Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hisar Daniel
"Azitromisin, terapi alternatif dari terapi triplet standar yang memiliki berbagai efek samping, belum diketahui pasti apakah konsentrasi intraokular sudah cukup untuk mencegah replikasi maupun eradikasi toksoplasmosis. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kadar azitromisin pada darah vena, vitreus, dan koroid/retina hewan coba kelinci pasca pemberian azitromisin oral setara dosis manusia. Sebanyak masing-masing empat kelinci albino New Zealand White diberikan tiga regimen perlakuan pada penelitian utama: pemberian azitromisin 26mg/kgBB setara dengan azitromisin 500 mg dosis manusia pada kelompok I setiap hari, 26mg/kgBB setiap dua hari, dan 50 mg/kgBB kgBB setara dengan azitromisin 1000 mg dosis manusia 1 kali dalam 1 minggu selama 2 minggu pemantauan. Preparat retina, koroid dan vitreous diperiksa dengan kromatografi cair ndash; spektrometri massa untuk menentukan kadar azitromisin. Rasio Kmaks/KHM berada jauh diatas batas peningkatan yang menjadi kriteria antibiotik concentration dependent Kmaks/KHM > 10 kali . Kelompok pertama, kedua dan ketiga meningkat lebih dari 100, 74 dan 79 kali, berturut-turut. Rerata kadar azitromisin di vitreus tetap lebih tinggi dari pada KHM pada kelompok 1 68,15 42,95 ng/ml dan kelompok 2 7,73 2,31 ng/ml .
Azithromicyn, an alternative for standard triplet therapy which the later has deleterious side effects, is not precisely known whether intraocular concentration is sufficient to halt replication and promote toxoplasmosis eradication. This study aimed to evaluate azithromicyn level in venous blood, vitreous, and choroid/retinal tissues in rabbits after oral azithromicyn administration equivalent to human doses. Four New Zealand albino rabbits each were given one of the following treatments: administration of azithromycin 26mg / kgBW equivalent to azithromycin 500 mg human dose daily group 1 , 26mg / kgBB every two days group 2 and 50 mg / kgBB kgBB equivalent to azithromycin 1000 mg human dose 1 time in 1 week group 3 for 2 weeks of monitoring. Retinal, choroid and vitreous preparations were examined by liquid chromatography - mass spectrometry to determine azithromycin levels. Cmax/MHC ratio was far above criterion for concentration dependent antibiotics Cmaks / MHC ratio > 10 times Cmax/MHC ratio in group 1,2 and 3 were increased by more than 100, 74 and 79 times, respectively. Mean azithromycin levels in vitreous remained higher than MHC: group 1 68.15 42.95 ng / ml and group 2 7.73 2.31 ng / ml . The azithromycin level in the retina-choroid was higher than that of venous blood after 14 days of oral azithromycin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Rezka Nur Alima
"Periodontitis merupakan penyakit gigi dan mulut yang dipicu inflamasi kronis serta menjadi sebab utama kehilangan gigi. Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan komponen prominen pada etiologi periodontitis kronis yang membentuk “red complex” bersama dengan bakteri T. forysthia dan T. denticola. Porphyromonas gingivalis secara lokal dapat menginvasi jaringan periodontal dan menurunkan mekanisme pertahanan host, sementara Streptococcus sanguinis merupakan bakteri komensal oral yang berperan sebagai bakteri pioner kolonisasi bakteri pada pembentukan biofilm. Salah satu tanaman yang memiliki nilai ethnomedis dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah daun sirsak (Annona muricata L.) dengan senyawa aktif seperti alkaloid, fenol, flavanoid, dan tannin. Tujuan : Mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirsak terhadap bakteri Poprhyromonas gingivalis dan Streptococcus sanguinis. Metode : Ekstrak etanol daun sirsak disiapkan pada berbagai konsentrasi v/v (60%,50%,25%,12,5%,6,25%,3,125%), lalu dilakukan Uji Kadar Hambat Mininum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada bakteri P. gingivalis dan S. sangunis. Hasil Penelitian : Nilai KHM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis ditetapkan pada konsentrasi ekstrak 25% dan 12,5%, sementara KBM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis adalah 50% dan 60%. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar hambat pada kelompok perlakuan bakteri P.gingivalis dan S.sanguinis dengan kontrol positif CHX 0,2% dengan uji Post-Hoc Tukey (p≤0.05). Kesimpulan : Ekstrak etanol daun sirsak efektif menghambat dan membunuh bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis.

