Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
"Konsep murtad dalam Islam menyiratkan paradoks. Mungkinkah Islam yang bervisi pluralis, yakni memberikan ruang bagi kebabasan beragama secara luas pada umat manusia, menghukum mati bagi Muslim yang berpindah agama? Benarkah murtad dapat diartikan "pindah agama" ataukah dapat dimaknakan lain? Tulisan ini membongkar konsep murtad dalam Islam agar semangat pluralisme dalam Islam tetap dapat terus digelontorkan."
ALHUDA 2:8 (2002)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Mardalena Rahmi
"
ABSTRAKPerkawinan dalam Islam merupakan salah satu sunnah Rasul untuk memelihara manusia dari kesesatan, serta untuk meneruskan keturunan. Tujuan perkawinan menurut Islam adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan bahagia bukanlah merupakan hal yang mudah sehingga sering kali terjadi perceraian, salah satu penyebab adanya perceraian adalah salah satu pihak pindah agama, ke agama semula (murtad) atau memasuki agama lain selain Islam. Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tidak diatur mengenai perkawinan yang salah satu pihak tidak beragama Islam lagi (murtad) akan tetapi menurut hukum Islam perkawinan tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan lagi dan harus diceraikan oleh lembaga yang berwenang yang dalam hal ini adalah pengadilan. Bagaimana kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara perceraian bila salah satu pihak murtad menurut hukum Islam? Apakah akibat hukumnya apabila salah satu pihak pindah agama (murtad) menurut hukum Islam? Metode penelitian ini adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, jenis data dan sumber data yang di pergunakan adalah studi kepustakaan (Library Research) dan wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Palembang sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yaitu kewenangan hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perceraian karena salah satu pihak pindah agama (murtad) adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan. Apabila perkawinannya di lakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) yang berwenang adalah Pengadilan Agama tetapi apabila perkawinan di .lakukan di Kantor Catatan Sipil yang berwenang adalah Pengadilan Negeri. Akibat hukum bila salah satu pihak pindah agama (murtad) menurut hukum Islam adalah perkawinan tersebut adalah batal sehingga berakibat sebagai berikut yaitu bila melakukan hubungan biologis hukumnya adalah berzinah/haram, suami isteri yang berbeda agama tidak saling mewarisi, nasab (garis keturunan) tidak dapat di sandarkan kepada ayahnya, seseorang yang murtad tidak mempunyai hak untuk menjadi wali dari anaknya."
2007
T 17402
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Farah Nindya Pratiwi
"Perkara perceraian yang dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan terdapat salah satu pihak yang murtad, Undang-Undang Perkawinan dan juga Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur secara jelas terkait hal tersebut. Namun dalam perspektif Hukum Islam dijelaskan bahwa ketika salah seorang suami atau istri murtad maka perkawinan mereka menjadi fasakh (batal) disebabkan kemurtadan yang terjadi. Putusnya perkawinan dalam hal terdapat salah satu pihak yang murtad memiliki implikasi terhadap hak waris anak disaat salah satu orang tuanya memiliki agama yang berbeda dengan anaknya saat terjadi pewarisan. Permasalahan yang diteliti adalah terkait konstruksi hukum dan teori tentang cerai gugat yang salah satu penyebabnya adalah murtad serta implikasinya terhadap hak waris anak. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Adapun tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah bahwa konstruksi hukum perkara cerai gugat yang salah satu penyebabnya adalah murtad yaitu putusnya perkawinan karena perceraian harus didasarkan pada kaedah tentang perkawinan. Berdasarkan kaedah Hukum Islam, dalam hal suatu perkawinan terdapat pihak yang murtad maka perkawinan tersebut akan putus karena terdapat perbedaan agama diantara kedua pihak. Implikasinya terhadap hak waris anak, bagi anak sebagai ahli waris yang berbeda agama (non-muslim) dengan orang tuanya sebagai pewaris (muslim), tetap dapat menerima harta peninggalan dengan melalui wasiat atau apabila tidak ada wasiat maka melalui wasiat wajibah. Pemberian wasiat wajibah tersebut hanya berlaku bagi pewaris yang beragama Islam. Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pengaturan dalam Kompilasi Hukum Islam terkait murtad sebagai sebab putusnya perkawinan, dan juga pengaturan terkait hak waris anak dari orang tua yang berbeda agama.
