Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuniarti Soeroso
"Air garam hangat dan H2O2 3% sating digunakan sebagai obat kumur untuk terapi keradangan Gingiva. Belum pernah dilakukan penelitian dibagian perio FKG UI mengenai efektivitas kedua bahan obat kumur tersebut terhadap keradangan gingiva. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan'efektivitas air garam hangat dengan larutan H2O2 3% sebagai obat kumur, terhadap penurunan keradangan gingiva secara klinis. Penelitian dilakukan pada 90 penderita gingivitis yang datang ke klinik periodonsia FKG UI, berusia antara 18-40 tahun, terdiri dari 52 wanita 39 pria. Sampel dibagi atas 3 kelompok dengan randomisasi. Kelompok I berkumur dengan air garam hangat 1,2%, kelompok II berkumur dengan lantan H202 3°/g kelompok III merupakan kelompok kontrol berkumur dengan air hangat. Konsentrasi air garam hangat 1,2% ditetapkan berdasarkan pemilihan beberapa takaran berat garam yang dianjurkan dan rasa yang paling dapat diterima didalam mulut. Masing-rnasing kelompok menggunakan obat kumur 2x 1 hari selama 5 hari, pagi dan malam.
Kumur-kumur dilakukan selama 1 menit. Pencatatan skor pink (Loa dan Silness) clan skor PBI (Modifikasi Papillae Bleeding Index dari Muhlemann) dilakukan pada hari ke 1 dan hari ke 5. Perubahan skor indeks plak dan skor PBI antara sebelum dan sesudah kumur-kumur air garam hangat 1,2%, H202 3% dan air hangat, diuji dengan "Paired Sample T Test" pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas air garam hangat 1,2% dan H2O2 3% terhadap perubahan skor indeks plak dan skor PBI (keradangan gingiva) dilakukan uji "Anova" pada tingkat kepercayaan 950/0. Hasilnya menunjukkan terdapat penurunan skor indeks plak yang bermakna sesudah berkumur air garam hangat 1,2% clan H2O2 3% (P < 0,05 ), sedang pada kelompok kontrol tidak terdapat penurunan skor indeks plak yang ber makna ( P > 0,05 ).
Terdapat penurunan skor PBI atau keradangan gingiva yang sangat bermalcna setelah berkumur dengan air garam hangat 1,2%, H202 3% dan air hangat (p > 0,001 ). Antara ketiga bahan obat kumur tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna dalam menurunkan skor indeks plak (p > 0,05 ). Terdapat perbedaan efektivitas yang sangat bermakna antara ketiga bahan obat kmur didalam menurunkan skor PBI atau keradangan gingiva (p < 0,001 ). Air Karam hangat 1,2% lebih efektif dari H2O2 3% dalam menurunkan skor PBI. Air garam hangat 1,2% dan 102 3% lebih efektif dari kelompok kontrol dalam menurunkan skor PBI. Dapat diambil kesimpulan bahwa air garam hangat 1,2% lebih efektif dari H2O2 3% dalam menurunkan keradangan gingiva. Hal ini kemungkinan karena sifatnya sebagai antiseptik dan ada peran temperatur hangat terhadap vaskularisasi gingival."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finny Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam obat kumur tanpa dan mengandung alkohol terhadap transverse strength resin akrilik polimerisasi panas. Spesimen berupa lempeng direndam di dalam obat kumur mengandung alkohol, tanpa alkohol, atau akuades selama 12, 24, dan 36 jam. Transverse strength diperoleh dengan menggunakan metode three point bending. Uji statistik menyatakan tidak ada perbedaan transverse strength yang bermakna antara spesimen yang direndam di dalam larutan perendam untuk setiap waktu perendaman maupun antar waktu untuk setiap larutan perendam. Penggunaan obat kumur tanpa dan mengandung alkohol tidak menurunkan transverse strength basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.

