Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maulana Rosyady
"Indonesia yang beriklim tropis merupakan tempat pertumbuhan yang baik bagi A. lumbricoides. Infeksi A. lumbricoides biasanya bersifat asimtomatik, namun dapat menimbulkan gejala seperti sakit perut, mual, diare, dan gangguan pernapasan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan manifestasi klinis askariasis dan hubungannya dengan karakteristik anak di Panti Asuhan Jakarta Timur.
Pada penelitian ini digunakan desain penelitian cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012 melalui pengisian kuesioner berisi lima pertanyaan mengenai manifestasi klinis askariasis. Kuesioner diberikan kepada 153 siswa; 64 laki-laki dan 89 perempuan. Sebanyak 90 orang berada di jenjang pendidikan SD, 58 orang SMP, dan 15 SMA. Siswa yang berpengetahuan baik sebanyak 14 orang, cukup 47 orang, dan kurang 92 orang. Berdasarkan uji chi-square tingkat pengetahuan manifestasi klinis askariasis tidak berbeda bermakna (p>0,05) dengan jenis kelamin, usia, dan pengalaman cacingan, namun berbeda bermakna (p<0,05) pada tingkat pendidikan.
Disimpulkan tingkat pengetahuan anak panti asuhan umumnya tergolong kurang dan tidak berhubungan dengan jenis kelamin, usia dan pengalaman cacingan namun berhubungan dengan tingkat pendidikan. Berdasarkan hal tersebut tingkat pengetahuan perlu ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan kepada semua anak dengan memperhatikan tingkat pendidikan tetapi tidak memperhatikan jenis kelamin, usia dan riwayat cacingan.

Indonesia as tropical country is a good place for the growth of A. lumbricoides. Infection of A. lumbricoides usually asymptomatic, but it can manifest symptomps such as abdominal pain, nausea, diarrhea an respiratory disorder. This study was conducted to determine the knowledge of ascariasis clinical manifestations and its relation to the characteristics of children in the orphanage in East Jakarta.
This study design used cross-sectional. Data collection was done on June 10, 2012 through a questionnaire containing five questions abaout the ascariasis clinical manifestations. The questionnaire was given to 153 students, 64 men an 89 women. A total of 90 people were ini elementary school education, 58 junior high an 15 senior high school. Students who are well knowledgeable as many as 14 people, middle 47 people, and less 92 people. Based on chi-square test of the level of knowledge of askariasis clinical manifestations was not significant (p>0,05) by sex, age and history of helminth infection, but significantly different (p<0,05) in the level of education.
It concluded the knowledge of orphanage is generally classified as less an not associated with gender, agen and history of helminth infection but related to the educational level. Based on this study, levels of knowledge need to be increased by giving counseling to all children with pay attention to the education level but did not pay attention to gender, age and history of helminth infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
"Diperkirakan 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi oleh S. scabiei. Tingginya prevalensi skabies terutama di pesantren disebabkan santri tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang skabies yaitu siklus hidup, gejala, penularan, pengobatan, dan pencegahannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan mengenai manifestasi klinis skabies pada santri di Pesantren X Jakarta Selatan sebelum dan sesudah penyuluhan. Penelitian menggunakan desain penelitian eksperimental dengan metode pre-post study. Pengambilan data dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2013 terhadap 100 orang santri yang diminta untuk mengisi kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan. Kuesioner berisi lima pertanyaan mengenai manifestasi klinis infeksi skabies. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebelum penyuluhan santri yang mempunyai tingkat pengetahuan baik adalah 6% responden memiliki tingkat pengetahuan baik, 42% berpengetahuan sedang, dan 52% berpengetahuan kurang. Hanya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan usia. Setelah penyuluhan, sebanyak 77% memiliki tingkat pengetahuan baik, 9% berpengetahuan sedang, dan 14% berpengetahuan kurang, perubahan ini sangat signifikan (p<0,05). Disimpulkan bahwa penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan santri mengenai manifestasi klinis skabies.

About 300 million people infected by S. scabiei.. Founded high prevalence of scabies, especially in boarding schools because students do not have sufficient knowledge about the life cycle of scabies, symptoms, transmission, treatment, and prevention. The purpose of this study was to determine the level of knowledge about the clinical manifestations of scabies at X boarding school students in South Jakarta before and after counseling. Research using experimental research design with pre-post study method. Data collection was conducted in Jakarta on May 9, 2013 to 100 students who were asked to fill out questionnaires before and after counseling. The questionnaire contained five questions regarding the treatment of scabies infection. Results of this study showed that prior to counseling students who have a good knowledge level is 6% of respondents, 42% were knowledgeable moderate, and 52% less knowledgeable. Only there is a relationship between knowledge level and age. After counseling, 77% had a good level of knowledge, knowledgeable moderate 9%, and 14% less knowledgeable, this change was highly significant (p <0,05). Concluded that counseling is effective in improving students knowledge about the clinical manifestations of scabies"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sumarmi Pramudjo
"Latar Belakang Penelitian
Glomerulonefritis akut telah dikenal sejak laporan Bright pada tahun 1827, namun gambaran klinis penyakit ini secara lengkap baru diketahui pada dua puluh tahun terakhir. Dilatasi jantung pada GNA dilaporkan oleh Goodhart pada tahun 1879, sejak itu timbul perhatian terhadap manifestasi kardiovaskular pada GNA (Ash dkk., 1944).
