Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutanto, 1950-
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu pengaruh yang paling menonjol dan bersifat langsung dengan telah diratifikasikannya United Nations Convention on the Laws of the Sea 1982 (Unclos 82) oleh Pemerintah Republik Indonesia terhadap Pertahanan Keamanan Negara (Hankamneg) di Laut adalah berkaitan dengan masalah penggunaan alur laut kepulauan Indonesia oleh kapal asing. Penggunaan alur laut kepulauan yang melintas perairan Indonesia oleh kapal asing merupakan tuntutan yang telah dipersyaratkan oleh Unclos 82. Kenyataan ini bukan merupakan pilihan yang terbaik bagi negara pantai (termasuk Indonesia) karena pada dasarnya Unclos 82 merupakan kompromi kepentingan dari berbagai negara. Terlepas dari masalah untung atau rugi, suka atau tidak suka, pada akhirnya penggunaan alur laut kepulauan ini menjadi hak bagi kapal-kapal asing yang tak dapat dielakkan, apapun alasannya.

Kewajiban Indonesia sebagai negara pantai adalah menetapkan alur laut kepulauan yang menjamin keselamatan dan keamanan bernavigasi dalam pelayaran. Bila tidak segera ditetapkan, maka konsekuensinya kapal-kapal asing cenderung memilih atau menentukan alur pelayaran sendiri-sendiri sesuai dengan persepsinya masing-masing terhadap aturan yang tercantum dalam Unclos 82. Hal ini ini tentu raja mengakibatkan kerugian bagi Indonesia, karena banyaknya alur pelayaran yang melintas kepulauan Indonesia yang tidak teratur menimbulkan kesulitan dalam

pengawasan dan pengendaliannya. Kesulitan dalam pengendalian alur laut kepulauan tersebut, pada gilirannya membawa dampak yang semakin luas terhadap masalah pertahanan kemananan negara di laut. Berdasarkan pemikiran yang demikian itulah dilakukan kajian untuk menentukan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) yang mengabdi kepentingan nasional, tetapi akomodatif terhadap kepentingan internasional.

Pada awalnya dilakukan identifikasi dan perumusan sebelas alur pelayaran yang melintas perairan kepulauan Indonesia yang potensial untuk diajukan sebagai ALKI. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mengimplementasilcan hak dan kewajiban negara pantai secara serasi dan seimbang sesuai dengan amanat Unclos 82 itu sendiri.

Dengan menggunakan model analisis yang dikembangkan dalam tesis ini akhirnya diperoleh tiga alur pelayaran terbaik sebagai kandidat ALKI, masing-masing adalah : (1) Alur Selat Lombok - Selat Makasar - Laut Sulawesi, (2) Alur Selat Sunda - Laut Jawa - Selat Karimata - Laut Cina Selatan, (3.a) Alur Selat Leti - Laut Banda (barat Pulau Buru) - Laut Seram (timur Pulau Mangole) - Laut Maluku - Samudra Pasifik, (3.b) Laut Arafuru - Laut Banda (barat Pulau Buru) - Laut Seram (timur Pulau Mangole) - Laut Maluku - Samudra Pasifik, dan (3.c) Laut Sawu - Selat Ombai - Laut Banda (barat Pulau Buru) - Laut Seram (timur Pulau Mangole) - Laut Maluku - Samudra Pasifik.

Setelah alur laut kepulauan itu ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang terbaikpun menurut ukuran kepentingan nasional dan kepentingan internasional, masih terbuka peluang bagi timbulnya masalah pertahanan keamanan di laut sehubungan dengan penggunaannya bagi kapal asing. Hal itu merupakan konsekuensi Iogis dari penggunaan suatu wilayah negara oleh dan untuk kepentingan negara lain. Sehubungan dengan itu perlu pula dilakukan analisis kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang (SWOT) terhadap keberadaan alur laut kepulauan yang telah ditetapkan.

Tujuan analisis SWOT tersebut adalah untuk memperkuat kekuatan dan meningkatkan pemanfaatan peluang yang ada, serta meminimalkan kelemahan dan menetralisir ancaman yang mungkin timbul. Selanjutnya untuk mengimplementasikannya secara efektif dan efisien diperlukan penerapan manajemen komponen kekuatan laut yang ada untuk mengawasi dan mengendalikan ALKI. Pada gilirannya dibutuhkan jumlah maupun kualitas kekuatan laut yang memadai, agar dapat dilakukan pengendalian ALKI secara lebih optimal sehingga pengaruh yang merugikan terhadap Hankamneg di Laut dari penggunaan laut oleh kapal asing sesuai Unclos 82 dapat diminimalkan.

