"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak menjelaskan secara langsung mengenai peran notaris dalam pembuatan akta perjanjian kawin, hal tersebut secara tidak langsung dapat ditafsirkan bahwa perjanjian kawin dapat dilakukan oleh pejabat berwenang lainnya. Pada penelitian ini terdapat analisis mengenai ketentuan dan ketetapan Undang-Undang Perkawinan yang dibuat oleh notaris mengenai substansi jenis perjanjian kawin yang diterapkan di Indonesia, Belanda dan Perancis. Terdapat 2 (dua) bentuk perjanjian kawin yang menjadi variabel utama pada objek penelitian ini yaitu perjanjian pra kawin (prenuptial agreement) dan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement), studi kasus negara Indonesia, Belanda, dan Perancis. Berbeda dengan Indonesia dan Belanda, di Perancis tidak menetapkan ketentuan mengenai postnuptial agreement, hal tersebut menyebabkan kejanggalan terkait keberlakuan perjanjian yang dibuat di negara lain apabila akan digunakan di negara Perancis. Analisis yang diuraikan pada penelitian ini memberikan gambaran terkait ketentuan perjanjian kawin terhadap ketiga negara tersebut, mengenai keberlakuan sistem perjanjian kawin sesuai kedudukan hukum perjanjian itu di negara masing-masing. Pada penelitian ini pula mengkaji isi perjanjian kawin pada kedua akta yang menjadi objek penelitian dari salah satu pasangan perkawinan dua kewarganegaraan berbeda, baik antara warga negara Indonesia dengan warga negara Belanda dan antara warga negara Indonesia dengan warga negara Perancis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dan merupakan penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini pertama, selain mengenai penjelasan penerapan perjanjian kawin setelah perkawinan di langsungkan, hal tersebut telah ditetapkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/XIII-PUU/2015 dan ulasan terkait keberlakuan perjanjian kawin yang dibuat di Indonesia apabila akan digunakan di negara Belanda maupun Perancis. Kedua, peran notaris terhadap perjanjian kawin dalam perkawinan luar negeri antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing, dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian kawin dalam bentuk akta autentik sebagai pejabat umum yang berwenang atas dasar Undang-Undang Jabatan Notaris, namun dalam perannya, masih terdapat ketentuan ‘abu-abu’ yang mengatur tentang pengesahan suatu perjanjian maupun dokumen luar negeri milik pasangan suami istri terkait oleh notaris. Berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan, menjadi media melalui penyuluhan mengenai keabsahan perjanjian kawin itu sendiri kepada masyarakat terkait kedudukan hukum yang berlaku khususnya sebelum melakukan pembuatan perjanjian kawin.
......Law Number 1 of 1974 concerning Marriage does not directly explain the role of a notary in making marriage agreement deeds, this can indirectly be interpreted to mean that marriage agreements can be executed by other authorized officials. In this research there is an analysis of the provisions and provisions of the Marriage Law made by notaries regarding the substance of the types of marriage agreements implemented in Indonesia, the Netherlands and France. There are 2 (two) forms of marriage agreements which are the main variables in this research, namely prenuptial agreements and postnuptial agreements, case studies of Indonesia, the Netherlands and France. In contrast to Indonesia and the Netherlands, France does not stipulate provisions regarding postnuptial agreements, this causes irregularities regarding the validity of agreements made in other countries when they are used in France. The analysis described in this research provides an overview of the provisions of marriage agreements in these three countries, regarding the applicability of the marriage agreement system according to the legal position of the agreement in each country. This research also examines the contents of the marriage agreement in the two deeds that are the object of research from one of the married couples of two different nationalities, both between Indonesian citizens and Dutch citizens and between Indonesian citizens and French citizens. This research uses a doctrinal research method with a descriptive analytical research typology and is library research. The results of this research are first, apart from explaining the application of marriage agreements after the marriage takes place, this has been determined after the Constitutional Court Decision Number 69/XIII-PUU/2015 and reviews regarding the validity of marriage agreements made in Indonesia when they are to be used in the Netherlands or the Netherlands. France. Second, the role of a notary regarding marriage agreements in foreign marriages between Indonesian citizens and foreign citizens, is carried out by making a marriage agreement deed in the form of an authentic deed as a public official with authority based on the Law on the Position of Notaries, however, in his role, there are still provisions 'grey' which regulates the ratification of an agreement or foreign document belonging to the husband and wife concerned by a notary. Guided by the Marriage Law, it becomes a medium through education regarding the validity of the marriage agreement itself to the public regarding the applicable legal position, especially before making a marriage agreement."