Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Febria Rachmadini
"Penelitian ini merupakan penilaian ergonomi di tempat kerja konstruksi Proyek Apartemen Pejaten Park Residence PT PP Persero tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian dekskriptif kuantitatif dengan desain studi cross sectional, melalui observasi langsung pada seluruh tahapan kegiatan. Penilaian tingkat risiko ergonomi menggunakan metode Ovake Working Assesment (OWAS) dan Quick Exposure Checklist (QEC), sedangkan keluhan MSDs per bagian tubuh yang dirasakan pekerja menggunakan kuesioner Nordic Body Maps. Berdasarkan metode OWAS hasil analisis risiko ergonomi pada pekerjaan plesteran, pengecatan, pemasangan keramik, dan pemasangan plafon memiliki tingkat risiko menengah, sedangkan berdasarkan metode QEC tingkat risiko ergonomi per bagian tubuh rata- rata pada setiap pekerjaan, pada punggung memiliki risiko tinggi, bahu/lengan dan pergelangan tangan memiliki risiko sedang, dan leher memiliki risiko sangat tinggi. Hasil kuesioner Nordic Body Maps, paling banyak merasakan keluhan gangguan otot rangka pada pinggang (62,9%), leher bagian atas (61,4%), punggung (60%), bahu kanan (58,6%), dan bahu kiri (55,7%). Upaya untuk mengatasi pajanan ergonomi dan keluhan MSDs dapat dilakukan dengan meninjau kembali desain kerja, peralatan kerja, dan lingkungan kerja.

This study is an ergonomic assesment in the construction workplace at project of Apartment Pejaten Park Residence PT PP Persero in 2016. This research is a quantitatve descriptive research with cross sectional study design, through direct observation at all stages of activity. The assesment of ergonomic risk level uses Ovake Working Assessment System (OWAS) and Quick Exposure Checklist (QEC), while the level of MSDs complaints that is felt by workers per part of the body using Nordic Body Maps questionnaire. Based on the results of risk analysis methods OWAS ergonomics at work plastering, painting, tiling, and installation of ceiling has a medium risk level, while based on QEC method ergonomic risk levels per body part on average at every task, on the back has a high risk, shoulder / arm and the wrist has a moderate risk, and the neck has a very high risk. Nordic Body Map questionnaire results about MSDs complaints were many who complained on the the waist (62.9%), upper neck (61.4%), back (60%), right shoulder (58.6%), and left shoulder (55,7%). Efforts to overcome the ergonomic exposures and MSDs complaint can be done with the review of design work, equipment, and environment in the workplace.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Miski Irfani
"Penanganan beban manual (PBM) merupakan aktivitas yang dapat menimbulkan keluhan gangguan otot rangka pada pekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat risiko ergonomi pada aktivitas PBM dan gambaran distribusi keluhan gangguan otot rangka pada pekerja di back end area Toko X Depok tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain crossectional. Penilaian tingkat risiko ergonomi dilakukan menggunakan metode BRIEF dengan menilai postur, berat beban, durasi, dan frekuensi. Penelitian ini juga menggambarkan karakteristik pekerja yang melakukan aktivitas PBM di back end area, seperti jenis pekerjaan, umur, lama kerja, kebiasaan merokok, pendidikan, dan jenis kelamin. Data keluhan gangguan otot rangka diambil menggunakan kuesioner NMQ dengan jumlah 11 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan beberapa aktivitas PBM di back end area toko mempunyai risiko tinggi terhadap bagian tubuh siku kiri, siku kanan, bahu kiri, bahu kanan, dan punggung. Keluhan gangguan otot rangka banyak dirasakan pekerja pada bagian tubuh bahu kanan dan punggung bawah dengan persentase sebesar 45,5%. Upaya perbaikan untuk mengurangi aktivitas PBM dapat dilakukan dengan menggunakan alat memindahkan barang (pallet stacker) yang dapat diatur ketinggiannya dan edukasi pekerja terkait bahaya ergonomi.

