Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
570.282 PEN (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Dewi Widodo
"[ABSTRAK
Latar Belakang Lemak merupakan sumber energi penting, komponen utama struktur membran sel dan media penyerapan vitamin larut lemak A, D, E, dan K. Lemak adalah nutrisi utama perkembangan otak anak, penting untuk memeriksa malabsorpsi lemak secara akurat dan tepat. RSCM merupakan rujukan pemeriksaan analisis feses, dengan sekitar 840 pemeriksaan mikroskopik lemak per tahun. Pemeriksaan mikroskopik lemak merupakan satu-satunya yang tersedia di laboratorium RSCM untuk pemeriksaan lemak feses.
Tujuan Mengetahui kehandalan pemeriksaan mikroskopik lemak pada analisis feses dalam menggambarkan malabsorpsi lemak pada anak.
Metode Uji diagnostik kehandalan pemeriksaan mikroskopik lemak menggunakan Sudan III dibandingkan dengan steatokrit dalam mendiagnosis malabsorpsi lemak pada anak usia 6-60 bulan.
Hasil Didapatkan 68 sampel yang terdiri dari 41 laki-laki dan 27 perempuan, median usia 14,3 bulan. Konsistensi feses terbanyak adalah lembek (50,0%). Dengan metode mikroskopik didapatkan lemak terbanyak adalah positif satu pada 29 sampel (42,6%). Sensitivitas pemeriksaan mikroskopik lemak didapatkan sebesar 49,15%, spesifisitas sebesar 66,67%, dengan nilai prediksi positif 90,63% dan nilai prediksi negatif 16,67%.
Kesimpulan Pemeriksaan mikroskopik lemak memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi dalam mendiagnosis malabsorpsi lemak dan perlu dilengkapi dengan metode lain seperti steatokrit.

ABSTRACT
Background Lipid is a very important source of energy, major component of cell membrane structure and media for absorption of lipid-soluble vitamins A, D, E, and K. Lipid is the major nutrition for brain development, and thus it is important to test lipid malabsorption accurately. RSCM is the referral hospital for fecal analysis, with 840 lipid microscopic examination done each year. This microscopic test is the only method currently available for fecal lipid malabsorption at RSCM laboratory.
Objective To know whether the lipid microscopid test as a part of fecal analysis that have been done so far is effective in representing lipid malabsorption in children.
Methods Diagnostic test for effectivity of lipid microscopic test using Sudan III compared to steatocrit test in diagnosing lipid malabsorption in children 6-60 months old suspected to have lipid malabsorption.
Results Sixty-eight children consisting of 41 boys and 27 girls were included in the study, with median age 14,3 months. The most common stool consistency was mushy (50,0%). Using microscopic method the most frequent group was positive one in 29 subjects (42,6%). Sensitivity of lipid microscopic test was found to be 49,15% with specificity 66,67%, PPV 90,63% and NPV 16,67%.
Conclusion The lipid microscopic test has a moderate sensitivity in diagnosing fat malabsorption, and needs to be complemented with other method such as steatocrit., Background Lipid is a very important source of energy, major component of cell membrane
structure and media for absorption of lipid-soluble vitamins A, D, E, and K. Lipid is the
major nutrition for brain development, and thus it is important to test lipid malabsorption
accurately. Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) is a referral hospital for fecal analysis,
with 840 lipid microscopic examination done each year. This microscopic test is the only
method currently available for fecal lipid malabsorption at CMH laboratory.
Objective To know whether the lipid microscopic test as a part of fecal analysis that is
performed routinely so far is effective in representing lipid malabsorption in children.
Methods Diagnostic test for effectivity of lipid microscopic test using Sudan III compared to
steatocrit test in diagnosing lipid malabsorption in children 6-60 months old suspected to
have lipid malabsorption.
Results Sixty-nine children consisting of 41 boys and 27 girls were included in the study,
with median age 14,3 months. The most common stool consistency was mushy (50,0%).
Using microscopic method the most frequent group was positive one in 29 subjects (42,6%).
