Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Supri Hartanti
Abstrak :
ABSTRAK
Program Eliminasi penyakit Lympahatic Filariasis (ELF) telah menjadi komitmen global WHO dan negara-negara endemis. Indonesia sebagai salah satu negara endemis mengikuti program ELF, yaitu dengan tujuan untuk memutus transmisi dan penurunan risiko penderita. Pemutusan transmisi dilakukan melalui program pengobatan massal kepada seluruh masyarakat di daerah endemis selama 5 tahun. Pelaksanaan program mengalami banyak kendala karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang perlunya pencegahan penularan penyakit ini. Stigma sosial, penurunan kualitas sumber daya manusia, serta dampak sosial dan ekonomi menjadi ancaman serius bila penyakit ini tidak tertanggulangi. Intervensi ditujukan untuk meningkatkan pemahaman kader PKK RW 05 Kelurahan Krukut tentang perlunya pencegahan penularan penyakit filariasis sehingga dalam jangka panjang akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat pada upaya pencegahan penularan penyakit tersebut. Metode untuk memahami permasalahan di lapangan dilakukan dengan metode kualitatif dengan tehnik wawancara, observasi, serta focus group discussion Program yang dilaksanakan dalam intervensi adalah program sosialisasi tentang penyakit filariasis, studi banding serta pembuatan program keija Kelompok PKK. Target intervensi adalah target intermediate, yaitu pengurus Kelompok PKK RW. Program dirancang dengan dasar teori-teori tentang prevensi, perilaku kesehatan, partisipasi, empowerment serta experiential learning. Hasil pelaksanaan intervensi tercapai sesuai tujuan yang diharapkan yang diukur dengan indikator melalui hasil pretes-postes, observasi, serta wawancara. Hasil tersebut adalah adanya peningkatan pengetahuan tentang filariasis, peningkatan pengetahuan tentang perlunya mengembangkan lingkungan yang bersih dan sehat serta peningkatan collective efficacy
2007
T38131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Meyana Sabara
Abstrak :
Penyakit filariasis disebabkan oleh infeksi cacing mikrofilaria yang ditularkan oleh nyamuk ke manusia. Salah satu cara untuk mengeliminasi penyebaran infeksi tersebut adalah pengobatan massal. Pengobatan massal merupakan pemberian obat tahunan ke seluruh populasi berisiko. Pada penelitian ini, dikonstruksi model matematika untuk melihat pengaruh intervensi pengobatan massal terhadap penyebaran filariasis dalam populasi. Populasi manusia dipartisi dalam 6 kelas berdasarkan kerentanan, partisipasi dalam pengobatan massal, serta tingkat infeksi. Populasi nyamuk dipartisi menjadi dua kelas berdasarkan kerentanan dan keinfeksian. Berdasarkan analisis titik ekuilibrium dan simulasi numerik, dapat disimpulkan bahwa penyakit akan menghilang jika dan penyakit akan mewabah jika . Berdasarkan hasil analisis elastisitas, langkah yang dapat dilakukan untuk eliminasi filariasis adalah meningkatkan laju MDA (, mengurangi laju perkembangan dari nyamuk rentan menjadi nyamuk terinfeksi () dan mengurangi laju kontak individu rentan yang terinfeksi ......Filariasis is a disease caused by microfilaria infection transmitted by mosquitoes. To eliminate the spread of the infection, mass drug administration (MDA) is used. MDA involves administering an annual drug to the entire at-risk population. In this study, a mathematical model is constructed to assess the effect of MDA. The human population is partitioned into 6 classes according to susceptibility, participation in MDA, and infectivity status. The vector population is divided into two classes according to susceptibility and infectivity Based on the equilibrium point analysis and numerical simulation, it can be concluded that the disease will disappear if and the disease will become epidemic if. Based on the results of elasticity analysis, steps that can be taken to eliminate filariasis are increasing MDA levels (), reducing the rate of development from susceptible mosquitoes to infected mosquitoes (θ) and reducing the contact rate of susceptible infected individuals (λ).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Deasy
Abstrak :
