Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2003
S25344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arifin
Bandung: CV Cendikia Press, 2022
342.05 ARI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Basuki
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi materi Ketetapan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai produk hukum dalam kerangka perundang-undangan Indonesia. Dengan berfokus pada perspektif perundang-undangan, penelitian ini menggali aspek-aspek hukum yang melibatkan ketetapan MPR, termasuk proses pembuatannya, kekuatan hukumnya, dan dampaknya terhadap sistem hukum nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis normatif dan empiris untuk mengidentifikasi kerangka hukum yang mengatur ketetapan MPR, serta dampaknya terhadap pelaksanaan hukum di Indonesia. Dengan merinci aspek konstitusional dan hubungan ketetapan MPR dengan UUD 1945, tesis ini mengeksplorasi peran MPR dalam pembentukan hukum nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketetapan MPR, sebagai produk hukum, memiliki kekuatan hukum yang signifikan dan dapat menjadi dasar untuk perubahan-perubahan penting dalam sistem hukum dan pemerintahan. Penelitian ini juga mengidentifikasi tantangan dan potensi perbaikan terkait dengan implementasi ketetapan MPR, serta memberikan rekomendasi untuk pengembangan lebih lanjut dalam kerangka perundang-undangan. ......This research was conducted with the aim of understanding the content of the MPR (People's Consultative Assembly) Decree as a legal product within the framework of Indonesian legislation. By focusing on a legislative perspective, this research explores the legal aspects involving MPR decisions, including the process of making them, their legal strength, and their impact on the national legal system. This research uses a normative and empirical analysis approach to identify the legal framework that regulates MPR decisions, as well as their impact on the implementation of law in Indonesia. By detailing the constitutional aspects and the relationship between MPR decisions and the 1945 Constitution, this thesis explores the role of the MPR in the formation of national law. The research results show that MPR decisions, as legal products, have significant legal force and can be the basis for important changes in the legal system and government. This research also identifies challenges and potential improvements related to the implementation of MPR provisions, as well as providing recommendations for further development within the legislative framework.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Biondi Insani
Abstrak :
ABSTRAK
Hampir setiap negara yang memiliki konstitusi tertulis memiliki cara untuk mengubah konstitusi yang diatur di dalam konstitusi tersebut. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, perubahan konstitusi dilakukan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun, pada masa Orde Baru, Undang-Undang Dasar 1945 atau konstitusi tertulis di Indonesia, diperlakukan sakral dan dikehendaki untuk tidak diubah. Hambatan selanjutnya adalah diaturnya dua produk hukum, yaitu TAP MPR/IV/1983 tentang referendum, dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 tentang refrendum. Kedua ketentuan ini, sangat mempersulit dan sangat tidak sesuai dengan Pasal 37 UUD 1945. Bentuk penelitian ini adalah kepustakaan-normatif dimana penulis menggunakan teori-teori mengenai konstitusi dan perubahan konstitusi terhadap kewenangan MPR dalam mengubah konstitusi UUD di Indonesia sebelum dan sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pembahasan penelitian dikaitkan dengan prosedur atau mekanisme perubahan konstitusi dari beberapa negara lain dengan studi perbandingan konstitusi. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa setelah amandemen pengaturan dan mekanisme perubahan konstitusi diatur secara lebih rinci dan mekanisme perubahan konstitusi diatur sehingga konstitusi tidak begitu mudah, tetapi juga tidak begitu sukar untuk diubah.
ABSTRACT
Nearly every nation that possesses written constitution has a method to change or amend the constitution that is regulated within the constitution itself. In Indonesia, according to Article 37 of the 1945 Constitution Undang Undang Dasar 1945 , the People 39 s Consultative Assembly MPR has the right to and authority to change the constitution. However, during the New Order era, the 1945 Constitution as the written constitution in Indonesia is considered sacred to be changed. Furthermore, the political power made the possibility to change the constitution more difficult with the regulation of 2 legal products TAP MPR IV 1983 and Undang Undang No. 5 1985 about Referendum which are not in accordance with Article 37 of the 1945 Constitution. With a normative library research, theories about the constitution and the constitutional amendment were utilised to analyse the authority of MPR in changing the constitution before and after the 1945 Constitution. The research 39 s discussion is linked with the procedure and mechanism of the constitutional amendment from other countries with a comparative constitutional study. This study concludes that after the amendment, the regulation and mechanism of the constitutional amendment is more detailed and is regulated so that the constitution is not so easy nor difficult to change.
