Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lee, Joo Yoon
Jakarta: POP, 2021
155.645 LEE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Risnawaty
Abstrak :
Fenomena Wedding Package yang kian marak beberapa tahun terakhir ini merupakan salah satu indikator bahwa pernikahan masih menjadi pilihan mayoritas masyarakat Indonesia. Namun, sayangnya meningkatnya kuantitas pernikahan tidak disertai peningkatan kualitas pernikahan itu sendiri. Berdasarkan survei tahun 1995, fakta menunjukkan bahwa 1 dari 11 pernikahan di Indonesia berakhir dengan perceraian. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu tindakan preventif, dan persiapan pernikahan merupakan salah satu bentuk pencegahan perceraian yang disarankan. Dalam rangka menyikapi fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan untuk merancang suatu inventori yang dapat mengukur kesiapan pasangan yang akan menikah. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melakukan uji coba awal di lapangan guna melihat keterbatasan-keterbatasan inventori tersebut. Inventori ini berperan sebagai alat untuk menyeleksi dan mengidentifikasi pada domain mana pasangan yang bersangkutan mengalami masalah atau pada domain mana pasangan tersebut belum melakukan persiapan pernikahan. Penelitian ini melibatkan 5 pasangan (10 subjek penelitian), yang terdiri atas 5 perempuan dan 5 laki-laki. Mereka berusia 25 tahun ke atas dan akan menikah dalam jangka waktu maksimal 6 bulan ke depan. Pernikahan tersebut merupakan yang pertama bagi mereka. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pada awalnya, ditetapkan dahulu domain-domain yang akan diukur, kemudian menuliskan item-itemnya serta skala respons yang sesuai. Selanjutnya, inventori ini diserahkan pada dosen pembimbing selaku expert judgment yang berperan menganalisis inventori tersebut untuk mendapatkan masukan. Setelah mengalami revisi, inventori ini diujicobakan pada subjek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa inventori ini cukup berfungsi untuk melakukan identifikasi masalah, yaitu mendeteksi pada domain mana pasangan yang bersangkutan masih bermasalah atau kurang melakukan persiapan berkaitan dengan hal-hal yang diukur dalam domain tersebut. Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian, disarankan untuk mengurangi jumlah item, menambah keluasan cakupan teori, dan melanjutkan penelitian sampai tersusun norma kelompok.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfatiane Putrini
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abshari Nabilah Fiqi
Abstrak :
ABSTRAK
Guna membangun hubungan dengan pasangan yang bertahan lama melalui pernikahan, dewasa muda Indonesia perlu memiliki kesiapan menikah. Secara teoritis, terdapat hubungan antara agama khususnya religiusitas dan kesiapan menikah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas Islam dan kesiapan menikah pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah 566 dewasa muda muslim berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner online. Alat ukur yang digunakan adalah The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) (untuk mengukur religiusitas Islam) dan Adaptasi Alat Ukur Kesiapan Perkawinan California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) (untuk mengukur kesiapan menikah). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara religiusitas Islam dan kesiapan menikah pada dewasa muda, r=+.650, N=566, p<0,01. Artinya semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin tinggi kesiapan menikahnya.
ABSTRAK
In order to build the relationship with romantic partner which lasts forever through marriage, young adults in Indonesia need readiness for marriage. Theoritically, there is relationship between religion espescially religiosity and readiness for marriage. This study examined the relationship between Islamic religiosity and readiness for marriage among young adults. Participants of this study were 566 Moslem young adults in the age range of 20 to 30 years old and have not married yet from Indonesia. This study used online questionnaire method to gather the data. The instruments of this study were The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) (to measure Islamic religiosity) and Adaptasi Alat Ukur Kesiapan Perkawinan California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) (to measure readiness for marriage). The result showed that there is a positive significant relationship between Islamic religiosity and readiness for marriage among young adults, r=+.650, N=566, p<0,01. This finding suggests that individu who have higher Islamic religiosity will also have higher readiness for marriage.
