Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryono
Abstrak :
Penglihatan binokular yang normal adalah faal penglihatan maksimal yang dicapai seseorang pada penglihatan dengan kedua mata dan bayangan yang diterima setajam-tajamnya dapat diolah oleh susunan syaraf pusat menjadi satu bayangan tunggal ( fusi ) dan berderajat tinggi.( stereoskopis ) (1,2,3). Penglihatan stereoskopis adalah derajat paling tinggi penglihatan binokular, yang merupakan kedalaman penglihatan atau lebih tepatnya persepsi kedalaman penglihatan binokular dimana dimungkinkan karena kedua mata melihat dari "vintage point" yang berbeda (4,5). Oleh karena terpisahnya kedua mata di dalam bidang horisontal, maka kedua bayangan retina yang terbentuk menjadi sedikit berbeda. Hal ini menyebabkan disparitas bayangan retina yang akan memberi data penting untuk persepsi kedalaman penglihatan binokular. Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, maka diperlukan persyaratan sebagai berikut : (1,2,3,5) fungsi tiap mata harus baik dimana bayangan benda jatuh tepat pada masing-masing bintik kuningnya. tidak terdapat aniseikonia. Fungsi dan kerja sama yang baik dari seluruh otot penggerak bola mata, dan susunan syaraf pusat mempunyai kemampuan untuk mensitesa kedua bayangan yang terbentuk tersebut menjadi bayangan tunggal. Bila terjadi sedikit saja penyimpangan di atas,akan terjadi penurunan kwalitas penglihatan binokular (2,5).Sebagai salah satu syarat utama untuk terjadinya penglihatan binokular , tajam penglihatan harus baik yaitu 1.00 ( 6/6 ) dengan atau tanpa koreksi. Apabila terjadi gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi, dimana bayangan jatuh tidak tepat di bintik kuning akan terjadi gangguan penglihatan binokular ( 7 ). Tajam penglihatan yang baik,yaitu 6/6 tanpa koreksi pada emetropia dan dengan koreksi pada ametropia. Kelainan refraksi dapat berupa miopia , hipermetropia dan astigmat. Miopia sendiri menurut derajatnya dibagi menjadi miopia ringan (1 - 3 D), sedang (3 - 6 D), berat (lebih dari 7 D).(7). Penderita yang ternyata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri, dan setelah diberi kaca mata dengan ukuran yang tepat ternyata ia mengeluh kacamata tersebut tidak enak dipakai atau memberikan rasa pusing. Kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri disebut anisometropia.(8,9,10,11) Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu: (12). 1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5D. 2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D. 3. anisometropia besar, beda refraksi'lebih besar dari 2,5D. Kelainan ini dapat terjadi dalam berbagai variasi antara lain satu mata emetropia sedangkan mata lainnya lagi ametropia atau keduanya ametropia. Kelainan ini sebagian' besar disebabkan oleh karena perbedaan perkembangan sumbu bola mata antara mata kanan dan kiri. Keluhan anisometropia akan lebih jelas lagi bila perbedaan tersebut lebih dari tiga dioptri,yang akan menyebabkan aniseikonia.(2,13). Penderita dengan anisometropia sedang akan menyebabkan gangguan stereoskopis ( 12 ). Duke Elder menuliskan bahwa perbedaan refraksi sebesar 0,25 Dioptri antara kedua mata akan menyebabkan perbedaan persepsi besar bayangan sebesar 0,5 % .Perbedaan besar bayangan yang masih dapat ditoleransi oleh manusia adalah sebesar 5 % (13). Penilaian penglihatan stereoskopis dapat dilakukan dengan TNO Random Dots Test yang nilainya pada orang normal sebesar 40 detik busur .Karena anisometropia kecil tidak mampengaruhi penglihatan stereoskopis sedangkan anisometropia sedang mempengaruhi penglihatan stereoskopis ( 12 ) , sehingga timbul pemikiran untuk meneliti perbandingan penglihatan stereoskopis antara anisometropia kecil dan anisometropia sedang?