Komplikasi kardiovaskular sering ditemukan secara klinis pada pasien GNA pada anak (Rudolph, 1978). Keadaan ini kadang-kadang merupakan manifestasi yang paling mencolok dan merupakan penyebab kematian (Gore dan Saphir, 1948; Rudolph, 1978).
Rudolph (1978) mengemukakan patofisiologi penyakit ginjal yang mempengaruhi sistem kardiovaskular yaitu retensi air dan natrium, hipertensi arterisistemik, anemia, gangguan ekskresi elektrolit, dan uremia. Pada seorang pasien sering ditemukan lebih dari satu gangguan ini.
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada GNA, namun pada umumnya bukan disebabkan oleh kegagalan miokard, melainkan oleh beban hemodinamik yang berlebihan (De Fasio dkk., 1959; Fleisher dkk., 1966; Rudolph, 1978; Oesman, 1986). Kegagalan miokard dapat terjadi sekunder akibat hipertensi dan gangguan elektrolit yang berat yang mungkin juga diperberat oleh anemia. Pada sebagian besar pasien GNA, apa yang disebut gagal jantung merupakan akibat bendungan vena yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh retensi air dan garam daripada oleh tidak adekuatnya penampilan miokard (Rudolph, 1978).
Beberapa penulis telah melakukan penelitian tentang manifestasi kardiovaskular pada GNA, tetapi hanya menyoroti salah satu aspek saja, misalnya Eisenberg (1955) meneliti volume darah pada GNA, Holzel dan Fawcitt (1960) serta Kirkpatrick dan Fleisher (1964) menulis tentang gambaran foto toraks pasien GNA, Ash dkk. (1944) dan Basir Palu dkk. (1986) meneliti tentang perubahan elektrokardiografi, sedangkan Vardi dkk. (1979) dan Tan (1981) melakukan penelitian ekokardiografi pada pasien GNA.
Permasalahan
Komplikasi kardiovaskular pada GNA disebabkan oleh kelainan hemodinamik. Sampai seberapa jauh keterlibatan miokard pada GNA, dan apakah pemberian obat inotropik positif masih diperlukan pada pengobatan gagal jantung kongestif pada GNA ?
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karta Sadana
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Benturan berulang akibat getaran yang ditimbulkan alat bor 'rack drill' , dapat merupakan jejas pada eritrosit dalam pembuluh darah telapak tangan para pengebor yang menggunakannya, sehingga dapat menimbulkan hemolisis intravaskuler dan hemoglobinuria. Untuk membuktikan hal tersebut dilakukan penelitian terhadap 31 orang pengebor yang menggunakan 'rock drill' di suatu Pertambangan Emas. Kepada para pengebor tersebut dilakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Sebelum dan sesudah menggunakan 'rock drill', para pengebar diperiksa kadar Hb, nilai Ht, kadar Hb plasma, hemoglobinurin dan hemosiderinurinnya.
Hasil dan Kesimpulan : Sesudah menggunakan 'rock drill', kadar Hb plasma para pengebor meningkat (p < 0,002); ini menunjukkan adanya hemolisis intravaskuler. Jumlah hemolisis yang terjadi dipengaruhi oleh lamanya pemajanan getaran (is = 0,422 ; p < 0,002), dan cara memegang handel 'rack drill' (p = 0,04), tetapi tidak dipengaruhi oleh umur pengebor (p > 0,10), masa kerja sebagai pengebor (p > 0,105, dan kekuatan getaran 'rock drill' yang digunakan (p > 0,05). Hemolisis yang terjadi akibat pemajanan getaran 'rock drill' selama 1 jam 15 menit sampai dengan 3 jam 20 menit, tidak menimbulkan penurunan kadar Hb (p > 0,10), maupun nilai Ht (p > 0,05). Hemoglobinuria dijumpai pada 6 (19,35 pengebor (p > 0,10), sedangkan hemosiderinuria ditemukan pada semua pengebor yang menunjukkan bahwa proses hemolisis intravaskuler tersebut telah berlangsung kronis dan berulang.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: Repeated trauma due to rock drill vibration can cause intravascular Hemolysis and traumatic hemoglobinuria to the rock drillers. This study was carried out on 31 rock drillers in a gold mine to prove the occurrence of intravascular hemolysis and hemoglobinuria on the rock drillers. The study consists of interview, physical examination, and determination of hemoglobin level, hematocrite value, plasma hemoglobin level, hemoglobinurine, and hemosiderinurine before and after rock drill vibration exposure.