The aim of this study was to know the effect of immersion in alcoholic and non alcoholic mouthwash on transverse strength of heat cured acrylic resin. Specimen plates were immersed in alcoholic mouthwash, non alcoholic mouthwash or aquadest for 12, 24, and 36 hours. Transverse strength was measured using universal testing machine. Result showed that there was no statistically difference among the transverse strength of specimens either between immersion solution for each immersion time or between immersion time for each solution. The use of either alcoholic or non alcoholic mouthwash will not decrease the transverse strength of heat cured acrylic resin denture base."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Hasriati
"

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas antibakteri obat kumur klorheksidin dan larutan kitosan terhadap total bakteri dan bakteri Red-Complex pada daerah leher Mini Implan Ortodontik (MIO) yang digunakan oleh pasien yang sedang menjalani perawatan ortodontik.

Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental klinis dan laboratorik. Penelitian dilakukan di Klinik Ortodonti RSKGM FKG UI dan laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada bulan Februari 2019 – Juli 2019. Penelitian ini merupakan double blinded test yang melibatkan 30 subjek penelitian yang terbagi menjadi tiga kelompok uji. Setiap kelompok berkumur dengan larutan kumur kitosan/ obat kumur klorheksidin/ aquadest steril (kontrol) yang disamarkan, sebanyak 10 ml dua kali sehari selama empat hari. Jumlah koloni bakteri Red-complex (terdiri dari Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, dan Treponema denticola) yang didapat dari sampel plak di leher MIO, baik sebelum dan sesudah menggunakan obat kumur, dianalisis di laboratorium menggunakan Real-time Polymerase Chain Reaction. Kemudian data diolah dan dianalisis secara statistik.

Hasil: Obat kumur klorheksidin dan larutan kitosan efektif secara signifikan menurunkan total bakteri peri-MIO (P<0,05). Penurunan total bakteri peri-MIO setelah berkumur selama empat hari dengan larutan kitosan 1% tidak berbeda bermakna dengan berkumur menggunakan obat kumur klorheksidin 0,2% (P≥0,05). Efektivitas antibakteri larutan kitosan terhadap bakteri red-complex menunjukkan hasil yang terbaik pada bakteri T.denticola yaitu penurunan sebesar 58% jumlah bakteri.

Kesimpulan: Kitosan memiliki efektivitas antibakteri yang sebanding dengan klorheksidin untuk digunakan dalam larutan kumur untuk mencegah infeksi peri-MIO.

 

Kata Kunci: Mini Implan Ortodontik; kitosan, klorheksidin; bakteri red-complex; obat kumur.

 

 


Introduction: Inflammation is one of the most common complication occurred when using orthodontic miniscrew. Chlorhexidine mouthwash can be used to prevent and reduce the inflammation, but long-term use of chlorhexidine mouthwash may exhibit some side effects. Chitosan is a biomaterial that has antibacterial properties which may beneficial in maintaining peri-miniscrew hygiene and preventing inflammation.

Objectives: The aim of the study is to evaluate the antibacterial effect of 1% chitosan compare to 0.2% chlorhexidine mouthwash on bacterial level around orthodontic miniscrew.

Materials and Methods: Randomized double-blind clinical trial was conducted in RSKGM University of Indonesia from February to July 2019. Thirty subjects, 25 female and 5 male, were randomly assigned to rinse with 1 % chitosan (n=10), 0.2% chlorhexidine digluconate (n=10), and aquadest (n=10) in addition to their usual oral hygiene procedure for four days. Peri-miniscrew clinical inflammation signs were recorded and peri-miniscrew plaque were collected before and after four days rinsing. The total bacterial and red-complex bacteria count in plaque samples were evaluated by real-time PCR.

Results: Chitosan and Chlorhexidine has antibacterial activity to reduce total bacterial count in peri-miniscrew (P < 0,05). Antibacterial activity of chitosan on total bacteria is not different significantly with chlorhexidine (P ≥ 0,05). Antibacterial activity of chitosan on red-complex bacteria shows best result on T.denticola with 58% bacteria count reduction.

Conclusion: Chitosan has potential antibacterial activity to be used in mouthwash to maintain the peri-miniscrew hygiene.

