Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ario Indrasworo Cahyono Aji
"ABSTRAK
Infrastruktur menjadi salah satu pilar dari 12 pilar dalam penentuan indeks daya saing global GCI , dan Indonesia menempati urutan ke 81 dari 140 negara World Economic Forum, 2015-2016 . Kebijakan alokasi anggaran untuk sektor-sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang masih jauh lebih kecil dari kebutuhannya sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Renstra K/L yang terkait dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2015-2019, menandakan bahwa Pemerintah Pusat masih kesulitan dalam mendanai pembangunan insfrastruktur ekonomi. Selain itu, kebijakan alokasinya yang berbeda-beda untuk setiap sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi juga mengindikasikan kemungkinan dampak yang berbeda-beda terhadap perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis permasalahan-permasalahan terkait dengan kebijakan alokasi anggaran untuk infrastruktur ekonomi, khususnya yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga, menganalisis peranan sektor-sektor dalam bidang infrastruktur, dan memperkirakan dampaknya pada tahun 2015-2019, baik terhadap output, nilai tambah, pendapatan masyarakat maupun penyerapan tenaga kerja.Dengan menggunakan analisa Tabel Input-Output IO nasional tahun 2014 yang merupakan hasil updating dengan metode RAS dari Tabel IO nasional tahun 2010, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor-sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi secara total berkontribusi sebesar 27,5 persen terhadap pembentukan output terbesar sektor konstruksi gedung , 21,1 persen terhadap nilai tambah bruto PDB terbesar sektor konstruksi gedung , 21,8 persen terhadap pendapatan terbesar sektor jalan, jembatan, dan pelabuhan , dan 11,1 persen terhadap tenaga kerja terbesar sektor angkutan jalan raya dalam perekonomian nasional pada 2014. Sektor ketenagalistrikan, sektor jalan, jembatan dan pelabuhan dan sektor angkutan jalan raya merupakan sektor kunci dalam bidang infrastruktur dalam perekonomian nasional. Berdasarkan besaran nilai penggandanya, kebijakan alokasi anggaran untuk infrastruktur akan optimal dampaknya terhadap output apabila alokasi anggaran dalam bidang infrastruktur diprioritaskan pada sektor ketenagalistrikan, untuk nilai tambah akan optimal bila diprioritaskan pada sektor industri pengilangan gas bumi, dan untuk pendapatan dan tenaga kerja akan optimal bila diprioritaskan untuk angkutan kereta api. Dikarenakan kebijakan alokasi anggaran untuk sektor-sektor dalam bidang infrastruktur yang tidak sesuai dengan prioritas tersebut, maka dampaknya terhadap perekonomian nasional juga tidak optimal.

ABSTRACT
Infrastructure, as we know, has been recognized as one of the twelve indicators used to define the Global Competitiveness Index GCI of a country. Infrastructure was also one of the ten aspect used to measure the easiness of running business in most countries. In 2015, the slight difficulties of getting electricity supply and services put Indonesia at 46 out of 189 countries World Bank, 2015 . In depth study of the country rsquo s Budgetary Income and Disbursement APBN stated in the 2015 2019 National Intermediate Development Plan RPJMN showed that the sectoral budget allocated for economic infrastructure within the related Ministry or Institution so far are still way down under the expected need stated in their recorded Strategic Planning document. This together with the inconsistency in the year to year budget allocation for each sectors directly showed the difficulties faced by the Government in allocating consistent necessary budget to support the Infrastructure Economic Development programs. This study focused on analyzing the problem related to the budget allocation disbursement for economic infrastructures, in particular the one financed by the Central Government through related Ministry Institution. It analyzes the role of each sector within the infrastructure and forecasting the impact on the output, the value added, the public income and the absorption of work forces for the year 2015 ndash 2019.Analyzing the 2014 National Input Output Table NIOT , updated from 2010 NIOT by RAS method, it was found that in 2014 the total contribution of Economic Infrastructure Sectors on the total country output is 27.5 percent in which the largest was due to building construction sector. The contribution toward Gross Domestic Product GDP is 21.1 percent, and again the largest contributor is building construction, 21.8 percent toward total income where the largest contributor is highway, bridges, and port sector, and 11.1 percent toward work forces absorption the largest is highway transportation . Availability and easiness of electrical power, bridges, port, and highway transportation became the key sector in the national infrastructure economic count down. Based on its multiplier effect value, the impact of budget allocation for infrastructure will become optimal toward total country output if the budget allocation for infrastructure sectors is prioritized on electrical power sector. The added value will be optimal if it is focused on Natural Gas Refinery industry. Income and work forces absorption will be optimal if railway transportation is prioritized. So far because the actual disbursement of the country rsquo s budget was not following the above conclusion, the impact to the total national economic development is not optimal. "
2018
T50756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aidil Fitri M. Hatta
"Pertahanan adalah aspek yang sangat penting dari keamanan karena berkaitan dengan ancaman yang tergawat bagi kelangsungan hidup negara dan bangsa, yaitu perang. Oleh karena itu salah satu upaya negara yang sangat vital adalah membangun kemampuan pertahanan nasional.
