Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steiger, G. Nye
Boston: Ginn and co., 1929
950 STE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yourcenar, Marguerite
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2015
843 YOU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Pratiwi
Abstrak :
Tesis ini mengkaji novel The Inheritance of Loss karya Kiran Desai melalui kerangka pascakolonial. Kerangka pascakolonial digunakan untuk memperlihatkan dinamika dua identitas dan dua budaya, Barat dan Timur, yang saling mempengaruhi dalam konteks masyarakat India pasca kemerdekaan dalam novel. Analisis tesis ini akan membahas krisis identitas Barat-Timur yang ditampilkan Desai melalui dua tokoh dalam novel tersebut, Jemubhai dan Biju. Kedua tokoh mewakili dua generasi masyarakat India berdasarkan rentang waktu (tokoh Jemubhai mewakili masa lalu, India setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris dan tokoh Biju mewakili masa kini, India modern) serta letak geografis (India-Inggris serta India-Amerika) dikaitkan dengan kolonialisme Barat. Analisis selanjutnya akan menjelaskan bahwa proses tersebut dilakukan dengan peniruan wacana kolonial (mimikri) serta internalisasi identitas Barat oleh Timur melalui stereotipe. Tokoh Jemubhai memperlihatkan internalisasi terhadap wacana kolonial. Sebaliknya, tokoh Biju cenderung menolak wacana tersebut. Namun hasil akhir dari krisis identitas kedua tokoh ialah penerimaan keduanya terhadap identitas India yang sebelumnya selalu dimarginalkan oleh Barat dan diinternalisasi Timur. ......This thesis analyses Kiran Desai?s novel The Inheritance of Loss through postcolonial framework. The framework will show the dynamic of two different identities and cultures, the Occident and the Orient, interfering with each other connected to Indian after-independence society in the novel. The analysis will unfold the process of the Occident/Orient identity crises being passed through two characters in the novel, Jemubhai and Biju. These characters will represent two Indian generations based on time span (Jemubhai representing the past, India right after getting its freedom from the British and Biju representing today, modern India) and geographical migrations (India-England and India-USA) intermingling with colonialism of the West. It will explain that the process is done through colonial mimesis (mimicry) and the Occidental identity internalization by the Orient through stereotyping. Jemubhai tends to internalize the colonial discourse, while Biju questions and eventually refuses it. However, the final act of the process is the retrieving of essential identities which had been marginalized by the Occident and internalized by the Orient itself.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T26689
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarsari Utami
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini merupakan kajian terhadap novel Leyla (2006) karangan Feridun Zaimoglu yang mengaplikasikan teori penggambaran orient dalam orientalisme serta diaspora untuk menggambarkan posisi Migran Turki di Jerman dan posisi pengarang. Argumentasi utama tesis ini didasarkan pada relasi antara posisi pengarang yang berlatar belakang sebagai masyarakat diaspora Turki dengan karya sastra yang mengangkat persoalan orient dan situasi multikulturalisme di Jerman. Sebagai pengarang generasi kedua yang dilahirkan di Turki namun besar dan mendapatkan pengetahuan di Jerman Zaimoglu menjadi subjek dengan identitas yang hybrid. Dalam Leyla Zaimoglu meminjam cara pandang orientalis untuk mengonstruksi citra Turki sebagai orient. Hal tersebut terlihat pada berbagai kritik terhadap tradisi Turki dan pengukuhan stereotip-stereotip. Meskipun demikian, di saat yang bersamaan pengarang juga menghadirkan penggambaran Orient yang lain dengan cara mematahkan stereotipe, selain dengan menegaskan cerita sebagai gambaran generasi pertama masyarakat diaspora Turki di Jerman. Dengan demikian melalui Leyla Zaimoglu menghadirkan perspektif yang baru dalam karya sastra masyarakat diaspora generasi kedua yang dapat diterima oleh publik Jerman. Hal tersebut signifikan sebagai strategi atau dialog antar budaya yang berkaitan dengan isu multikulturalisme di Jerman