Sensitivity of lipid microscopic test was found to be 49,15% with specificity 66,67%, PPV
90,63% and NPV 16,67%.
Conclusion Lipid microscopic test has a moderate sensitivity in diagnosing fat malabsorption, and needs to be complemented with other method such as steatocrit.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Izzah Aulia
"Latar belakang. Diare merupakan penyebab kematian anak ketiga di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah infeksi Entamoeba histolytica. Deteksi E.histolytica pada individu asimtomatis penting untuk langkah pencegahan, karena kista E.histolytica sebagai penyebabnya, mudah ditularkan lewat fekal maupun oral. Selama ini, metode deteksi yang tersedia telah berkembang hingga molekuler. Namun deteksi secara mikroskopik tetap digunakan secara luas karena murah. Salah satu kelemahan metode ini adalah pada pemeriksaan langsung, organisme dalam jumlah sedikit tidak dapat terdeteksi. Salah satu cara untuk meningkatkan sensitivitas dalam pemeriksaan mikroskopik adalah dengan metode konsentrasi sampel tinja pasien. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik dengan metode konsentrasi, dan mengetahui prevalensi infeksi E.histolytica asimtomatis pada populasi anak sekolah di Kampung Melayu. Metode. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil spesimen tinja subyek penelitian untuk diperiksa di laboratorium Parasitologi FKUI. Hasil. Didapatkan 673 sampel pemeriksaan mikroskopik dengan metode langsung, dan 540 sampel dengan metode konsentrasi. Frekuensi infeksi E.histolytica/E.dispar asimtomatik adalah 2,5% dengan menggunakan metode langsung, sedangkan dengan metode konsentrasi 6,3%. Sensitivitasnya adalah 38,5% sedangkan spesifisitasnya 94,6%. Nilai prediksi positif 15,2% dan nilai prediksi negatif 98,4%. Rasio kemungkinan positif 11,67 dan rasio kemungkinan negatif 0,64. Nilai p = 0,001. Kesimpulan. Terdapat peningkatan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik dengan metode konsentrasi dibandingkan metode langsung.

Background. Diarrhea is the third cause of mortality among children in Indonesia. One of the cause of diarrhea is Entamoeba histolytica. E.histolytica detection in asymptomatic individual is important for prevention, because E.histolytica cyst as the cause is easy to infect either orally or fecally. Recently, detection methods have been developing until molecular. But microscopic detection still used widely because of its ease. The disadvantage of microscopic detection is unability to detect organism in small amount when we use direct stool examination. One of ways to increase the sensitivity in microscopic detection is by concentration method for patient’s stool. Objective. This research is aimed to know the sensitivity raising of microscopic detection by concentration method, and to know the prevalence of E.histolytica asymptomatic infection in school children in Kampung Melayu. Methods. This research was done by cross sectional design. Sample were gained by taking stool of research subjects then examined in Parasitological laboratory FMUI. Results. 673 samples for direct stool examination, and 540 samples for concentration method. Frequency of E.histolytica/E.dispar asymptomatic infection was 2,5% by direct examination, then 6,3% by concentration. Sensitivity is 38,5% and specificity is 94,6%. Positive predictive value is 15,2% and negative predictive value is 98,4%. Positive likelihood ratio is 11,67 and negative likelihood ratio is 0,64. P value is 0,001. Conclusion. There is sensitivity raising of E.histolytica microscopic detection by concentration method."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Budi Arman
"Pengecatan untuk perlindungan sementara terhadap suatu barang selama proses pengiriman dan atau penyimpanan dapat digunakan dengan cat berbahan dasar bituminous, toluene, alkyd resin dan aliphatic hydrocarbon. Analisa dilakukan untuk mengetahui performa dari variasi komposisi bituminous dan tebal lapisan cat dengan menggunakan pengamatan mikroskopik, uji kabut garam, uji permeabilitas dan kekuatan adesi.