Keywords: orthodontic miniscrew; chitosan; chlorhexidine; red-complex bacteria; mouthwash

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Riske Winola
"Latar Belakang: Periodontitis merupakan akibat dari respon immune-inflamatory yang dipicu salah satunya oleh Porphyromonas gingivalis. Sel makrofag merupakan sel pelaksana dalam sistem imun bawaan dengan kemampuan fagositosis serta berfungsi sebagai mediator proinflamasi dan antiinflamasi. Respon inflamasi tikus memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, semakin tua usia maka terjadi penurunan fungsi fisiologis sehingga kurang adaptif. Saat ini, obat kumur antiinflamasi yang sering dipakai adalah klorheksidin glukonat dan ibuprofen, tetapi penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping lokal. Propolis merupakan salah satu bahan alami yang dapat menjadi alternatif karena teruji sifat antiinflamasinya. Perlu dilanjutkan dengan uji sitotoksisitas. Tujuan: Mengetahui tingkat sitotoksisitas obat kumur propolis (Heterotrigona itama) terhadap sel makrofag peritoneal yang diinfeksi bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro serta perbandingannya dengan klorheksidin glukonat 0,2% dan ibuprofen 2%. Metode: Dilakukan uji sitotoksisitas in vitro secara semi kuantitatif dengan melihat morfologi sel melalui gambaran mikroskopis. Skoring berdasarkan standar ISO 10993-5:2009. Hasil: Obat kumur propolis memiliki tingkat reaktivitas sitotoksisitas moderate terhadap sel makrofag dengan tidak lebih dari 70% lapisan sel yang lisis dan terdapat pertumbuhan sel yang terhambat pada lebih dari 50%. Kesimpulan:  Obat kumur propolis 5% (Heterotrigona itama) memiliki tingkat sitotoksisitas yang tinggi terhadap sel makrofag yang diinfeksi Porphyromonas gingivalis serta lebih tinggi dibandingkan klorheksidin glukonat 0,2% dan ibuprofen 2%.

Background: Periodontitis is the result of an immune-inflammatory reaction, one of which is triggered by Porphyromonas gingivalis. Macrophages are implementing cells in the innate immune system with the ability to phagocytose and function as pro-inflammatory and anti-inflammatory mediators. Mouse has physiological similarities with humans, as they get older, their physiological function decreases, making them less adaptive. Currently the golden standards for anti-inflammatory mouthwash are chlorhexidine gluconate and ibuprofen, however long-term use can cause local side effects. Propolis is a natural ingredient that can be an alternative because of its proven anti-inflammatory properties. It’s necessary to continue with cytotoxicity test. Aim: To determine the level of cytotoxicity of propolis (Heterotrigona itama) mouthwash against peritoneal macrophage cells infected with Porphyromonas gingivalis bacteria in vitro and compare it with 0.2% chlorhexidine gluconate and 2% ibuprofen. Methods: Using a semi-quantitative in vitro cytotoxicity test by looking at cell morphology through microscopic images. Scoring is based on the ISO 10993-5:2009 standard. Results: Propolis mouthwash has a moderate grade of cytotoxic reactivity with not more than 70 % of the macrophage cell layers are lysed and cell growth being inhibited in more than 50%. Conclusion: 5% propolis mouthwash (Heterotrigona itama) has a moderate grade of cytotoxicity on macrophage cells infected with Porphyromonas gingivalis and is higher than 0.2% chlorhexidine gluconate and 2% ibuprofen.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eben Kalemben
"Latar Belakang: Obat kumur propolis 5% mengandung ekstrak propolis yang memiliki bahan bioaktif yang bersifat antibakteri. Propolis diketahui memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan gram positif. Akan tetapi penelitian mengenai sensitivitas bakteri gram negatif dan gram positif terhadap obat kumur propolis, belum pernah dilakukan. Tujuan:. Mengamati sensitivitas Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus pada biofilm dual-spesies, terhadap obat kumur propolis 5%. Metode: Pembuatan biofilm dilakukan dengan menggunakan metode 96-well plate dengan inkubasi selama 24 jam. Biofilm dual spesies yang diberikan aquades, digunakan sebagai kontrol negatif. Ekstraksi DNA dilakukan pada sampel biofilm, dan konsentrasi DNA sampel, distandarisasi dengan Qubit fluorometer untuk real-time polymerase chain reaction (qPCR). Gen target dalam penelitian ini adalah Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus. Selanjutnya, nilai Ct dikuantifikasi dengan menggunakan metode Livak (2-∆∆Ct) dan analisis statistik dilakukan menggunakan Graph pad dan SPSS. Hasil: Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus pada biofilm dual spesies yang diberikan obat kumur propolis 5%, memiliki nilai Ct rata-rata yang lebih rendah dibandingan dengan sampel yang diberikan akuades. Lebih lanjut, setelah dilakukan kuantifikasi dengan metode Livak, Porphyromonas gingivalis memiliki proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Staphylococcus aureus. Proporsi Porphyromonas gingivalis sebesar 9.70929% dari total bakteri. Sedangkan Staphylococcus aureus diperoleh dengan proporsi sebesar 1.24081% dari total bakteri. Pembahasan: Adanya bahan aktif dalam obat kumur propolis 5%, serta adanya perbedaan struktur sel pada biofilm dual-spesies, dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus. Kesimpulan: Staphylococcus aureus lebih sensitif terhadap obat kumur propolis 5% dibanding Porphyromonas gingivalis.