Manual handling is an activity that can cause musculoskeletal disorders. This research illustrates ergonomics risk level in manual handling activities and also illustrates the distribution of musculoskeletal complaints at the back end area of store X Depok in 2016. It is a descriptive observational study with cross-sectional design. The ergonomics risk level was assessed by BRIEF method which evaluate posture, force, duration, and frequency. This research also gathered information on individual characteristics (such as occupation, age, job tenure, smoking behavior, education, and gender) of the workers who perform manual handling activity regularly in back end area. The data of musculoskeletal symptoms complaints were collected using NMQ questionnaires with 11 responden. The result of this study indicates several activites in back end area are high risk to left elbow, right elbow, left shoulder, right shoulder, and back. Most complaints come from right shoulder and lower back with 45,5%. Manual handling activity can be reduced by using pallet stacker with adjustable height and educate the workers about ergonomics."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trysa Arisna
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada cleaning service di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia yang memiliki aktivitas berisiko mengalami gejala gangguan otot rangka pada pekerja. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran faktor fisik dan psikososial pada cleaning service terhadap gejala gangguan otot rangka. Faktor risiko fisik force, postur janggal, dan gerakan repetitive dan faktor risiko psikososial dukungan sosial,decision latitude, effort, kepuasan kerja, dan tuntutan psikologis menjadi faktor independen penelitian terhadap gejala gangguan otot rangka sebagai faktor dependen. Penelitian dilakukan pada 33 orang pekerja di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan melakukan observasi dan pengisian kuisioner. Tools yang digunakan dalam penelitian ini yaitu QEC untuk menilai faktor fisik, kombinasi kuisioner psikososial untuk menilai faktor psikososial, dan NMQ yang digunakan untuk melihat gejala gangguan otot rangka pada cleaning service. Hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa bagian tubuh yang memiliki gejala gangguan otot rangka paling tinggi dalam 7 hari terakhir yaitu bahu dan punggung bawah 54.5 . Sedangkan bagian tubuh yang memiliki gejala gangguan otot rangka dalam hasil penelitian univariat dalam 12 bulan terakhir yaitu bahu, punggung bawah, paha dan bokong 51.5 . Faktor fisik aktivitas pekerja sebagian besar memiliki risiko sedang dan tinggi. Faktor psikososial dilaporkan 67 effort tinggi, 61 decision latitude rendah, 52 tuntutan psikologi tinggi, 55 dukungan rendah, dan 67 kepuasan kerja rendah.

ABSTRACT
The object of this study is the cleaning services of Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia who are at risk having musculoskeletal symptoms due to their task. The purpose of this study is to identify the physical and psychosocial factors of musculoskeletal symptoms on cleaning services. Physical factors force, awkward posture, and repetitive movement and psychosocial factors social support, decision latitude, effort, job satisfaction, and psychological demand are the independent variables of musculoskeletal symptoms which are the dependent variable in this study. The design used in this study is cross sectional design by conducting the observation and sharing questionnaires to 33 workers at Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. The tools used in this study are QEC to assess physical factors, the combination of psychosocial questionnaire to assess psychosocial factors, and NMQ to identify musculoskeletal symptoms in cleaning services. The result of this study shows that shoulder and low back 54.5 are the body parts that have the highest prevalence of musculoskeletal symptoms in the last 7 days. Meanwhile, shoulder, low back, thigh, and buttocks 51.5 have the highest prevalence of musculoskeletal symptoms in the last 12 months. Regarding the physical factors, most of workers have moderate and high risk. On the other hand, regarding the psychosocial factors, results show that 67 workers have high effort, 61 have low decision latitude, 52 have high psychological demand, 55 have low support, and 67 have low job satisfaction. "
Lengkap +
2017
S69692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Chrisantha Yogawisesa
"ABSTRACT
Penggunaan kadaver sebagai alat bantu pembelajaran di pendidikan kedokteran menimbulkan masalah ketika kadaver tersebut telah selesai digunakan dan hendak dikebumikan kembali dengan metode deep burial karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan. Penggunaan cairan fiksatif formalin 10% merupakan konsentrasi standar. Penelitian dengan mengurangi konsentrasi formalin yang digunakan menjadi 4% dilakukan dengan harapan akan mempercepat proses dekomposisi ketika kadaver sudah dikebumikan. Penelitian ini menggunakan mencit Mus musculus, terutama otot tungkai belakangnya, yang diawetkan dengan cairan fiksatif formalin 10% dan 4% dan membandingkan kecepatan proses dekomposisi yang terjadi perminggu selama 6 minggu penguburan deep burial. Kecepatan dekomposisi dinilai dengan mengukur massa otot tungkai dan massa total mencit perminggu penguburan. Didapatkan hasil penurunan massa total yang berbeda secara signifikan yang terjadi antara kelompok Formalin 10% dan 4%, pada minggu 3-5. Hal ini diduga karena dekomposisi otot yang memang baru terjadi pada tahap lanjut. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya sebelum dapat diterapkan sebagai dasar pengelolaan kadaver manusia yang telah digunakan untuk kepentingan pendidikan dokter

