Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azarine Gantari
Abstrak :
Hadirnya sebuah fenomena di Indonesia awal tahun 2022 bernama Ghozaly Everyday melahirkan gagasan baru dalam perkembangan teknologi khususnya di bidang perdagangan berbasis digital. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana transaksi yang berlangsung di sebuah platform digital dengan menggunakan mata uang digital yang mana menimbulkan sebuah urgensi tersendiri tidak hanya bagi masyarakat namun juga kepada para praktisi hukum agar dapat memberikan keselasrasan antara keberlakuan hukum dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Sebuah urgensi lahir disaat terjadinya peralihan kepemilikan Non-Fungible Token tersebut melalui teknologi blockchain yang mana mengenyampingkan Notaris sebagai pejabat umum yang berperan juga sebagai Trusted Third Party yang berfungsi sebagai penjamin hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hadirnya blockchain tidak mampu menggantikan Notaris sebagai pejabat umum yang bertanggungjawab atas kepastian pemahaman para pihak atas kehendaknya dalam melakukan transaksi ataupun pengalihan hak milik atas kepemilikan sebuah NFT. ......The presence of a phenomenon in Indonesia in early 2022 called Ghozaly Everyday gave birth to new ideas in technological development, especially in the field of digital-based commerce. The main problem in this research is how transactions take place on a digital platform using digital currency, which creates a special urgency not only for the public but also for legal practitioners so that they can provide harmony between legal enforcement and the development of technology itself. An urgency arises when the ownership of the Non-Fungible Token is transferred through blockchain technology, which excludes the Notary as a public official whose role is also as a Trusted Third Party which functions as a legal guarantor. This research uses a doctrinal research method with library study data collection techniques with a qualitative approach. The research results reveal that the presence of blockchain is unable to replace the Notary as a public official who is responsible for ensuring the understanding of the parties regarding their wishes in carrying out transactions or transferring property rights to the ownership of an NFT.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Alen Aliansyah
Abstrak :
Non-Fungible Tokens (NFTs) rentan akan terkena serangan siber yang mana umumnya terjadi pada platform yang menyediakan layanan tersebut. OpenSea merupakan salah satu penyedia platform NFTs terbesar dan terkenal di dunia serta telah banyak digunakan oleh berbagai masyarakat termasuk di Indonesia. Namun, banyak pengguna platform tersebut menderita kehilangan aset NFTs akibat serangan siber. Akan tetapi, Ozone Networks, Inc selaku pengelola OpenSea tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita para penggunanya akibat dari serangan siber yang tercantum pada bagian disclaimer di terms of service OpenSea. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang didasarkan kepada teori biaya sosial (social cost theory), keabsahan perjanjian, dan perlindungan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan klausul disclaimer khususnya pada huruf D pada terms of service OpenSea telah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memuat klausul eksonerasi. Sehingga, batal demi hukum. Meskipun telah melakukan langkah-langkah secara preventif dan represif, Ozone Networks Inc tetap bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat hilangnya aset NFTs akibat serangan siber. Merevisi ketentuan disclaimer pada terms of service OpenSea dan melakukan penyelesaian sengketa konsumen melalui Online Dispute Resolution (ODR) dapat menjadi pilihan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. ......Non-Fungible Tokens (NFTs) are vulnerable to cyber attacks generally occuring on platforms that provide these services. OpenSea is one of the largest and well-known providers of NFTs platforms in the world and has been widely used by various people, including in Indonesia. However, many users of the platform have suffered loss of NFT assets due to cyber attacks. But, Ozone Networks, Inc. as the provider of OpenSea is not responsible for the losses suffered by its users as a result of cyber attacks as listed in the disclaimer section of OpenSea's terms of service. This study uses a normative method with a statutory approach based on social cost theory, the validity of the agreement, and legal protection. The results of the study indicate that the provisions of the disclaimer clause, especially letter D in the terms of service of OpenSea, have contradicted Article 18 paragraph (1) letter a of Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection which contains an exoneration clause. So, it is null and void. Despite taking preventive and repressive measures, Ozone Networks Inc. remains responsible for losses incurred due to the loss of NFTs assets due to cyber attacks. Revising the disclaimer provisions in OpenSea's terms of service and resolving consumer disputes through Online Dispute Resolution (ODR) can be the right choice to resolve these problems.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arminta Kinanti
Abstrak :
