Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Esi Lisyastuti
"Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi antara lain kondisi bangunan, elemen interior, fasilitas pendingin ruangan, pencemar kimia dan pencemar biologi. Buruknya kualitas udara dalam ruang akibat keberadaan pencemar biologi yaitu bakteri dan jamur ditengarai menjadi salah satu sebab kejadian sick building syndrome (SBS). Menggunakan desain crossecsional, ingin diketahui hubungan jumlah koloni mikroba udara dalam ruangan dengan kejadian SBS pada pekerja B2TKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian SBS tidak terbukti berkaitan dengan dengan jumlah mikroba udara dalam ruang, meskipun keberadaan jamur penyebab SBS seperti Aspergillus sp., Penicillium sp dan Fusarium sp dapat dideteksi. Variabel lain seperti temperature dan kelembaban ruang, jenis kelamin, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dll juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian SBS. Akan tetapi pekerja yang lebih muda (dibawah 40 tahun) memiliki angka kejadian SBS yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk meningkatkan sanitasi ruangan dan pemeliharaan AC secara berkala.

Indoor air quality is influenced by the condition of the building, interior elements, air-conditioning facilities, chemical pollutants and biological contaminants. Poor indoor air quality due to the presence of biological contaminants such as bacteria and fungi is suspected to be one cause of sick building syndrome incidence (SBS). Using cros-secsional design the relationship of indoor air microorganisms colonies on workers of B2TKS was investigated. There was no evidence of relationships between the number of indoor-air microbes and SBS incidence on workers of B2TKS, although the presence of SBS fungsi such as Aspergillus sp, Penicillium sp and Fusarium sp, were detected. Other variables such as room temperature and humidity, sex, smoking habit, nutrient status, etc.. also had poor correlation with SBS incidence. However, the incidence of SBS was higher in your workers (below 40 year old). Results of this study suggest that room sanitation and air-conditioning maintenance should be improved and conducted on a regular basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30520
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fristasia Putri
"Bakteri dan fungi terkonsentrasi di dalam udara pada wilayah pasar tradisional perlu diperhatikan, karena menjadi sumber pencemar udara, sehingga berpotensi mengganggu kesehatan manusia apabila dalam jumlah yang sangat banyak. Pengetahuan terhadap konsentrasi bakteri dan fungi yang terkonsentrasi pada suatu volume ruangan perlu diketahui untuk mengetahui segala macam faktor pendukung perkembangbiakan mikroba dan faktor persebaran mikroba di udara. Menganalisa hubungan antar faktor dengan tingkat konsentrasi mikroba di udara untuk kemudian membandingkan konsentrasi mikrobiologi udara di pasar tradisional dengan standard mikrobiologi udara yang diizinkan oleh pemerintah dan ambien bioaerosol lain. Pengukuran konsentrasi mikrobiologi udara atau bioaerosol dapat dilakukan dengan menggunakan EMS Bioaerosol Sampler.
Hasilnya, diperoleh konsentrasi rata-rata bakteri dan fungi pada pasar Agung masing-masing adalah 12.746,87 CFU/m3 dan 3.860,35 CFU/m3 per hari. Sementara pasar Kemiri menghasilkan konsentrasi bakteri dan fungi masing-masing adalah 18.963,41 CFU/m3 dan 6.987,53 CFU/m3 per hari. Tingkat konsentrasi bioaerosol yang dihasilkan oleh kegiatan pasar tersebut berasal dari bahan-bahan dagangan hasil pertanian dan peternakan. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh tingkat suhu udara, sementara fungi dipengaruhi oleh tingkat kelembaban udara. Dalam pergerakan udara terjadi kecepatan pergerakan angin yang dapat mempengaruhi sirkulasi pertukaran udara untuk membawa partikel atau zat yang terbawa di dalam udara berpindah tempat dan menyebar.

Bacteria and fungi are concentrated in the area of air traditional market need to be considered, that could be potentially as air pollutants, interfere human health if in a lot of concentration. The concentration of bacteria and fungi which are concentrated in the market needed to know to analyze the supporting factors of microbes growth and bio-aerosol dispersion factor. Analyzing the relationship between the supporting factor with bio-aerosol or air microbiology concentration, and then comparing the concentration of bio-aerosol in traditional markets with standard microbiological air allowed by the government and other bio-aerosol ambient. Bio-aerosol concentration measurements performed using EMS bio-aerosol sampler.
Retrieved average concentrations of bacteria and fungi on the Pasar Agung, each are 12746.87 CFU/m3 and 3860.35 CFU/m3 per day exceeded 700 CFU/m3 which is set in Kep-Men Health RI No. 1216/Menkes/SK/XI/2001. Meanwhile, in Pasar Kemir produce concentrations of bacteria and fungi, respectively 18963.41 CFU/m3 (more than 1,600 CFU/m3) and 6987.53 CFU/m3 (less than 7,200 CFU/m3) per day, limit bioaerosol in the air discovered by swan et. al. (2003). Bio-aerosol concentration levels due to market activity originating from the trade of agricultural products and livestock. Bacterial growth affected the level of temperature and humidity levels are influenced fungi. In the case of air movement velocity winds that affect the circulation of air exchange to bring particles or substances carried in the air to move and spread."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S62154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Maulina Solihah
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara terutama kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan ditentukan oleh parameter fisika, kimia, dan biologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara parameter fisika dan mikrobiologis udara dalam ruangan (suhu, kelembaban, pencahayaan, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan total angka kuman) dengan keluhan gejala ISPA pada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang yang bersifat kuantitatif dengan jumlah responden warga binaan sebanyak 100 orang dan sampel kamar tahanan sebanyak 14 kamar. Pengambilan data menggunakan kuesioner untuk melihat gejala ISPA pada warga binaan dan pengukuran parameter fisika-mikrobiologis untuk melihat kualitas udara di kamar tahanan. Pengambilan sampel total angka kuman pada udara kamar tahanan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara pada kamar tahanan dengan gejala ISPA (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71) dan terdapat pula hubungan yang signifikan antara pencahayaan pada kamar tahanan dengan keluhan gejala ISPA (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84).

Acute Respiratory Infection (ARI) is an environmetal-based disease caused by poor air quality, especially poor indoor air quality. Indoor air quality is determined by physical, chemical and biological parameters. This study aims to analyze the correlation between Physical and Microbiological Parameters of Indoor Air Quality (temperature, humidity, lighting, ventilation area, occupancy density, and total germ number) to symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) in Prisoner Cells, Jakarta Woman Prison Class IIA. This reaserch is cross sectional study with 100 respondents and 14 sample prisoner cells. The data were collected by using questionnaires to see symptoms of ARI in prisoners and measurement of microbiological-physical parameters to see the air quality in prisoner cells. The results of this study state that there is a significant relationship between humidity in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71), and also there is a significant relationship between lighting in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library