Abstract
This thesis is a study of the novel entitled Leyla (2006) written by Feridun Zaimoglu, that applies a theory about the portrayal of Orient in orientalism and diaspora to describe the position of Turkish Migrants in Germany and the position of the author. The main argument of this thesis is based on the relation between the position of the author, whose background as a Turkish diasporic, offering a piece of literature that raises the issue of orient and the situations of multiculturalism in Germany. As an author from the second generation who was born in Turkey but raised and gains knowledge in German, Zaimoglu is a subject to a hybrid identity. In Leyla Zaimoglu borrows Orientalist perspective to construct the image of Turkey as the orient. This is evident in the criticism of the inaugural Turkish tradition and stereotypes. Nevertheless, the author also presents another depiction of the Orient by breaking the stereotypes, and affirms the story as a portrayal of the first generation of Turkish diasporic in Germany. Thus through Leyla, Zaimoglu brings new perspectives in the literature of the second generation diasporic that can be accepted by the German public. This is significant as a strategy or intercultural dialogue relating to issues of multiculturalism in Germany
2012
T30381
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edid Erdiman
Abstrak :
Dalam perekonomian Indonesia minyak sawit merupakan salah satu bahan baku utama minyak goreng. Minyak goreng merupakan salah satu dari barang kebutuhan pokok masyarakat. Dari tahun 1979-1998, luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat sebesar 11,3% per tahun, produksi minyak sawit meningkat sebesar 11,6% per tahun, dan ekspor minyak sawit Indonesia meningkat 12,2% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi minyak sawit Indonesia mempunyai peranan, potensi dan prospek yang baik bagi perekonomian Indonesia. Namun di dalam pelaksanaannya, penawaran minyak sawit Indonesia sering dihadapkan pada dua pilihan yang agak rumit antara apakah lebih ke pasar ekspor atau lebih ke pasar domestik. Keadaan dilema tersebut, diduga sering menjadikan penawaran minyak sawit Indonesia tidak mencapai tingkat keseimbangan antara produsen, konsumen di dalam negeri, dan pemerintah. Begitupun kebijakan Pemerintahnya diduga lebih mementingkan kepentingan Pemerintah (stabilitas harga dan inflasi). Analisis Kebijakan industri Minyak Sawit Indonesia: Orientasi Ekspor dan Domestik, Marimba mengungkap dan menganalisanya. Analisis ini bertujuan untuk: i) Memberikan gambaran penawaran minyak sawit Indonesia; ii) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran minyak sawit Indonesia; iii) Memberikan gambaran kebutuhan minyak sawit industri minyak goreng di dalam negeri dan ekspor, iv) Memberikan gambaran arah atau orientasi kebijakan penawaran industri minyak sawit Indonesia, dan v) Memberi masukan pada pengembangan kebijakan pemerintah pada industri minyak sawit. Penelitian ini menggunakan pendekatan: i) Secara deskriptif pada: luas areal perkebunan, produksi minyak sawit, produktivitas tenaga kerja, alokasi penawaran ke pasar ekspor dan domestik, harga minyak sawit, perdagangan minyak sawit dunia; ii) Analisa Regresi pada penawaran minyak sawit Indonesia di pasar ekspor dan domestik; dan iii) Analisa Struktur Pasar pada industri minyak sawit dan minyak goreng sawit Indonesia. Dari hasil penelitian didapat temuan dan kesimpulan sebagai berikut: 1) Dari tahun 1979-1985 perkebunan kelapa sawit Indonesia paling besar dikuasai oleh Perkebunan Besar Negara, yaitu luas arealnya 64%-67% dari luas areal kelapa sawit seluruh Indonesia. Dari tahun 1989-1998 paling besar dikuasai oleh Perkebunan Besar Swasta, yaitu luas arealnya 37%-50% dari luas areal kelapa sawit seluruh Indonesia. 