Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Francisca Todi
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
899.221 FRA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia
Abstrak :
Dalam penggambaran di layar, seringkali agama dan horor ditempatkan pada sisi yang berlawanan. Agama dalam film adalah antitesis dari horor, jarang sekali yang berani masuk ke dalam konsep agama itu sendiri sebagai sumbernya. Misa Tengah Malam Netflix (2021) oleh Mike Flanagan mengeksplorasi topik ini dengan cara yang lebih dalam namun halus. Karena serial ini dirilis kurang dari dua tahun sebelum artikel ini ditulis, sebagian besar artikel yang ditemukan berfokus pada aspek sinematik dan penampilan para aktor. Artikel ini mengkaji penggunaan religiusitas yang terang-terangan untuk memajukan narasi horor, khususnya sifat malaikat dan vampir yang dapat dipertukarkan. Dengan menggunakan metode analisis tekstual, penulis menyimpulkan bahwa horor hanya dapat dikontekstualisasikan kembali ke dalam perspektif suci karena agamalah yang menjadi cikal bakal horor tersebut. ......When it comes to on-screen depictions, oftentimes religion and horror are placed at opposing sides. Religion in film is the antithesis of horror, rarely does it venture into the concept of religion itself as the source. Netflix's Midnight Mass (2021) by Mike Flanagan explores this topic in a deeper yet subtle manner. Since the series was released less than two years before this article was written, most of the articles found are focused on the cinematic aspect and the performance of actors. This article examines the use of overt religiousness to push forward the horror narrative, particularly the interchangeable nature of angels and vampires. By using textual analysis as a method, the writer concludes that horror can only be recontextualized into a holy perspective because religion is the origin of said horror.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gea Rexy Pradipta
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk mencari penyebab turunnya jumlah penonton film horor Indonesia yang terjadi dari tahun 2010 sampai 2015 dari sudut pandang pelaku industri sekaligus penonton. Penelitian mengenai film horor Indonesia sering dikaji dari sisi konten atau penonton, sementarapenelitian ini secara komprehensif mengkaji film horor Indonesia pada empat sektor yang menjadi sistem penghidup industri film yakni produksi, distribusi, eksebisi, dan konsumsi. Tiga film horor Indonesia, Badoet, Déjàvu: Ajian Puter Giling, dan Midnight Show menjadi objek penelitian untuk menggambarkan penyebab penurunan penonton film horor Indonesia keseluruhan. Penelitian ini menemukan bahwa penyebabturunnya jumlah penonton film horor Indonesia tidak hanya sekedar faktor penonton di sektor konsumsi yang enggan membeli tiket, tapi ada bebera faktor lain yang mempengaruhi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan paradigma interpretatif. Dengan metode tersebut, penelitian ini melihat secara komprehensif dan lebih dalam permasalahan film horor Indonesia dalam konteks makro serta mikro.
ABSTRACT
This research tried to find the reasons of Indonesia horror film audience drop at 2010-2015 from the industry and audience perspective. Researches about Indonesia horror film have been done in content or audience side. Yet, this research will be seen Indonesia horror film in a wider side, which are production, distribution, exhibition, and consumption at once. Three Indonesia horror movie, Badoet, Déjàvu: Ajian Puter Giling, and Midnight Show became research?s object to illustrated the cause of why Indonesia Horror Movie have audience drop in these recent years. This research finds that the cause of audience drop is not only from the consumption factor, but from other factors too that responsible. This research uses a qualitative method and interpretative paradigm. That method allowed this research to see the phenomena comprehensively and deep of Indonesia horror film problems, either in macro and micro.