ABSTRACT
.use of human cadaver as an educational tool in medical education may cause many problems when the cadaver is no longer being used and is to be buried, such as environmental problems and health problems. Cadavers are preserved in standardized 10% formalin solution. This research aims to reduce the concentration of formalin solution used to be a solution of 4% to accelerate the decomposition process of the deep buried cadaver, using Mus musculus mice as the samples, specifically the lower limb muscle. The lower limb muscle of the mice is preserved in 10% and 4% formalin solution, and are deep buried. The samples are compared by the decrease of the mass of lower limb muscle and the total mass of the mice per week in a total of 6 weeks period. Significant different results of comparasion are obtained in the total mass of the mice in 10% and 4% formalin solution. The decrease of lower limb muscle mass only significantly differs in week 3-5, presumably due to the decomposition process of muscle tissues that happens in the latter stages of decomposition. This research is expected to be the foundation of further research of comparasion of 10% and 4% formalin solution, before is able to be done in medical education human cadaver."
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailan Nadhira
"Pekerja kasir dilaporkan sering mengalami permasalahan punggung, pinggang, leher, bahu, dan tangan. Penelitian ini bertujan untuk melihat gambaran risiko yang ada di tempat kerja terkait keluhan GOTRAK pegawai kasir Supermarket X Rawamangun dan Depok. Metode yang digunakan adalah RULA, QEC, NBM, dan wawancara tidak terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan tempat kerja perlu dilakukan investigasi dan perubahan, dan keluhan tertinggi berada pada bagian pinggang dan bahu kanan untuk di Depok, dan leher bagian bawah, bahu kiri dan kanan, dan pinggan di Rawamangun.

Cashier commonly reported have musculoskeletal discomfort in their back, low back, neck,shoulder, and arm in result of repetitive movement, awkward posture, and workload. This research aims to describe ergonomic risks in cashier workplace related to musculoskeletal disorders in Rawamangun and Depok X Supermarket cashier workers. Methods that used in this research are RULA, QEC, NBM, and unstructured interview. The result from QEC assessment in back score got high level and neck score got very high level, also from RULA assessment got 7 for final score in X Supermarket Rawamangun and 6 for final score in Depok. Related to subjective complaints, the highest result in both of places are lower neck, right and left shoulder, and back."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Alifa
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko gangguan otot rangka serta gambaran keluhan gejala gangguan otot rangka yang dirasakan oleh mekanik bengkel PT X yang terbagi menjadi 2 unit pelayanan yaitu general repair dan body repair. Penelitian dengan studi cross sectional ini dilakukan pada 23 proses kerja dan juga meneliti keluhan gejala gangguan otot rangka pada 31 mekanik pada bulan April-Mei 2019. Analisis menggunakan metode REBA, kuesioner data individu serta NMQ yang diisi secara mandiri oleh mekanik. Hasil menunjukkan 52% proses kerja memiliki tingkat risiko sedang terhadap gangguan otot rangka. 84% mekanik mengeluhkan gejala gangguan otot rangka, dan proporsi terbesar berada pada bahu (18%), punggung bawah (18%), pergelangan tangan (18%), dan leher (17%). Gambaran keluhan gejala gangguan otot rangka berdasarkan umur paling banyak pada kategori > 30 tahun dengan keluhan terbanyak pada bahu, punggung bawah, dan pergelangan tangan; pada masa kerja > 4 tahun dengan keluhan terbanyak pada punggung bawah dan pergelangan tangan, pada IMT Normal dengan keluhan terbanyak pada punggung bawah, leher, dan bahu; dan pada mekanik yang merokok dengan keluhan terbanyak pada bahu, pergelangan tangan, dan leher.