Periodontitis merupakan penyakit gigi dan mulut yang dipicu inflamasi kronis serta menjadi sebab utama kehilangan gigi. Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan komponen prominen pada etiologi periodontitis kronis yang membentuk “red complex” bersama dengan bakteri T. forysthia dan T. denticola. Porphyromonas gingivalis secara lokal dapat menginvasi jaringan periodontal dan menurunkan mekanisme pertahanan host, sementara Streptococcus sanguinis merupakan bakteri komensal oral yang berperan sebagai bakteri pioner kolonisasi bakteri pada pembentukan biofilm. Salah satu tanaman yang memiliki nilai ethnomedis dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah daun sirsak (Annona muricata L.) dengan senyawa aktif seperti alkaloid, fenol, flavanoid, dan tannin. Tujuan : Mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirsak terhadap bakteri Poprhyromonas gingivalis dan Streptococcus sanguinis. Metode : Ekstrak etanol daun sirsak disiapkan pada berbagai konsentrasi v/v (60%,50%,25%,12,5%,6,25%,3,125%), lalu dilakukan Uji Kadar Hambat Mininum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada bakteri P. gingivalis dan S. sangunis. Hasil Penelitian : Nilai KHM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis ditetapkan pada konsentrasi ekstrak 25% dan 12,5%, sementara KBM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis adalah 50% dan 60%. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar hambat pada kelompok perlakuan bakteri P.gingivalis dan S.sanguinis dengan kontrol positif CHX 0,2% dengan uji Post-Hoc Tukey (p≤0.05). Kesimpulan : Ekstrak etanol daun sirsak efektif menghambat dan membunuh bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Chairunisa
"Perubahan mikroflora kulit memainkan peran penting dalam kondisi seperti dermatitis atopik, psoriasis, jerawat dan kanker kulit. Untuk mengatasi masalah tersebut, saat ini telah banyak digunakan lisat bakteri sebagai bahan baku produk kesehatan kulit. Lisat bakteri yang banyak dimanfaatkan untuk produk kesehatan kulit adalah lisat dari bakteri asam laktat. Salah satu bakteri asam laktat yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba adalah Streptococcus macedonicus MBF10-2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memproduksi lisat kering Streptococcus macedonicus MBF10-2 dalam medium MRS soy peptone dan pelisisan ultrasonikasi dengan jumlah besar, serta memperoleh konfirmasi aktivitas antimikroba lisat Streptococcus macedonicus MBF10-2 berdasarkan nilai kadar hambat minimal (KHM) terhadap beberapa bakteri kulit. Hasil perolehan serbuk kering lisat Streptococcus macedonicus MBF10-2 dalam medium MRS soy peptone dengan pelisisan ultrasonikasi menggunakan probe ¼ (6 mm) dalam tabung 50 mL yaitu sebanyak 0,5657 gram, 0,5797 gram, dan 0,5818 gram dan perolehan rendemen yaitu sebesar 3,57%, 4,52% dan 4,84%. Lisat yang diperoleh kemudian ditentukan nilai KHM-nya menggunakan metode mikrodilusi secara kolorimetri terhadap beberapa bakteri kulit Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Corynebacterium diphteriae. Nilai KHM lisat S. macedonicus MBF10-2 terhadap bakteri kulit S. aureus dan S. epidermidis adalah sebesar > 200.000 μg/mL, sedangkan terhadap bakteri C. diphteriae adalah sebesar 200.000 μg/mL. Cell-free supernatant (CFS) S. macedonicus MBF10-2 dengan nilai KHM 100.000 μg/mL memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri kulit S. aureus, S. epidermidis, dan C. diphteriae yang lebih baik daripada lisat S. macedonicus MBF10-2.

