Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chiquita Priyambodo
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan peran kontak prematur dan bloking terhadap bentuk kerusakan tulang alveolar secara klinis. Pengamatan dilakukan pada 92 elemen gigi posterior bawah. Pengamatan secara radiografis dilakukan dengan melihat bentuk kerusakan tulang alveolar, berbentuk vertikal atau horisontal. Sampel diambil dari gigi yang mengalami kontak prematur dan atau bloking dengan kehilangan perlekatan > 5 mm. Penelitian ini diuji dengan uji statistik secara cross sectional dengan Chi kuadrat dengan. koreksi Yates pada p = 0,05. Hasil Penelitian ini memperlihatkan bahwa kontak prematur mesial berbeda bermakna pada sisi distal ( X > 3,84 ), kontak prematur distal berbeda bermakna pada sisi mesial dan distal ( X > 3,84 ), bloking bukal berbeda bermakna pada sisi-distal ( X > 3,84 ), bloking lingual tidak berbeda bermakna pada sisi mesial dan distal ( X < 3,84 ), kontak prematur + bloking berbeda bermakna di sisi mesial dan distal ( X > 3,84 ). Penelitian ini memperlihatkan bahwa kerusakan tulang yang terjadi lebih banyak berbentuk vertikal. Gigi dengan kelainan periodontal memiliki nilai plak > 1.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gross, Martin
London: Quintessence Publishing, 2015
617.643 GRO s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Fajarwati
"STEMI masih menjadi penyebab kasus kematian utama di Indonesia. Di Jakarta, angka kejadian STEMI meningkat setiap tahunnya. IKP primer merupakan tindakan utama untuk penanganan STEMI, namun tidak mengatasi penyebab terjadinya oklusi. Pengetahuan pencegahan sekunder diperlukan untuk mencegah terjadinya restenosis sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup setelah IKP primer.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan pencegahan sekunder dengan kualitas hidup pada pasien STEMI Pasca IKP Primer. Desain penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan potong lintang cross sectional. Responden terdiri dari 60 pasien STEMI pasca IKP Primer yang dipilih melalui teknik consequtive sampling. Instrumen yang digunakan Maugerl Cardiac Prevention Questionnare MICRO-Q dan Seattle Angina Questionaire-7 SAQ 7.
Hasil penelitian menunjukkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pencegahan sekunder dengan kualitas hidup pada STEMI pasca IKP primer p=0,662; =0,05. Namun, pengetahuan pencegahan sekunder penting untuk tetap diperlukan sabagai salah satu komponen yang dapat meningkatkan kualitas hidup pada pasien STEMI pasca IKP primer.

STEMI is one a leading cause of death cases in Indonesia. In Jakarta, the incidence of STEMI increases anually. Primary PCI is the main treatment eventhough it is not the causes of occlusion. Secondary prevention knowledge is needed to prevent the occurrence of restenosis so it can improve quality of life after primary PCI.
This research has purpose to know the relationship between knowledge level about secondary prevention and quality of life in STEMI patient after Primary PCI. This is analytic with cross sectional approach. Respondents consisted of 60 STEMI patients post Primary PCI selected through concequtive sampling technique. The instrument is the Maugerl Cardiac Prevention Questionnare MICRO Q and Seattle Angina Questionaire 7 SAQ 7.