Filariasis limfatik disebabkan cacing nematoda dari superfamili Filarioidea dan ditularkan nyamuk. WHO mencanangkan program eliminasi filariasis di negara endemis dengan strategi pengobatan tahunan berbasis komunitas pada populasi yang berisiko menggunakan DEC 6mg/kg berat badan dan albendazol 400 mg. Penelitian dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program pengobatan masal selama 5 tahun dalam menurunkan prevalensi hingga kurang dari 1% di Pulau Alor, NTT, sebagai daerah endemis filariasis Brugia timori. Peneliti menggunakan data sekunder dari desain studi eksperimental berupa prevalensi penderita filariasis sebelum dan setelah masa pengobatan. Hasil yang diperoleh menunjukkan pengobatan selama 5 tahun berhasil menurunkan prevalensi infeksi filaria. Disimpulkan bahwa metode pengobatan filariasis dengan kombinasi DEC dan albendazol terbukti mampu memenuhi target eliminasi filariasis WHO. ......Lymphatic filariasis is caused by nematodes from superfamily of Filaroidea, with mosquito as its vector. Yearly medication based on the community treatment of risked population using DEC 6mg/kg and albendazol 400 mg is the strategy set by WHO. This research is proposed to know the success of 5 years mass treatment run in Alor Island, NTT, an endemic area for filariasis Brugia timori, to decrease the prevalency of filariasis until less than 1%. This research uses secondary data from the experimental study design in form of prevalency of people with filariasis before and after the medication. The result shows the five-year-medication with DEC and albendazol succeeds in decreasing the prevalence of filarial infection. The medication method of filariasis using the combination of DEC and albendazol is proved to fulfill the target set by WHO to eliminate filariasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09047fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tanaraj Gnanesageran
Abstrak :
Filariasis adalah masalah kesehatan masyarakat terutama di Indonesia Timur, namun pada tahun 2013 muncul delapan kasus baru di Jakarta Selatan sehingga perlu dilakukan pemberian obat masal pencegahan (POMP) filariasis. Untuk melaksanakan POMP, petugas perlu diberikan pengetahuan mengenai filariasis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek penyuluhan dalam meningkatkan pengetahuan petugas pusat kesehatan masyarakat di Jakarta Selatan mengenai siklus hidup filariasis. Penelitian menggunakan desain pre-posttest study. Data diambil dengan total sampling pada tanggal 26 Juni 2013di kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengetahuan dinilai berdasarkan jawaban di kuesioner yang berisi enam pertanyaan mengenai siklus hidup filariasis. Survei dilakukan sebelum dan sesudah penyuluhan. Peserta yang hadir 52 orang, laki-laki 26 orang dan perempuan 26 orang. Pada pretest 20 orang berpengetahuan baik, 19 orang sedang dan 13 orang kurang. Pada posttest 39 orang berpengetahuan baik, 8 orang sedang dan 5 orang kurang. Terdapat perbedaan signifikan pada hasil pretest dan posttest (Marginal Homogeneity Test, p<0,001). Disimpulkan pendidikan kesehatan dalam bentuk kuliah efektif meningkatkan pengetahuan petugas puskesmas. ...... Filariasis is a public health problem, especially in eastern Indonesia, but in 2013 eight new cases emerged in South Jakarta making it necessary that preventive mass drug administration (POMP) for filariasis be carried out. To implement POMP, healthcare workers should be given knowledge on filariasis. The purpose of this study was to determine the effect of education on increasing the knowledge of workers from health centres in South Jakarta about the life cycle of filariasis. This research was conducted using a pre-posttest study design. The data was taken by total sampling on June 26 2013 in a Health Sub-Department in South Jakarta. Knowledge was assessed based on answers to a questionnaire containing six questions about the life cycle of filariasis. Surveys were conducted before and after health education. There were 52 participants; 26 men and 26 women. 20 people had good pretest knowledge, 19 people moderate and 13 people poor. 39 people had good posttest knowledge, 8 people moderate and 5 people poor. There was a significant difference in the pre and posttest results (Marginal Homogeneity Test, p < 0.001). It is concluded that health education in the form of a lecture session is effective in increasing the knowledge of healthcare workers.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Nur Arifa