Changes in skin microflora play an important role in conditions such as atopic dermatitis, psoriasis, acne and skin cancer. To overcome this problem, currently many bacterial lysates have been used as raw material for skin care products. Bacteria lysate that are widely used for skin care products are lysates from lactic acid bacteria. One of the lactic acid bacteria that has antimicrobial activity is Streptococcus macedonicus MBF10-2. The purpose of this study was to produce large amounts of Streptococcus macedonicus MBF10-2 dry lysate in MRS soy peptone medium by ultrasonication lysis, and to get antimicrobial activity confirmation of Streptococcus macedonicus MBF10-2 lysate based on the minimum inhibitory concentration (MIC) against several indicator bacteria and skin bacteria. The results of dry powder obtained from Streptococcus macedonicus MBF10-2 lysate in MRS soy peptone medium by ultrasonication lysis using probe ¼ (6 mm) in 50 mL tube were 0,5657 grams, 0,5797 grams, dan 0,5818 grams with yields of 3,57%, 4,52% and 4,84%. The lysate obtained was then determined the MIC value using the colorimetric microdilution method against several skin bacteria, such as Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Corynebacterium diphteriae. The MIC value of the S. macedonicus MBF10-2 lysate against S. aureus and S. epidermidis was > 200.000 μg/mL, whereas for C. diphteriae was 200.000 μg/mL. The cell-free supernatant (CFS) of S. macedonicusMBF10-2 with MIC value 100.000 μg/mL had antimicrobial activity against S. aureus, S. epidermidis, and C. diphtheria which was better than S. macedonicus MBF10-2 lysate."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Tri Lestari
"Munculnya penyakit infeksi baru dan peningkatan resistensi bakteri menimbulkan keharusan untuk menemukan antimikroba baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi antimikroba fraksi-fraksi ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima Miq. tanaman obat tradisional dari Indonesia. Aktivitas antimikroba ditentukan menggunakan metode zona hambat metode difusi cakram kertas, metode mikrodilusi secara kolorimetri, dan bioautografi kontak terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633. Hasil dari metode zona hambat menunjukkan bahwa terdapat 14 fraksi yang dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis pada konsentrasi 20 mg/mL. Berdasarkan metode mikrodilusi secara kolorimetri, fraksi O, S, H, dan T memiliki nilai KHM.

The emergence of new infectious diseases and the increase in bacterial resistance have created the necessity for development of new antimicrobials. The objective of this study was to evaluate the antimicrobial potentials of fractions from Garcinia latissima Miq. an ethnomedicinal plant from Indonesia fruits ethyl acetate extract. The antimicrobial activity was determined using agar disc diffusion method, colorimetric broth microdilution method, and contact bioautography against Bacillus subtilis ATCC 6633. The results from the disc diffusion method showed that 14 out of 22 fractions could inhibit the growth of Bacillus subtilis at a concentration of 20 mg mL. Based on a colorimetric broth microdilution method, the MIC values of O, S, H, and T fractions were"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Isti Amirtha
"ABSTRAK
Ekstrak kulit batang salam mengandung tanin dan flavonoid yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kemampuan senyawa tanin dan flavonoid dapat diformulasikan menjadi gel hand sanitizer. Tujuan penelitian adalah menentukan konsentrasi hambat minimal KHM ekstrak kulit batang salam, memformulasikan dan mengevaluasi gel hand sanitizer, serta mengetahui efektivitas gel terhadap bakteri di telapak tangan. Basis gel dioptimasi dengan membuat tiga perbandingan antara karbomer dan trietanolamin. Kemudian dipilih basis gel terbaik, diformulasikan dengan ekstrak kulit batang salam. Uji stabilitas fisik dilakukan terhadap gel hand sanitizer yang mengandung ekstrak kulit batang salam 4,04 F1 dan 7,77 F2 , disimpan pada suhu 4 2 C, 27 2 C dan 40 2 C selama 12 minggu. Efektivitas gel hand sanitizer F1 dan F2 diujikan pada telapak tangan 30 responden. Dari penelitian diperoleh nilai KHM ekstrak kulit batang salam adalah 3,12 . Berdasarkan optimasi basis gel, basis gel terbaik diperoleh dari perbandingan karbomer dan trietanolamin 1 : 4 dengan pH 5,50. Gel hand sanitizer F1 dan F2 menunjukkan stabilitas yang baik selama 12 minggu. Uji efektivitas gel hand sanitizer menunjukkan F2 cenderung menurunkan jumlah bakteri P= 0,125 lebih banyak dibandingkan F1 P= 1,000 . Berdasarkan uji hedonik, responden lebih menyukai gel hand sanitizer F2 dibandingkan F1. Berdasarkan keseluruhan hasil, gel hand sanitizer F2 lebih baik dibandingkan F2.