Munculnya era digital beserta perkembangan teknologi seharusnya didampingi oleh hukum yang memadai. Salah satu perkembangan yang dimaksud adalah munculnya Non-Fungible Token (NFT) sebagai objek yang diperjualbelikan pada blockchain. NFT merupakan hasil tokenisasi atau konversi suatu aset, yang kepemilikannya direpresentasi oleh token pada blockchain. Adapun aset yang dimaksud memiliki bentuk yang beragam, salah satunya karya seni yang dikonversi bentuknya menjadi token. Eksistensi NFT pada blockchain menimbulkan pertanyaan bagaimana perlindungan atas suatu karya yang dijadikan NFT berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan ini akan menjawab bagaimana NFT atas suatu karya dapat dilindungi oleh undang-undang hak cipta di Indonesia, serta apakah peraturan di Indonesia mengenai aset kripto dibawah Bappebti dapat mengakomodir kegiatan NFT di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelusuran literatur, serta wawancara dari lembaga pemerintah untuk perolehan data. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Penulis sampai pada kesimpulan bahwa NFT bukan merupakan hal yang dilindungi hak cipta namun karya dalam NFT dapat dilindungi hak cipta. Disamping itu, peraturan mengenai aset kripto di Indonesia oleh Bappebti tidak dapat mengakomodir sepenuhnya tokenisasi aset sebagai NFT. Hal tersebut dikarenakan NFT yang belum diatur dan ditetapkan sebagai aset kripto, serta peraturan Bappebti sendiri yang tidak memperhatikan proses tokenisasi suatu karya menjadi token dalam blockchain. ......The emergence of the digital era with technological developments should be accompanied by adequate laws. One of the developments is Non-Fungible Tokens (NFT) as objects that are traded on the blockchain. NFT is the result of tokenization or asset conversion, whose ownership is represented by a token on the blockchain. The assets themselves have various forms, one of which is works of art that are converted into tokens. The NFT’s existence on the blockchain raises the question of how a work that is made into an NFT is protected based on applicable laws and regulations. This paper will answer how the NFT of work can be protected by Indonesia’s copyright laws, and whether Indonesia's regulations on crypto assets under The Commodity Futures Trading Authority (CoFTRA/Bappebti)can accommodate NFT activities in Indonesia. This research was conducted by using a study of statutory regulations, literature researches, and interviews for data collection. The author concluded that NFT is not copyright protected but works in NFT can be copyrighted. In addition, the COFTRA’s regulation regarding crypto assets cannot fully accommodate asset tokenization as NFT. Since NFT has not been regulated and qualified as a crypto asset, CoFTRA's regulations do not cover the tokenization process of work into a token.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edria Pavitaruni
Abstrak :
Non-Fungible Tokens (NFT) adalah salah satu bentuk token digital yang menunjukkan kepelimilikan dari sebuah aset digital. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor yang mempengaruhi intensi membeli dari Non-Fungible Tokens (NFT). Dalam hal ini, sikap terhadap skema NFT dilihat sebagai mediator yang mempengaruhi hubungan persepsi resiko (perceived risk) dan persepsi kesenangan (perceived enjoyment) terhadap intensi membeli Non-Fungible Tokens (NFT). Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan data penelitian yang diperoleh melalui survei secara daring kepada seseorang yang mengikuti perkembangan NFT selama kurang lebih 3 bulan. Perekrutan partisipan dilakukan dengan teknik accidental sampling dengan partisipan yang didapatkan sebanyak 191 partisipan. Analisis mediasi dilakukan dengan menggunakan model 4 dari Hayess’s PROCESS model pada IBM SPSS PROCESS versi 4. Berdasarkan Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa sikap tidak memediasi hubungan antara persepsi kesenangan dan intensi membeli terhadap Non-Fungible Tokens (NFT). Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya efek langsung maupun efek tidak langsung antara persepsi kesenangan dan intensi membeli pada Non-Fungible Tokens (NFT). Lalu, ditemukan pula bahwa sikap tidak memediasi hubungan antara persepsi risiko dan intensi membeli Non-Fungible Tokens (NFT), namun terdapat efek langsung antara persepsi risiko dan intensi membeli pada Non-Fungible Tokens (NFT).Dengan dengan demikian persepsi terhadap resiko perlu menjadi perhatian terhadap perilaku membeli NFT. ......Non-Fungible Tokens (NFT) is a form of digital token that shows ownership of a digital asset. Therefore, this study aims to look at the factors that influence the intention to buy Non-Fungible Tokens (NFT). In this case, attitudes towards the NFT scheme are seen as a mediator influencing the relationship between perceived risk and perceived enjoyment of the intention to buy Non-Fungible Tokens (NFT). This research is a correlational study with research data obtained through an online survey of someone who has followed the development of NFT for approximately 3 months. Participant was recruited using accidental sampling technique with total of 191 participants. Mediation analysis was carried out using model 4 from Hayess's PROCESS model on IBM SPSS PROCESS version 4. Based on the results of the mediation analysis, shows that attitude does not mediate the relationship between perceived enjoyment and purchase intention towards Non-Fungible Tokens (NFT). This is indicated by analysis result that shows no direct or indirect effects between perceived enjoyment and purchase intentions for Non-Fungible Tokens (NFT). Then, it was also found that attitude does not mediate the relationship between perceived risk and intention to buy Non-Fungible Tokens (NFT) but there was a direct effect between perceived risk and purchase intention for Non-Fungible Tokens (NFT). Therefore, perceived risk should be a concern to predicts NFT buying behavior.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library