1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Widjajati
Abstrak :
Dalam mengkaji masalah penahanan kapal, dilihat dari segi Hukum Indonesia dan hukum lain, khususnya hukum Common Law, diusahakan menemukan kesamaan dan perbedaannya, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam usaha perencanaan dan pembentukan hukum maritim di Indonesia. Masalah ?penahanan kapal' hukum Indonesia yang menganut sistem Civil Law ternyata berbeda dengan sistem Common Law yang banyak diikuti oleh konvensi Internasional, tetapi dengan adanya konvensi untuk unifikasi peraturan penahanan kapal (arrest kapal) dapat diakomodasikan dalam Hukum Acara Perdata Nasional. Jika diperhatikan ketentuan beberapa negara yang menganut sistem Eropa Kontinental, prosedur tuntutan terhadap penahanan kapal agak berbeda dengan negara-negara yang menganut sistem Common Law, terutama mengenai jenis-jenis klaim yang dapat menimbulkan tuntutan terhadap penahanan kapal. Praktek di Pengadilan Negeri eksekusi terhadap hipofik kapal sama dengan eksekusi hipotik tanah (barang tidak bergerak) karena menggunakan Pasal 224 HIR jo 195 HIR sampai dengan 200 HIR dan tidak menggunakan Pasal 559 - 599 Rv. Apabila dibandingkan, praktek pelaksanaan arrest kapal sebagai sita jaminan di Indonesia dilakukan oleh juru sita dengan menyampaikan penetapan Ketua Pengadilan kepada Nahkoda dan Syahbandar di mana kapal tersebut ditahan, oleh karena itu prosedur sita terhadap kapal, baik sita jaminan atau sita eksekusi, agak berlarut-larut, sedangkan menurut sistem hukum Common Law, prosedur untuk menahan kapal sejak diajukan aplikasi permohonan hanya memakan waktu tiga hari, dan tergugat baru dapat melepaskan kapalnya setelah menyerahkan sejumlah uang jaminan sebesar utang yang dituntut kepada pengadilan. Dalam tulisan ini, Penulis mengkaji masalah penahanan kapal, berturut turut penahanan kapal Joharmanik I dan II dan selanjutnya penahanan kapal Niaga XXXI, serta perkara perdata antara Ambach Marine Ltd. sebagai penggugat dan PT Pelayaran Badra Samudra Antar Nusa sebagai Tergugat yang menyangkut di dalamnya sita jaminan dan eksekusi atas kapal. Dalam permohonan Peninjauan Kembali PT Pelayaran Badra Samudra Antar Nusa sebagai Penggugat dan Hima Shipping (PTE) Ltd sebagai Tergugat.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Mochtar Cilah
Abstrak :
Timor Leste, Timor Timur, Loro Sae adalah nama yang sering disebut untuk negara yang baru hadir dalam politik internasional sebagai negara berdaulat. Kehadirannya tidak secara tiba-tiba, tapi lewat perjuangan yang panjang dari dua rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor Leste bukan juga baru terbentuk sejak Timor lepas dan Indonesia, tapi telah berlangsung lama sebelum Timor Leste menjadi negara. Namun hubungan itu bukan dalam bentuk `state', karena ada rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor Leste semakin intens sejak Indonesia mengalami krisis. Perjuangan rakyat Timor Timur untuk merdeka diperkuat dengan bantuan Australia sampai menuju kemerdekaan. Australia bagai juru selamat Timor Leste. Namun belakangan hubungan kedua negara menjadi buruk, karena hubungan kedua negara ditentukan oleh dua kepentingan yang sama yaltu 'kedaulatan territorial/perbatasan dan sumber daya alam yang diperebutkan. Kedua hal ini bukan persoalan baru tapi merupakan kisah lama yang berlanjut dan rumit karena berakar dari progres hukum internasional yang berubah. Australia merasa claim atas teritorialnya 'legitimate' dengan konvensi Genewa tentang hukum laut 1958, begitupun Timor Leste merasa lebih berhak dengan konvensi PBB mengenai hukum laut 1982. karena di dalam daerah yang disengketakan itu terdapat potensi ekonomi yang sangat signifikan bagi kedua negara, maka logika sehatnya memang mengharuskan mereka bertengkar. Pertengkaran itu bisa saja diselesaikan bila para pihak ingin selesai. Lembaga Hukum Internasional tersedia bila para pihak menghendakinya. Namun hukum internasional tak memiliki kekuatan memaksa seperti lembaga nasional. Menyusul pengumuman Australia keluar dan Mahkamah lnternasional maka pilihan penyelesaian tinggal pada kreatifitas bilateral. Dari sini diplomasi-negosiasi mengambil tempat untuk penyelesaian persoalan. Untuk satu masalah sumber daya yang berupa minyak dan gas, walaupun lewat ancaman-ancaman