ABSTRACT
Salam bark extract contains tannins and flavonoids that can inhibit the growth of Staphylococcus aureus. The ability of two compounds can be formulated into hand sanitizer gel. The objectives of study were determining minimum inhibitory concentration MIC of salam bark extract, formulating and evaluating the hand sanitizer gel, as well as studying the gel effectiveness against bacteria on the palms. Gel base was optimized by preparing three formulas containing carbomer and triethanolamine in different ratio. The best gel formula was mixed with salam bark extract. Physical stability of hand sanitizer gel containing 4.04 F1 and 7.77 F2 salam bark extract was carried out at 4 2 C, 27 2 C, and 40 2 C for 12 weeks. The effectiveness of F1 and F2 hand sanitizer gel were examined on palms of 30 respondents. The results showed that MIC of salam bark extract was 3.12 . Based on the gel base optimization, the best gel base was containing carbomer and triethanolamine in the ratio of 1 to 4 with pH of 5.50. The F1 and F2 hand sanitizer gel gave good stability for 12 weeks. The antibacterial effectiveness study showed that F2 hand sanitizer gel tended to decrease amount of bacteria P 0.125 better than that F1 P 1.000 . Based on the hedonic study, F2 hand sanitizer gel was more preferred than F1. According to all of the results, it could be concluded that the F2 hand sanitizer gel was much better than the F1."
2017
S69785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`ulfi Hanif
"Sebagian besar bakteri patogen telah mengalami resistensi terhadap antibiotik yang sudah ada. Hal ini memicu penelitian lebih lanjut mengenai penemuan antibiotik baru, termasuk dari bahan tanaman. Skrining awal telah dilakukan mengenai daya antibakteri dari tanaman Garcinia latissima dan didapatkan ekstrak metanol dan etil asetat dari tanaman tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya antibakteri dan memperoleh konsentrasi hambat minimal dari ekstrak metanol buah, kulit batang dan daun, serta ekstrak etil asetat buah dan daun tanaman G. latissima terhadap bakteri B. subtilis. Pengujian daya antibakteri ini dilakukan dengan uji konsentrasi hambat minimal dengan metode mikrodilusi dan uji bioautografi kontak.
Hasil menunjukkan bahwa nilai konsentrasi hambat minimal KHM dari ekstrak metanol buah, kulit batang dan daun terhadap bakteri B. subtilis adalah 1.250 g/mL, 4.000 g/mL dan 10.000 g/mL. Pada ekstrak etil asetat daun dan buah menunjukkan nilai KHM sebesar 3.500 g/mL dan 2.500 g/mL terhadap B. subtilis. Hasil uji bioautografi kontak mengindikasikan keberadaan senyawa dengan daya antibakteri, yaitu senyawa yang dikategorikan bersifat polar pada semua ekstrak metanol dan etil asetat, senyawa bersifat semi polar pada semua ekstrak etil asetat dan metanol daun dan senyawa bersifat non polar pada ekstrak etil asetat daun tanaman G. latissima terhadap B. subtilis.

Almost of the bacterial pathogens get resistance to the common antibiotics. This problem triggered further research on the discovery of new antibiotics, including from plant material. The initial screening had been conducted regarding the antibacterial activity of Garcinia latissima plant and obtained that methanol and ethyl acetate extracts of this plant can inhibit the growth of Bacillus subtilis. This research aimed to test the antibacterial activity and obtain the minimum inhibitory concentration of the methanol extracts of the fruit, stem bark and leaves, with ethyl acetate extracts of fruit and leaves of the G. latissima plant against B. subtilis. The antibacterial susceptibility test was conducted by performing microdilution and contact bioautography methods.
