Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Isbagio
Abstrak :
Petanda molekuler yang dapat menunjukkan perbedaan dalam derajat progresivitas Osteoartritis (OA) akan memberikan kemudahan bagi penelitian klinik. Deoksipiridinolin (DPD) urin dan osteokalsin (OC) serum telah digunakan secara luas untuk petanda metabolisme tulang, sedangkan penggunaannya sebagai petanda molekuler OA belum banyak data yang mendukung. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang saling bertentangan dalam hal eskresi DPD urin dan kadar OC serum pada berbagai derajat OA lutut. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan ekskresi DPD urin dan kadar OC serum diantara derajat dari OA lutut. Penelitian ini merupakan studi potong-lintang pada satu kelompok dari 69 pasien OA lutut. Derajat OA ditentukan menurut skala derajat Kellgren dan Lawrence. Kelompok pasien dengan OA lutut derajat 2 dinyatakan sebagai kelompok OA awal dan kelompok pasien dengan derajat 3 dan 4 dinyatakan sebagai kelompok OA lanjut. DPD urin diukur dengan metode Immunochemilunescence dan OC serum menggunakan metode Elisa. Nilai rerata eskresi DPD urin pada pasien OA lebih tinggi dari nilai normal (9.79 + 7.28 nM DPD/mM Creatinin), tetapi nilai rerata OC serum dalam batas normal (8.49 + 4.68 ng/mL). Tidak ada perbedaan bermakna di antara OA awal dan OA lanjut dalam hal usia, indeks massa tubuh (IMT),lama sakit, eskresi DPD urin dan kadar serum OC. Disimpulkan, pada model penelitian potong lintang ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal ekskresi DPD urin dan kadar OC serum di antara derajat OA lutut. Oleh karena hasil dari berbagai penelitian tidak konstan maka penggunaan DPD urin dan serum OC sebagai petanda molekuler untuk progresivitas OA masih memerlukan lagi penelitian prospektif jangka panjang. (Med J Indones 2004; 13: 96-101)
The identification of molecular markers, which reflects differences in disease progression rates in Osteoarthritis (OA), would greatly facilitate clinical studies. Urinary Deoxypyridinoline (UDPD) and serum osteocalcin (OC) had been widely used for marker of bone metabolism, but the use for molecular marker in OA was lack of data. Recent studies show that there were conflicted results between urinary excretion of DPD and serum OC value within knee OA grading. The aim of this study is to compare of urinary excretion of DPD and the level of serum OC as destructive parameter of cartilage within the knee OA grading. This cross sectional study comprise of 69 patients with OA of knee joints. Kellgren and Lawrence scale was use for grading of OA. Group of patients with knee OA grade 2 call as group of early OA and group of patients with knee OA grade 3 and 4 calls as group of late OA. DPD in urine was measured using Immunochemilunescence, serum osteocalcin was measured using Elisa method. The mean value of urinary concentrations of DPD in OA patients was higher than normal value (9.79 + 7.28 nM DPD/mM Creatinin), and the mean value of serum OC within normal value (8.49 + 4.68 ng/mL). There were no significant differences of age, body mass index (BMI), duration of illness, urinary excretion of UDPD and serum OC level between early and late OA. In conclusion, there is no significant difference of urinary excretion of DPD and serum OC level within knee OA grading. The use of urinary DPD and serum OC as molecular markers of progression of OA needed to be explored by other longitudinal study. (Med J Indones 2004; 13: 96-101).
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-96
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Gumilar