mereka berhasil mencapai kesepakatan 'Joint Development Area' yang mereka namakan `Timor Sea Treaty' dengan porsi 90:10, tapi persoalan perbatasan terus bertanjut. Hubungan kedua negara masih berlangsung walau dalam pertengkaran. Usaha diplomasi-negosiasi terus mereka usahakan dan sampai pada suatu pertemuan Australia mengajukan proposal penyelesaian perbatasan dalam waktu 20 tahun lagi. Hal ini semakin membuat Timor Leste marah dan menyebut Australia sebagai 'Kriminal'. Dalam tesis ini akan menelusuri dinamika pergerakan perundingan tawar menawar kedua belah pihak dalam apa yang dinamakan Diplomasi' sebagai `the Art Of The Compromise'. Meneliti kepentingan yang harus dipertahankan oleh Australia dalam hal perbatasan yang dapat dikatakan bahwa Australia menginginkan suatu penyelesaian untuk tidak selesai kecuali `minyak dan gas'. Hal itu dapat dilihat dari Cara Australia memainkan `pace' perundingan dan menolak menentukan ?Time Table' perundingan perbatasan, terus mengulur waktu dalam kondisi Timor Leste yang `desperado'.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shara Marcheline
Abstrak :
Dalam merealisasikan prioritas pembangunan, perlu dilakukan strategi kebijakan untuk meningkatkan daya saing industri maritim nasional, salah satunya adalah membangun klaster industri terintegrasi maritim atau klaster pelabuhan di beberapa lokasi strategis di Indonesia. Namun, untuk bisa mengembangkan klaster pelabuhan, Indonesia menghadapi beberapa tantangan seperti kompleksitas rantai pasokan dan pengambilan keputusan yang melibatkan banyak aktor sosio-politik dengan berbagai tujuan yang saling bergantung satu sama lain. Untuk membantu memahami dan membangun strategi kebijakan yang tepat untuk mengembangkan klaster pelabuhan, serious simulation game diusulkan sebagai solusi yang dapat menjadi media pembelajaran yang mendalam dan dapat mengakomodasi dampak langsung terhadap setiap keputusan yang diambil tanpa risiko. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana serious simulation game dapat membantu melihat dan mengeksplor kebijakan dan strategi yang mungkin diambil dalam sebuah klaster pelabuhan untuk dapat meningkatkan perekonomian, yaitu GDP, sebelum nantinya dapat diimplementasikan ke dunia nyata. Permainan dirancang untuk membantu melihat perbedaan pada efek multiplier yang terjadi pada setiap strategi yang diambil dalam pengembangan klaster pelabuhan, sehingga bentuk koordinasi, waktu, dan level pengembangan yang harus dilakukan dapat ditentukan . Melalui 2 fase permainan, evaluasi mengindikasikan perbedaan keluaran GDP untuk strategi dan kebijakan yang berbeda. Lebih lanjut lagi perbedaan dalam strategi dan kebijakan tersebut dipengaruhi pula oleh perbedaan kepentingan dari aktor yang terlibat.
In the realization of development priority, it is necessary to adopt a policy strategy to increase the competitiveness of national maritime industries, one of which is to build a maritime integrated industry cluster or port cluster at several strategic locations in Indonesia. However, to be able to develop the port cluster, Indonesia faces several challenges such as the complexity of the supply chain and decision making involving many actors with different objectives which are interdependent on each other. To help understand and build appropriate policy strategies to develop port clusters, serious simulation game is proposed as a solution whereby it can become an immersive learning media and can accommodate immediate responds of any decision taken without risks. This research aims to see how serious simulation game can help to see and explore the policies and strategies that might be taken in a port cluster to improve the economy, in which GDP, before it can be implemented in the real world. The game is designed to help see the differences in multiplier effects that occur in each strategy taken in the development of the port cluster, so that the form of coordination, timing, and level of development applied in the cluster can be determined. Through two game phases, evaluation indicates different outcomes GDP for different strategies and policies. Furthermore, differences in strategies and policies are also influenced by the different interests of the actors involved.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library