The result showed that the minimum inhibitory concentration MIC value of methanol extract of fruit, stem bark and leaves against B. subtilis are 1.250 g mL, 4.000 g mL and 10.000 g mL, respectively. Whereas, ethyl acetate extract of leaves and fruit showed MIC value 3.500 g mL and 2.500 g mL against B. subtilis. The result of contact bioautography test indicates the presence of antibacterial compounds, there are polar compounds in methanol and ethyl acetate extracts, while semi polar compounds in ethyl acetate extracts and methanol extract of leaves and non polar compound in ethyl acetate extract of leaves of the G. latissima plant against B. subtilis.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timothy Aholiab Dien
"Latar Belakang: Kesehatan gigi dan mulut masih menjadi suatu permasalahan utama di Indonesia. Menurut Riskesdas tahun 2018 sebanyak 57,6% orang Indonesia memiliki permasalahan gigi dan mulut.Dalam risetnya, Prevalensi karies di Indonesia mencapai 88,8%. Faktor utama yang dapat menyebabkan permasalahan ini ialah bakteri patogen dalam rongga mulut, salah satunya yang paling patogenik ialah Streptococcus mutans. Karies terjadi ketika terjadi disbiosis dalam rongga mulut, yaitu ketika jumlah Streptococcus mutans berlebih sehingga menyebabkan kondisi asam pada rongga mulut. Tidak hanya menguntungkan bagi Streptococcus mutans, bakteri non-patogenik seperti Staphylococcus aureus akhirnya dapat memperburuk kondisi karies. Secara kimiawi, obat kumur Klorheksidin telah dimanfaatkan sebagai antibakteri yang secara akut dapat mengurangi jumlah bakteri rongga mulut. Tetapi dalam pemakaiannya ternyata klorheksidin menyebabkan efek samping jika dipakai untuk jangka panjang. Maka saat ini diperlukan pengembangan dari agen menggunakan herbal atau bahan alam. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai agen antibakteri adalah Paku Acel. Kandungan yang terdapat daun paku acel yaitu terdapat flavonoid, terpenoid, tanin, saponin, dan alkanoid yang dapat berperan sebagai antibakteri. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis efektivitas ekstrak daun paku acel (Nephrolepis cordifolia) dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus serta membandingkan efektivitas ekstrak daun paku acel dengan chlorhexidine (kontrol positif). Metode: Efektivitas ekstrak daun paku acel terdapat bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus dilihat dari uji Kadar Hambat Minimum (KHM) mikrodilusi dengan ELISA Reader dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan konsentrasi ekstrak daun paku acel yang digunakan adalah 50%, 25%,12,5%, 6,25%, 3,25% Selanjutnya hasil tersebut dianalisis dengan uji statistik One Way Anova. Hasil: Ekstrak daun paku acel (Neprolephis cordifolia) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus dengan nilai KHM 12,5% dan 6,25% secara berurutan. Melalui uji statistik One Way Anova didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak daun paku acel dengan chlorhexidine (p < 0,05). Kesimpulan: Ekstrak daun paku acel (Nephrolepis cordifolia) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus sehingga dapat menjadi agen antibakteri yang efektif terhadap karies gigi tetapi kemampuannya masih dibawah klorheksidin

Background: Dental and oral health is still a major problem in Indonesia. According to Riskesdas in 2018 as many as 57.6% of Indonesians had dental and mouth problems In his research, the prevalence of caries in Indonesia reached 88.8%. The main bacterial factors that can cause this problem are pathogens in the oral cavity, one of the most pathogenic is Streptococcus mutans. Caries occur when dysbiosis occurs in the oral cavity, namely when the amount of Streptococcus mutans is excessive, causing an acidic condition in the oral cavity. Not only beneficial for Streptococcus mutans, but non-pathogenic bacteria such as Staphylococcus aureus can also finally oppose caries conditions. Chemically, Clorhexidine mouthwash has been used as an antibacterial which can acutely reduce the number of bacteria in the oral cavity. But in its use it turns out that Clorhexidine causes side effects if used for the long term. So at this time it is necessary to develop agents using herbs or natural ingredients. One of the natural ingredients that can be used as an antibacterial agent is Erect Sword Fern. Erect Sword Fern or Nephrolepis cordifolia has many benefits in the medical field, one of which is as an antibacterial agent. Objectives: To determine and analyze the effectiveness of acel nail extract (Nephrolepis cordifolia) in inhibiting the growth and killing of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus bacteria colonies and to compare the effectiveness of acel nail extract with chlorhexidine (positive control). Method: The effectiveness of acel fern leaf extract contained Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus as seen from the microdilution Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test