Hasil pengujian menunjukan bahwa penambahan bituminous akan mengurangi ukuran dan jumlah pori sehingga menurunkan permeabilitas terhadap uap air, namun juga mengurangi gaya adhesi. Untuk penambahan tebal lapisan cat juga tidak meningkatkan peforma dari coating, karena menimbulkan pori yang cukup besar sehingga meningkatkan permeabilitasnya akibat dari tidak homogennya proses selama pengeringan. Dari pengujian sembur kabut garam, tidak begitu menjelaskan perbedaan dari variasi pengujian ini.

A temporary protective coating for materials or goods during shipping and or warehousing period could be used a coating with base composition from bituminous, toluene, alkyd resin and aliphatic hydrocarbon. Analysis is conducted to collect the information of coating performance by variant of bituminous composition in coating itself and variant of drying film thickness. The method of research are using microscopic (SEM), salt spray test, water vapor permeability and pull off test.
The result of test showed that adding the bituminous material will decrease size and quantity of porosity to reducing the permeability and also will reduce the adhesion force. From the dry film thickness site, having a thicker layer film is not warranted in increasing the performance of coating, because inhomogeneous of curing process. The porosity will be growth up and increasing the permeability. The results of salt spray test not really explain the difference value from these variants."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28317
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
A. Arsunan Arsin
"Penyakit malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia. Di Indonesia, terutama di luar daerah Jawa dan Bali,
sampai kini angka kesakitan malaria masih tergolong tinggi. Di Puskesmas
Bunta Kabupaten Banggai, pada tahun 2008 Annual Malaria Incidence
(AMI) dilaporkan mencapai 109,9?. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan serta mengetahui hubungan gejala, tanda klinis, dan hasil
pemeriksaan mikroskopik malaria. Desain studi yang digunakan adalah
cross sectional. Pengumpulan data wawancara dan mengambil sediaan
darah dilakukan pada 150 penderita suspect malaria di puskesmas dan
rumah penduduk. Penderita malaria klinis dengan pemeriksaan mikros-
kopik malaria positif ditemukan sekitar 52%. Gejala dan tanda klinis malaria
yang berhubungan bermakna dengan pemeriksaan mikroskopik meliputi
menggigil (nilai p = 0,000); sakit kepala (nilai p = 0,007); nyeri otot/ tulang
(nilai p = 0,001); pusing (nilai p = 0,000); demam (nilai p = 0,003); anemia
(nilai p = 0,000); dan splenomegali (nilai p = 0,000). Berdasarkan analisis
multivariat ditemukan gejala dan tanda klinis yang paling dominan
berhubungan dengan pemeriksaan mikroskopik adalah menggigil (nilai p =
0,002; CI 95% = 1,593 _ 7,797) dan anemia (nilai p = 0,000; CI 95% = 2,265
_ 11,191) yang merupakan faktor prediksi terbaik untuk diagnosis dini,
skrining, dan surveilans malaria.
Malaria which morbidity still high is one of health problems in the world in-
cluding in Indonesia, mainly in outside Java and Bali island. In Bunta Public
Health Center Banggai Regency in 2008, the AMI was 109,9? still high.
The objective of this research is to compare and to know the relationship
between clinical malaria diagnosis and microscophic examination. The
methods used in research were observasional study with cross sectional
study by interviewing and taking blood stoke of malaria suspected among 150 respondents in Public Health Center and people residents. The data
was analyzed by SPSS program according to univariate, bivariat, and mul-
tivariate. The result showed that positive mycroscopic cases among clinical
malaria cases is 52%. The sign and symptomps of malaria is corelated to
positif microscophic examinated cases such as shiver (p value = 0,000);
headache (p value = 0,007); muscle/bones pain (p value = 0,001); dizzy-
ness (p value = 0,000); fever >37,5°C (p value = 0,003); anemia (p value =
0,000); and splenomegaly (p value = 0,000). Based on the multivariate test,
indicated that the sign and symptoms that related dominantly to micros-
cophic examination includes shiver symptom (p value = 0,002; CI 95% =
1,593 _ 7,797) and anemia (p value = 0,000; CI 95% = 2,265 _ 11,191).