Abstrak :
Introduksi: Toksokariasis dilaporkan dengan prevalensi tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Mengingat kurangnya sistem surveilans yang memadai, beban toksokariasis yang sebenarnya di Indonesia mungkin diabaikan. Sumba Barat Daya sebagai salah satu daerah endemis filariasis limfatik (LF), telah memulai pemberian obat massal (MDA) sejak tahun 2014. Namun, dampak regimen obat ini terhadap toksokariasis belum diketahui. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif, sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar “Studi Berbasis Komunitas Terapi 2 Obat versus 3 Obat untuk Limfatik Filariasis di Indonesia Bagian Timur”. MDA diberikan kepada masyarakat dengan kombinasi dosis tunggal albendazol (400 mg) dan dietilkarbamazin sitrat (6 mg/kgBB). Sampel diambil sebelum dan sesudah MDA masing-masing pada tahun 2016 dan 2017. Antigen protein rekombinan rTc-CTL-1 IgG spesifik diukur dengan ELISA sebelum dan sesudah MDA. Hasil: Sebanyak 70 partisipan terlibat, terdiri dari 35 subjek perempuan dan 35 subjek laki-laki dengan median usia 26 (jangkauan interkuartil:11-40) tahun. Rentang median dan IQR IgG spesifik rTc-CTL-1 terhadap toksokariasis yang diukur pada awal dan setelah MDA masing-masing adalah 0,94 (0,57 – 1,59) dan 1,11 (0,43 - 1,67). Tidak ada perubahan signifikan dalam kadar IgG spesifik rTc-CTL-1 setelah MDA. Tingkat seropositivitas IgG spesifik rTc-CTL-1 tidak mengalami penurunan yang signifikan; penurunannya hanya 1,4%, dari 94,3% sebelum MDA menjadi 92,9% setelah MDA. Analisis tambahan menunjukkan bahwa usia dan jenis kelamin tidak memiliki efek perancu pada perbedaan positif IgG antara dua titik waktu. Konklusi: Regimen MDA untuk LF yang terdiri dari albendazol dan DEC tampaknya tidak berpengaruh signifikan terhadap seroprevalensi toksokariasis di desa Karang Indah, kabupaten Sumba Barat Daya. Di masa depan, disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih besar dengan ukuran sampel yang lebih besar dan durasi penelitian yang lebih lama. ......Introduction: Toxocariasis has been reported at high prevalences in low to middle-income countries. Given the lack of adequate surveillance systems, the actual burden of toxocariasis in Indonesia is likely to be overlooked. Sumba Barat Daya as one of endemic areas for lymphatic filariasis (LF), has started mass drug administration (MDA) since 2014. However, the impact of this drug regimen on toxocariasis is not known. Methods: This research was a prospective study, as a part of the larger study “Community Based Study of 2-Drugs versus 3-Drugs Therapy for Lymphatic Filariasis in Eastern Indonesia”. MDA was given to the community with combination of a single dose of albendazole (400 mg) and DEC (6 mg/kgBW). Samples were taken before and after MDA in 2016 and 2017, respectively. Recombinant protein antigen rTc-CTL-1 specific IgG was measured by ELISA before and after MDA. Results:  A total of 70 participants were involved, consisting of 35 female and 35 male subjects with median age of 26 (interquartile range: 11 – 40) years old. The median and IQR of rTc-CTL-1 specific IgG against toxocariasis measured at baseline and after MDA was 0.94 (0.57 – 1.59) and 1.11 (0.43 – 1.67), respectively. There was no significant change in levels of rTc-CTL-1 specific IgG after MDA. The seropositivity rate of rTc-CTL-1 specific IgG had no significant decrease; the decrease was only 1.4%, from 94.3% before MDA to 92.9% after MDA. Additional analysis showed that age and gender had no confounding effect on the difference of IgG positivity between the two time points. Conclusion: The MDA regimen for LF consisting of albendazole and DEC seemed to have no significant impact on the seroprevalence of toxocariasis in Karang Indah village, Sumba Barat Daya district. In the future, it is recommended to conduct a larger study involving extended sample size and longer duration of the study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library