Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Arif
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas peran otaku dalam perkembangan doujinshi melalui Comic Market yang merupakan pasar doujinshi terbesar yang diadakan di Tokyo, Jepang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis. Penelitian tentang otaku dalam tulisan ini diambil dari perspektif bisnis yang diungkapkan oleh Nomura Research Institute. Otaku dalam tulisan ini digambarkan sebagai 'enthusiastic consumer', orang yang sangat antusias terhadap bidang yang menjadi hobi dan kegemarannya, serta memiliki ciri-ciri psikologis yang unik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otaku berperan dalam perkembangan doujinshi melalui tiga hal, yaitu dari segi kreativitas, koleksi, dan komunitas.
ABSTRACT
The focus of this study is the role of otaku in the development of doujinshi through Comic Market which is the biggest doujinshi convention held in Tokyo, Japan. Otaku in this research is viewed from business perspective which was revealed by Nomura Research Institute. Otaku, known as enthusiastic consumer, are the people who devote themselves in their hobby and interest, and possess unique psychological characteristics. The result of this research indicates that otaku have three major roles in the development of doujinshi, namely creativity, collection, and community.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Diana Khaled
Abstrak :
Jepang adalah salah satu negara yang memiliki industri Mobile game dengan pendapatan tertinggi di tingkat global. Salah satu bentuk monetisasi dalam industri mobile game Jepang yaitu menerapkan sistem free-to play, di mana para pemain dapat mengunduhnya secara gratis, namun terdapat fitur pembelian yang disebut sebagai In-app purchase. Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas In-app Purchase pemain mobile game free-to play Jepang pada regional Indonesia dengan menggunakan konsep Otaku Animal Database Consumption. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis data penjelasan interpretatif, di mana peneliti menginterpretasi hasil transkrip wawancara informan, lalu menjelaskannya lewat konsep yang digunakan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukan temuan aktivitas permainan dan in-app purchase para pemain mobile game free-to play Jepang di Indonesia serta ciri khas sistem permainannya yang dapat dijelaskan melalui teori dan konsep Otaku Animal Database Consumption dan beberapa aktivitas pemain yang menunjukan beberapa dari konsep Internet gaming disorder. .......Japan is one of the highest revenue mobile game industry country at the global level. How the Japanese mobile game industry monetize their mobile game is by implementing a free-to-play system, where players can download it for free, but there is a purchase feature called In-app purchase. This study aims to analyze the In-app Purchase activities of Japanese free-to-play mobile game players in the Indonesian region using the concept of Otaku Animal Database Consumption. This type of research is a qualitative research by using interpretive explanation data analysis method, in which the researcher interprets the results of the interview transcripts of the informants, then explains them through the concepts used in the study. The results of the study show the findings of game activities and in-app purchases of Japanese free-to-play mobile game players in Indonesia as well as the characteristics of the game system which can be explained through the theory and concept of Otaku Animal Database Consumption and several player activities that show some of the concepts of Internet gaming disorder
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Wilyan
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang perilaku konsumsi dan produksi anime otaku dalam novel ringan Saenai Heroine no Sodatekata yang berbeda dari perilaku produksi dan konsumsi sebagaimana dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Menggunakan teori narration-driven consumption oleh Eiji Otsuka dan database-driven consumption oleh Azuma Hiroki, penulis mengkaji novel ringan ini dengan metode deskriptif analisis, membandingkan bagaimana perilaku anime otaku ditampilkan dalam novel ini dengan anime otaku dalam dunia nyata dan bagaimana perilaku mereka berbeda dari masyarakat pada umumnya.
ABSTRACT
This thesis explains about consumption and production behaviour of anime otaku in light novel series Saenai Heroine no Sodatekata. The writer analyses the consumption and production behaviour of Japanese geek and its differences from normal form of consumption and production. Utilising narration driven consumption theory by Eiji Otsuka and database driven consumption theory by Azuma Hiroki, the writer applies these theories to the light novel and compared it with real life anime otaku behaviour, furthermore shows the differences of consumption behaviour between casual people compared with anime otaku.
