Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ervandita Iswandari
"Sebagian besar janda yang mengalami kematian suami tidak menikah kembali setelahnya, apalagi bila telah memasuki usia dewasa madya. Meski demikian, tidak sedikit pula janda dewasa madya yang akhirnya kembali berkeluarga. Pernikahan-kembali mendatangkan situasi yang lebih kompleks daripada pernikahan pertama karena janda harus menghadapi suami baru dan anak-anak, baik anak kandung maupun anak tiri. Oleh karena itu, penyesuaian diri merupakan hal yang penting untuk dilakukan janda dalam menjalani pernikahankembali.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian pernikahan janda dewasa madya dengan menggunakan dimensi penyesuaian diadik Spanier (1976) dan area penyesuaian pernikahan DeGenova & Rice (2005).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode wawancara dan observasi kepada tiga orang responden. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa dalam dimensi kesepakatan dalam pernikahan, ketiga responden masih mempersepsikan adanya ketidaksepakatan dalam beberapa area dengan suami baru. Dalam dimensi kedekatan hubungan, ketiga responden mengaku merasa dekat dengan suami mereka. Dalam dimensi kepuasan hubungan dalam pernikahan, seorang responden merasa tidak puas dengan pernikahannya.
Sedangkan dalam dimensi ekspresi afeksi, ketiga responden mengekspresikan kasih sayang melalui perbuatan nyata. Ketiga responden juga memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk menikah kembali. Akan halnya penghayatan pada almarhum suami, ketiga responden menyatakan bahwa mereka masih mengenang almarhum suaminya dan tidak akan dapat melupakan mereka."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renata Ratnasari
"Lima tahun pertama pernikahan merupakan periode yang membutuhkan penyesuaian diri.Dalam periode ini individu dan pasangan rentan mengalami konflik karena menghadapi berbagai perbedaan nilai, pandangan, persespi hingga kebiasaan. Kerentanan terhadap konflik berkontribusi menambah tekanan yang dialami oleh individu dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan pernikahan. Dalam periode penyesuaian ini, salah satu faktor protektif individu dalam menghadapi tekanan, yaitu mindfulness. Salah satu mekanisme yang menjembatani hubungan antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan diduga melalui penerapan strategi konflik baik secara konstruktif maupun destruktif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah strategi konflik konstruktif maupun destruktif memediasi hubungan antara mindfulness trait dengan penyesuaian pernikahan. Partisipan penelitian berjumlah 150 orang (74% perempuan; M = 27,49, SD = 2,4). Penyesuaian pernikahan diukur melalui DAS, mindfulness diukur menggunakan MAAS, dan strategi konflik diukur melalui RPCS. Melalui analisis mediasi, ditemukan adanya hubungan mediasi antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan secara penuh melalui strategi konflik konstruktif (a1b = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) dan strategi konflik destruktif (a2b = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). Hal ini menunjukkan  peran strategi konflik berbasis mindfulness khususnya, berkolaborasi dalam pemecahan masalah bersama pasangan dan penurunan reaktivitas emosi, berperan penting terhadap penyesuaian pernikahan di lima tahun pertama.  

The first-five years of marriage is a period that requires adjustment. In this period, individuals and spouse more likely to argue during this time because of differences  values, opinions, perceptions, and habits. The vulnerability of conflict increased the pressure on individuals attempting to adjust to married life. During the adjustment period with the spouse, one of the individual protective factors in dealing with pressure is mindfulness. One of the mechanisms bridging the relationship between mindfulness and marital adjustment is postulated to be through the application of conflict strategies both constructively and destructively. This study aims to see whether constructive or destructive conflict strategies mediate the relationship between the mindfulness and marital adjustment. There were 150 study participants (74% female; M = 27,49, SD = 2,4). Marital adjustment was measured through DAS, mindfulness was measured using MAAS, and conflict strategies were measured through RPCS. Through mediation analysis, it was found that there was a mediation relationship through a constructive conflict strategy (a1b1 = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) and destructive conflict strategy (a2b2 = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). This shows that the role of mindfulness-based conflict strategies, particularly collaboration in solving problems with the spouse and the decreasing emotional reactivity, play an important role in the marriage adjustment in the first five-years."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniati Fajriyani
"Kawin lari merupakan kejadian dimana laki-laki melarikan perempuan yang akan dikawininya dengan persetujuan si perempuan, untuk menghindarkan diri dari tata cara adat yang dianggap memakan biaya terlalu mahal. Khusus Lampung, kawin lari disebut sebambangan. Berdasarkan fenomena sebambangan, peneliti tertarik melihat bagaimana penyesuaian perkawinan pasangan yang melakukan sebambangan. Penyesuaian perkawinan berarti penyesuaian satu sama lain di antara dua individu terhadap kebutuhan, keinginan dan harapan pasangan. Dalam melihat gambaran penyesuaian perkawinan, didasarkan pada dimensi penyesuaian perkawinan yang dikemukakan Spanier (1976) yaitu dyadic consensus - dyadic cohession - dyadic satisfaction - affectional expression. Dilihat pula proses sebambangan yang dilakukan pasangan, faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan, konflik yang dialami, serta proses dan kriteria penyesuaian perkawinan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu wawancara dan observasi terhadap 3 pasangan yang melakukan sebambangan. Pemilihan partisipan dilakukan dengan accidental sampling.
Dari penelitian ditemukan bahwa bentuk dan kualitas dari masing-masing dimensi penyesuaian perkawinan pada ketiga pasangan sangat tergantung dengan bentuk dan kemampuan yang dimiliki oleh partisipan, proses sebambangan yang dialami pasangan tidak semua atas dasar saling suka, konflik yang dialami bisa berupa konflik internal (pada diri individu sendiri) maupun konflik eksternal (dengan pasangan atau orangtua). Kemudian, faktor yang biasanya mempengaruhi penyesuaian perkawinan adalah kesamaan di antara pasangan.