Nama Pindad identik dengan perangkat militer karena perusahaan yang berdiri sejak zaman Belanda ini adalah satu-satunya pabrik senjata militer di tanah air. Sejak 1983 perusahaan yang berpusat di Bandung, Jawa Barat ini, memproduksi sejumlah peralatan non-militer (komersil). Tahun 2000, produksi komersial itu menyumbang lebih dari 30 persen dari total keuntungan perusahaan.
PT. Pindad memiliki enam divisi yang menghasilkan bcrbagai peralatan/ senjata militer maupun komersial (non-militer). Guna mendukung produksi nonmiliter (komersil) PT Pindad memiliki empat divisi yaitu divisi mekanik, divisi elektrik, divisi tempa dan cor, serta divisi rekayasa industri dan jasa. PT. Pindad juga bekerja lama dengan sejumlah perusahaan acing, di antaranya Simens Indonesia untuk produk jasa dan permesinan, GHH Borsik South East Asia untuk proyek jasa konstruksi dan perawatan turbin gas uap, serta NV-Belgia dalam proses pembangkit listrik.
Produktivitas PT. Pindad perkaryawan setiap tahun terus meningkat, tahun 1998 sebesar Rp. 40,9 juta/ karyawan, menjadi Rp. 65 juta/lkaryawan pada tahun 1999 dan tahun 2000 meningkat lagi sebesar Rp. 71,13 juta/karyawan.
PT. Pindad turut berperan aktif dalam meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Berdasarkan analisis peneliti, prosentase PT. Pindad dalam menyumbang PDB tahun 2001 scbcsar 0,24%. Walaupun proscntasenya relatif kecil PT Pindad berperan dalani menunjang tumbuhnya industri baru sehingga pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan terus meningkat. PT Pindad juga berperan dalam mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia. Melalui alih teknologi ini diharapkan dapat meinbawa bangsa Indonesia menuju masyarakat industri karena nilai tambah dalam menghasilkan barang dan jasa hanya dapat dilingkatkan dengan penguasaan Iptek.

Defense is a very important aspect from security, because it goes together with threat in a serious condition for continuity of state and nation, which is war. Therefore one of the state's vital efforts is to develop the ability of national defense.
Pindad's name is a representative of military peripheral, because this company, which builds since colonial time, is the only military factory in Indonesia Since 1983 the company, which centered in Bandung, West Java, produced a number of non-military (commercial) equipments. In the year 2000, those commercial productions contribute more than 30 percentages of all the company advantages.
PT. Pindad has six divisions that produce various military weapons and also commercial (non-military) equipments. Four of them are to support non-military (commercial) productions. Those are mechanical division, electrical division, forging and casting division, and also industrial and service engineering division. PT. Pindad also cooperate with a number of foreign companies, for example Siemens Indonesia for service and machinery products, GHH Borsik South East Asia for construction service project and treatment of gas condense turbine, and also NV-BELGIA in power plan building.