Background: Propolis Mouthwash 5% contains propolis extract which has bioactive ingredients that are antibacterial. Propolis is known to have the ability to inhibit the growth of gram-negative and gram-positive bacteria. However, studies on the sensitivity of gram-negative and gram-positive bacteria to propolis mouthwash have never been carried out. Objective: Observing sensitivity Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus in dual-species biofilm, to Propolis Mouthwash 5% Methods:. Biofilms were made using the 96-well method in 24 hour incubation. Dual species biofilm provided with distilled water was used as a negative control. DNA from samples was extracted and standardized using a Qubit fluorometer for real-time polymerase chain reaction (qPCR). Target genes used in this study were Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus. Furthermore, the value of Ct was quantified using the Livak method (2-∆∆Ct) and statistical analysis was performed using Graph pad and SPSS. Results: Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus in biofilm dual species, which given propolis mouthwash 5%, had a lower average Ct value compared to samples given distilled water. Furthermore, after quantification using the Livak method, Porphyromonas gingivalis had a higher proportion than Staphylococcus aureus. The proportion of Porphyromonas gingivalis is 9.70929% of the total bacteria. While Staphylococcus aureus was obtained with a proportion of 1.24081% of the total bacteria. Discussion: The presence of the active ingredient in 5% propolis mouthwash and differences in cell structure in dual-species biofilms, could influence the growth of Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus. Conclusion: Staphylococcus aureus was more sensitive to 5% propolis mouthwash than Porphyromonas gingivalis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Permatadietha Ardiellaputri
"Propolis dan kurkumin telah terbukti sebagai herbal yang memiliki aktivitas antibakteri. Keduanya dapat dikembangkan menjadi bahan aktif obat kumur yang diperuntukkan untuk pencegahan oral biofilm. Untuk menghantarkan aktivitas biologis tersebut, obat kumur dibuat dalam bentuk sediaan nanoemulsi yang akan bekerja secara efektif melewati permukaan lapisan biofilm dan berpenetrasi secara cepat menuju sel target. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formula obat kumur yang memiliki sifat fisik dan stabilitas terbaik serta teruji kemampuannya sebagai agen antibiofilm. Propolis A.mellifera dan kurkumin Curcuma domestica Val., masing-masing akan diformulasikan menjadi sebuah sediaan obat kumur menggunakan metode homogenisasi gabungan, pengadukan dan ultrasonikasi. Pada masing-masing formula, dilakukan jumlah variasi surfaktan dan kosurfaktan untuk mengetahui penga-ruhnya terhadap stabilitas sediaan. Formula yang lulus uji stabilitas kemudian akan diuji kemampuan antitbofilmnya secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan perbandingan tween 80 dan gliserin 2:1 (v/v) merupakan formula dengan stabilitas fisik terbaik. Tween 80 dan gliserin terbukti tidak mampu bekerja secara tunggal untuk menghasilkan sediaan nanoemulsi yang stabil. Secara in vitro, obat kumur propolis dan obat kumur kurkumin teruji mampu menghambat pertumbuhan koloni primer Streptococcus mutans pada lapisan biofilm. Obat kumur propolis dilaporkan bekerja lebih efektif dengan kadar optimum 5% (v/v) dan persentase penghambatan biofilm sebesar 48,54%.