Malaria clinical signs and symtomps is the alternative diagnosis of malaria
in endemic areas that have microscophic examination restictiveness."
Universitas Hasanuddin, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Bagian Epidemiologi, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Inneke Ansasti Mutiara Pramatama
"ABSTRAK
Latar Belakang: Belum terdapat model hewan ulser standar untuk uji khasiat dan keamanan obat ulser. Tujuan: Membuat model ulser traumatik termal terstandar pada mukosa lateral lidah Mus musculus. Metode: Pada mukosa lateral kiri lidah 5 ekor Mus musculus kelompok perlakuan dipaparkan selama 5 detik dengan instrumen berujung bulat yang telah dipanaskan hingga mencapai suhu 800C. Hewan coba setelah dilakukan paparan trauma termal dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis pada hari 0,1,8,9, dan 10. Hasil: Ulser terbentuk secara klinis pada hari pertama yang diperkuat dengan adanya disintegrasi epitel, vasodilatasi pembuluh darah, dan sebukan sel radang. Berat badan Mus musculus menurun pada saat terjadi ulser dan kembali normal pada saat pulih. Rata-rata waktu pemulihan terjadi pada hari kesembilan yang ditandai secara klinis tidak tampak ulser, secara mikroskopis, epitel kembali pulih, vasodilatasi pembuluh darah dan sebukan sel radang yang berkurang. Kesimpulan : Model ulser traumatik termal pada mukosa lateral lidah Mus musculus dapat dibuat terstandar dan waktu terbentuk serta pulihnya ulser dapat ditetapkan.

ABSTRACT
Backgrounds There hasn 39 t been a standard on ulcer animal model for efficacy and safety study of ulcers drugs. Objectives To create a standard for thermal traumatic ulcer model on Mus musculus tongue. Methods Five Mus musculus of experimental group were exposed to thermal traumatic 800C for 5 seconds on to the left lateral tongue mucosa using ball pointed instrument. Animal model exposed to thermal traumatic being evaluated at day 0th,1st,8th,9th,10th macroscopically and microscopically. Results Ulcer on lateral tongue mucosa was formed at first day supported by epitel disintegration, capillary vasodilation, and inflammatory cells around damaged mucosa microscopically. Animal models weight decreased when ulcer was formed and back to normal on healing period. While the average healing time clinically occurred at ninth day supported by re epithelialization, decreased capillary vasodilatation and inflammatory cells microscopically. Conclusion Standardization of thermal traumatic ulcer model on lateral tongue mucosas Mus musculus can be made. The forming time and healing time of the ulcer on lateral tongue mucosas Mus musculus can be determined. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Louis Martin
"Latar Belakang: Setiap tahap odontogenesis yang tidak berjalan dengan baik semestinya dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas pada gigi, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor atau komponen tertentu seperti gen, nutrisi, mineral, molekul, atau lainnya. Untuk memahami proses terjadinya abnormalitas serta faktor-faktor yang memengaruhinya, perlu diketahui secara spesifik setiap tahapan perkembangan gigi. Penelitian terkait perkembangan gigi pada manusia tidak memungkinkan karena diperlukan tindakan yang invasif dalam pengambilan sampel jaringan. Oleh sebab itu, digunakan hewan coba mencit C57BL/6 karena merupakan jenis inbred dan banyak digunakan dalam penelitian biomolekuler. Namun, hingga saat ini penelitian mengenai odontogenesis pada mencit C57BL/6 masih sangat terbatas. Tujuan: Menganalisis perkembangan gigi (odontogenesis) mencit strain C57BL/6 usia satu hari. Metode: Rahang mencit C57BL/6 dipotong menjadi 4 bagian. Setelah itu, dilakukan pembuatan preparat dengan potongan longitudinal (sagital) pada maksila dan mandibula kanan dan potongan koronal (frontal) pada maksila dan mandibula kiri, serta dilakukan pewarnaan hematoksilin dan eosin (H&E) pada preparat dan dilakukan pengamatan benih gigi insisif dan molar rahang atas dan rahang bawah menggunakan mikroskop. Hasil: Terlihat benih gigi insisif, molar pertama, molar kedua, dan molar ketiga pada jaringan maksila dengan potongan transversal atau axial dan terlihat adanya benih gigi molar pada preparat jaringan maksila dan mandibula dengan potongan koronal. Pada jaringan mandibula dengan potongan longitudinal atau sagital hanya terlihat adanya benih gigi insisif. Kesimpulan: Terjadi proses odontogenesis hingga tahap awal bell stage pada gigi molar maksila kiri dan mandibula kiri mencit C57BL/6 usia satu hari, sehingga mencit C57BL/6 usia satu hari dapat dijadikan alternatif objek penelitian dalam menganalisis perkembangan struktur jaringan gigi baik pada kondisi normal maupun patologis.