Annual productivity of PT. Pindad each employee increases every year. In 1998, it was equal to Rp. 40,9 million per employees, becoming Rp. 65 million per employees in the year 1999 and mounting again in the year 2000 that was equal to Rp. 71,13 million per employees
PT. Pindad partakes in improving national economic defense. Pursuant to researcher analysis, in the year 2001 PT Pindad contributed National Domestic Bruto equal to 0,24%. Although the number of percentage relative small, PT Pindad still has a part in to support the new industry growing, so that the economic growth in industrial sector will be increase. PT Pindad also plays a part to improve national science and technology. Through technology exchanges is expected would bring Indonesian peoples to the industrial society because the added value in yielding goods and service can only be improved with science and technology.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dharmayanti
"Indonesia dikaruniai kekayaan sumber daya alam yang melimpah diantaranya batubara, yang dapat memberikan kontribusi yang cukup significant terhadap pendapatan negara dan menjadi bahan baku utama energi nasional. Mengingat besamya potensi dan peranan batubara dalam menunjang pembangunan energi Indonesia, maka perlu untuk mengkaji lebih dalam permasalahan pertambangan batubara di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perlindungan kepentingan ekonomi nasional dalam kerangka Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang dihubungkan dengan adanya perubahan global dan domestik yang cukup substansial. Di tingkat global paling tidak ada dua phenomena mendasar yang berpengaruh besar pada industri pertambangan batubara yaitu semakin tingginya tuntutan standar pengelolaan lingkungan dan menguatnya pengaruh (tekanan) liberalisme ekonomi yang berpengaruh pada perubahan paradigma negara dalam mengelola industri tambang batubara. Sementara di tingkat domestik perubahan dari pola sentralistik ke otanomi daerah dan privatisasi serta demonopolisasi industri energi Indonesia mau tidak mau telah membawa dampak yang cukup berarti dalam pengelolaan industri pertambangan nasional, khususnya batubara. Dalam konteks pembahasan yang difokuskan pada pertambangan batubara, effisiensi dan kesinambungan (sustainability) merupakan dua esensi yang sangat mendasar. Hanya dengan terjaminnya dua hal tersebut rnaka eksistensi suatu usaha pertambangan dapat dipertahankan. Dengan pembahasan ini dicoba untuk memberikan suatu sumbang pikir dalam mengurangi keruwetan yang terjadi dan mengurangi kegagalan pengelolaan hal yang sama di kemudian hari dengan membahas permasalahan tentang (i) bagaimana prinsip-prinsip dasar pengaturan pertambangan batubara di Indonesia, dikaitkan dengan efektivitasnya dalam mendukung tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu untuk memakmurkan kehidupan ekonomi rakyat Indonesia melalui pemanfaatan sumber daya alam, yang dalam konteks ini adalah batubara, (ii) sejauh mana efektivitas PKP2B sebagai suatu contractual arrangement antara negara sebagai pemilik hak atas batubara dan kontraktor sebagai pihak yang mengeksplorasi dan mengeksploitasinya dalam memberikan perlindungan kepada kepentingan ekonomi nasional sekaligus tetap menjadikan investasi di sektor pertambangan batubara tetap menarik (attractive) bagi investor asing. Disamping juga menciptakan suatu kepastian hukum dan adanya jaminan kontrak tetap dihormati (sanctity of contract) dan (iii) bagaimanakah sebaiknya pasal-pasal dalam PKP2B dituangkan untuk menghindari keruwetan pelaksanaan program divestasi saham asing kepada pemegang saham nasional di masa datang. Dalam pendekatan dan analisa masalah akan dicoba untuk menggunakan landasan teoritik dan konseptual hukum yaitu dengan menggunakan teori Critical Legal Studies (CLS) dan diakhiri dengan pembaltasan kasus dari dunia pertambangan khususnya tentang perselisihan dalam pelaksanaan program divestasi saham di PT Kaltim Prima Coal. Dengan penggunaan teori di atas akan dicoba untuk dianalisa efektivitas ketentuan hukum, baik yang berupa peraturan perundang¬-undangan yang berkaitan dengan pertambangan batubara maupun klausula-klausula kontrak PKP2B, bagi optimalisasi pencapaian tujuan ekonomi yaitu kemakmuran orang banyak dalam arti luas."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Yuwono
"ABTSRAK
Industri migas sektor hulu merupakan salah satu penopang utama perekonomian nasional. Peranan penting ini sangat bergantung pada tersedianya cadangan migas yang menjamin kelangsungan produksi. Estimasi jumlah cadangan dan peningkatan konsumsi domestik dapat merubah status Indonesia menjadi "net oil importer" apabila tidak ditemukan cadangan baru. Dalam upaya menghindari atau menunda status tersebut, telah dilakukan peningkatan daya tarik investasi untuk melakukan aktivitas eksplorasi dengan dikeluarkannya paket-paket insentif untuk memperbaiki elemen-elemen perjanjian eksplorasi dan produksi migas.