This research is conducted to determine the risk level of musculoskeletal disorder and overview subjective musculoskeletal symptoms felt by the PT X workshops mechanics which are divided into 2 service units: general repair and body repair. This cross-sectional study was conducted on 23 work processes and examined musculoskeletal disorder symptoms on 31 mechanics in April-May 2019. Analysis uses REBA method, individual data questionnaire and NMQ. The results showed that 52% of the work process has moderate risk level for musculoskeletal disorder. 84% mechanics claimed to have musculoskeletal disorders, and the highest prevalence was for shoulder (18%), lower back (18%), wrist (18%), and neck (17%). Overview for the highest claims of musculoskeletal disorder symptoms was on > 30 years old with the highest prevalence was for shoulder, lower back, and wrist; > 4 years working period with the highest prevalence was for lower back and wrist, normal BMI with the highest prevalence was for lower back, neck, and shoulder; and smoking habit with the highest prevalence was for shoulder, wrist, and neck."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Rafael Satyadharma
"Latar belakang: Tekanan udara rendah pada dataran tinggi berdampak buruk bagi tubuh pendaki gunung dan pilot. Salah satu dampaknya adalah terjadi hipoksia jaringan yang dapat mencetuskan stres oksidatif. Kondisi tersebut dapat merusak struktur penting sel seperti protein, lipid, dan asam nukleat. Di otot, stres oksidatif dapat menyebabkan atrofi dan gangguan kontraktilitas. Di sisi lain, pajanan hipoksia hipobarik berulang diketahui mampu memicu proses adaptasi di berbagai organ. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri pengaruh paparan hipoksia hipobarik intermiten terhadap kadar malondialdehid, yang merupakan marker stres oksidatif, di otot gastrocnemius tikus Sprague-Dawley. Metode: Sebanyak 25 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam kelompok kontrol dan empat kelompok uji. Kelompok uji mendapat perlakuan berupa dimasukkan ke dalam hypobaric chamber yang mensimulasikan ketinggian 25.000 kaki selama 5 menit. Kelompok uji 1 mendapat 1x perlakuan, kelompok uji 2 mendapat 2x perlakuan, kelompok uji 3 mendapat 3x perlakuan, dan kelompok uji 4 mendapat 4x perlakuan. Pada kelompok uji 2,3, dan 4, terdapat jeda 1 minggu antarperlakuan. Setelah mendapat perlakuan, jaringan otot gastrocnemius diambil dari tikus. Kadar malondialdehid pada otot gastrocnemius selanjutnya diukur menggunakan metode Wills. Hasil: Pada uji one-way ANOVA, rata-rata kadar malondialdehid meningkat secara bermakna (p = 0.008) pada kelompok yang mendapat paparan hipoksia hipobarik satu kali dibandingkan kelompok kontrol. Rata-rata kadar malondialdehid pada kelompok yang mendapat tiga paparan dan empat paparan mengalami penurunan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) dibandingkan kelompok yang terpapar satu kali dan dua kali. Kesimpulan: Paparan hipoksia hipobarik sebanyak satu kali meningkatkan kadar malondialdehid pada otot gastrocnemius tikus yang menandakan terjadinya kondisi stres oksidatif. Paparan hipoksia hipobarik yang dilakukan berulang secara intermiten (tiga kali dan empat kali) mampu menciptakan adaptasi jaringan otot gastrocnemius terhadap stres oksidatif sehingga kadar malondialdehid lebih rendah dibandingkan kelompok yang lebih sedikit mendapat perlakuan hipoksia hipobarik