Background: Disruption in the stages of odontogenesis results in teeth abnormalities. These conditions can be influenced by certain factors or components such as genes, nutrients, minerals, molecules, or others. To understand the process of abnormality and the factors that influence it, it is necessary to know specifically each stage of tooth development. Research related to the development of teeth in humans is not possible because it requires an invasive procedure in tissue sampling. Therefore, C57BL/6 mice were used as experimental animals because they are an inbred species and are widely used in biomolecular research. However, until now research on odontogenesis in C57BL/6 mice is still very limited. Objective: Analyzing tooth development (odontogenesis) in one-day-old C57BL/6 mice. Methods: The jaws of C57BL/6 mice were cut into 4 parts. After that, preparations were made with longitudinal (sagittal) sections on the right maxilla and mandible and coronal (frontal) sections on the left maxilla and mandible, and stained with hematoxylin and eosin (H&E) on the preparations and observation of the maxillary and mandibular incisors and molars using a microscope. Results: Tooth germs of incisors, first molars, second molars, and third molars were observed in the maxillary tissue with transverse or axial sections and the presence of molars in the maxillary and mandibular tissue preparations with coronal sections. In mandibular tissue with longitudinal or sagittal sections, only incisor germs were seen. Conclusion: The odontogenesis of one-day-old C57BL/6 mice in this study were observed in the early bell stage both in the left maxillary and left mandibular molars. Based on this study, one-day-old C57BL/6 mice can be used as an alternative object of research in analyzing the tooth structure that have been developed in the early bell stage, both normal and pathological conditions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ma`ly Ray
"Latar Belakang: Berdasarkan alat yang digunakan, pendekatan operasi kraniofaringioma terbagi menjadi endoskopik dan mikroskopik. Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga akan memberikan luaran klinis, resektabilitas dan efektifitas pembiayan yang berbeda-beda. Belum diketahui luaran pasca operasi baik pendekatan mikroskopik maupun endoskopik di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Tujuan: Mengetahui luaran operasi pasien kraniofaringioma di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo..
Metode: Kohort retroprospektif pasien kraniofaringioma yang menjalani pembedahan sejak tahun 2012 hingga tahun 2021 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia. Pasien dengan masalah ekstrakranial, pasien endoskopi dengan kraniotomi luas dikeluarkan dari penelitian. Dilakukan pengambilan data demografis, luaran klinis dan resektabilitas tumor dan efektifitas pembiayaan. Data dikelompokkan menjadi variabel kategorik dan numerik. Analisa variabel kategorik dan kategorik diolah menggunakan uji Chi-square. Sedangkan variabel kategorik dan numerik diolah menggunakan T-Test. Pengolahan data menggunakan SPSS 25.0.
Hasil: Pada 30 subjek penelitian, 22 subjek (73%) menjalani tindakan operasi mikroskopik dan 8 subjek (27%) menjalani tindakan operasi endoskopik. Perdarahan intraoperasi rata-rata pendekatan mikroskopik 445ml (50-1600), sedangkan endoskopik 57ml (20-200). Secara signifikan perdarahan intraoperasi pendekatan endoskopik lebih rendah dibandingkan pendekatan mikroskopik, p < 0,01. Durasi operasi rata-rata pendekatan mikroskopik 3 jam (2-4jam), sedangkan endoskopik 6,6jam (2,5-14jam). Secara signifikan waktu operasi pendekatan endoskopik lebih singkat dibandingkan mikroskopik, p=0,001. Kesimpulan: Pendekatan endoskopik memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai pilihan tatalaksana bedah pasien kraniofaringioma.