Paket-paket insentif tersebut memperbaiki elemen-elemen perjanjian untuk memperluas peluang kontraktor dalam memperoleh keuntungan dalam upaya meningkatkan dayatarik investasi rnigas. Namun kebijaksanaan ini dipandang masih mengecewakan oleh para kontraktor. Belakangan ini banyak usulan yang diajukan kepada Pertamina untuk memperoleh insentif diluar yang tercantum dalam paket paket insentif. Lebih jauh lagi, telah berkembang issue mengenai insentif tambahan dengan dalih untuk mempertahankan iklim investasi. Untuk mengukur dayatarik investasi perjanjian eksplorasi dan produksi migas Indonesia dipertukan analisa dan perbandingan dengan sistem-sistem lainnya dalam kompetisi global.
Analisa dan perbandingan dengan beberapa sistem di dunia menunjukkan keunggulan komparatif sistem Indonesia. Penggunaan data primer yang diaplikasikan kedalam masing-masing sistem menunjukkan bahwa sistem Indonesia menjanjikan "returns on in-vestment" yang lebih tinggi dibanding sistem lainnya.
Analisa terhadap issue-issue insentif yang berkembang, antara lain konsolidasi pajak, insentif marginal field dalam wilayah kerja yang sudah berproduksi, dan peningkatan net split kontraktor, menunjukkan bahwa issue-issue ini tidak sejalan dengan spirit kerjasama yang saling menguntungkan.
Dalam kondisi tertentu terdapat insentif yang tidak dapat terealisir sepenuhnya oleh kontraktor akibat mekanisme perjanjian itu sendiri. Insentif DMO Fee sebesar harga pasar selama 60 bulan pertama masa produksi dalam banyak kasus tidak dapat terealisir sepenuhnya, terutama untuk produksi lapangan pertama dalam suatu wilayah kerja Insentif ini akan dapat direalisir sepenuhnya dengan realisasi insentif dimulai pada saat sudah tersisa sejurnlah produksi untuk dibagi antara Pertamina dan kontraktor.
Selain itu pemberian insentif interest recovery memerlukan kriteria yang jelas dan dituangkan dalam peraturan formal untuk menghindari pemberian insentif ini kepada wilayah kerja yang tidak membutuhkan."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heroe Sunarko
"Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia Kedua pada tahun 1945 dan kemudian disusul oleh adanya pendudukan dan pengawasan Sekutu atas negara Jepang, telah membawa perubahan-perubahan yang sangat signifikan dalam berbagai aspek kebbidupan masyarakat. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh Pihak Sekutu, baik dalam bidang politik maupun ekonomi, diarahkan untuk penghapusan unsur-unsur feodal dan militer dari masyarakat Jepang serta untuk lebih menjamin terciptanya tatanan sosial, politik dan ekonomi yang lebih adil dan demokratis (Ryoosuke Ishii, 1989: 166).
Langkah-langkah reformasi ekonomi yang dicanangkan pihak Sekutu dalam upaya menciptakan tatanan ekonomi yang lebih adil ditempuh melalui pembubaran zaibatsu (klik keuangan) yakni: Mitsui, Mitsubishi dan Sumitomo, karena dinilai telah melakukan praktek-praktek monopoli dan merugikan rakyat. Selain itu, Pemerintah juga mengadakan peninjauan dan penataan kembali kepemilikan tanah (land reform) , serta pada saat yang bersamaan, memperbaiki produk-produk hukum dengan mensahkan Undang Undang Anti Monopoli (Dokusen Kinshi Ho) dan Undang Undang Dekonsentrasi (Shuchu Haijo Ho). Dengan serangkaian kebijakan tersebut, maka Jepang mulai membangun kembali perekonomian nasional dengan menitik beratkan pada sektor industri. Slogan-slogan yang dipakai pemerintah Jepang sejak awal Meiji, yakni 'memperkaya negeri dan memperkuat militer' (fukoku kyohei) mulai ditinggalkan dan lebih menekankan pada semangat "meningkatkan produksi dan memajukan industri" (shokusan kogyo).
Upaya-upaya rekonstruksi perkonomian nasional Jepang dan diikuti pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, tidak dapat dipungkiri menjadi pendorong bagi terbentuknya berbagai organisasi bisnis atau perusahaan, dalam berbagai bentuknya, yang bergerak dalam berbagai sub-sektor ekonomi. Dalam konteks ini, perusahaan-perusahaan Jepang memainkan peranan dan berfungsi sama tak ubahnya seperti organisasi-organisasi bisnis di negara-negara industri dan dimanapun juga, yakni untuk memperoleh, sejauh mungkin, keuntungan atau produksi maksimum (profit maximization) dan perluasan usaha (Business expansion) dengan biaya yang rendah (Gregory, 1982:4). Untuk mencapai tujuan tujuan tersebut, maka perusahaan memanfaatkan modal, sumber daya manusia dan teknologi yang mencakup mesin-mesin dan alat-alat produksi yang dimilikinya.