Introduction: Low barometric pressure in high altitude has detrimental effects on hikers and pilots. One of which is inducing tissue hypoxia that can instigate oxidative stress. Oxidative stress can damage important cellular structures such as protein, lipid, and nucleic acid. Oxidative stress can cause muscle atrophy and contractile dysfunction in skeletal muscle. On the other hand, repeated hypobaric hypoxia exposure is known for its effect to induce adaptation in various organs. This study aims to assess intermittent hypobaric hypoxia effects on malondialdehyde level, a marker of oxidative stress, in gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rat. Method: Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided to a control group and four experimental group. The experimental group were then exposed to hypobaric environment by being placed on hypobaric chamber that simulated altitude of 25,000 ft for 5 minutes. Experimental group 1 got one exposure, experimental group 2 got two exposures, experimental group 3 got three exposures, and experimental group 4 got four exposures. There was a week interval between each exposure for experimental group that got more than one exposure (experimental group 2, 3, and 4). After getting the treatment, gastrocnemius muscle was taken from each rat as sample. Malondialdehyde level in the tissue was then measured by Wills method. Result: Mean malondialdehyde level in the group of rats subject to one hypobaric hypoxia exposure was significantly higher than that of control group (p = 0.008). Mean malondialdehyde level in the group of rats subject to three and four hypobaric hypoxia exposures were significantly (p < 0,05) lower than that of groups of rats subject to one and two exposures. Conclusion: One-time hypobaric hypoxia exposure increased malondialdehyde level in rat gastrocnemius muscle, implying stress oxidative had occurred. Three and four times of intermittent hypobaric hypoxia exposures induced adaptive response against oxidative stress in gastrocnemius muscle tissue, as seen by lower level of malondialdehyde in those groups compared to the groups exposed to fewer intermittent hypobaric hypoxia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Mesayu An Nisa
"ABSTRAK
Aktivitas tape converting (double tape) berisiko mengakibatkan gangguan otot rangka (Gotrak). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran tingkat risiko Gotrak pada aktivitas tape converting di PT. H Bekasi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan semi kuantitatif. Sasaran penelitian yaitu seluruh karyawan pada aktivitas double tape converting sebanyak 11 orang pekerja. Tingkat risiko Gotrak diukur dengan lembar kerja REBA dan QEC, sedangkan keluhan subjektif menggunakan NBM. Penilaian QEC dan REBA mendapatkan hasil pekerjaan ini memiliki tingkat risiko sedang hingga sangat tinggi dan diperlukan perbaikan segera. Saran yang diberikan berupa pengendalian teknis, penggunaan alat bantu, pembuatan SOP, dan pelatihan.

ABSTRACT
Tape converting activities (double tape) has risk lead to MSDs. This research aims to describe MSDs risk level in workers of tape converting activities at PT. H Bekasi. This research uses descriptive with semi quantitative approach. The study population is all employees on that activities, total 11 workers. MSDs risk levels measured using REBA and QEC, meanwhile the subjective complaints of MSDs are described using NBM. Assessment of QEC and REBA shows that this activities have a medium to very high level of risk and need actions soon. The recomendations are engineering control, use tools, create SOP, and have training.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Tri Yulianti
"ABSTRAK

Proses penuaan menyebabkan penurunan massa otot rangka, terutama pada protein kontraktil. Latihan interval merupakan salah satu latihan fisik yang dapat menginduksi sintesis miofibril, sehingga berpotensi dapat meningkatkan massa otot rangka pada proses penuaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan interval terhadap kadar protein aktin dan myosin heavy chain (MHC) otot rangka tikus dewasa muda dan dewasa. Penelitian ini menggunakan 24 tikus strain Wistar jantan usia 6 dan 12 bulan yang dibagi menjadi 6 kelompok (n=4). Latihan interval terdiri dari berlari selama 4 menit (intensitas tinggi) dengan interval istirahat aktif 1 menit sebanyak 4 kali pengulangan. Kecepatan berlari pada treadmill ditingkatkan dari 16 m/menit hingga 25 m/menit. Latihan diberikan selama 8 minggu. Kadar aktin dan MHC jaringan otot gastrocnemius diukur dengan ELISA. Pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat penurunan bermakna kadar protein kontraktil aktin dan MHC otot rangka antara kelompok usia dewasa muda dengan usia dewasa. Tidak terdapat peningkatan kadar protein kontraktil aktin dan MHC antara kelompok tanpa latihan dan dengan latihan interval pada kelompok usia dewasa muda. Pada kelompok usia dewasa, tidak terdapat peningkatan bermakna kadar protein kontraktil aktin dan MHC otot rangka antara kelompok tanpa latihan dan dengan latihan interval


ABSTRACT


Aging process leads to decline skeletal muscle mass, particularly in contractile protein. Interval training is the one of physical training that induce myofibrillar protein synthesis, thus increase skeletal muscle mass in aging process. This study aims to determine the effect of interval training on actin and myosin heavy chain (MHC) levels in rats skeletal muscle young adult and adult. This study use twenty-four male Wistar rats aged 6 and 12 months were divided into six groups (n=4). Interval training consisted of 4 min running (high intensity) interspersed by 1 min of active rest, 4 repetitions. The running speed of the treadmill were gradually increased from 16 to 25 m/min. The treatments were given for 8 wk. Actin and MHC gastrocnemius muscle levels were measured by ELISA. This study shows that there were no significant decrease in actin and MHC skeletal muscle levels between young adult and adult groups. There were no increase in actin and MHC skeletal muscle levels between interval training group and control group in the young adult group. For adult group, there were no significant increase in actin and MHC skeletal muscle levels between interval training group and control group.