Based on the equipment used, the surgical approach to craniopharyngioma is divided into endoscopic and microscopic. Each approach has its own advantages and disadvantages so that it will provide different clinical outcomes, resectability, and cost effectiveness. The postoperative outcome for both microscopic and endoscopic approaches in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo is unknown.
Objective: Knowing the operative approach outcome of craniopharyngioma patients at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Methods: A retrospective cohort of craniopharyngioma patients undergoing surgery from 2012 to 2021 at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia. Patients with extracranial problems, assisted endoscopic approach were excluded from the study. Demographic data, clinical outcome, and tumor resectability and cost effectiveness were collected. The data are grouped into categorical and numeric variables. The analysis of categorical and categorical variables was processed using the Chi-square test. Meanwhile, categorical and numerical data were processed using T-Test. Data processing using SPSS 25.0.
Results: In 30 study subjects, 22 subjects (73%) underwent microscopic surgery and 8 subjects (27%) underwent endoscopic surgery. Intraoperative bleeding using microscopic approach average 445ml (50-1600), while endoscopic 55ml (20-200). Intraoperative bleeding was significantly lower in the endoscopic approach than the microscopic approach, p<0.01. The average duration of surgery for the microscopic approach is 3 hours (2-4 hours), while the endoscopic approach is 6.6 hours (2.5-14 hours). The operating time for the endoscopic approach was significantly shorter than the microscopic one, p=0.001.
Conclusion: The endoscopic approach has good potential to be developed as a surgical treatment option for craniopharyngioma patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ain
"Blastocystis sp. merupakan protozoa usus dengan variasi penyebaran subtipe di seluruh dunia. Infeksi Blastocystis sp. bersifat oportunistik, terjadi melalui jalur oral fekal dari makanan dan minuman terkontaminasi. Prevalensi parasit ditemukan tinggi di negara berkembang karena sanitasi dan higienisitas kurang. Korelasi antara subtipe berpotensi patogen dan manifestasi klinis tidak konsisten. Faktor lain yang belum diketahui dan mungkin berkorelasi dengan manifestasi klinis adalah intensitas infeksi. Deteksi infeksi Blastocystis sp. saat ini belum dapat menentukan intensitas infeksi, diagnosis secara molekuler terus dikembangkan. Tujuan penelitian untuk mengetahui estimasi jumlah kista berdasarkan nilai Cycle threshold (Ct) dari real-time PCR. Pada penelitian digunakan real-time PCR untuk mendeteksi berbagai konsentrasi parasit Blastocytis sp. dari hasil kultur untuk mendapatkan nilai Ct sehingga dapat diperoleh persamaan untuk menghitung intensitas infeksi. Hasil pemeriksaan mikroskopis tinja langsung (n=158) di Kecamatan Karawaci didapatkan sebanyak 58 orang (36,7%) terdeteksi positif terinfeksi Blastocystis sp. kemudian terkonfirmasi menggunakan real-time PCR sebanyak 73 orang (46,2%). Penggunaan real-time PCR pada penelitian ini dapat mendeteksi hingga tingkat pengenceran terendah yaitu 63 kista. Intensitas infeksi berdasarkan nilai Ct didapatkan rumus persamaan yaitu y = 100.000.000 × e-0.581X, sehingga dapat ditentukan intensitas infeksi Blastocystis sp. sampel tinja populasi pada nilai Ct 18,6 hingga 50 berkisar antara 0 hingga 81.080 kista per 100 mg tinja. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan nilai Ct pemeriksaan real-time PCR dapat menentukan intensitas infeksi Blastocystis sp.