Propolis and curcumin have been reported to have antibacterial activity. Both of those herbs can be developed as anti oral biofilm mouthwash. In order to deliver the biological activity, mouthwash is produced as nanoemulsion that promotes wide distribution throughout oral biofilm and effectively penetrates to target cell. This study aims to create the best mouthwash formulation with great physical characteristics and stability, and also proved as antibiofilm agent. Each propolis A.mellifera and curcumin Curcuma domestica Val. was formulated into a mouthwash using the combined method of homogenization, mixing and ultrasonication. There was a variation amount of tween 80 and glycerine in each formulation to investigate its effect on stability. The proven formula with greatest stability was continued to undergo antibiofilm assay. Result of this study showed that formula with ratio of tween 80 and glycerine 2:1 (v/v) was found to be the best. Tween 80 and glycerin was investigated can‘t work as a single surfactant to produce stable nanoemulsion. Propolis and curcumin mouthwash showed in vitro antibiofilm activities against Streptococcus mutans, the primer colony in biofilm. Propolis mouthwash reported has a better effectiveness with the MIC of biofilm formation was 5% v/v and % inhibition of 48,54%, respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Al Furqon Setyo Utomo
"Bau mulut adalah masalah yang dapat membuat orang tidak nyaman. Stelechocarpus burahol (kepel) terbukti secara empiris dapat menghilangkan bau mulut, karena mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai agen pengadsorbsi. Untuk meningkatkan potensinya dilakukan ekstraksi dari buah kepel. Untuk mendapatkan hasil yang baik, ekstrak distandardisasi. Standardiasi yang dilakukan antara lain parameter spesifik kadar total flavonoid adalah 0,30 %, kadar total fenol adalah 7,85 g GAE/100 g, kadar logam berat adalah 0 ppm, dan kadar sisa pelarut adalah 0 ppm, sedangkan pada parameter non spesifik berupa kadar abu adalah 94,95 %, kadar abu tidak larut asam adalah 0,97 %, kadar air adalah 28,36 %, uji kelarutan ekstrak 1:10. Ekstrak dibuat menjadi sediaan obat kumur agar mudah digunakan sehari-hari. Sediaan obat kumur ini mengandung ekstrak buah kepel, isomaltulosa, mentol, asam malat, natrium benzoat, sorbitol, dan etanol. Pada formulasi I, II, dan III secara berturut-turut memiliki pemanis isomaltulosa 4 %, 8 %, dan 12 %, dari ketiga formulasi tersebut diuji untuk menentukan formulasi yang paling disukai dan stabil. Formula II mendapatkan nilai rata-rata tertinggi pada parameter warna dan aroma, serta mendapat peringkat kedua pada parameter rasa, sedangkan pada pengujian fisik obat kumur, pada formulasi I memiliki bau mentol; jernih; warna incosete 0605 orange; pH 5,35; dan bobot jenis 1,0349; formula II memiliki bau mentol; jernih; warna incosete 0605 orange; pH 5,36; dan bobot jenis 1,1234; formula III memiliki bau mentol; jernih; warna incosete 0605 orange; pH 5,37; dan bobot jenis 0,9953.