Namun demikian, gambaran mengenai keberadaan sebuah perusahaan sebagai organisasi ekonomi yang berorientasi pada perolehan keuntungan merupakan gambaran dari sisi luar suatu organisasi bisnis. Dalam masyarakat dan kebudayaan Jepang, sebuah perusahaan. diberi makna yang lebih dalam dan khusus dari sekedar sebuah unit organisasi bisnis."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adjie Aditya Purwaka
"Skripsi ini menganalisa kebijakan The Eleventh Five-Year Plan for National Economic and Social Development of the People?s Republic of China sekaligus menganalisa perubahan terhadap kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan pembangunan sosial Republik Rakyat Cina (RRC) dalam dokumen pemerintah Report on The Implementation of Plan for National Economic and Social Development and on Draft Plan for National Economic and Social Development yang merupakan tindakan preventif pemerintah untuk mengontrol perkembangan dampak krisis terhadap perekonomian nasional RRC. Selain itu, perubahan terhadap kebijakan ekonomi nasional juga bertujuan sebagai upaya pemerintah untuk mempertahankan laju perkembangan ekonomi nasional.
Sepanjang tahun 2008 hingga kuartal pertama tahun 2009, RRC mengalami perlambatan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan menganalisa fenomena perlambatan pembangunan ekonomi nasional, pemerintah RRC meyakini bahwa hal tersebut terjadi akibat adanya dampak krisis ekonomi global yang mulai merambah perekonomian RRC melalui beberapa sektor penting perekonomian RRC. Pemerintah RRC memprediksi bahwa krisis ekonomi global akan mampu mempengaruhi perekonomian nasional untuk jangka waktu yang panjang, dan cenderung mengakibatkan dampak yang lebih besar jika tidak ditangani dengan seksama. Selain melakukan analisa terhadap kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan pembangunan sosial RRC, skripsi ini juga mencoba untuk melakukan analisa dampak-dampak yang muncul dan mempengaruhi perekonomian dan kondisi sosial RRC.
This minithesis aimed to analyze The Eleventh Five-Year Plan for National Economic and Social Development Policy of the People's Republic of China as well as to analyze changes of national economy development policy and social development of People's Republic of China (PRC) in government document's Report on The Implementation of Plan for National Economic and Social Development and on Draft Plan for National Economic and Social Development as a prevention action from the government in order to control the development of critical impact to the national economy of PRC. Additionally, changes to national economy policy also aimed as government's attempts to sustain the blooming of national economy.
Throughout the year of 2008 until the first three months of 2009, PRC was facing a slowdown in its national economy development. Through analyzing the phenomena, the government of PRC convinced that such event occurred as an effect from global economic crisis which started to resemble China?s economy through some important sectors of PRC?s economy. The government predicted that the global economic crisis will be able to affect the national economy in the long run and have the tendency to cause adverse consequences if no action to be taken accurately. Besides analyzing the national economy development policy and social development of PRC, this minithesis also tried to analyze impacts that occurs and affect the economy and social condition of PRC.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Mangisara Marcos
"Sebagian besar usaha kecil di Indonesia berada pada situasi tidak menguntungkan. Berbagai masalah yang dihadapi, seperti; kekurangan modal, masalah perizinan, pemasaran serta belum adanya iklim yang kondusif menjadikan usaha kecil sulit bertahan hidup dan berkembang. Secara klasik, usaha kecil dilanda banyak persoalan yang sulit dipecahkan mereka sendiri misalnya; menemukan sumber-sumber pendanaan untuk mendapatan modal kerja/modal investasi, tidak memiliki akses yang memadai untuk masuk ke pasar uang, pasar modal ataupun ke institusi keuangan lainnya. Salah satu jenis usaha kecil diantara jutaan perusahaan kecil adalah Bank Perkreditan rakyat (BPR). Dewasa ini terdapat 2.133 BPR tersebar di seluruh nusantara. (Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia:2003). BPR berfungsi untuk melayani usaha kecil dan masyarakat pedesaan yang membutuhkan dana guna menjalankan usahanya. Tetapi pada umumnya BPR belum memiliki struktur permodalan yang memadai, seperti layaknya lembaga keuangan yang sehat. Oleh karena itu, BPR