2016
S64187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastari
Abstrak :
Mengacu pada UU Pokok No. 9 Tahun 1960, mengenai arti SEHAT, dinyatakan bahwa wanita muda usia belumlah layak untuk menanggung suatu keluarga, karena belum memilikj persiapan yang matang dalam hal mental dan fisik untuk menghadapi berbagai hal yang menyangkut keluarga. Kemudian Pula ada pemikiran bahwa, makin muda seorang wanita memasuki perkawinan, makin panjang masa reproduksinya, sehingga jumlah anak yang akan dilahirkan akan semakin banyak. Untuk itulah BKKBN membatasi usia yang paling ideal untuk menikah adalah diatas 20 tahun. Sehingga dapat diharapkan sasaran perkawinan yang sehat dan bahagja dapat tercapai dan jumlah kelahiran dapat ditekan. Kabupaten Karawang sebagai daerah pertanian, hingga saat ini masih banyak ditemui perkawinan usia muda, dan hal ini ditegaskan sendiri oleh Bupati Karawang (Kompas, 20 Nov. 1990). Adapun sebagai daerah penelitiannya diambil Kecamatan Karawang yang merupakan ibukota kabupaten, yang memiliki persentase usia kawin muda wanita cukup tinggi sekitar 52,38%. Selain itu Pula kecamatan ini dapat jelas dibedakan karakteristik wilayahnya. Masalah Bagaimana distribusi banyaknya wanita kawin muda di pedesäan, peralihan dan perkotaan dan dari faktor tingkat pendidikan, status pekerjaan dan mata pencaharian orang tua, faktor manakah yang paling berpengaruh ? Hipotesa Banyaknya wanita kawiri muda di Kecamatan Karawang di daerah pedesaan persentasenya tinggi, di daerah peralihan persentasenya sedang dan di daerah perkotaan persentasenya rendah dan distribusinyà sangat di pengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, status pekerjaan dan mata pencaharian orang tua
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Annisa paramitha
Abstrak :
Tingginya mobilitas dan interaksi manusia memungkinkan dua orang yang berbeda agama untuk bertemu, menjalin hubungan, dan kemudian melakukan perkawinan dimana masing-masing tetap mempertahankan agamanya. Dengan segala hambatan, anjuran, bahkan larangan untuk tidak melakukan perkawinan beda agama, masih banyak pasangan yang tetap memutuskan untuk melakukannya. Berdasarkan sebuah penelitian, baik di Amerika atau Indonesia, jumlah pasangan yang melakukan perkawinan beda agama semakin meningkat. Berbagai masalah dapat timbul dalam kehidupan perkawinan beda agama karena perbedaan agama dapat menyebabkan perbedaan nilai, perilaku, dan cara pandang. Masalah tersebut dapat menimbulkan ketegangan dan ketidakharmonisan hubungan, sehingga pasangan akan berusaha menyelesaikan permasalahan yang ada. Salah satu penyelesaiannya adalah melalui penyesuaian perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat masalah-masalah yang muncul pada perkawinan beda agama serta penyesuaian perkawinan yang dilakukan untuk masalah tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara dan didukung dengan metode observasi. Wawancara dan observasi tersebut dilakukan kepada delapan orang subyek, empat laki-laki dan empat perempuan. Subyek tersebut telah menikah secara beda agama lebih dari tujuh tahun dan masih berbeda agama sampai dilakukannya wawancara, mempunyai anak dengan usia anak tertua minimal enam tahun, beragama Islam dan Kristen Protestan, berpendidikan minimal SMU, dan berdomisili di wilayah Jabotabek. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masalah yang timbul dalam perkawinan beda agama dirasakan dalam bentuk dan intensitas yang berbeda-beda pada setiap subyek. Masalah lingkungan dialami oleh satu subyek, masalah keluarga oleh dua subyek, masalah ibadah oleh tujuh subyek, masalah anak oleh lima subyek, masalah kehidupan sehari-hari menyangkut makanan oleh satu subyek dan menyangkut pakaian oleh tiga subyek, masalah saat menghadapi waktu sulit oleh lima subyek, dan tidak ada subyek yang mengalami masalah menyangkut seksualitas. Selain itu empat subyek merasa berdosa telah melakukan perkawinan beda agama dan tiga orang tua subyek tidak menyetujui perkawinan subyek. Penyesuaian perkawinan yang dilakukan oleh setiap subyek berbeda-beda untuk setiap masalah, walaupun ada cara penyesuaian perkawinan yang lebih dominan digunakan oleh beberapa subyek. Satu subyek menggunakan cara pasif dan aktif akomodatif secara seimbang, dua subyek lebih banyak menggunakan cara pasif, dua subyek lebih sering menggunakan cara pasif walaupun menggunakan cara aktif akomodatif di masalah tertentu, dan dua subyek lainnya lebih sering menggunakan cara aktif akomodatif walaupun menggunakan cara pasif di masalah tertentu. Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar dilakukan wawancara terhadap pihak lain yang dekat dengan kehidupan perkawinan, seperti anak subyek; dilakukan wawancara suami dan istri pada saat bersamaan; menggunakan jumlah subyek yang lebih banyak; dan menggunakan gabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Bagi pasangan perkawinan beda agama hendaknya sejak awal menyadari bahwa perkawinan beda agama membawa masalah yang cukup banyak, membuat perjanjian sebelum perkawinan, mengembangkan sikap toleransi, dan lebih banyak melakukan penyesuaian secara aktif.