Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakhrur Razi
"Ruang lingkup dan cara penelitian:
Sejak awal tahun 1800-an mulai diketahui hubungan antara pajanan debu batubara dengan risiko terkena penyakit paru pada pekerja tambang. Penyakit paru yang timbul akibat pajanan debu batubara dalam jangka waktu lama antara lain pneumokoniosis penambang batubara (PPB), bronkitis kronis dan asma kerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara gangguan paru dan pajanan debu batubara pada pekerja tambang bagian penggalian Bucket Wheel Escavator (BWE) System di PT "X". Disain penelitian historical cohort digunakan untuk mengetahui insidens pneumokoniosis. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor pada pekerja, lingkungan kerja dan debu batubara dengan terjadinya gangguan faal paru digunakan metode cross sectional. Populasi penelitian adalah 170 pekerja di bagian penggalian BWE system. Pengambilan sampel dilakukan secara total population, dan diperoleh jumlah sampei yang memenuhi kriteria inklusi 166 orang.
Hasil dan kesimpulan:
Insidens pneumokoniosis pada pekerja tambang bagian penggalian BWE system di PT "X" sejak tahun 1992 sampai 2002 adalah 6 orang (3,6%) dari 166 pekerja. Prevalensi bronkitis kronik pada tahun 2003 adalah 7,23%, sedangkan prevalensi kelainan faal paru obstruksi dan restriksi adalah C.% dan 7,8%. Karakteristik sosiodemografi pekerja tidak berhubungan dengan terjadinya gangguan kesehatan paru. Insidens pneumokoniosis berhubungan dengan area kerja terbuka/tertutup dan masa kerja. Kebiasaan merokok berlubungan dengan terjadinya batuk kronik dan sesak napas.

Scope and method:
Exposure to coal dust has long been associated with the risk of respiratory/lung diseases. Chronic exposure has been reported to lead to higher incidence/prevalence of pneumoconiosis, chronic bronchitis and asthma. This study was done to investigate the effect or exposure to coal dust on lung of mining workers in BWE system department of PT "X". A historical cohort study was done to get data on incidence of pneumoconiosis. To learn about the association of work environment, coal dust exposure and other factors, a cross sectional design was used. The sample for this study used total population who met the inclusion criteria . A total sample 166 people were studied.
Result and conclusion:
The incidence rate of pneumoconiosis in this study is 6 workers (3,6%) from 166 workers. The prevalence of chronic bronchitis in 2003 was 7,23%, while the prevalence of respiratory function impairment, obstruction and restriction, was 6,0% and 7,8%. This study indicated that there was no relationship between sociodemographic characteristics and the lung/respiratory diseases. There were significant association of pneumoconiosis with opened/closed area and the period of work. This study also found a relationship between smoking habits and the prevalence of chronic cough and breathlessness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utu Sili
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Dalam melaksanakan pekerjaan fisik yang baik diperlukan fungsi paru yang baik. Pengetahuan tentang faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi paru dapat dimanfaatkan untuk perencanaan langkah-langkah upaya pencegahan. Telah dilakukan suatu studi Kros - Seksional di tambang emas Pongkor untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru dan diketahui ada tidaknya hubungan fungsi paru dengan faktor umur, lama kerja, tempat kerja, kebiasaan merokok dan pemakaian alat pelindung diri, masker. Sampel penelitian adalah seluruh pekerja yang memenuhi kriteria persyaratan sampel penelitian, dan berjumlah 132 orang.
Hasil dan kesimpulan : Fungsi paru pekerja tambang emas di Pongkor adalah sebagai berikut : Penurunan KVP ( kasus reetriktif ) 16 orang (12,1 %), penurunan VEP1/KVP ( kasus obstruktif ) 2 orang ( 1,5 % ), keluhan saluran pernafasan 28 orang ( 21,2 % ), kelainan pemeriksaan fisik 36 orang ( 27,3 % ) dan kelainan pemeriksaan radiologik 7 orang {14%). Faktor yang mempengaruhi penurunan KVP secara bermakna adalah pemakaian alat pelindung diri masker ( p < 0,05 ), sedangkan faktor umur, lama kerja, tempat kerja dan kebiasaan merokok tidak berpengaruh secara bermakna.