dalam pemberian kredit cenderung menetapkan suku bunga tinggi dan akhirnya menjadi beban usaha kecil dan masyarakat peminjam di pedesaan. Penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui gambaran bagaimana usaha kecil dapat keluar dari permasalahan yang dihadapi, sehingga mampu menjadi Selft Financering. Weston & Brigham mengatakan; usaha kecil hams mengandalkan "laba ditahan" yang bersumber dari perusahaan itu sendiri untuk meningkatkan modal investasi, karena usaha kecil tidak mudah mendapatkan dana dari capital market, money market dan dari institusi keuangan lainnya. Oleh karena laba ditahan (retained earnings) sebagai andalan sumber internal usaha kecil untuk akumulasi modal, maka menjadi panting untuk diteliti, bagaimana hubungannya dengan rasio-rasio keuangan bank. Penelitian ini difokuskan terhadap rasio-rasio keuangan : Net Interest Margin (NIM), Cost of Fund (COF), Operating cost (OC), pengaruhnya terhadap retained earnings (RE). Penelitian menggunakan metoda "Test Granger Causality" dengan analisis model Vector Autoregresson (VAR) yang diolah melalui perangkat lunak EVIEWS 4.1. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan variabel eksogen; Net interest margin (NIM), cost of fund (COF), operating cost (OC) sebagai variabel yang menjelaskan terhadap variabel endogen, retained earning (RE) yang dijelaskan, menggambarkan bahwa laba ditahan dapat menjadi andalan usaha kecil untuk akumulasi modal investasi dalarn jangka panjang. Pra-syarat yang perlu dipenuhi antara lain ; memiliki visi dan misi tentang masa depan usaha, perencanaan dan kebijakan perusahaan harus konsisten dan perusahaan menganut kebijakan dividen residual. Berdasarkan hal-hal tersebut, rnaka dapat disimpulkan bahwa labs ditahan dapat dijadikan instrumen penguatan struktur permodalan bagi usaha kecil dalam jangka panjang. Selain itu, untuk menjadikan usaha kecil dapat tumbuh dan berkembang baik, diperlukan kemauan politik yang kuat dari Negara, sehingga usaha kecil dapat memiliki akses ke lembaga-lembaga keuangan untuk memperoleh sumber-sumber pendanaan. Pengunaan laba ditahan sebagai andalan dari dalam perusahaan, apabila disertai dukungan politik yang kuat dari Negara, maka diharapkan usaha kecil dapat berkibar dengan kokoh dan dapat menjadi andalan motor penggerak ekonomi nasional.

Most of smaller businesses in Indonesia are in the unfortunate position. Many problems are faced, such as: lacking of capital, license problem, marketing, and no conducive climate available yet, have made the small businesses difficult to stay alive and develop. Classically, small businesses have been hit by many cases difficult to solve by themselves, for instance: to find funding resources to get work capital/investment, no adequate access to enter money market, capital market, or to other financial institutions. One kind of small businesses among millions of small companies is BPR (People's Credit Banking). Currently, there are 2.133 BPR spread all over the country (Directorate of People's Credit Banking Control, Bank Indonesia: 2003). BPR functions to serve smaller business and the villagers who need funds for their businesses. But generally BPR has no adequate capital structure, as those of the healthy financial institutions). Therefore, BPR, in distributing credit tends to set up high rate of interest, and it in turn will be the burden for small businesses as well as borrowers all over the villages. This survey is aimed at knowing the picture how small businesses may get rid of the problems faced, and able to be Self Financer. Weston and Brigham said: Small business shall rely on the "retained earnings" originated from the company itself, to increase investment, since small business has difficulties in obtaining funds from capital market, money market and from other financial institutions. Therefore, retained earnings as the reliant internal resource of for small business to accumulate their capital, and thus it's important to investigate, how the relationship with banking financing ratios looks like. This research is focused on the financial ratio of: Net Interest Margin (NIM), Cost of Fund (COF), Operating Cost (OC), their impacts against retained earnings (RE). This research applies the method of "Granger Casualty Test" with model analysis of Vector Auto-regression (VAR), processed using EVIEWS 4.1 software. The research shows that the exogenous variable relation: Net interest margin (NIM), cost of fund (COF), operating cost (OC) as the describing variables against endogenous variable, retained