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Widyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Keputusan untuk menikah adalah keputusan yang kompleks, khususnya bagi perempuan. Seringkah posisi perempuan dalam pernikahan ditempatkan pada kedudukan yang lemah dan pasif menerima tuntutan budaya yang menjunjung tinggi nilai partiarkhi/pria. Masih banyak perempuan memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban sosial, bukan sebagai kehendak bebas tiap individu (Widati, 2002; 24). Indonesia menggunakan konsep negara sebagai satu keluarga, perempuan dilihat sebagai istri yang keberadaannya tergantung suami, keluarga, dan negara (Suhastami, 2002). Perempuan dalam memandang diri dan berperilaku tidak pemah lepas dari konteks sosialnya, tradisi dan adat istiadat setempat (Rosaldo dalam Suhastami, 2002). Beberapa waktu lalu marak terdengar berita tentang kontroversi poligini. Istri pertama maupun kedua mengalami pengingkaran komitmen perkawinan,juga tekanan psikologis, kekurangan ekonomi, dan kekerasan fisik. Istri kedua dan seterusnya lebih banyak yang diabaikan. Sebagian besar suami kembali pada istri pertama, karena masyarakat biasanya lebih mengakui istri pertama sebagai istri yang sah secara hukum negara (Nurohmah, 2003). Proses pernikahan dengan istri muda pada umumnya dilakukan dibawah tangan (sirri) sehingga mereka tidak bisa melakukan tuntutan hukum, dan tidak bisa mendapatkan hak waris suaminya (Farida, 2002; 40). Meskipun banyak terjadi ketidakadilan dalam kasus poligini, namun pada kenyataannya, masih banyak perempuan yang bersedia menikah poligini atau menikah dengan laki-laki beristri. Dimungkinkan perempuan yang tidak mampu menolak poligini karena menganggap aturan poligini sebagai sisi kehidupan yang dibenarkan dalam tradisi (Islam), perempuan tidak punya alasan dan pengetahuan untuk menolak dan memikirkannya (Lacan 1993 dalam Amiruddin, 2003). Pengambilan keputusan adalah suatu kesadaran dan proses manusiawi yang melibatkan individu itu sendiri maupun fenomena sosial yang berlandaskan fakta dan premis nilai yang mencakup suatu pilihan dari aktivitas perilaku dari beberapa alternatif dengan intensi untuk keluar dari masalah (Shull et.al dalam Noordenhaken, 1995). Penelitian ini menggunakan tahapan proses pengambilan keputusan konseptual menurut Noordenhaken (1995), yang terdiri dari tiga tahap utama, yaitu awareness, analysis dan action. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pengambilan keputusan untuk menikah dengan laki-laki beristri?, dan sebagai permasalahan penunjang juga ingin diketahui kondisi atau kebutuhan apa yang melatarbelakangi mereka, serta bagaimana pengaruh norma masyarakat terhadap pernikahan bagi perempuan khususnya pernikahan poligini? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran proses mental dalam pengambilan keputusan menikah dengan laki-laki beristri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan studi kasus untuk memahami dan menjelaskan proses individu mengolah informasi berupa pengalaman hidup subyek dan penyebab fenomena yang dialami subyek. Subyek dalam penelitian ini beijumlah 4 orang perempuan yang pernah menjadi istri muda, pendidikan terakhir SMU dan usia pernikahan poligininya maksimal 10 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dengan pedoman umum yang mengacu pada tujuan penelitian. Selain itu digunakan observasi sebagai metode penunjang. Analisis dilakukan mengacu pada langkah-langkah analisis yang dikemukakan oleh Olford (1992) yang kemudian dikelompokkan menjadi analisis antar kasus. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada proses pengambilan keputusan untuk menikah dengan laki-laki beristri, terdapat satu subtahap dari analysis yang tidak dilewati, yaitu subtahap generating option. Subyek dalam kasus ini pada umumnya tidak punya alternatif laki-laki selain pacarnya dengan status beristri. Selain itu penelitian ini juga menemukan bahwa mulai tahap control, subyek ternyata berada pada tahap ciwareness untuk keputusan baru, untuk bercerai atau melanjutkan pernikahannya. Kondisi dan kebutuhan yang melatarbelakangi para subyek pada umumnya adalah kondisi yang memaksa, seperti hamil diluar nikah, ekonomi yang sulit dan berstatus janda yang masih dinilai negatif oleh masyarakat sekitarnya. Penelitian ini juga membuktikan bahwa norma bahwa perempuan akan dinilai lebih terhormat dengan status menikah, temyata benar masih dipegang teguh oleh banyak kaum perempuan sendiri. Sehingga banyak dari kaum perempuan yang menganggap bahwa menikah adalah solusi dari permasalahan hidup yang selama ini menghimpitnya. Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan penelitian ini adalah untuk diadakan penelitian lanjutan mengenai tahapan pengambilan keputusan pada kasus-kasus pernikahan selain poligini untuk menguji konsistensi tahapan prosesnya. Sementara untuk kasus poligini sendiri sebaiknya pada penelitian selanjutnya diadakan penelitian perbandingan antara poligini dari sudut pandang Islam dan poligami dari sudut pandang perempuan yang berasal dari kalangan umum, seperti subyek dalam kasus ini. Juga disarankan pada perempuan Indonesia untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya atau menggali pengetahuan seluas-luasnya agar dapat lebih cermat dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
2004
S3318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7727
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>