Divorce cases are carried out by filing a lawsuit in court with one of the apostates, the Marriage Law and also the Islamic Law Compilation do not clearly regulate this. However, in the perspective of Islamic Law, it is explained that when one of the husbands or wives apostatizes and does not return, the marriage becomes fasakh (canceled) due to the apostasy that occurred. The termination of a marriage if one of the parties is apostate has implications for the inheritance rights of the child when one of the parents has a different religion from the child when the inheritance. The problems studied are related to legal construction and theories about divorce, one of the causes of which is apostasy and its implications for children’s inheritance rights. To answer this problem, a normative juridical research method is used. The research typology used is explanatory research. The result of the analysis is that the legal construction of the lawsuit for divorce is one of the causes of apostasy, namely the breakup of marriage because divorce must be based on the rules of marriage. Based on the principles of Islamic law if there is an apostate party in a marriage, the marriage will break up because there are religious differences between the two parties. The implications for children's inheritance right, for children as heirs who have a different religion (non-muslim) with their parents as heir (muslim), they can still receive inheritance using a testament or if there is no testament, then through a wajibah testament. Giving a wajibah testament only applies to heir who are Muslim. In this regard, it is necessary to have regulations in Compilation of Islamic Laws related to apostasy as the cause of breaking up a marriage, as well as regulations regarding the inheritance rights of children from parents of different religions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siti Zahra Fitriani
"
ABSTRAKPerkawinan Beda Agama tidak dijamin keabsahannya dan dilarang keberlakuannya di Indonesia. Sehingga banyak dari masyarakat yang memeluk agama Islam hanya untuk memenuhi syarat-syarat perkawinan secara Islam. Perkawinan tersebut hanya akan dijadikan sebagai alat pemurtadan bagi salah satu pasangan dan alat untuk mendapatkan harta kekayaan semata. Penulisan skripsi ini membahas mengenai ketentuan, prosedur, dan akibat hukum dari adanya fasakh atas pasangan yang melakukan murtad. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan satu buah contoh putusan, penelitian ini akan memberikan gambaran terkait penerapan hukum dari pertimbangan hakim yang terdapat dalam putusan. Putusan dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan hukum Islam dan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Tujuan dari penelitian ini adalah menelaah pengaturan dan efektifitas penerapan pengaturan tersebut di masyarakat dan menambah pengetahuan hukum pembaca terkait fasakh atas pasangan yang melakukan murtad. Setelah dilakukan penelitian dari skripsi ini ditemukan bahwa adanya tindakan murtad dalam perkawinan hanya akan menyimpangi tujuan dalam perkawinan dan melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 huruf f UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 40 KHI dan Pasal 44 KHI. Lebih lanjut, adanya tindakan murtad tersebut dapat dijadikan sebagai alasan perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 116 huruf h KHI. Sehingga adanya pengaturan tersebut menyebabkan perkawinan tersebut batal demi hukum atau bahkan menyebabkan putusnya perkawinan sehingga dapat diputuskan melalui upaya fasakh.
ABSTRAKIn Indonesia, the validity of interfaith marriage is not guaranteed and prohibited. As a result, a lot of people who converted to Islam just to fulfill the requirement of marriage in Islam. The marriage will only be used as a means of outright apostasy for one couple and tools to get the the wealth. The witing of this thesis is about the provisions, procedure, and legal consequences of Fasakh of Marriage which caused by the spouse that doing murtad or apostate. This research form is normative juridical by using a qualitative approach. The author uses one case that represents each type of the implication of law that can be found in the consideration part. Each of them is analyzed based on Islamic law, which contain in Al-Qur?an, hadist, ijtihad, and Compilation of Islamic Law, and Law Number 1 year 1974 about Marriage. The purpose of this research is to examine the regulation and the effectiveness of the regulation in the public and to increase the legal knowledge from the reader especially about of the Fasakh of Marriage which caused by the spouse that doing murtad or apostate. After doing research on this thesis, the author find that the act of apostasy in the marriage will only deviate the purpose of marriage and violates the provisions of Article 2 Paragraph 1 Law Number 1 year 1974 about Marriage jo. Article 8 letter f jo. Artice 40 KHI and 44 KHI. Moreover, it can be used as a reason to file for divorce in accordance with the Article 116 letter h KHI. As a result of this provision, the act of apostasy in the marriage can caused the the marriage null and void, or even it can caused the loss of marriage so that it can be decided through the fasa"
2016
S64985
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library