The results showed no correlation between knowledge level and quality of life in STEMI after primary IKP p 0,662 0,05. However, secondary prevention knowledge is important to remain as one of the components that can improve quality of life in STEMI post primary IKP.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Nicholas Marco Arga Hutama
"Latar Belakang: Keberhasilan suatu negara untuk berkembang dan menjadi sebuah negara yang maju tidak dapat dilepaskan dari bagaimana suatu negara tersebut mengelola perubahan kependudukannya. Angka Total Fertility Rate Indonesia tidak pernah kurang dari 2,6 anak per wanita dalam rentang tahun 2002-2012, jauh dari target yaitu 2,1 anak per wanita. DKI Jakarta sebagai ibukota negara juga berupaya mencapai target dengan meningkatkan akseptor metode kontrasepsi jangka panjang. Telah terdapat beberapa rumah sakit yang menerima pelatihan oleh Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) serta bantuan alat laparoskopi oklusi tuba oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan harapan peningkatan jumlah akseptor. Namun ternyata akseptor metode sterilisasi wanita hanya 0,8 dari total jumlah pengguna kontrasepsi modern. Belum diketahui apa penyebab dan kendala dalam pelayanan laparoskopi di Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta. Untuk itu diperlukan evaluasi pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang khususnya laparoskopi oklusi tuba di DKI Jakarta.
Tujuan: Untuk mengevaluasi pelayanan sterilisasi laparoskopi oklusi tuba di rumah sakit wilayah DKI Jakarta.
Metode: Penelitian studi Kualitatif pada Rumah Sakit yang telah mendapatkan pelatihan Laparoskopi Oklusi Tuba oleh PKMI di Wilayah DKI Jakarta pada bulan September 2017-Maret 2018. Sebanyak 22 Rumah Sakit dengan pengamatan observasional, pengumpulan data, dan wawancara.
Hasil: Dari 22 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang diteliti, terdapat 8 Rumah Sakit yang melayani laparoskopi oklusi tuba. Aspek sumber daya manusia serta medikolegal menjadi elemen utama dalam mendukung pelayanan di DKI Jakarta. Rumah sakit yang telah melayani menghadapi kendala dalam hal pembiayaan operasional. Tidak dijaminnya laparoskopi oklusi tuba dalam pembiayaan BPJS Kesehatan dan belum adanya sistem pembiayaan dari Pemerintah Provinsi maupun BKKBN mengakibatkan jumlah pasien yang dilayani berkurang. Pada Rumah Sakit yang belum melayani laparoskopi oklusi tuba, ketiadaan peralatan laparoskopi merupakan faktor penghambat utama. Luaran pelayanan laparoskopi oklusi tuba cukup baik, dilihat dari singkatnya masa perawatan dan tidak adanya komplikasi selama pelayanan berlangsung.
Kesimpulan: Masalah utama dalam pelayanan laparoskopi oklusi tuba di DKI Jakarta adalah tidak adanya sistem pembiayaan operasional serta kurangnya sarana dan prasarana terutama peralatan laparoskopi. Perlu ditingkatkan komunikasi serta kerjasama dari Rumah Sakit, Pemerintah Provinsi, BKKBN, dan BPJS Kesehatan untuk mengatasi hambatan dalam operasional pelayanan laparoskopi oklusi tuba.

Background: The success of a country to grow and become developed country can not be separated from how government manage the population growth. Indonesian Total Fertility Rate has never been less than 2.6 children per woman in the period 2002-2012, far from the target of 2.1 children per woman. DKI Jakarta as the state capital also seeks to achieve the target by increasing the acceptors of long term contraception. There have been several hospitals that received training by Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) as well as allocation of laparoscopic tubal occlusion tools by National Population and Family Planning Board (BKKBN) to increase the number of acceptors. However, women sterilization method acceptor is only 0.8 of the total number of modern contraceptive users. Not yet known what are the causes and obstacles in laparoscopic tubal occlusion services in hospitals in the Region of DKI Jakarta. Therefore, it is necessary to evaluate long term contraception service, especially laparoscopic tubal occlusion in DKI Jakarta.
Objective: To evaluate the services of Laparoscopic Tubal Occlusion in hospital at DKI Jakarta.
Method: Qualitative research study at hospitals that have received Laparoscopic Tubal Occlusion training by PKMI in DKI Jakarta on September 2017 - March 2018. A total of 24 hospitals with observational observation, data collection, and interview.