2016
S66882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Diantha Azzahra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk membahas performativitas gender pada tokoh Nagisa dalam film Midnight Swan (2020) karya Uchida Eiji serta menganalisis pandangan masyarakat Jepang terhadap performativitas gender yang ditampilkan oleh Nagisa dalam film tersebut. Penelitian ini menerapkan dua teori dalam kerangka analisis, yaitu performativitas gender oleh Judith Butler (1990) dan teori kode-kode televisi John Fiske (1999) yang terbagi dalam tiga level, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan visual dalam film Midnight Swan. Ditemukan delapan data yang menunjukkan performativitas gender Nagisa dan lima data yang menggambarkan pandangan masyarakat terhadap performativitas gender Nagisa. Temuan ini menunjukkan bahwa tokoh Nagisa tidak hanya ditunjukkan melalui karakternya sebagai transgender, tetapi juga ditunjukkan dengan menjadi seorang ibu dan penari kabaret. Pandangan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu menerima dan menolak performativitas gender Nagisa. Meskipun penolakan akibat budaya patriarki yang telah terinternalisasi pada masyarakat Jepang kerap ditampilkan dalam film, ada sebagian masyarakat Jepang yang masih memberikan pandangan terbuka terhadap performativitas gender yang ditunjukkan Nagisa. Film Midnight Swan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat yang bersifat heteronormatif dengan beragam perspektif terkait isu gender. ......This study aims to discuss the gender performativity on the character Nagisa in Uchida Eiji's film Midnight Swan (2020) and analyze the perception of Nagisa's gender performativity within Japanese society as depicted in the movie. This study utilizes two theories in the analytical framework: Judith Butler's concept of gender performativity (1990) and John Fiske's theory of television codes (1999). Fiske's theory is further categorized into three levels: actuality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis in the Midnight Swan movie. A total of eight data points were identified to assess Nagisa's gender performativity, while five data points were used to analyze society's perspectives on Nagisa's gender performativity. These findings show that Nagisa's character is not solely defined by her transgender identity but also shown through her roles as a mother and cabaret dancer. Society's perspectives on Nagisa's gender performativity can be categorized into two distinct groups: accepting and rejecting Nagisa's gender performativity. Despite the frequent rejection portrayal of internalized patriarchal culture in the film, liberal society nevertheless maintains an open perspective towards Nagisa's gender performativity. The Midnight Swan movie portrays the challenges faced by people who identify themselves as LGBT, including those who are transgender to live their lives in a society with diverse perspectives regarding gender issues.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gea Rexy Pradipta
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk mencari penyebab turunnya jumlah penonton film horor Indonesia yang terjadi dari tahun 2010 sampai 2015 dari sudut pandang pelaku industri sekaligus penonton. Penelitian mengenai film horor Indonesia sering dikaji dari sisi konten atau penonton, sementarapenelitian ini secara komprehensif mengkaji film horor Indonesia pada empat sektor yang menjadi sistem penghidup industri film yakni produksi, distribusi, eksebisi, dan konsumsi. Tiga film horor Indonesia, Badoet, Déjàvu: Ajian Puter Giling, dan Midnight Show menjadi objek penelitian untuk menggambarkan penyebab penurunan penonton film horor Indonesia keseluruhan. Penelitian ini menemukan bahwa penyebabturunnya jumlah penonton film horor Indonesia tidak hanya sekedar faktor penonton di sektor konsumsi yang enggan membeli tiket, tapi ada bebera faktor lain yang mempengaruhi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan paradigma interpretatif. Dengan metode tersebut, penelitian ini melihat secara komprehensif dan lebih dalam permasalahan film horor Indonesia dalam konteks makro serta mikro.
ABSTRACT
This research tried to find the reasons of Indonesia horror film audience drop at 2010-2015 from the industry and audience perspective. Researches about Indonesia horror film have been done in content or audience side. Yet, this research will be seen Indonesia horror film in a wider side, which are production, distribution, exhibition, and consumption at once. Three Indonesia horror movie, Badoet, Déjàvu: Ajian Puter Giling, and Midnight Show became research?s object to illustrated the cause of why Indonesia Horror Movie have audience drop in these recent years. This research finds that the cause of audience drop is not only from the consumption factor, but from other factors too that responsible. This research uses a qualitative method and interpretative paradigm. That method allowed this research to see the phenomena comprehensively and deep of Indonesia horror film problems, either in macro and micro.;;
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library