2017
S68115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Embun Laras Mega
Abstrak :
Perkembangan budaya pop Jepang di Indonesia sebagai soft power, membuat banyak hal baru yang masuk ke Indonesia. Banyak istilah, konsep, hingga akhirnya subkultur baru yang muncul menyusul munculnya media-media yang berisi budaya pop dari Jepang. Seperti cosplay, idol, komunitas penggemar karakter, dan fetishist dari sebuah tipe karakter. Salah satu yang muncul dari sini adalah penggemar loli dan shota. Penggemar loli dan shota merupakan salah satu aspek di dalam budaya pop Jepang yang cukup kontroversial karena keterkaitannya dengan pedofilia. Terkadang, makna bahkan definisi jelas loli dan shota yang memiliki variasi antar individu atau antar komunitas membuat kedua fenomena ini saling berdekatan, tumpang tindih, dan bahkan saling bertabrakan. Hal ini membuat kita bertanya-tanya, apa sebenarnya makna dari loli dan shota bagi para penggemarnya dan apa yang mereka lihat. Sekaligus, membuat kita melihat gambaran yang lebih luas tentang sejauh mana teknologi dapat memunculkan ikatan antara sebuah hal yang nyata, dan yang maya. ...... The development of Japanese Pop Culture in Indonesia as a soft power, creates a whole new culture in Indonesia. This includes new term, concept, and a new sub-culture that appears as the result of various media from Japan. Such as: Cosplay, Idol, Character Fan Club and fetishist which comes from a certain type of character. One of the group of them is the fans of Loli and Shota. These group of fans is one of the aspect of whats inside the Japanese Pop Culture. However, this group of fans are also one of the most controversial due to the fact that it carries a relation to paedophilia. Sometimes, the meaning and even, the clear definition of loli and shota have a lot of variations between the individual or between the communities itself, makes the two phenomenon close to each other, as if it overlaps between one another and even it collides between themselves. This makes some people wonder, what is the actual definition of loli and shota for the fans and what they see through their point of view. Also, it creates a broader picture about how far wide technology can create a bond between something that is real and something that is virtual.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.
ABSTRACT
This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iman Rustarmadi
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kaitan budaya konsumsi Otaku MMORPG Jepang dengan genre light novel Overlord. Dengan menggunakan teori aspek semiotic dari Roland Barthes, penulsi mengkaji light novel ini dari segi sintagmatik dan paradigmatic. Hasil Analisis menunjukkan bahwa di dalam light novel Overlord, terdapat konten konten MMORPG yang membentuk hubungan sintagmatik dan paradigmatiknya. Hal ini membuktikan bahwa Overlord adalah sebuah light novel yang dibentuk dengan unsur MMORPG. Dengan menggunakan teori konsumsi database dari Hiroki Azuma, bisa diasumsikan bahwa light novel Overlord telah memakai database MMORPG untuk mengembangkan narasi yang dijualnya. ......This Thesis explains about relations between light novel Overlord and Japanese MMORPG Otaku consumption culture. By applying Roland Barthes rsquo s theory of Semiotic Aspects, writer will analyze this light novel from syntagmatic and paradigmatic point of view. This analysis showed that within light novel Overlord, there is MMORPG content which build the syntagmatic and paradigmatic relationship inside. This analysis showed that Overlord is a light novel created by MMORPG elements. By applying database consumption theory by Hiroki Azuma, this shows that Overlord have used MMORPG database to create it rsquo s narrative.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Astuti Winata
Abstrak :