2) Pada tahun 1997 luas areal kelapa sawit Indonesia terkonseritrasi di propinsi Sumatera Utara yaitu 42,4% dari luas areal seluruh Indonesia. 3) Dari tahun 1979-1988 produksi minyak sawit Indonesia yang paling besar dihasilkan dari Perkebunan besar Negara, 47%-68% dari seluruh produksi minyak sawit Indonesia. Dari tahun 1989-1998 produksi minyak sawit yang paling besar dihasilkan dari Perkebunan Besar Swasta, 39%-50% dari produksi minyak sawit di Indonesia. 4) Dari tahun 1979-1998 rata-rata produksi per ha per tahun Perkebunan Rakyat adalah 0,85 ton/ha, Perkebunan Besar Negara adalah 3,18 ton/ha, dan Perkebunan Besar Swasta adalah 2,09 ton/ha. Rata-rata produksi per ha per tahun nasional adalah 2,21 ton/ha. Produksi per ha perkebunan kelapa sawit Indonesia per tahun masih rendah masih dapat ditingkatkan. 5) Produktivitas tenaga kerja per tahun industri minyak sawit Indonesia pada tahun 1993 adalah 46,4 ton/tk (tk= tenaga kerja), dan pada tahun 1997 adalah sebesar 103 ton/tk. Pada tahun 1996 produktivitas tenaga kerja per tahun mencapai yang paling tinggi yaitu sebesar 133,6 ton/tk. Produktivitas tenaga kerja industri minyak sawit Indonesia masih rendah, masih dapat ditingkatkan misalnya sebesar yang dicapai pada tahun 1996. 6) Dari tahun 1993-1997 industri minyak sawit Indonesia merupakan pemasok terbesar minyak makan nabati Indonesia. Jumlah produksi industri minyak sawit Indonesia dari tahun 1993-1997 adalah antara 88,5%-92,6% dari seluruh produksi industri minyak nabati Indonesia. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa dari tahun 1993-1997 penawaran minyak nabati di pasar domestik dikuasai oleh penawaran industri minyak sawit Indonesia. 7) Dari tahun 1988-1997 pabrik pengolahan minyak sawit Indonesia telah berkembang cukup pesat, yaitu dalam 9 tahun dari tahun 1988 jumlah pabrik telah meningkat sebesar 135 pabrik (195,6%), kapasitasnya meningkat sebesar 6.020 ton TBS/jam (293%). 8) Struktur pasar industri minyak sawit Indonesia di dalam negeri dari tahun 1993-1997 mempunyai tingkat konsentrasi (CR4) yang relatif rendah yaitu antara 0,10-0,20. Hal ini berarti di pasar domestik minyak sawit Indonesia tidak terdapat sekelompok kecil yang cukup dominan menguasai pasar atau sisi penawaran industri minyak sawit Indonesia di pasar domestik tidak dikuasai oleh sekelompok kecil perusahaan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa sering terjadinya ketidakseimbangan penawaran dan permintaan di pasar dalam negeri bukan karena kondisi struktur pasar industri minyak sawit. 9) Struktur pasar industri minyak goreng sawit Indonesia di dalam negeri terkonsentrasi cukup tinggi yaitu angka CR4-nya sekitar 0,65-0,80. Karena angka CR4 dihitung dari pangsa jumlah pengadaan bahan baku, make berarti pasar minyak sawit di dalam negeri telah dikuasai oleh pembelian bahan baku 4 perusahaan terbesar industri minyak goreng sawit Indonesia. Atau penawaran dan permintaan minyak sawit di pasar dalam negeri dikuasai oleh 4 perusahaan terbesar industri minyak goreng sawit. 10) Realisasi alokasi penawaran minyak sawit Indonesia di pasar ekspor dari tahun 1967-1980 antara 55%-97% dari seluruh produksi minyak sawit Indonesia. Berarti dari tahun 1967-1980 arah penawaran industri minyak sawit Indonesia lebih ke pasar ekspor dari pada pasar dalam negeri. 11) Realisasi alokasi penawaran minyak sawit Indonesia di pasar dalam negeri dari tahun 1981-1996 adalah rata-rata per tahun 50% dari produksi minyak sawit seluruh Indonesia. Berarti dari tahun 1981-1996 arah penawaran industri minyak sawit Indonesia lebih ke pasar dalam negeri. 12) Beralihnya arah atau orientasi penawaran minyak sawit Indonesia diantaranya karena kebutuhan minyak sawit di dalam negeri memang meningkat banyak dan diarahkan oleh pemerintah melalui kebijakan pajak ekspor. 