Result: From 22 hospitals in DKI Jakarta studied, only 8 hospitals serving laparoscopic tubal occlusion. Human resources and medicolegal aspects become the main element in supporting services in DKI Jakarta. Hospitals that have served laparoscopy face obstacles in terms of operational financing. No BPJS coverage for laparoscopic tubal occlusion and the absence of a system of financing from the Provincial Government and BKKBN resulted in reduced number of patients served. In hospitals that have not served laparoscopic tubal occlusion, the absence of laparoscopy equipment is a major constraining factor. The outcome of laparoscopic tube occlusion services is quite good, shown by the short duration of treatment and the absence of complications after the procedure.
Conclusion: The main problem in laparoscopic tube occlusion service in DKI Jakarta is the absence of operational financing system and lack of facilities especially laparoscopic equipment. The communication and cooperation of Hospital, Provincial Government, BKKBN and BPJS should be improved to overcome obstacles in services of Laparoscopic Tubal Occlusion. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdeni Arifin
"Latar belakang : Trombosis dikenal sebagai dasar patogenesis oklusi vena
retina (OVR). Adanya trombosis vena retina dapat diketahui dari funduskopi dan
angiografi fluoresin. Selain itu, adanya gangguan hemostatik ditunjukkan oleh
penurunan kadar protrombin didalam plasma dan nilai intemational normalized
ratio (INR). Prinsip penatalaksanaan pada OVR adalah memperbaiki sirkulasi
darah dengan cara mencegah pembentukan trombus dan meningkatkan
fibrinolisis. LMWH subkutan sebagai antikoagulan mempunyai peranan pad a
kedua cara tersebut, sedangkan Warfarin hanya mampu mencegah koagulasi
material-material darah yang akan terjadi. Tujuan : untuk menilai efektivitas
terapi LMWH terhadap perbaikan abnormalitas vaskular penderita oklusi vena
retina (OVR). Bahan dan cara : Penelitian ini merupakan uji klinis prospektif.
secara random. Subjek penelitian dibagi menjadi kelompok penerima LMWH
subkutan untuk 10 hari dan tumpang tindih dengan warfarin pada hari ke delapan
serta kelompok penerima menerima warfarin sejak hari pertama lerapi.
Pemeriksaan hemostatik dan angiografi fluoresin dilakukan pad a kedua
kelompok. Efektivitas terapi dinilai pada hari ke 19 dengan Survival analysi~ dan
Cox regression. Hasil : Efektivitas terapi LMWH ditemukan 11 kali lebih baik dari
warfarin dengan 95% CI bermakna. Kesimpulan : Terapi LMWH menunjukkan
peranan didalam mencegah koagulasi dan meningkatkan fibrinolisis pada OVR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T58805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Rinaldi
"Efektifitas EVLA terhadap diameter vena saphena magna yang besar masih banyak diperdebatkan, karena diameter vena saphena magna yang besar memiliki angka oklusi yang lebih rendah pasca EVLA dan diperkirakan mempengaruhi nilai r-VCSS. Desain penelitian ini adalah potong lintang pasien insufiensi vena kronik pada vena saphena magna yang lakukan EVLA di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan rumah sakit jejaring dari Juli 2023 – Desember 2023. 37 tungkai dari 34 pasien yang dilakukan EVLA 1470 nm dengan tip radial. Dilakukan pengukuran diameter vena saphena magna dengan usg doppler pada 4 segmen (3 femoral, 1 kruris) dan dibagi berdasarkan nilai potong, dan juga dilakukan penilaian r-VCSS pre EVLA. 1 minggu pasca EVLA dilakukan penilaian oklusi dari vena saphena magna dengan usg doppler dan nilai r-VCSS. Analisis data menggunakan SPSS versi 25.0 secara bivariat dan multivariat. 5 tungkai (13,5%) mengalami gagal oklusi 1 minggu pasca EVLA. Semua kegagalan oklusi pada segmen 1/3 proksimal femoral (diameter >10 mm) (P<0,05). Tidak ada perbedaan bermakna antara angka oklusi dengan nilai r-VCSS, baik pre dan post EVLA (P=0,490 dan P=0,102). Perbedaan diameter sesuai nilai potong tidak mempengaruhi nilai r-VCSS post tindakan. Diameter vena pre-EVLA mempengaruhi keberhasilan oklusi pasca-EVLA. Angka oklusi vena saphena magna tidak mempengaruhi nilai r-VCSS pasca EVLA.