Halitosis is a problem that can make people uncomfortable. Stelechocarpus burahol (Kepel) empirically proven to eliminate bad breath, because it contains flavonoid which serves as an adsorbent agent. To improve the potency, kepel fruit is extracted. To get a good result, standardized extract. Standardization is carried out include specific parameters such as levels of total flavonoids was 0.30%, the total phenol content was 7.85 g GAE/100 g, heavy metal content is 0 ppm, and levels of residual solvent was 0 ppm, whereas the non-specific parameters form of ash content is 94.95%, acid insoluble ash content was 0.97%, the water content was 28.36%, solubility test extract 1:10. Extracts made ​​into a mouthwash preparations for daily use. This mouthwash contains fruit extracts Kepel, isomalt, menthol, malic acid, sodium benzoate, sorbitol and ethanol. In the formulations I, II, and III consecutive had a sweetener isomalt 4%, 8%, and 12%, all three formulations were tested to determine the most preferred formulation and stable. Formulation II get the highest average score on the parameters of color and aroma, and was ranked second in the taste parameters, whereas the physical testing of mouthwash, the formulation I have a menthol smell, transparant, 0605 incosete orange color, pH 5.35, and a specific gravity of 1.0349, formulation II has the smell of menthol, transparant, 0605 incosete orange color, pH 5.36, and a specific gravity of 1.1234, formulation III has a menthol odor, transparent, 0605 incosete orange color, pH 5.37, and a specific gravity of 0.9953."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Intan Fatimah
"Latar Belakang: Pasien perawatan ortodonti pada umumnya dianjurkan menggunakan obat kumur berfluoride untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan mencegah terjadinya karies. Namun, Fluoride dapat mempengaruhi karakteristik kawat ortodonti Stainless Steel yang digunakan selama perawatan. Belum diketahui efek pemakaian obat kumur berfluoride terhadap kekuatan tarik kawat ortodonti Stainless Steel.
Tujuan: Mengetahui efek pemakaian obat kumur berfluoride terhadap kekuatan tarik kawat ortodonti Stainless Steel.
Metode: Menguji kekuatan tarik kawat ortodonti Stainless Steel 0,016 inci setelah dilakukan perendaman pada 100 ml obat kumur berfluoride 0,05 selama 30, 60, dan 90 menit.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik dari kekuatan tarik kawat ortodonti Stainless Steel setelah direndam obat kumur berfluoride. Nilai p pada perendaman obat kumur berfluoride selama 30, 60, dan 90 menit masing-masing adalah 0,790; 0,742; dan 0,085 nilai p > 0,05.
Kesimpulan: Pemakaian obat kumur berfluoride tidak mempengaruhi kekuatan tarik kawat ortodonti Stainless Steel.

Background: Patients with orthodontic treatment are commonly recommended to use Fluoride mouthwash for maintaining their oral hygiene and preventing dental caries. However, Fluoride may affect the characteristics of Stainless Steel orthodontic archwires that used during the treatment. The effect of Fluoride mouthwash on tensile strength of Stainless Steel orthodontic archwires is still unknown.
Purpose: To know the effect of Fluoride mouthwash on tensile strength of Stainless Steel orthodontic archwires.
Method: Examine the tensile strength of Stainless Steel orthodontic archwires 0,016 inch after immersed in 100 ml Fluoride mouthwash 0,05 for 30, 60, and 90 minutes.
Result: There is no statistically significant difference on tensile strength of Stainless Steel orthodontic archwires after immersed in Fluoride mouthwash. The p values on immersion Fluoride mouthwash for 30, 60, and 90 minutes consecutively are 0,790 0,742 and 0,085 p value 0,05.
Conclusion: The using of Fluoride mouthwash didn rsquo t have an effect on tensile strength of Stainless Steel orthodontic archwires.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Adi Prasetya
"ABSTRAK
Xerostomia sering dialami pasien Gagal Ginjal Kronis. Masalah ini akan berdampak pada meningkatnya sensasi haus sehingga mempengaruhi pasien untuk meningkatkan asupan cairan yang menyebabkan peningkatan Interdialytic Weight Gain dan berujung pada penurunan Quality of Life pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan pengaruh permen karet xylitol dan mouthwash terhadap xerostomia pada pasien gagal ginjal kronis. Desain yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan melibatkan 30 orang responden yang dipilih dengan teknik consecutive sampling dan dibagi dalam dua kelompok. Hasil uji General Linear Model menunjukkan tidak ada perbedaan dalam empat pengukuran xerostomia pada kedua kelompok intervensi dengan p-value > 0,05. Disimpulkan bahwa penggunaan permen karet xylitol dan mouthwash memiliki efek yang sama dalam menurunkan keluhan xerostomia pasien gagal ginjal kronis. Hasil penelitan ini dapat direkomendasikan untuk diterapkan sebagai upaya mengatasi xerostomia pada pasien gagal ginjal kronis.