2017
S68920
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrurrahman
Abstrak :
Pengisian jabatan presiden dan wakil presiden merupakan aspek utama pada sistem pemerintahan presidensial. Saat ini, mekanisme pengisian jabatan presiden dan wakil presiden Indonesia dilakukan melalui pemilihan umum. Namun, UUD NRI 1945 masih memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menyelenggarakan sidang pemilihan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan atau pemilihan jabatan presiden dan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan secara bersamaan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945. Tulisan ini dihasilkan melalui penelitian normatif dengan metode kualitatif yang menjadikan sumber-sumber hukum sebagai landasan utama. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa adanya kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam memilih lembaga kepresidenan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 merupakan pelaksanaan prinsip ‘checks and balances’ yang dibangun oleh UUD NRI 1945 dalam rangka penguatan sistem presidensial. Oleh sebab itu, penguatan sistem presidensial terkait kandungan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 kedepannya perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang terkait lembaga kepresidenan. ......Filling the positions of president and vice president is a major aspect of the presidential government system. Currently, the mechanism for filling the positions of president and vice president of Indonesia is carried out through general elections. However, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia still authorizes the People's Consultative Assembly to hold a vice presidential election session in the event of a vacancy in office or the election of the president and vice president in the event of a vacancy of office simultaneously as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. 1945. This paper was produced through normative research with qualitative methods that use legal sources as the main basis. The conclusion obtained is that the existence of the authority possessed by the People's Consultative Assembly in choosing the presidential institution as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the implementation of the principle of 'checks and balances' developed by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in order to strengthen presidential system. Therefore, strengthening the presidential system related to the contents of Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia needs to be comprehensively regulated in a law related to the presidential institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Abdullah Irvan Masduki
1998: [publisher not identified], 1998
342.05 ABD l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Ismail S.
Abstrak :
Dengan telah berakhirnya pelaksanaan SU-MPR 1983 berarti telah genap 12 tahun usia pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Perkembangan politik sampai saat itu sudah tentu diwarnai oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan politik yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru. Termasuk di dalamnya hal-hal yang menyangkut proses pembuatan keputusan tertinggi menurut konstitusi UUD 1945, yakni struktur dan mekanisme politik pada MPR-RI sebagai lembaga tertinggi negara. Hal ini mencakup sisten perwakilan dan juga struktur kekuatan politik yang dikembangkan sejak tahun 1966. Bagaimana proses pembuatan keputusan dalam SU-MPR 1983 sangat ditentukan oleh interaksi di antara kekuatan-kekuatan politik yang diakui peranannya. Melalui usaha memahami bentuk interaksi yang mewarnai SU-MPR 1983 tersebut, maka setidak-tidaknya dapat dilihat bagaimana perubahan struktur kekuatan politik yang diperkenalkan oleh pemerintah Orde Orde Baru dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan politiknya. Sejalan dengan itu saka tujuan penulisan ini adalah untuk melihat bagaimana interaksi kekuatan politik yang terjadi dalam SU-MPR 1983, sebagai pengejawantahan dari sisten perwakilan dan struktur kekuatan politik yang ada pada naat itu. Pada penelitian ini digunakan konsep sistem politik birokratis (bureaucratic polity). Konsep mana menyebutkan, bahwa di dalam sistem politik yang demikian unsur-unsur birokrasi pemerintah menainkan peranan dominan dalam setiap proses pembuatan keputusan. Konsep di atas dijabarkan dengan menjadikan distribusi sumber-sumber daya politik sebagai unit analisa. Untuk memperoleh informasi bagi pembahasan masalah ini dilakukan penelitian kepustakaan atas literatur-literatur tentang perkembangan lembaga MPR-RI serta dokumen-dokumen yang memuat data tentang proses berlangsungnya SU-MPR 1983. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa perubahan politik yang secara formal terlihat selama pemerintahan Orde Baru melahirkan suatu straktur politik di dalam mana penerintah berperan sebagai pusat serta sumber dari setiap aktivitas politik. Melalui peranan tersebut pemerintah Orde Baru melembagakan struktur kekuatan politik yang didominani oleh unsur-unsur birokrasi pemerintah (terutana ABRI). Dengan demikian pemerintah dapat secara efektif mewarnai serta melakukan kontrol terhadap setiap aktivitas politik. Dalan SU-MPR 1983, hal ini dimungkinkan karena penguasaan sumber daya politik dalam struktur dan mekanisme MPR-RI 1982-1987 berada pada kekuatan-kekuatan politik pеmerintah. ......With the end of the implementation of the 1983 SU-MPR, it means that the New Order government under the leadership of President Soeharto has completed 12 years. Political developments up to that time were of course determined by the political policies made by the New Order government. This includes matters that cover the highest decision-making process according to the 1945 Constitution, namely the political structure and mechanisms of the MPR-RI as the highest state institution. This includes the representative system and also the political power structure that has been developed since 1966. The decision-making process in the 1983 SU-MPR is largely determined by the interaction between political forces whose roles are recognized. Through efforts to understand the forms of interaction that characterized the 1983 SU-MPR, we can at least see how the changes in the political power structure introduced by The New Order in its political policies. In line with that, the aim of this writing is to see how the interaction of political forces occurred in the 1983 SU-MPR, as an embodiment of the representative system and political power structure that existed at that time. In this research, the concept of a bureaucratic political system (bureaucratic polity) is used. This concept states that in such a political system elements of the government bureaucracy play a dominant role in every decision-making process. The above concept is explained by making the distribution of political resources the unit of analysis. To obtain information for discussing this issue, literature research was carried out on literature on the development of the MPR-RI institution as well as documents containing data on the ongoing process of the 1983 SU-MPR. The results of this research show that the political changes that were formally visible during the New Order government gave birth to a political structure in which the government acted as the center and source of every political activity. Through this role, the New Order government institutionalized a political power structure dominated by elements of the government bureaucracy (especially ABRI). In this way, the government can effectively regulate and control every political activity. In the 1983 SU-MPR, this was possible because control of political resources in the structure and mechanisms of the 1982-1987 MPR-RI rested with the government's political forces.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S10553
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sumardi
Abstrak :
Sebelum perubahan Undang-undang Dasar 1945 wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ada empat, yaitu menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD), menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), memilih Presiden, wakil Presiden, dan mengubah UUD. Setelah perubahan, wewenang MPR tinggal dua yaitu menetapkan dan mengubah UUD. Merupakan kekuasaan menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar yang dijalankan oleh MPR, selain itu MPR bertugas melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 UUD 1945). Sebelum perubahan, MPR memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden namun saat ini peran MPR hanya melantik. Oleh karena itu MPR bukan lagi sebagai majelis pemilih namun hanya majelis pelantik presiden dan wakil presiden. Menurut M, Solly Lubis, kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR (Die Gesamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des VW/ens des Staatvolkes), Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN), Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil kepala Negara (Wakil presiden), Majelis inilah yang memegang kekuasaan tertinggi sedangkan Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis, ia adalah "mandataris" dari Majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak "neben", akan tetapi "untergeordnet? kepada Majelis. Di sinilah terjelmanya pokok pikiran kedaulatan rakyat yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai memegang kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat menentukan jalannya Negara dan bangsa, yaitu berupa ; 1. menetapkan Undang-undang Dasar 2. menetapkan garis-garis besar dari haluan Negara 3. mengangkat Presiden dan Wakil Presiden Dengan kewenangan yang demikian itu, menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara maka kekuasaan MPR luas sekali. Ini adalah logis karena MPR adalah pemegang kedaulatan Negara. Sebagai badan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat maka segala keputusan yang diambil haruslah mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh rakyat.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuntari
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang keabsahan penggunaan Ketetapan MPR Tap MPR sebagai dasar hukum pembentukan Undang-Undang. Sebelum Perubahan UUD 1945 Tap MPR memiliki sifat mengikat terhadap pembentuk Undang-Undang sehingga lazim digunakan sebagai dasar hukum pembentukan Undang-Undang. Setelah Perubahan UUD 1945, hanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi yang telah ditempatkan sebagai dasar hukum pembentukan UU. Hal tersebut karena Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak menegaskan posisi Tap MPR sebagai dasar hukum pembentukan Undang-Undang maupun peraturan dibawahnya, meskipun Pasal 7 menempatkan Tap MPR sebagai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan serta Angka 41 Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011 pada prinsipnya menentukan sebagai dasar hukum harus peraturan perundang ndash;undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Dari 54 Tap MPR yang digunakan sebagai dasar hukum 228 Undang-Undang sejak Tahun 1961 hingga Tahun 2014 ada Tap MPR yang masih berlaku, termasuk Tap MPR tentang Demokrasi Ekonomi. Tap MPR tersebut sebagai penjabaran lebih lanjut amanat UUD 1945 seharusnya dapat digunakan sebagai dasar hukum pembentukan Undang-Undang secara formal sekaligus menjadi arah pengaturan bagi Undang-Undang secara material, agar kebijakan pembangunan yang dilakukan sejalan dengan tujuan bernegara yang digariskan dalam UUD 1945. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematika hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, sehingga diperoleh kepastian pemahaman terhadap permasalahan Tap MPR yang dapat digunakan sebagai dasar hukum pembentukan Undang-Undang.
ABSTRACT
This thesis discusses about the validity of Decree of The People s Consultative Assembly Tap MPR as The Legal Basis in Law Making Process. Before Amendment of UUD 1945, Tap MPR binding the legislature so that commonly used as the legal basis in law making process. After the Amendment, only Tap MPR No. XVI MPR 1998 on Political Economy in term of Democracy Economy used as the legal basis. This is because the Law No. 12 Year 2011 does not mention it s position exactly as the legal basis, even though Article 7 puts Tap MPR as the type and hierarchy of legislation and Figures 41 Appendix II determine the legal basis of legislation must in the same level or higher. Over 54 Tap MPR used as the legal basis of 228 Act from 1961 till 2014, there are number of them are still valid, including Tap MPR on Democracy Economy. Tap MPR as a further elaboration of constitution mandate should be used as a legal basis Basis in Law making process formally as well as a direction setting for Law materially, so that development policies in line with the state purpose outlined in Constitution. This thesis using normative juridical research focuses on the research literature that examines and analize the principles of the law, legal systematics, and synchronization of law. Data were analyzed using descriptive qualitative methods in order to obtain the certainty understanding of which Tap MPR can be used as a legal basis in Law making process.
2017
T48276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>