The effectiveness of EVLA on large saphenous vein diameter is still widely debated, because large saphenous vein diameter has a lower occlusion rate after EVLA and can affect the r-VCSS value. The design of this study was a cross-sectional of patients with chronic venous insufficiency in the great saphenous vein who underwent EVLA at Cipto Mangunkusumo Hospital and a network teaching hospitals from July 2023 – December 2023. 37 extremity from 34 patients underwent 1470 nm EVLA with a radial tip. The diameter of the great saphenous vein was measured using Doppler ultrasound in 4 segments (3 femoral, 1 cruris) and divided based on the cutoff value, and pre-EVLA r-VCSS was also assessed. 1 week after EVLA, the occlusion of the great saphenous vein was assessed using Doppler ultrasound and r-VCSS values. Data analysis used SPSS version 25.0 bivariate and multivariate. cases (13.5%) failed occlusion 1 week post EVLA. All occlusion failure occurred at the 1/3 proximal of the femoral segment (diameter >10 mm) (P<0.05). There was no significant difference between occlusion rates with r-VCSS, pre and post EVLA (P=0.490 and P=0.102). The difference in diameter according to the cut value does not affect the r-VCSS after the procedure. Pre-EVLA vein diameter influences the success of post-EVLA occlusion. The degree of occlusion of the great saphenous vein does not affect the r-VCSS after EVLA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Robby Farhan
"Latar Belakang: Kehilangan gigi dan trauma oklusi merupakan salah satu faktor pendukung penyebab penyakit periodontal. Belum ada penelitian mengenai analisis kehilangan gigi molar pertama mandibula terhadap trauma oklusi dan status periodontal di Indonesia.
Tujuan: Memperoleh analisis kehilangan gigi molar pertama mandibula terhadap trauma oklusi dan status periodontal.
Metode: Studi retrospektif menggunakan data sekunder dengan pendekatan potong lintang dari rekam medik Departemen Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2012-2017.
Hasil: Didapatkan 184 subjek yang mengalami kehilangan gigi molar pertama (M1) mandibula dengan jumlah kasus trauma oklusi terjadi pada 42 gigi premolar kedua (P2) mandibula dan 63 gigi molar kedua (M2) mandibula. Trauma oklusi yang terjadi pada P2 dan M2 mandibula memiliki nilai resesi gingiva, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan klinis yang lebih besar dibandingkan dengan keadaan tidak trauma oklusi. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) nilai resesi gingiva, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan klinis antara gigi P2 mandibula trauma oklusi dengan tidak trauma oklusi. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) nilai resesi gingiva dan kehilangan perlekatan klinis antara gigi M2 mandibula trauma oklusi dengan tidak trauma oklusi.
Kesimpulan: Kehilangan gigi M1 mandibula dengan trauma oklusi berpengaruh terhadap resesi gingiva, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan klinis pada gigi P2 dan M2 mandibula.

Background: Tooth loss and trauma from occlusion are kind of factors that contributing in periodontal disease. There has been no research on the analysis of mandibular first molar loss to trauma from occlusion and periodontal status in Indonesia.
Objective: Get the analysis of mandibular first molar loss to trauma from occlusion and periodontal status.
Method: A cross-sectional study using medical records in Department of Periodontics RSKGM FKG UI 2012-2017.