earnings (RE) described, show that the retained earnings may become the small business mainstay to accumulate investment for long run period. The pre-requirements need too fulfill are, among others: own vision and mission regarding business in the future, planning and company policy shall be consistent and the company shall follow residual dividend policy. Based on the things above, it's concluded that the retained earnings may bee used as an instrument to strengthen the capital structure of the small business for long run. Furthermore, to make small business grow and develop well, strong political will is expected from the State, so that small businesses are able to get access too financial institutions and obtain funding resources. The use of retained earnings as the mainstay from within the company, if supported by strong politics by the State, then we can expect that small business will start to strike their flags toughly and become the reliant generating motor against national economy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Noor Afifah
"Kelompok Usaha Kecil dan Menengah adalah salah satu pelaku perekonomian nasional yang mempunyai posisi strategis untuk terus dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh daya serapnya terhadap tenaga kerja cult-up besar. Selain itu, diketahui bahwa kelompok usaha skala ini ternyata lebih tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi dibandingkan kelompok usaha besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa mereka adalah katup pengaman perekonornian nasional ketika kelompok usaha besar menghadapi kesulitan saat terjadinya krisis ekonomi. Maka perlulah kiranya dilakukan penelitian secara mendalam tentang posisi UKM dalam sistem perekonomian Indonesia. Dalam ekonomi makro, terdapat keterkaitan yang kuat antar sektor ekonomi. Kemajuan di suatu sektor tidak mungkin dicapai tanpa dukungan sektor-sektor lainnya. Hubungan antar sektor ini dapat dianalisis dengan menggunakan model input-output, yaitu dengan metode dekomposisi fields of influence.
Model dekomposisi fields of influence dalam hal ini digunakan untuk menganalisis pengaruh dari perubahan struktur di sebuah kelompok sektor (skala usaha) dalam sistem perekonomian multisektor, baik pengaruh terhadap intra¬kelompok skala usaha itu sendiri maupun terhadap kelompok skala usaha sisa perekonomian.
Dan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada setiap sektor di masing¬masing kelompok skala usaha dikctahui bahwa persentase perubahan total output terbesar terjadi jika simulasi dilakukan pada kelompok usaha skala besar. Simulasi dengan perubahan koefisien direct input sebesar 5 persen maka menghasilkan perubahan terhadap total perekonomian untuk kelompok usaha skala besar sebesar 5.21 persen; menengah 1.42 persen dan kecil sebesar 2.83 persen. Khusus untuk melihat dampak perubahan terhadap UKM maka dapat dilakukan dengan membandingkan perubahan pada kelompok usaha skala kecil akibat perubahan di kelompok usaha skala kecil sendiri yaitu sebesar 1,368 persen, perubahan pada kelompok usaha skala menengah akibat perubahan di kelompok dirinya sendiri sebesar 0.651 persen serta dampak terhadap perubahan kelompok sisa (gabungan kecil dan menengah) akibat perubahan di kelompok usaha besar yaitu sebesar 1,782 persen.
Berdasarkan temuan tersebut di atas dapat disimpulkan secara ekonomi akan lebih menguntungkan jika shock diberikan pada kelompok usaha skala besar saja, karena ini akan menghasilkan tingkat pertumbuhan output paling tinggi. Hal ini terjadi karena biasanya sektor dalam kelompok usaha besar mempunyai forward dan backward linkage yang besar. Sehingga jika tejadi perubahan pada kelompok ini akan memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian. Sedangkan jika shock diberikan pada kelompok UKM maka menghasilkan perubahan total output yang lebih kecil. Hal ini terkait bahwa kelompok usaha UKM menghasilkan output berupa barang-barang final demand.
Tapi jika hanya menekankan pada kelompok usaha skala besar saja maka akan muncul potensi permasalahan baru yaitu masalah disparitas. Agar kelompok UKM tidak tertingal jauh dengan pertumbuhan kelompok usaha besar maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat linkage antara kelompok usaha skala besar dengan kelompok UKM. Fenomena missing of the middle (MoM), yang terjadi secara universal di beberapa negara maju, juga terjadi di Indonesia, di mana terjadi kegagalan kelompok usaha skala menengah menjadi penggerak perekonomian nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library