Skripsi ini membahas karya 'Superflat' Murakami Takashi sebagai redefinisi identitas budaya Jepang dalam era globalisasi, melalui tiga analisis karya 'Superflat' berdasarkan teori artikulasi dari Stuart Hall. Penelitian ini adalah penelitian dengan metodologi kualitatif dengan pendekatan analisa wacana (discourse analysis). Hasil dari penelitian ini menunjukkan secara mendetail bagaimana 'Superflat', sebagai sebuah 'dialog baru' yang diciptakan Murakami melalui penggabungan antara elemen ideologis Pop Art Amerika sebagai 'colonializer', dengan elemen ideologis Jepang sebagai masyarakat yang ter-'colonialized', yaitu unsur-unsur produk subkultur yang mewarisi konsep seni tradisional Jepang dari zaman Edo, merupakan alat bagi Murakami untuk melakukan redefinisi identitas budaya Jepang di era globalisasi ini. ......This thesis discusses 'Superflat' by Murakami Takashi as a redefinition of Japanese Cultural Identity in Globalization Era through three analysis of Superflat works, based on the theory of articulation by Stuart Hall. This is a qualitative research, combined with discourse analysis. The result of this research shows in detail how 'Superflat' as a 'new dialogue' which was created by Murakami through the combination between ideological element of American Pop Art as a colonizer, with ideological element of the Japanese as the colonialized society, which is subculture products that inherits the concept of traditional Japanese art, as a tool for Murakami to redefine Japanese cultural identity in the era of globalization.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42100
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
Abstrak :
Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan. ...... This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Musthafa Arisun
Abstrak :
'Hatsune Miku', yang berasal dari Jepang, adalah salah satu penyanyi virtual yang mewakili piranti lunak komputer ldquo;VOCALOID rdquo;. Unsur-unsur lsquo;Indonesia rsquo; dapat dikatakan berpadu dengan Hatsune Miku dari Jepang. Bagaimanapun, perpaduan ini memperlihatkan pula bagaimana unsur-unsur khas 'Jepang' tetap mewarnai tampilan dan konten Hatsune Miku. Tulisan ini memaparkan penelusuran secara tekstual yang telah dilakukan terhadap perpaduan unsur budaya dalam Hatsune Miku serta bagaimana unsur dominan dari Hatsune Miku tetap dipertahankan. Hatsune Miku dilibatkan dalam produksi kebudayaan ini untuk menyatakan bahwa yang bisa mengatur jalannya penyeragaman budaya/ unsur dominan budaya bukan hanya Jepang. Hal tersebut memperlihatkan bagaimana aktor non manusia memberikan semacam wewenang bagi manusia untuk menentukan pola-pola produksi yang diinginkannya. ...... 'Hatsune Miku', originally imported from Japan, is a computer generated virtual singer, which is mainly generated by the ldquo VOCALOID rdquo software. One might say there is a cultural merging between Japanese and Indonesia cultural elements in Hatsune Miku. However, there are some noticeable dominant elements, which can be identified as lsquo Japanese rsquo despite of this cultural merging process. Hatsune Miku is involved in this cultural production to proclaim that Japan is not the only one who could control the manipulation of culture. In Indonesia, there has been evidences leading to new understanding that cultural actors may not always be human, but they can also be non human actors which can provide certain legitimations to decide production means by Indonesian people.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T47145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radityo Eko Prasojo
Abstrak :
Skripsi ini membahas anime mangateki realism dalam hifantajii light novel yang berjudul Boku wa Tomodachi ga Sukunai. Light novel adalah novel yang ditujukan untuk remaja yang mempunyai ilustrasi bergaya anime dan manga. Sedangkan hifantajii adalah unsur non-fantasi dalam light novel. Anime mangateki realism merupakan penggambaran dunia anime dan manga dalam light novel. Hal ini dilihat dari penggunaan kyarakutaa deetabeesu dalam light novel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anime mangateki realism sama sekali tidak dekat dengan realisme dan light novel adalah novel yang lebih ditargetkan kepada kalangan otaku.
This thesis explain the concept of anime manga-like realism through non-fantasy light novel titled Boku wa Tomodachi ga Sukunai. Light novel is a type of novel that is targeted toward teen which has anime manga style illustration. Anime manga-like realism is a term for anime and manga world portrayal in light novel. This can be seen by the use of character database in light novel. The results of the research concludes that anime manga-like realism is not like realism at all and light novel is a novel that is mainly targeted toward otaku readers.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43150
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library