1999
T58511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indah Nurkasih
Abstrak :
Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi miopia pada penjahit dan faktor-faktor risiko lain yang mempengaruhinya serta hubungan antara kerja jarak dekat dengan miopia. Metoda: Desain penelitian adalah cross sectional dengan subyek penelitian terdiri dari 310 penjahit wanita di Departemen Stitching Atletik 11 Pabrik Sepatu `X'. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2004 dengan pengukuran jarak kerja secara langsung pada subyek, pengukuran iluminasi di tempat kerja dan wawancara dengan kuesioner. Sedangkan status refraksi berdasarkan basil pemeriksaan berkala 1 tahun sebelumnya. Hasil yang diperoleh diolah menggunakan komprrter dengan program SPSS 11.0. Hasil: Terdapat 39 orang (12,6%) penderita miopia pada penjahit wanita di Departemen .S'titching Atletik 11 Pabrik Sepatu terdiri dari 36 orang (92,3%) miopia ringan dan 3 orang (7,9%) miopia sedang. Dengan regresi logistik ditemukan hubungan yang bermakna antara kerja jarak dekat dengan miopia (OR = 1,206; p = 0,001). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor lain dengan miopia. Kesimpulan: Ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kerja jarak dekat dengan miopia pada penjahit wanita di Departemen Stitching Atletik I I Pabrik Sepatu X. ......Purpose: To investigate myopia prevalence among stitchers, and other influential factors and the relationship between neanvork and myopia. Methods: A cross sectional study was performed among 310 female shoe stitchers in Athletic Shoes Stitching 11 Department of `X' Shoe Factory. Data was collected from April until May 2004, including measurement of work distance and ilumination and interviewing with questionnaire. Whereas subject's refraction status based on the medical check-up record of the one year before. The collected data was processed by SPSS 11.0 computer programme. Results: There were 39 (12,6%) miopic female shoe stitchers, consisted of 36 (92,3%) mild myopia and 3 (7,9%) moderate myopia. Logistic regression model revealed the significant relationship between nearwork and myopia (OR = 1.206; p - 0,001). No relationship was found between other factors and myopia. Conclusion: There is statistically significant relationship between neanvork and myopia among female shoe stitchers in Athletic Shoes Stitching 11 Department of X Shoe Factory.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kadir
Abstrak :
Penyakit mata sampai saat ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Hasil survei morbiditas mata dan kebutaan Departemen Kesehatan pada tahun 1982, buta dua mata sebesar 1,2 persen, dan buta satu mata sebesar 2,1 persen. Hasil survei tersebut melaporkan pula bahwa prevalensi gangguan tajam penglihatan sebesar 25,3 persen. hasil peneltian lain oleh Hilman Taim tahun 1989 gangguan tajam penglihatan sebesar 36,6 persen. Hasil survei tersebut diketahui tingginya prevalensi gangguan tajam penglihatan, dimana penyebab kebutaan salah satunya adalah gangguan tajam penglihatan ( refraksi ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui huhungan beberapa faktor dengan kejadian miopi di Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder indera penglihatan dan pendengaran, Departemen Kesehatan tahun 1995. Rancangan penelitian adalah cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan wawancara ,angket, dan pemeriksaan mata dengan snellen charts. PengoIahan data mengunakan program statistik SUDAAN ( Survey Data Analysis ), karena teknik Dan penelitian dihasilkan bahwa terjadinya gangguan miopi di Jawa Tengah adalah 5,3 persen ( 153 responder ), dan faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan Miopi adalah umur dan pekerjaan. Meningkatnya umur ada kecenderungan resiko kejadian gangguan miopi cukup tinggi, sedangkan pekerjaan yang beresiko ada kecenderungan akan mengakibatkan gangguan miopi yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak beresiko. Kebiasaan membaca walaupun secara statistik hubungannya tidak bermakna, namun ada kecenderungan bahwa perilaku membaca berbaring atau tiduran bertambah umur mempunyai resiko kejadian gangguan miopi. Dan faktor keturunan dan pencahayaan dalam penelitian ini tidak terbukti ada hubungan bermakna dengan kejadian miopi. ...... The Relationship Between Job, Attitude, Heredity, Lumination, And Age And The Myopia In Central Java In 1996.Eye desease, especially that cause blindness, is still remain as a health problem in Indonesia. The result of an eye morbidity survey and the blindness conducted by the Ministry of Health show that two-eye blindness is 1.2 %, and one-eye blindness is 2.1 %. The surveys report also that refraction is 25.3 %, while similar survey done by Hilman Taim In 1989 shows that refraction is 36,6 %. The survey results also indicate the high of refraction. As we are aware, the refraction is one among other diseases that cause blindness. The objective of this research is to identify the relationship between some factors and the myopia in Central Java. Research method used In this survey is an analysis of the secondary data on hearing and sight capabilities of the 1995 Ministry of Health data. A cross-sectional research is chosen. Data collection method Is including Interviews, questionnaires, and "eye exercise using snellen charts. SUDAAN (Survey Data Analysis) statistical program is used to process all data The results of this survey, which involve 153 respondents, recorded that the myopia problem in Central Java is 5.3 %. In one hand, Age and Job are two factors that have significant relationship with the myopia. With the increase of the age, the risk in having myopia is also increase. On the other hand, some risky jobs have higher possibility In causing myopia than unrlsky ones. Reading habits, even though It is not statistically significant, shows that reading while lying on the bed In' older people have a higher risk of getting myopia. The survey found there is no significant evidence that heredity and lumination have significant relationship with the myopia.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T3713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Amerina
Abstrak :
Miopia adalah kelainan refraksi yang paling banyak ditemukan di dunia. Pandemi Covid- 19 berhubungan dengan peningkatan prevalensi miopia dan progresivitas miopia akibat pembelajaran jarak jauh pada anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka kejadian miopia pada pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta di era pandemi Covid-19 dan mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia pada kelompok tersebut. Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, yaitu: (1) Adaptasi lintas kultur kuesioner Sydney Myopia Study; (2) Pemeriksaan refraksi subjektif pada pada pelajar SMP di Jakarta dan pengisian kuesioner yang sudah tervalidasi. Dari 415 subjek penelitian, didapatkan angka kejadian miopia pada pelajar SMP di Jakarta sebesar 67,5% dengan sebagian besar subjek termasuk dalam kategori miopia sedang (37,1%). Faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia pada kelompok tersebut adalah jenis kelamin perempuan, riwayat miopia pada orang tua, dan skor aktivitas melihat dekat > 9,5 jam per hari. ......Myopia is the most common refractive error in the world. The Covid-19 pandemic is associated with an increase in the prevalence of myopia and myopia progression due to online learning in school-age children. This study aims to obtain the prevalence of myopia in junior high school students in Jakarta during the Covid-19 pandemic era and its related factors. This study consisted of 2 stages; (1) Cross-cultural adaptation of the Sydney Myopia Study questionnaire; (2) Subjective refraction examination of junior high school students in Jakarta and completion of the validated questionnaire. Of the 415 research subjects, the prevalence of myopia in junior high school students in Jakarta was 67.5%, with most of the subjects falling into the category of moderate myopia (37.1%). Factors related to myopia in this group were female gender, parental myopia, and a near work activity score of > 9.5 hours per day.
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library