SCOPE AND METHOD OF STUDY : A Cross - Sectional study was conducted on gold mining workers at Pongkor. The aim of the study was to assess lung functions and the influencing factors : age, duration of work, place of work, smoking habits and using protective masks. One hundred and thirty two respondents from a total of 300 workers met the criteria for the study.
RESULTS AND CONCLUSION : The results showed that the prevalence of decrease in FVC was 12,1 %, decrease of FEV1/FVC was 1,5 %, respiratory symptoms was 21,2 %, abnormal finding of pulmonary examinations was 27,3 % and radiological abnormality was found in 7 out of 50 respondents. The use of protective masks had significant influence on the prevention of the decrease in lung function ( p < 0,05 ).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`rifatul Mubin
"Sindrom Kelelahan Kronik adalah kumpulan gejala dari penurunan substansial kemampuan dalam aktivitas pekerjaan, pendidikan, sosial, atau pribadi selama lebih dari 6 bulan dan disertai kelelahan, malaise pasca-kerja, dan tidur yang tidak menyegarkan ditambah setidaknya satu dari dua manifestasi gangguan kognitif dan intoleransi ortostatik. Salah satu dampak pajanan logam berat adalah terjadinya sindrom kelelahan kronik pada pekerja. Ada banyak bukti bahwa beberapa bentuk kelelahan dapat disebabkan atau diperburuk oleh kerja. Hubungan kerja dan sindrom kelelahan kronis dapat dipertanyakan, tetapi unsur-unsur di tempat kerja dapat memperburuk gejala sindrom kelelahan kronis. Pekerja tambang emas skala kecil menggunakan merkuri dalam pekerjaannya, sehingga berisiko tinggi mengalami keracunan kronik merkuri, apalagi Pekerja Emas Skala Kecil termasuk populasi pekerja yang tidak dilindungi. Pekerja jarang menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu masalah kesehatan akibat pajanan merkuri adalah terjadinya sindrom kelelahan kronik yang belum pernah diteliti pada PESK.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk mencari hubungan antara variabel bebas seperti usia, jenis kelamin, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja, kadar merkuri urin dan kadar merkuri urin kumulatif dengan variabel terikat adalah sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan match box test, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin.
Hasil: Prevalensi sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil, faktor usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, dan kadar merkuri urin kumulatif tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan sindrom kelelahan kronik (p > 0,05).
Kesimpulan: Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, dan kadar merkuri urin kumulatif dengan sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK.

Introduction: Chronic fatigue syndrome is a collection of symptoms from a substantial reduction in the ability to engage in preillness levels of occupational, educational, social, or personal activities that persists for more than 6 months and is accompanied by fatigue, post-exertional malaise, unrefreshing sleep. One of the effects of heavy metal exposure is the occurrence of chronic fatigue syndrome in workers. There is plenty of evidence that some form of fatigue can be caused or exacerbated by work. The working relationship and chronic fatigue syndrome can be questioned, but the elements in the workplace can worsen the symptoms of chronic fatigue syndrome. Small-scale gold miners use mercury in their work, so there is a high risk of chronic mercury poisoning. Workers rarely use personal protective equipment in doing their jobs. One of the health problems due to exposure to mercury is the occurrence of chronic fatigue syndrome that has not been studied at Artisanal and Small scale Gold Mining (ASGM).
Method: This study uses a cross-sectional design to find the relationship between independent variables such as age, sex, working period as a miner, type of work activities in ASGM, and cumulative urinary mercury levels with chronic fatigue syndrome in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, match box test, and creatinine-corrected urinary mercury levels.
Results: The prevalence of chronic fatigue syndrome in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 17,9%. Based on the results, the factors of age, sex, work period, type of work, and cumulative urinary mercury levels did not have a statistically significant relationship with chronic fatigue syndrome (p> 0.05).
Conclusion: There was no significant relationship between age, sex, work period, type of work, urinary mercury level and cumulative urinary mercury levels with chronic fatigue syndrome in ASGM workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library