Result: There were 184 subjects that had mandibular first molar (M1) loss with total 42 mandibular second premolar (P2) and 63 mandibular second molar (M2) cases related to trauma from occlusion (TFO). Gingival recession, pocket depth, and loss of attachment of P2 and M2 mandibular teeth with TFO were worse than non-TFO. There were statically significant differences (p<0,05) of gingival recession, pocket depth, and loss of attachment between P2 mandibular teeth with TFO and non-TFO groups. There were statically significant differences (p<0,05) of gingival recession and loss of attachment between M2 mandibular teeth with TFO and non-TFO groups.
Conclusion:  Mandibular first molar loss with trauma from occlusion is related to gingival recession, pocket depth, and lost of attachment on mandibular second premolar and mandibular second molar.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eriza Louis
"ABSTRAK
Diskrepansi rasio ukuran mesiodistal gigi dapat menjadi salah satu hambatan dalam mencapai oklusi yang ideal terutama jika terdapat pada maloklusi skeletal. Terdapat perbedaan pendapat beberapa penulis mengenai rasio mesiodistal gigi di antara kelompok maloklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran serta melihat ada tidaknya perbedaan rasio ukuran mesiodistal gigi pada oklusi normal dan kelompok maloklusi. Subyek penelitian terdiri dari 4 kelompok, yaitu kelompok oklusi normal yang diperoleh dari mahasiswa/I FKG UI, dan kelompok maloklusi kelas I, maloklusi skeletal kelas II dan maloklusi skeletal kelas III yang diperoleh dari pasien Klinik Ortodonti RSGMP FKG UI. Setiap kelompok terdiri dari 16 orang dengan usia minimal 18 tahun. Kelompok dibagi berdasarkan sudut ANB. Pengukuran mesiodistal gigi menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0,01 mm. Uji intra observer menggunakan uji t berpasangan. Uji hipotesis menggunakan one way ANOVA. Hasil yang diperoleh gambaran rasio ukuran mesiodistal gigi pada kelompok oklusi normal dan maloklusi tidak menunjukkan pola tertentu. Rentang nilai rasio ukuran mesiodistal gigi pada kelompok maloklusi lebih besar dari kelompok oklusi normal. Tidak ada perbedaan bermakna pada rasio ukuran mesiodistal gigi antara kelompok oklusi normal dan berbagai maloklusi.

ABSTRACT
ntroduction :Toothwidthdiscrepancymaybe one of theobstaclesin achievingthe
idealocclusion,Tooth width discrepancy maybe one of the obstacles in achieving the ideal occlusion, especially if present in skeletal malocclusions. There are differences of opinion regarding tooth-width ratio among malocclusion groups.
This research is aimed to determine whether there is a specific pattern and see the difference in tooth width ratios among normal occlusion and malocclusion groups
Subjects consisted of four groups, normal occlusion group obtained from Faculty of Dentistry students, and a group of Class I, skeletal Class II malocclusion and skeletal Class III malocclusion were obtained from Orthodontic patients. Each group consisted of 16 people with a minimum age of 18 years. Malocclusion groups were based on ANB angle. Mitutoyo digital calipers were used to measure the mesiodistal width of each tooth to an accuracy of 0.01mm. Paired t test were used to compare intra-observer measurements on ANB angle and tooth width. One way ANOVA were performed to compare the difference of tooth width ratios among normal occlusion and malocclusion groups.The result showed tooth width ratios in normal occlusion and malocclusion group showed no particular pattern. The range of value of mesiodistal tooth size ratios in malocclusion groups are larger than normal occlusion group. No significant differences in mesiodistal tooth size ratio between the normal occlusion and different malocclusion groups."
2013
T35040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sulaiman Alwahdy
"ABSTRAK
Latar belakang : Stroke iskemik merupakan salah satu jenis stroke yang tersering dijumpai. Trombolisis (rt-PA) merupakan satu-satunya obat yang diakui oleh Food and Drug Administration (FDA). Untuk regenerasi sel saraf yang telah mati hingga saat ini masih dipertanyakan. Sel mononuklear darah tali pusat manusia merupakan salah satu pilihan yang cukup menjanjikan untuk terapi stroke iskemik melalui keuntungan yang dimilikinya antara lain; ketersediaannya yang mudah, efek pluripotensi dan imaturitas yang dimilikinya.