Blastocystis sp. is an intestinal protozoan with various sub-types and is widely distributed in the world. Blastocystis sp. is an opportunistic parasite. Transmission may occur through the fecal-oral route of contaminated food and water. The prevalence is high in developing countries due to poor sanitation and hygiene. The correlation between potentially pathogenic subtypes of Blastocystis sp. and the clinical manifestations was considered inconsistent. The clinical manifestations may be correlated to the intensity of infection. Currently there is no standard diagnosis of Blastocystis sp. which can determine the intensity of infection. The aim of the study was to estimate the intensity of infection using Ct value of real time PCR. In this study, real-time PCR was used to determine Ct values from different concentrations of cysts produced by culture. The relationship between cyst concentrations and Ct values was used to make a mathematical equation for determination of infection intensity. Direct microscopic examination of fecal samples (n=158) from the Karawaci district revealed that 58 individuals (36.7%) were infected with Blastocystis sp. while real-time PCR could detect 73 individuals (46.2%). The PCR assay was able to detect the lowest concentration of 63 cysts. Using the mathematical equation based on parasite concentrations and Ct values, y = 100.000.000 × e-0.581X, the result showed that the intensity of infection from stool samples were ranging from 0 to 81,080 cysts per 100 mg stool with Ct values 18.6-50. This study demonstrated that real time PCR can be used to estimate the intensity of Blastocystis sp infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Budi Santoso
"Pejalan kaki merupakan salah satu cara berlalu lintas dalam sistem transportasi, dan sangat dominan di daerah perkotaan atau lokasi yang memiliki permintaan tinggi dengan periode pendek. Karakteristik Pejalan Kaki adalah salah satu factor utama dalam perancangan, perencanaan maupun pengoperasian dari fasilitasfasilitas transportasi. pola perjalanan dan tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki dijadikan pertimbangan penting dalam lalu lintas multimoda dan dalam penelitianpenelitian transportasi. Kecerobohan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek-aspek/kaidah-kaidah keilmuan dibidangnya akan berdampak ke ekonomi biaya tinggi dan menjadi mubazir.
Penelitian ini menggunakan analisis mikroskopik dalam mengkaji kinerja arus dan pola pergerakan pejalan kaki yang terjadi berdasarkan karakteristik pejalan kaki akibat konflik antar pejalan kaki di simpang tiga kaki pada jembatan penyeberangan Harmoni Central Busway, baik pejalan kaki sebagai penumpang Trans Jakarta ataupun pejalan kaki yang hanya melintas pada jembatan tersebut. Peninjauan secara mikroskopik ini diambil dikarenakan ingin melihat perilaku perjalanan yang terjadi pada setiap individu.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan terjadinya konflik antar pejalan kaki, dan Peluang akan terjadinya konflik tersebut ketika kepadatan pejalan kaki cukup tinggi, oleh karena itu dalam perhitungan kecepatan dan kinerja arus akibat konflik dilakukan pada saat peak. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan terjadi perubahan kecepatan dan kinerja arus yang terjadi akibat konflik antar pejalan kaki, akibat perubahan itu menimbulkan tundaan dan ketidaknyamanan pejalan kaki yang melintas pada jembatan penyeberangan Harmoni Central Busway.

Pedestrian represent one of the way transportation mode, and very dominant in urban area or location with high demand with short period. Characteristics of Pedestrian are one of the primary factor in scheme, operation and also planning from transportation facility, journey pattern and pedestrian facility service level made by important consideration in multimoda traffic and in research of transportation.
This research applies microscopic analysis in studying current performance and movement pattern of pedestrians based on pedestrian conflicts at Busway Central Harmony junction, both Trans Jakarta passengers and passing pedestrian over the bridge.
Microscopic analisys is utilized in this study to obtainindividual behaviours of pedestrians with in conflicts. The study is carried out based on the prevailing conflicts between pedestrians and also the probality of conflict occurrence when the density is high. Therefore survey was carred out during peak haurs. Analisys shows that changes in speed and flow cause dellay and incconveniences of pedestrians crossing on the Harmoni Cental Busway.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
R.21.08.13 San k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>