13) Perilaku penawaran minyak sawit Indonesia di pasar domestik dan ekspor dapat digambarkan dengan model regresi sebagai berikut: LQDN t = 4,68 + 1,39 LHSD t - 0,54 LHSI t + 0,58 LKURS t LQEK , = 2,69 + 0,16 LHSD , + 0,79 LHSI t + 0,80 LKURS1 QDN = jumlah penawaran di pasar dalam negeri QEK = jumlah penawaran di pasar ekspor HSD = harga minyak sawit di pasar dalam negeri HIS= harga minyak sawit di pasar ekspor KURS = nilai tukar rupiah terhadap dolar. 14) Pasar ekspor memang sangat menggiurkan produsen minyak sawit Indonesia. Hal ini karena disamping harganya di pasar internasional cenderung meningkat terus, harga minyak sawit di luar negeri dalam nilai rupiah selalu lebih tinggi dari harga di dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar jugs cenderung meningkat terus. 15) Di dalam perdagangan minyak sawit dunia, minyak sawit Indonesia masih mempunyai peranan yang cukup besar dan penting. Produksi dan ekspor minyak sawit Indonesia menduduki posisi terbesar ke dua di dunia setelah negara Malayasia. Pangsa ekspor dan produksi minyak sawit Indonesia dalam perdagangan minyak sawit dunia pada tahun 1997 adalah 24% untuk ekspor dan 29% untuk produksi semua. Oleh karena itu pasar ekspor dapat menjadi aiternatif yang menguntungkan. 16) Penawaran minyak sawit Indonesia lebih menguntungkan jika penawarannya ditujukan di pasar ekspor semua dari pada untuk pasar domestik. 17) Di dalam perdagangan minyak sawit dunia, komoditi minyak sawit Indonesia mempunyai peluang yang cukup besar untuk ditingkatkan. Produksi minyak sawit dunia masih di bawah kebutuhan minyak sawit dunia. Permintaan minyak sawit Indonesia di pasar ekspor juga cenderung meningkat terus. 18) Kebutuhan minyak sawit industri minyak goreng Indonesia adalah pada tahun 1979 sebesar 0,13 juta ton, pada tahun 1997 adalah sebesar 3,15 juta ton atau telah naik sebesar 19,3% per tahun. 19) Dari tahun 1978-1997 terdapat 3 kebijakan pemerintah pada industri minyak sawit Indonesia yaitu: (1).kebijakan pengadaan minyak sawit di dalam negeri; (2) kebijakan penetapan harga minyak sawit di dalam negeri; dan (3) kebijakan pajak ekspor minyak sawit. Yang sering dilaksanakan pemerintah adalah kebijakan pajak ekspor minyak sawit Indonesia. 20) Kebijakan-kebijakan pemerintah pada industri minyak, sawit Indonesia dapat dikatakan kurang tepat karena tujuannya hanya untuk stabilitas harga di pasar domestik. Terbukti jika targetnya tercapai, sifatnya sementara, dan kemudian sering muncui ketidak seimbangan permintaan dan penawarannya. Sebenarnya kebijakan pemerintah pada industri minyak sawit Indonesia dapat dikatakan tidak berhasil mencapai sasarannya dan tujuannya. Target yang diharapkan pemerintah dan konsumen di dalam negeri, hampir semuanya tidak tercapai. Harga minyak sawit dan harga minyak goreng di dalam negeri terlihat sering tidak stabil dan sering bergejolak. Pasokan minyak sawit di dalam negeri sering terjadi kelangkaan. Ekspor minyak sawit juga sering berfluktuasi tajam. 21) Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah yang diperlukan industri minyak sawit Indonesia adalah kebijakan untuk mendorong peningkatan produksi dan produktivitas. Dengan meningkatkan produksi minyak sawit di dalam negeri, maka permintaan di pasar ekspor dan pasar domestik dapat dipenuhi semua serta pasar ekspor dapat dipelihara tetap meningkat untuk mengumpulkan devisa. Harga di dalam negeri juga dapat dipelihara stabil karena kebutuhannya terpenuhi. Untuk jangka pajang kebijakan publik yang diperlukan adalah kebijakan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya yang cocok untuk tanaman kelapa sawit dan mempunyai potensi yang cukup besar. 22) Juga dapat disimpulkan yang menjadi masalah utama industri minyak sawit Indnesia adalah masalah penentuan alokasi penawaran untuk pasar ekspor dan pasar dalam negeri, bagaimana agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi produsen dan petani minyak sawit di dalam negeri, konsumen di dalam negeri (khususnya konsumen minyak goreng), dan pemerintah.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library