Metode Penelitian : Penelitian eksperimental dengan desain Prospective Interventional Study pada 4 kelompok perlakuan. Kelompok pertama adalah kelompok sehat dan tiga kelompok lainnya adalah kelompok perlakuan tikus yang dilakukan oklusi arteri serebral media (OASM) dengan jumlah enam tikus per kelompok. Tikus dibiarkan selama tujuh hari setelah dilakukan OASM dan sebelum dilakukan transplantasi secara intraarteri dan intravena dengan dosis 1x106 sel per kg. Penilaian fungsional dilakukan sebelum OASM, tujuh hari setelah OASM dan pada hari ke 3,4 dan 9 pasca transplantasi. Dilakukan evaluasi terhadap pengurangan luas area infark, sel yang mengekspresikan protein beta-III tubulin (TUJ1), glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dalam proses neurogenesis dan angiogenesis.
Hasil : Pada tes sensorimotor didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna diantara kelompok. Terdapat perbedaan bermakna pada aktifitas spontan tikus yang dilakukan transplantasi dibandingkan kelompok kontrol (p<0.05). Membandingkan jumlah sel neuron didaerah hipokampus, terdapat jumlah sel yang lebih banyak pada kelompok transplantasi dibandingkan kelompok kontrol walaupun tidak berbeda bermakna secara statistik. Angiogenesis pada kelompok transplantasi memiliki hasil yang berbeda bermakna dibandingkan kontrol (P<0.001). Tidak ditemukan adanya pengurangan luas area infark dan efek samping pada kelompok transplantasi.
Kesimpulan : Baik dilakukan secara intraarterial ataupun intravena, kedua rute tetap memiliki efek dalam memperbaiki aktifitas spontan tikus. Dosis 1x106 sel per kg cukup aman dengan tidak ditemukannya efek samping yang serius seperti efek rejeksi dan tetap memiliki efek yang menguntungkan. Angiogenesis yang terbentuk pada kelompok transplantasi memberikan harapan dalam mempercepat proses neurogenesis.

ABSTRACT

Introduction : Cerebral ischemia is among the most common type of stroke seen in patient. Thrombolysis (rt-PA) is the only United States Food and Drug Administration (FDA) approved drug available.For regeneration of death neurons are remain questionable. Human umbilical cord blood mononuclear cell (cbMNC) is one of the option treatments for ischemic stroke through their various advantages; availability, pluripotency and immaturity.
Method : One group for healthy rat and three groups (n=6 per group) of male wistar rats were undergone permanent middle cerebral artery occlusion (MCAO). Rats were allowed to recover for 7 days before intraarterial (IA) and intravenous (IV) injection of 1x106 cells per kg of human cbMNC. Behavioural tests were performed before MCAO, 1 week after MCAO and at 3,9 and 14 days after cbMNC injection. Brain infarct area, Beta III tubulin (TUJ1), glial fibrillary acidic protein (GFAP) and vascular endothelial growth factor (VEGF) antibody marker were evaluated.
Results : Behavioral test in sensorimotor evaluation revealed no significant differences between all groups. Spontaneous activity were much significantly improved compared to placebo group (p<0.05). Comparing the survival of neurons in hippocampus, IA and IV have better result compare to placebo. Angiogenesis in IA group showed significant differences (P<0.001) compare to IV and placebo respectively. No effect of cbMNC transplantation in decreasing Infarct area. Serious adverse effects were not found.
Conclusion : IA and IV human cbMNC transplantation provides post stroke spontaneous activity recovery. Safety of xenogenic study were confirmed by this study when dosage 1x106 cells per kg were used and showed their beneficial effects. The existence of more neovascularization in the transplanted rats of cbMNC provide hope in accelerating repairement of the neurons. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>