ABSTRACT
Xerostomia is often experienced by patients with Chronic Renal Failure. This problem will have an impact on increasing thirst sensations that affect the patient to increase fluid intake that leads to an increase Interdialytic Weight Gain and lead to decreased Quality of Life patients. The aim of this research was to know the effect of chewing gum xylitol and mouthwash on xerostomia in chronic renal failure patients. The design was quasi experiment involving 30 respondents selected by consecutive sampling technique and divided into two groups. The results of General Linear Model test showed there was no differences in the four xerostomia measurements in both intervention groups with p-value> 0.05. The conclusion of this research was xylitol chewing gum and mouthwash had same effect to reduce xerostomia in patients with chronic renal failure. The results of this study can be recommended to be applied as an intervention to resolve xerostomia in chronic renal failure patients."
2017
T48752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila
"Hubungan sinergistik antara bakteri etiologi karies Streptococcus mutans dan jamur patogen Candida albicans merupakan salah satu faktor yang berperan dalam memperparah penyakit karies. Ekstrak propolis memiliki kandungan fenolat dan flavonoid yang tinggi dan menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih kuat. Telah diobservasi bahwa propolis mampu menginhibisi pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans Tujuan: Menganalisis dan mengetahui pengaruh pemberian obat kumur propolis 5% terhadap pertumbuhan biofilm dan interaksi bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans. Metode: Dilakukan uji pembentukan biofilm dual species Streptococcus mutans ATCC 25175 dan Candida albicans ATCC 10231. Kemudian biofilm diinkubasi dengan durasi 24 jam. Uji massa biofilm dilakukan dengan menggunakan crystal violet assay. Pengamatan inverted mikroskop setelah inkubasi 0 jam, 3 jam, dan 24 jam untuk melihat kepadatan biofilm. Hasil: Jumlah massa biofilm dual spesies Streptococcus mutans dan Candida albicans yang diukur menggunakan crystal violet pada kelompok kontrol aquades menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan propolis. Hal ini juga didukung oleh pengamatan melalui inverted microscope yang menunjukan pembentukan biofilm yang lebih padat pada kelompok kontrol aquades dibandingkan kelompok perlakuan propolis. Kesimpulan: Terdapat indikasi jika pemberian obat kumur propolis menghambat pertumbuhan biofilm Streptococcus mutans dan Candida albicans tetapi obat kumur propolis tidak mempengaruhi interaksi sinergis antara bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans.

The synergistic relationship between the caries etiology bacteria Streptococcus mutans and the pathogenic fungus Candida albicans is one of the factors that play a role in exacerbating caries disease. Propolis extract has a high content of phenolics and flavonoids and shows stronger antibacterial activity. It has been observed that propolis is able to inhibit the growth of Streptococcus mutans and Candida albicans fungi. Objective: Analyze and determine the effect of 5% propolis mouthwash on biofilm growth and the interaction of Streptococcus mutans and Candida albicans fungi. Methods: Biofilm formation test of dual species Streptococcus mutans ATCC 25175 and Candida albicans ATCC 10231 was performed. Then the biofilm was incubated for 24 hours. Biofilm mass test was carried out using crystal violet assay. Inverted microscopy observations after 0 hours, 3 hours, and 24 hours of incubation to see the density of the biofilm. Results: The total mass of biofilms of dual species Streptococcus mutans and Candida albicans as measured using crystal violet in the distilled water control group showed higher results compared to the propolis treated group. This was also supported by observations through an inverted microscope which showed a denser biofilm formation in the aquades control group than the propolis treatment group. Conclusion: There are indications that propolis mouthwash inhibits Streptococcus mutans and Candida albicans biofilm growth but propolis mouthwash does not affect the synergistic interaction between Streptococcus mutans bacteria and Candida albicans fungi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>