with ELISA Reader and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test with the concentration of acel fern leaf extract used was 50%, 25%, 12.5%, 6 .25%, 3.25% Then the results were analyzed with the One Way Anova statistical test. Results: Leaf extract of Erect Sword Fern (Neprholepis cordifolia) only can inhibit growth Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus bacteria with MIC values ​​of 12,5% and 6,25%. Through the One Way Anova statistical test, it was found that there was a significant difference in the effectiveness of Erect Sword Fern leaf extract and Clorhexidine (p <0.05). Conclusion: Erect Swordfern leaf extract (Nephrolepis cordifolia) can inhibit bacterial growth Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus bacteria so that it can be an effective antibacterial agent against dental caries but its ability is still below Clorhexidine
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelcy Theresia Gotama
"Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut utama di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 74,1% pada tahun 2018. Salah satu penyebab utama dari periodontitis merupakan akumulasi biofilm yang mengalami pematangan menjadi plak di daerah permukaan gigi, khususnya subgingiva yang kaya akan bakteri anaerobik seperti Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola. Maka dari itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Hingga saat ini, agen antiplak gold standard di bidang kedokteran gigi ialah Chlorhexidine 0,2%. Namun, penggunaan Chlorhexidine dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek samping. Oleh karena itu, dicarilah alternatif dari Chlorhexidine sebagai agen antibakteri—salah satunya yaitu kulit semangka. Kulit semangka merupakan bagian buah semangka yang tinggi akan zat fitokimia yang memiliki kemampuan antibakteri, seperti saponin, tanin, alkanoid, flavonoid, dan terpenoid, namun khasiatnya belum banyak diteliti di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui dan menganalisa aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola, dan membandingkannya dengan kemampuan antibakteri gold standard anti-plaque agent yaitu Chlorhexidine 0,2%.
Metode: aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) dan Treponema denticola (ATCC 35405) diamati melalui uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dengan mengukur Optical Density dari sampel menggunakan microplate reader dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan mengukur secara visual koloni bakteri yang terbentuk setelah dipaparkan ekstrak dengan konsentrasi 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil dioleh secara statistik.
Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Uji komparatif secara statistik dengan uji One-Way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dengan Chlorhexidine 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif agen antibakteri untuk mencegah penyakit periodontal.

Background: Periodontal disease is one of the main oral and dental health diseases in Indonesia, with a prevalence of 74,1% in 2018. The etiology of periodontal disease is multifactorial. One of the main causes is the accumulation of dental biofilm which matures, forming plaque on tooth surfaces, particularly the subgingival area that has an abundance of anaerobic bacteria such as Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola. Hence, preventive measures has to be implemented in order to preserve oral and dental health. One way to do so is by regular usage of oral rinses. Chlorhexidine 0,2% is considered to be the gold-standard antiplaque agent in today’s dental field. However, long-term use of Chlorhexidine may lead to several side effects. As a result, researchers have begun looking for alternatives to Chlorhexidine as an antibacterial and antiplaque agent—one of which is watermelon peel. Watermelon peel is rich in phytochemicals which possess antibacterial properties, such as saponin, tannin, alkanoid, flavonoid, and terpenoid; however, its benefits have not been studied much in Indonesia.
Goal: To analyze the antibacterial activity of watermelon (Citrullus lanatus) peel extract in preventing the growth and eliminating bacteria colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola as well as comparing them to the antibacterial activity of Chlorhexidine 0,2% as gold standard.
Method: the antibacterial activity of watermelon peel extract against the bacteria Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) and Treponema denticola (ATCC 35405) is observed through the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test by measuring the Optical Density (OD) of the studied samples through a microplate reader, as well as the Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test by visually counting the number of colonies formed after being exposed to the extracts at 30%, 20%, and 10% concentration. Afterwards, the data collected is statistically.
