggunakan perangkat lunak komputer ER MAPPER versi 7.0 dan ARC VIEW versi 3.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 63 spesies burung yang termasuk ke dalam 12 ordo dan 31 famili. Hasil analisis korelasi antara luas lahan dengan nilai encounter rates (ER) menunjukkan adanya korelasi positif antara luas lahan dengan jumlah individu pada 12 spesies burung, dan korelasi negatif antara luas lahan dan jumlah individu yang ditemukan pada 9 spesies burung sedangkan 42 spesies burung tidak memiliki korelasi. Hasil penelitian memaparkan pula adanya korelasi positif antara NDVI kelas 4 (vegetasi yang tinggi) dengan ER (r = 0,926) dengan tingkat kepercayaan 92%. Indeks keanekaragaman spesies tertinggi dimiliki oleh wilayah Perhutani 2. Indeks kesamaan spesies burung di lima lokasi penelitian menunjukkkan bahwa lima lokasi penelitian membentuk tiga kelompok yang berbeda. Selain itu, diperoleh data mengenai luas dan penggunaan lahan dengan pengolahan citra satelit Landsat tahun 2007 di Kecamatan Blanakan dan data rekomendasi untuk kandidat Daerah penting bagi burung (DPB). Data mengenai status burung di lima lokasi penelitian berdasarkan kategori migrasi, IUCN, CITES, endemisitas, dan status perlindungannya dalam hukum negara Republik Indonesia dipaparkan pula dalam hasil penelitian"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Ato Baihaqi
"Indonesia memiliki wilayah hutan terbesar ketiga di Dunia, tetapi tutupan hutannya juga terus menurun karena deforestasi. Diketahui bahwa di Wilayah Gunung Patuha yang terletak antara Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey, dan Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung mengalami perubahan tutupan hutan pada tahun 2011-2017. Selain perubahan kawasan hutan, Wilayah Gunung Patuha memiliki potensi kayu yang melimpah seperti kayu putih, rasamala, dan puspa yang juga digunakan oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan tutupan hutan yang terjadi di Kawasan Gunung Patuha dan hubungannya dengan pemanfaatan kayu yang dilakukan oleh masyarakat. Penelitian ini menggunakan teknologi penginderaan jauh, yaitu citra satelit Landsat 5 dan Landsat 8 dari tahun 1990 hingga 2018. Dengan interpretasi visual dan overlay, dilakukan untuk melihat perubahan tutupan hutan. Selain itu dalam penelitian ini juga diterapkan metode wawancara mendalam secara kualitatif untuk mengetahui pola perilaku spasial pemanfaatan kayu oleh masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan tutupan hutan terjadi karena faktor ekonomi, faktor sosial, dan kebijakan pemerintah. Perubahan tutupan hutan sebagai akibat dari kegiatan pemanfaatan hutan oleh masyarakat. Area perubahan tutupan hutan berada di dekat lokasi pemanfaatan kayu. Ada hubungan antara lokasi perubahan tutupan hutan dan lokasi pemanfaatan kayu oleh masyarakat.

Indonesia has the third largest forest area in the World, but its forest cover also continues to decline due to deforestation. It is known that in the Mount Patuha Region which is located between Pasirjambu District, Ciwidey District, and Rancabali District, Bandung District experienced changes in forest cover in 2011-2017. In addition to changes in forest areas, the Mount Patuha Region has abundant wood potential such as eucalyptus, rasamala, and puspa which are also used by the community.
This study aims to determine the pattern of changes in forest cover that occur in the Mount Patuha Region and its relationship with the use of wood by the community. This research uses remote sensing technology, namely Landsat 5 and Landsat 8 satellite imagery from 1990 to 2018. With visual interpretation and overlays, conducted to see changes in forest cover. In addition, this study also applied qualitative in-depth interview methods to determine the spatial behavior patterns of wood utilization by the community.
The results showed that changes in forest cover occur due to economic factors, social factors, and government policies. Changes in forest cover as a result of community forest use activities. The area of ​​forest cover change is near the timber utilization location. There is a relationship between the location of changes in forest cover and the location of community use of wood.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herninta Fadhilah Novrianti
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu kalsinasi terhadap karakteristik kimia dan fisik dari kaolin alam. Kaolin sebagai bahan baku pembuatan zeolit untuk katalis hydrocracking minyak bumi diaktivasi menggunakan larutan asam sulfat dengan variasi konsentrasi 1, 5, dan 10 M untuk meningkatkan kadar SiO2 dan menurunkan kadar pengotor, seperti K2O, CaO, dan TiO2. Sampel kaolin dari berbagai daerah juga dikalsinasi dengan variasi waktu selama 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 menit pada range suhu kalsinasi 500-800 ºC. Sampel kaolin dikarakterisasi menggunakan XRF, FTIR, SEM, dan BET. Hasil percobaan menunjukkan adanya pengaruh dari variasi konsentrasi larutan media pertukaran ion yang digunakan. Terdapat kenaikan kadar SiO2 seiring bertambahnya konsentrasi asam sulfat hingga mencapai 87,46% pada konsentrasi 10 M. Perubahan morfologi kaolin menjadi metakaolin pada pengamatan SEM serta hilangnya gugus-gugus khas kaolinit pada pengamatan FTIR tidak dipengaruhi waktu kalsinasi. Sedangkan peningkatan waktu kalsinasi akan meningkatkan luas permukaan kaolin.

The goal of this study is to understand the effects of calcination time on chemical and physical characteristics of kaolin. Kaolin is used as a raw material for zeolites synthesis as petroleum catalysts support to modify the structure of hydrocarbon compunds into lighter fractions. Kaolin was treated using sulfuric acid 1, 5, and 10 M solution with the aim to increase its SiO2 content and decrease the impurities of kaolin, specifically K2O, CaO, dan TiO2. Kaolin samples from different regions were converted into metakaolin in order to increase its reactivity and properties through the calcination process for 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 minutes at temperatures range of 500-800 ºC. Samples were characterized using XRF, FTIR, SEM, and BET. Treated kaolin produces an increase in SiO2 levels to reach 87,46% at a concentration of 10 M sulfuric acid solution. Changes in morphology of kaolin to metakaolin on SEM observations and loss of typical kaolinite groups on FTIR observation were not affected by calcination time. However, increase in calcination time will increase the surface area of kaolin and also its reactivity. Calcined kaolin produces an optimum surface area at the time of calcination for 120 minutes with a 52% increase compared to the raw kaolin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>