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Osteoporosis pasta menopause merupakan masalah kesehatan yang serius, dan masih diperlukan alternatif regimen dalam penatalaksanaannya. OBYEKTIF: Mengetahui efek pemberian vitamin K 2 (menatetrenone) terhadap densitas mineral tulang (DMT), proses metabolisme tulang dan kejadian fraktur vertebra lumbal pada pasien osteoporosis pasta menopause. METODE: Total 63 perempuan Indonesia usia 65 sampai 75 tahun penderita osteoporosis pasca menopause mengikuti penelitian selama 4R minggu. Penelitian ini merupakan uji Minis tersamar ganda. Kelompok Kontrol (n=30) mendapatkan kalsium karbonat 1500 mg/had per oral dan kelompok kasus (n=33) mendapatkan menatetrenone 45mg/hari per oral kombinasi dengan kalsium karbonat 1500 mg/hari per oral. Kedua kelompok kemudian dinilai DMT pada vertebra lumbal (LDMT), collum femur (CFDMT) dan distal radius (DRDMT) dengan menggunakan dual-energy X-ray absorpsiometry [DEXA]; kadar serum osteocalcin (OC) dan serum undercarboxilated osteocalcin (ucOC) serta insiden fraktur pada vertebra lumbal. HASIL PENELITIAN Karakteristik data dasar kedua kelompok indentik. Perubahan persentase dui data inisial untuk nilai LDMT, CFDMT dan DRDMT di minggu ke 24 dan ke 48, masingmasing adalah -0.71 ± 3.7 % dan -0.72 ± 3.7 %; 3.8 ± 5.7 % dan 0.9 ± 3.3 %; 3.4 ± 9.8 % dan 4.2 ± 13.2 % untuk kelompok kontrol , serta masing-masing 0.7 ± 3.2 % dan 1.2 ± 3.8 %; 1.6 ± 4.7 % dan 1.57 ± 5.5 %; 2.3 ± 10.6 % dan 3.2 ± 13.7 % untuk kelompok kasus. Semua peningkatan DMT yang di dapat pada tiap pengukuran pada kelompok kasus tidak berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.191 untuk LDMT 24 minggu dan p= 0.169 untuk LDMT 48 minggu; p= 0.198 untuk CFDMT 24 minggu dan p= 0.989 untuk CFDMT 48 minggu; p= 0.640 untuk DRDMT 24 minggu dan p=0.912 untuk DRDMT 48 minggu). Perubahan persentase dari data inisial untuk nilai OC di minggu ke 24 dan ke 48 adalah 33.5 ± 35.7 % dan 35.1 ± 69.2 % untuk kelompok kontrol serta 51.5 ± 59.4 % dan 33.8 ± 30.5 % untuk kelompok kasus. Peningkatan nilai OC pada kelompk kasus tidak berbeda bermakan dibandingkan kelompok kontroI (p= 0.201 pada minggu ke 24 dan p= 0.396 pada minggu ke 48). Begitu juga perubahan nilai ucOC pada minggu ke 24 tidak berbeda bermakna antara kelompok kasus dan kelompok kontrol (35.1 ± 69.2 % untuk kelompok kontrol dan 33.8 ± 30.5 % kelompok kasus, p=0.368). Pada penelitian ini tidak didapakan fraktur vertebra lumbal selam 48 minggu pengobatan baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Akan tetapi penurunan tinggi korpus vertebra lumbal pada kelompok kasus lebih kecil dan secara statistik berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol (0.688 ± 0.612 untuk kelompok kasus dan 1.195 ± 0.816 untuk kelompok kontrol, p= 0.006). Tidal( didapatkan efek samping yang bermakna baik pada kelompok kontrol maupun kelompok kasus. KESIMPULAN: Dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin K 2 memberikan pengaruh protektif terhadap resiko fraktur pada vertebra lumbal meskipun tidak berhasil meningkatkan DMT secara bermakna dibanding pemberian kalsium.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pruput Dwi Mutiari Soekarno
Abstrak :
Defek pada daerah kraniofasial memiliki struktur 3 dimensi yang rumit, sehingga memiliki tingkat kesulitan tersendiri saat dilakukan restorasi. Bone graft tetap menjadi pilihan utama pada rekonstruksi defek tulang segmental. Beberapa metode rekonstruksi defek tulang adalah dengan penggunaan bone graftberupa autograft, allograft, dan bone graft sintetik. Bone graft sintetik merupakan bahan yang paling mudah didapatkan, namun memiliki keterbatasan sifat osteogenik. Seperti beta tricalcium phospate yang terlalu cepat diresorbsi. Fibronectin merupakan komponen matriks ekstraselular yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas sel osteoblast sehingga meningkatkan potensi osteogenik pada bone graft sintetik. Metode: kultur sel osteoblas manusia (MG63) dalam jumlah yang cukup, dibagi dalam beberapa kelompok kelompok: kelompok 1 dipajankan dengan beta tricalcium phosphate dan kelompok lainnya dipajankan dengan beta tricalcium phospate dan fibronectin dengan konsentrasi yang berbeda . Pada hari ke-2, 6, 8 setelah pemajanan dilakukan pemeriksaan kadar osteokalsin terhadap kelompok-kelompok tersebut. Hasil yang didapat menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada ekspresi osteokalsin pada kedua kelompok. Kesimpulan: Peran Fibronectin untuk mempercepat dan meningkatkan konsentrasi osteoklasin pada sel osteoblast tidak terlalu signifikan. Fibronectin dapat digunakan sebagai scaffold dalam rekayasa jaringan. Kata kunci: bone graft, Beta tricalcium phosphate, fibronectin, sel osteoblast, osteokalsin.