Results: Watermelon peel extract is capable of inhibiting as well as eliminating bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola with MIC score of 10% and MBC score of 10%. Statistical comparative test reveals that there’s no significant difference between the antibacterial activity of all sample groups of watermelon peel extract and Chlorhexidine 0,2%.
Conclusion: Watermelon peel extract can inhibit the growth as well as eliminate bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola, which makes it a considerable alternative as antibacterial agent in order to prevent periodontal diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cantika Prasna Pratistha
"Latar Belakang: Penyakit periodontal berkaitan dengan peradangan kronis yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi, termasuk jaringan gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar dalam bentuk penyakit yang lebih parah. Etiologi dari periodontitis adalah karena adanya perubahan jumlah relative takson spesifik pada yang memicu penyakit ini. Salah satu patogen kunci dalam perubahan lingkungan mikroba ini adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis. Asupan obat-obatan konvensional terkadang menyebabkan resistensi antibiotik, sehingga obat herbal digunakan bertahap sebagai alternatif. Salah satu herbal yang potensial ialah Cyperus rotundus L. atau rumput teki yang dikenal sebagai obat herbal yang umum digunakan untuk mengobati beberapa gangguan klinis. C. rotundus dilaporkan memiliki banyak aktivitas farmakologis, khususnya aktivitas antimicrobial. Studi in vivo dan in vitro membuktikan keefektifannya terhadap beberapa penyakit. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis serta membandingkan efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki dengan chlorhexidine (kontrol positif). Metode: Efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki terhadap bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis dilihat dari uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan konsentrasi ekstrak etanol rimpang rumput teki yang digunakan adalah 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%. Selanjutnya hasil tersebut dianalisis dengan uji statistik One Way Anova. Hasil: Ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat pertumbuhan, namun tidak dapat membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dengan nilai KHM 3,125% dan Porphyromonas gingivalis dengan nilai KHM 6,25%. Nilai KBM pada kedua bakteri tidak dapat ditetapkan. Melalui uji statistik One Way Anova didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki dengan Chlorhexidine 0,2% (p < 0,05). Kesimpulan: Ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri, namun tidak dapat membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis sehingga dapat dipertimbangkan untuk menjadi agen antibakteri terhadap periodontitis.

Background: Periodontal disease is associated with chronic inflammation that affects the supporting tissues of the teeth, including the gingival tissues, periodontal ligament, and alveolar bone in more severe forms of the disease. The etiology of periodontitis is due to changes in the relative number of specific taxa that trigger this disease. One of the key pathogens in this changing microbial environment is Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivalis. Intake of conventional medicines sometimes causes antibiotic resistance, so herbal medicines are used gradually as an alternative. One of the potential herbs is Cyperus rotundus L. or nut grass which is known as a herbal medicine that is commonly used to treat several clinical disorders. C. rotundus is reported to have many pharmacological activities, especially antimicrobial activity. In vivo and in vitro studies prove its effectiveness against several diseases. Objectives: To determine and analyze the effectiveness of ethanol extract of nutgrass rhizome (Cyperus rotundus L.) in inhibiting growth and killing bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans andPorphyromonas gingivalis and to compare the efficacy of ethanol extract of nutgrass rhizome with chlorhexidine (positive control). Methods: The effectiveness of the ethanol extract of nutgrass rhizome against the bacteria Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivaliswas seen from the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test, and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test with the concentration of ethanol extract of the nutgrass rhizome used was 50%, 25%, 12.5%, 6.25 %, and 3.125%. Furthermore, these results were analyzed with the One Way ANOVA statistical test. Results: The ethanol extract of nutgrass (Cyperus rotundus L.) rhizome could inhibit growth but not kill the bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans with a MIC value of 3.125% and Porphyromonas gingivalis with a MIC value of 6.25%. MBC values for both bacteria could not be determined. Through the One Way ANOVA statistical test, it was found that there was a significant difference in the effectiveness of the ethanol extract of nutgrass rhizome and Chlorhexidine 0.2% (p < 0.05). Conclusion: The ethanol extract of nutgrass (Cyperus rotundus L.) rhizome can inhibit bacterial growth but cannot kill the bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivalis so that they can be considered antibacterial agents against periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library