Findings and Conclusions: After rock drill vibration exposure, the plasma hemoglobin level of the rock drillers increased ( p < 0,002). This finding indicates that there was an intravascular hemolysis. The degree of the hemolysis depended on the duration of the exposure (rs = 0,422; p < 0,002), and the manner of holding the rock drill handle- (p = 0,04), but it wasn't influenced by age (p > 0,10), work duration (p > 0,10), and the vibration intensity (p > 0,05). After one exposure ranging between 1 hour 15 minutes and 3 change the hemoglobin level (p > 0,10) nor the hematocrite value (p > 0,05). Hemoglobinuria was detected in 6 (19,35 7.) of the rock drillers (p > 0,10), and hemosiderinuria were found in all study subjects. The latter showed that the intravascular hemolysis was a chronic recurrent process.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virly Nanda Muzellina
"Latar Belakang: Reseptor ACE2 tidak hanya terdapat pada paru-paru, tetapi juga pada saluran pencernaan yang memungkinkan terjadinya infeksi SARS-COV-2 pada enterosit, menimbulkan manifestasi klinis gastrointestinal, dan terdeteksinya RNA virus pada pemeriksaan swab anal. Studi lain di seluruh dunia menunjukkan hasil yang berbeda-beda serta belum didapatkan penelitian serupa di Indonesia. 
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luaran klinis infeksi COVID- 19 pada pasien yang dilakukan swab anal, mendapatkan hubungan hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan manifestasi klinis gastrointestinal dan derajat keparahan pada pasien COVID-19 di Indonesia. 
Metode: Merupakan cabang penelitian dari penelitian utama yang berjudul “Nilai RT-PCR Swab Anal untuk Diagnosis COVID-19 pada Orang Dewasa di Indonesia”. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain potong lintang. Sampel penelitian merupakan pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Mitra Keluarga Depok, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, dan RS Ciputra selama periode April 2020 sampai dengan Januari 2021. Dikumpulkan data demografi, manifestasi klinis, derajat keparahan, dan hasil swab anal PCR SARS-CoV-2.
Hasil: 136 subjek penelitian dengan swab nasofaring positif dianalisis. 52 pasien (38,2%) dengan swab anal PCR SARS-CoV-2 positif dan 84 pasien (61,8%) dengan swab anal negatif. Manifestasi klinis saluran cerna tersering, yaitu: mual-muntah 69 pasien (50,7%), nafsu makan menurun sebanyak 62 pasien (45,6%), dan nyeri perut sebanyak 31 pasien (22,8). Terdapat 114 pasien (83,8%) tergolong dalam derajat ringan-sedang dan 22 pasien (16,2%) tergolong dalam berat-kritis. Terdapat hubungan yang bermakna secara proporsi statistik antara variabel hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan manifestasi klinis gastrointestinal berupa keluhan diare atau mual-muntah (nilai p 0,031). Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara proporsi statistik antara variabel hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan derajat keparahan (nilai p 0,844).
Simpulan: Terdapat hubungan antara hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan manifestasi klinis gastrointestinal berupa keluhan diare atau mual- muntah dan tidak terdapat hubungan antara variabel hasil pemeriksaan PCR SARS- CoV-2 swab anal dengan derajat keparahan infeksi COVID-19.

Background: ACE2 receptor is not only found in the lungs, but also in the digestive tract, which allows the occurrence of enterocyte infection, gastrointestinal clinical manifestations, and detection of viral RNA on anal swab PCR. Studies around the world show various results, yet there has been no similar study to be found in Indonesia.
Objective: This study aims to determine the clinical outcome of COVID-19 patients with gastrointestinal manifestations who were tested by anal swab, the relationship between anal swab PCR for SARS-CoV-2 test result with gastrointestinal clinical manifestations as well as the severity of COVID-19 patients in Indonesia.
Methods: This research is a branch of study titled. The Value of Anal Swab RT- PCR for COVID-19 Diagnosis in Adult Indonesian Patients. This is an analytical study with cross-sectional design. Samples were obtained from hospitalized COVID-19 patients at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Mitra Keluarga Hospital Depok, Mitra Keluarga Kelapa Gading Hospital, and Ciputra Hospital from April 2020 to January 2021. Demographic data, clinical manifestations, severity, and SARS-CoV-2 PCR anal swab were collected.
Results: 136 subjects with positive nasopharyngeal swab were analyzed. Result showed that 52 patients (38.2%) had positive anal swabs PCR SARS-CoV-2 and 84 patients (61.8%) had negative anal swabs. Common gastrointestinal clinical manifestations were: nausea and vomiting in 69 patients (50.7%), anorexia in 62 patients (45.6%), and abdominal pain in 31 patients (22.8). There were 114 patients (83,8%) classified as mild-moderate and 22 patients (16,2%) as severe-critical. There was a statistically significant relationship between anal swab PCR for SARS- CoV-2 test result with gastrointestinal clinical manifestations (diarrhea or nausea- vomiting) (p value 0.031). There was no statistically significant relationship found between anal swab PCR for SARS-CoV-2 test result with the severity of COVID- 19 infection (p value 0.844).
Conclusions: There is a relationship between anal swab PCR SARS-CoV-2 test result with gastrointestinal clinical manifestations (diarrhea or nausea-vomiting) and there is no relationship between anal swab PCR SARS-CoV-2 test result with severity of COVID-19 infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library