Craniofacial defect comprises of complex 3D structure, therefore have high level of difficulty to restore. In segmental bone defect, bone graft remain a gold standard. Several methods of in bone defect reconstruction are using autograft, allograft, and synthetic bone graft. Synthetic bone graft have high availability but less of osteogenic potency. Beta Tricalcium phospate have good structure but the resorbtion time is fast. Fibronectin is an extracelullar matrix component that can increase osteoblast cell activity and osteogenic potency in synthetic bone graft. Method: human osteoblast cell line (MG63) divided into several groups, one group was given Beta tricalcium phospate and other groups was given beta tricalcium phospate and fibronectin with different concentration. On day 2, 6, 8 concentration of osteocalcin wasmeasured. The result shows no significant different in osteocalcin expression in those groups. Fibronectin role in increasing and accelerating osteocalcin concentration are not too significant. Fibronectin can be used as a scaffold in bone regeneration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadjar Seno Adji
Abstrak :
Latar belakang: Kerusakan tulang pada bagian kraniofasial membutuhkan terapi regenerasi. Terapi regenerasi yang sudah ada yaitu dengan subtitusi material bone graft sebagai scaffold. Hidroksiapatit merupakan material dengan osteokonduktivitas yang tinggi yang sering digunakan sebagai scaffold. Untuk penggunaanya yang lebih efektif, hidroksiapatit dapat dikombinasikan dengan bahan lain seperti gelatin dan propolis yang dapat meningkatkan perlekatan dan diferensiasi sel osteoblas. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menetapkan potensi penambahan propolis terhadap scaffold HA-Gel sebagai biomaterial regenerasi tulang. Metode: Literature review disusun pada bulan Desember 2020 dengan menelusuri literatur dari dua pangkalan data, yaitu PubMed dan Scopus. Literatur harus memenuhi kriteria inklusi berupa artikel berbahasa inggris, diterbitkan dalam 10 tahun terakhir, tersedia dalam bentuk full - text, open access, dan merupakan research article. Penentuan literatur inklusi menggunakan alir PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses). Hasil: Didapat empat literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi. Keempat literatur tersebut membahas mengenai pengaruh scaffold Hap-GEL dan propolis terhadap terapi regenerasi tulang. Scaffold hidroksiapatit-gelatin dan propolis dapat menginisiasi peningkatan alkalin fosfatase dan osteokalsin dalam regenerasi tulang. Kesimpulan : Propolis memiliki potensi untuk ditambahkan pada Scaffold Hap-GEL sebagai biomaterial regenerasi tulang. ......Background: Craniofacial bone defect needs regenereative therapy. Current therapy of bone regeneration is bone graft material subtitution as a scaffold. Hydroxyapatite is the high osteoconductive material which often use as scaffold. For the greater use effectivity, it is able to be combined with another matherial such gelatin and propolis which have ability to increase ostoeblast cell adhesion and diferentiation. This literature review is aiming to establish the potential of propolis addition in HAp-GE biomaterial scaffold as bone regenerative therapy. Methods: The literature review is conducted in December 2020 by searching the literature on two electronic databases, PubMed dan Scopus. The literature should meet the inclusion criteria requirements which are in english, published in the last 10 years, available in full-text, and research article. Included literatures determined using the PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses). Results: There are four literature which match with the inclusion criteria. All of them discussed the effect of HAp-GEL scaffold and propolis on bone regenerative therapy. The hydroxyapatite-gelatin scaffold and propolis initiate the increase of Alkaline phosphatase and osteocalcin. Conclusion: The propolis has potential to combine with HAp-GEL scaffold as a biomaterial for bone regenerative therapy
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Handayani
Abstrak :
Latar Belakang: Magnesium ECAP mempunyai sifat mekanis yang baik danpengaruh osteoanabolik, namun magnesium memiliki sifat korosif.Imunohistokimia mengidentifikasi respon proses korosi dengan melihat jejakjaringan sekitar. Metode: Tulang femur dipasang miniplate dan screwdikelompokkan 1-3-5 bulan. Tulang kontrol diambil pada sisi berlawanan. Hasil Imunohistokimia dinilai dengan skoring. Data diuji nonparametrik dengan tingkatkepercayaan 99. Hasil: Perbedaan bermakna kelompok perlakuan dengankelompok kontrol p=0,000 . Peningkatan pembentukan trabekula dan responosteogenesis. Peningkatan revaskularisasi dan reaksi kluster diferensiasi terhadapgas poket hingga bulan ke-3. Kesimpulan: Respon jaringan sekitar tertoleransi dengan terjadinya peningkatan osteogenesis, tidak ditemukannya jaringannekrosis, dan penurunan nilai gas poket. ......Background : ECAP processed magnesium has an excellent mechanicalproperties and osteoanabolic effect. However metal materials are known to havecorrosive nature, and magnesium was no exception. Immunohistochemistry is ableto identify corrosion process response in living organism by looking into its tracesin surrounding tissus. Methods : The femur bone samples were implanted byECAP processed magnesium miniplate and screw for 1, 3, and 5 months. Theopposing femur was left alone as control samples. Afterwards,immunohistochemical staining results were scored and tested using nonparametrictests with confidence interval of 99. Results : Significant differences werefound between treatment groups and control groups p=0.000. The increase oftrabeculae formation and osteogenesis responses also revascularisation anddifferentiation clusters to gas voids are observed well into the 3 month samples. Conclusion : Surrounding tissue responses are tolerated as shown by the increaseof osteogenesis, untraceable necrotic tissues, and the decrease in gas voids score.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library