Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akmal Taher
"ABSTRAK
Impotensi seksual adalah keadaan dimana ereksi penis tidak dapat dicapai atau dipertahankan untuk melakukan hubungan kelamin. Batasan ini hanya meliputi kemampuan ereksi penis dan tidak melibatkan masalah libido, ejakulasi serta orgasme (KRANE dkk 1989).
Keluhan impotensi, tidak hanya menimbulkan masalah bagi penderita dan pasangannya, akan tetapi bagi seluruh keluarga dan masyarakat lingkungannya. Hilangnya kemampuan ereksi mempunyai dampak lebih besar daripada sekedar kegagalan hubungan kelamin, akan tetapi dirasakan juga sebagai hilangnya sifat kejantanan. Dapatlah dimengerti mengapa keadaan tersebut merupakan sesuatu yang menakutkan bagi penderita. Penderita akan mengalami kecemasan, gangguan komunikasi dan depresi. Dalam keadaan ini keutuhan keluarga sulit untuk dipertahankan lagi (HENGEVELD 1983).
Walaupun angka prevalensi gangguan seksual telah banyak dilaporkan di kepustakaan, akan tetapi kurang dapat menggambarkan masalah kegagalan ereksi. Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10 juta pria menderita impotensi (SHABSIGH 1988). Impotensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan usia. Keadaan ini diidap oleh sekitar 1.9% pria berusia 40 tahun, angka kejadian ini meningkat menjadi 25% pada usia 65 tahun (KRANE dkk 1989). Angka kejadian ini akan lebih meningkat lagi pada populasi rumah sakit. Impotensi sangat sering timbulImpotensi seksual adalah keadaan dimana ereksi penis tidak dapat dicapai atau dipertahankan untuk melakukan hubungan kelamin. Batasan ini hanya meliputi kemampuan ereksi penis dan tidak melibatkan masalah libido, ejakulasi serta orgasme (KRANE dkk 1989).
Keluhan impotensi, tidak hanya menimbulkan masalah bagi penderita dan pasangannya, akan tetapi bagi seluruh keluarga dan masyarakat lingkungannya. Hilangnya kemampuan ereksi mempunyai dampak lebih besar daripada sekedar kegagalan hubungan kelamin, akan tetapi dirasakan juga sebagai hilangnya sifat kejantanan. Dapatlah dimengerti mengapa keadaan tersebut merupakan sesuatu yang menakutkan bagi penderita. Penderita akan mengalami kecemasan, gangguan komunikasi dan depresi. Dalam keadaan ini keutuhan keluarga sulit untuk dipertahankan lagi (HENGEVELD 1983).
Walaupun angka prevalensi gangguan seksual telah banyak dilaporkan di kepustakaan, akan tetapi kurang dapat menggambarkan masalah kegagalan ereksi. Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10 juta pria menderita impotensi (SHABSIGH 1988). Impotensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan usia. Keadaan ini diidap oleh sekitar 1.9% pria berusia 40 tahun, angka kejadian ini meningkat menjadi 25% pada usia 65 tahun (KRANE dkk 1989). Angka kejadian ini akan lebih meningkat lagi pada populasi rumah sakit. Impotensi sangat sering timbul pada penderita kencing manis, sklerosis multipel, penyakit tekanan darah tinggi ataupun gagal ginjal.
Pada suatu survai, didapatkan sekitar 50% pria penderita kencing manis ternyata mengalami impotensi (LINCOLN dkk, 1987). TUTTLE dkk melaporkan bahwa sekitar 10% penderita infark otot jantung ternyata menderita kehilangan kemampuan ereksi yang menetap. Keadaan ini juga sering diketemukan pada pria dengan penyakit hipertensi arterial, dengan angka kejadian yang bervariasi antara 20-30% tergantung pada jenis obat-obatan yang digunakan (WEIN dan ARSDALEN, 1988).
Sampai saat ini belum pernah ada laporan angka kejadian impotensi seksual di Indonesia. Faktor psikologis, yang menyebabkan penderita tidak mencari pengobatan ke rumah sakit diduga merupakan penyebab seolah-olah rendahnya angka kejadian ini. Hal ini dapat mengaburkan besarnya permasalahan yang ada. Lebih jauh lagi, langkanya dokter yang terlatih dan sarana diagnostik yang memadai menyebabkan pelayanan penderita impoten secara ilmiah tidak memuaskan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
D410
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cyntia Wahyuningrum
"Penyakit Crohn (PC) merupakan penyakit inflamasi saluran cerna kronis, berupa kerusakan mukosa, dan inflamasi transmural pada jalur gastrointestinal. Fibrosis usus disebabkan oleh aktivasi dari respon sel mesenkimal ke berbagai mediator inflamasi yang memproduksi sel inflamasi dan sel imun. Salah satu mediator inflamasi adalah platelet-derived growth factor (PDGF). PDGF berperan penting dalam menstimulasi produksi, migrasi dan kelangsungan hidup miofibroblas. PDGF dimodulasi oleh ikatan protein ekstraseluler dan matriks molekul. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi situs pentargetan PDGF sebagai informasi untuk penghantaran obat terapi fibrosis pada usus tikus dan manusia dengan metode Precision cut intestinal slices (PCIS) menggunakan PDGF. Teknik PCIS merupakan metode kultur secara ex vivo yang merepresentasikan kompleksitas organ manusia. Teknik PCIS digunakan untuk mempelajari proses multiseluler dimana irisan jaringan berisi semua sel dengan lingkungan alaminya. Interaksi interseluler dan matriks sel tetap utuh dalam irisan jaringan. Irisan dapat direproduksi dan dapat dibuat dengan ketebalan yang diinginkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa PDGF dengan konsentrasi 50 ng/ mL selama 48 jam tidak berpengaruh terhadap viabilitas dari irisan. Selain itu, PDGF juga berperan pada dediferensiasi sel otot polos dan modulasi fenotip sel otot polos di usus. Oleh karena itu, dapat ditentukan terapi pencegahan fibrosis pada usus tikus dan manusia yang berkaitan dengan anti PDGF.

Crohn's Disease (CD) is a chronic inflammatory bowel disease, characterized by mucosal damage, and transmural inflammation of the gastrointestinal tract. Intestinal fibrosis is caused by activation of mesenchymal cells in response to a variety of inflammatory mediators amongst others produced by inflammatory cells and immune cells. One of these (pro-fibrotic) mediators is platelet derived growth factor (PDGF). PDGF plays an important role in stimulating reproduction, migration and survival of myofibroblasts. PDGF also modulates extracellular binding proteins and matrix molecules. Aim of this study is to identification of targeting site which sensitive PDGF as information for drug delivery of fibrosis therapy in rat and human intestine by using PCIS (Precision-Cut Intestinal Slices). PCIS techniques is an ex vivo culture method that is able to represents the complexity multicellular, of an intact human organ. PCIS techniques are viable ex vivo explants of tissue with a reproducible, well defined thickness. They represent a mini-model of the organ under study and contain all cells of the tissue in their natural environment, leaving intercellular and cell-matrix interactions intact, and are therefore highly appropriate for studying multicellular processes. This research showed that PDGF 50ng/mL for 48 hours does not affect the viability of the slices. In the other hand, PDGF plays an dedifferentiation smooth muscle cells. Therefore, it can be determined for prevent fibrosis therapy in rat and human intestine with anti PDGF.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T49009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library