Elopement is a case where a man abducted a woman to marry her. Elopement obviate from custom procedures which assumed need overvalued cost. In Lampung, elopement is called as sebambangan. Based on phenomenon sebambangan, researcher was interested to know about marital adjustment on couple who got married through sebambangan. Marital adjustment means adjustment between two individuals in their need, desire, and hope. Marital adjustment is seen based on adjustment dimension told by Spanier (1976); dyadic consensus - dyadic cohession - dyadic satisfaction - affectional expression, also seen by sebambangan process that have done by couple, factor that influence marital adjustment, conflicts which happen on couple, and process and criterion of marital adjustment.
This research is done with qualitative method; interview and observation to 3 couples who did sebambangan. Election of the participants is done with accidental sampling.
Research found that in doing marital adjustment, the quality from each dimensions are very dependent on the form and the ability of each participants. Sebambangan process on each couples are not all based on loving each other. Conflicts which happened are internal conflict and also external conflict (which happened between couple or with their parents). Then, the common factor that influences marital adjustment is equality among couple."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Safitri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara setiap gaya resolusi konflik dengan penyesuaian pernikahan pada dewasa muda. Gaya resolusi konflik adalah sekelompok perilaku yang digunakan seseorang dalam menghadapi konflik. Menurut Kurdek (1994) terdapat empat gaya resolusi konflik, yaitu pemecahan masalah secara positif, keterlibatan dalam konflik, menghindar, dan mengalah. Spanier (1976) mendefinisikan penyesuaian pernikahan sebagai suatu proses yang berlangsung terus menerus, dengan suatu dimensi yang bersifat kualitatif, yang berkisar dari penyesuaian yang baik hingga penyesuaian yang buruk, dan dapat dievaluasi pada suatu waktu tertentu.
Dalam penelitian ini, gaya resolusi konflik diukur menggunakan adaptasi dari Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) yang disusun oleh Kurdek, sedangkan penyesuaian pernikahan diukur menggunakan adaptasi dari Dyadic Adjustment Scale (DAS) yang disusun oleh Spanier. Kedua alat ukur ini diadministrasikan kepada 76 orang dewasa muda yang berstatus menikah, dengan usia pernikahan maksimal 10 tahun. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 28 pria dan 48 wanita.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa gaya resolusi konflik pemecahan masalah secara positif memiliki hubungan positif yang signifikan dengan penyesuaian pernikahan. Gaya resolusi konflik keterlibatan dalam konflik dan menghindar memiliki hubungan negatif yang signifikan. Kemudian tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara gaya resolusi konflik mengalah dengan penyesuaian pernikahan.

The objective of this research is to find the correlation between each conflict resolution style with marital adjustment in young adult. Conflict resolution style refers to clusters of behaviour that people use in managing conflicts. According to Kurdek (1994) there are four conflict resolution styles; positive problem solving, conflict engagement, withdrawal, and compliance. Spanier (1976) defined marital adjustment as an ever-changing process with a qualitative dimension which can be evaluated at any point in time on a dimension from well adjusted to maladjusted.
In this research, conflict resolution style was measured by adaptation of Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) created by Kurdek, and marital adjustment was measured by adaptation of Dyadic Adjustment Scale (DAS) created by Spanier. These two inventories was administered to 76 young adult that were married, and their maximum marriages age were 10 years. The participants consisted of 28 men and 48 women.
This research found that there was a positive correlation between positive problem solving and marital adjustment. Conflict engagement and withdrawal were negatively correlate to marital adjustment. Then, there was not any significant correlation between compliance and marital adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
306.81 SAF h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
In Seon Kim
"ABSTRACT
The main objectives of this study are to examine the patriarchal attitudes associated with marital adjustment of Korean husbands with foreign wives and to test the mediating effect of acculturation in the association between patriarchal attitudes and marital adjustment of Korean husbands. The study sample was collected by means of an anonymous questionnaire using a purposive sampling method, and the survey was conducted only with those who agreed to participate. The final sample comprised 203 Korean husbands with foreign wives in nine areas of the Gyeongnam Province, Chungnam Province, Daejeon City, and Sejong City. Hierarchical regression analyses and Sobel tests were employed to examine the associations among three variables and to corroborate the mediating effect of acculturation. The study results show that the level of marital adjustment of Korean husbands with foreign wives was slightly higher than the average. Birth countries of wives and education of both couples were significantly associated with the mean difference of marital adjustment of Korean husbands. The patriarchal attitudes of Korean husbands significantly decreased the level of marital adjustment of Korean husbands, whereas acculturation significantly increased its level. Meanwhile, the patriarchal attitudes of Korean husbands significantly decreased the level of marital adjustment. Acculturation had full or partial mediating effects in the association between patriarchal attitudes and sub dimensions of marital adjustment of Korean husbands. Policy and practice implications were discussed based on the study findings."
Seoul : OMNES, 2019
350 OMNES 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library