"
Lengkap +
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Raditya Danendra
"Latar belakang: Hipoksia hipobarik seringkali terjadi pada orang yang terbiasa berada di tempat berketinggian rendah dan tiba-tiba berpindah ke tempat yang tinggi, seperti penerbang pesawat militer dan pendaki gunung. Kondisi hipoksia menginduksi stress oksidatif. Salah satu molekul yang dapat terdampak oleh stress oksidatif adalah protein, menyebabkan peningkatan kadar karbonil melalui proses karbonilasi protein. Otot rangka adalah jaringan yang sangat rentan mengalami stress oksidatif pada kondisi hipoksia, terutama yang melibatkan karbonilasi protein, mengingat kandungan protein dan kebutuhan oksigen yang tinggi pada jaringan tersebut. Peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh induksi hipoksia hipobarik intermiten terhadap kadar karbonil pada hewan coba tikus.
Metode: Sebuah penelitian eksperimental in vivo dilakukan dengan mengkondisikan empat kelompok tikus pada keadaan hipoksia hipobarik di dalam hypobaric chamber sebanyak satu kali (I), dua kali (II), tiga kali (III), dan empat kali (IV). Satu kelompok berperan sebagai kontrol. Musculus gastrocnemius semua tikus diambil untuk diukur kadar karbonilnya. Karbonil dimodifikasi oleh 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNPH) sebelum diukur kadarnya dengan spektrofotometri. One-Way ANOVA digunakan untuk analisis data.
Hasil: Rata-rata kadar karbonil pada kelompok kontrol, I, II, III, dan IV secara berturut-turut adalah 2.801±0.1198, 3.909±0.3172, 5.577±0.3132, 3.823±0.3038, dan 3.731±0.2703 nmol/ml. Rata-rata kadar karbonil masing-masing kelompok I, II, III, dan IV berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak memperoleh paparan hipoksia hipobarik intermiten).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar karbonil yang signifikan antara musculus gastrocnemius tikus Sprague-Dawley yang diberi perlakuan hipoksia hipobarik intermiten dan yang tidak diberi perlakuan hipoksia hipobarik intermiten.

Introduction: Hypobaric hypoxia often occurs in people who are used to low altitudes and suddenly move to high places, such as military airplane pilots and mountain climbers. Hypoxic conditions induce oxidative stress. Oxidative stress can affect proteins, causing increased carbonyl levels through protein carbonylation. Skeletal muscle is susceptible to oxidative stress under hypoxic conditions, especially those involving protein carbonylation, given the high protein content and oxygen demand. We are interested in examining the effect of intermittent hypobaric hypoxia induction on carbonyl levels in rats.
Method: An in vivo experimental study was carried out by conditioning four groups of rats in a hypobaric hypoxic state in a hypobaric chamber once (I), twice (II), three times (III), and four times (IV). One group acted as control. Carbonyl content of gastrocnemius muscle of all rats was measured. The carbonyl is modified by 2,4-dinitrophenylhydrazine (DNPH) before its concentration is measured by spectrophotometry. One-Way ANOVA was used for data analysis.
Result: The average carbonyl content in the control group, I, II, III, and IV were 2.801±0.1198, 3.909±0.3172, 5.577±0.3132, 3.823±0.3038, and 3.731±0.2703 nmol/ml, respectively. The average carbonyl levels of each group I, II, III, and IV were significantly different (p < 0.05) with the control group (the group that did not receive intermittent hypobaric hypoxia exposure).
Conclusion: There was a significant difference in carbonyl levels between the gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rats treated with intermittent hypobaric hypoxia and those not treated with intermittent hypobaric hypoxia.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>