Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 399 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zakia Ayu Septianingrum
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pelembagaan partai politik di Indonesia, khususnya Partai Golongan Karya Golkar pada periode 2014-2017. Partai politik merupakan salah satu pilar terpenting dalam sistem demokrasi, sehingga penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya. Partai Golkar merupakan salah satu partai politik yang memiliki kiprah cukup lama dalam sejarah kepartaian Indonesia. Meski demikian, Partai Golkar secara organisasi dinilai belum terlembaga dengan baik. Penilaian ini berangkat dari terjadinya konflik internal dan banyaknya kader Partai Golkar yang melanggar disiplin partai. Akan tetapi, walaupun Partai Golkar dihadapi sejumlah permasalahan, partai tersebut dapat bertahan dalam dinamika perpolitikan Indonesia. Dengan berpijak pada hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelembagaan dalam Partai Golkar pada tahun 2014-2017. Pada periode tersebut, Partai Golkar mengalami masalah yang cukup kronis. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan teori pelembagaan partai dari Randall dan Svasand untuk menganalisisnya. Dalam mengukur derajat pelembagaan partai melalui empat dimensi, yaitu kesisteman, identitas nilai, otonomi pengambilan keputusan, dan citra publik. Empat dimensi tersebut dijadikan fokus penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelembagaan Partai Golkar pada periode 2014-2017 masih rendah. Hal ini terlihat dari empat dimensi untuk mengukur pelembagaan partai politik, Partai Golkar menunjukkan derajat yang relatif tingi hanya pada dimensi citra publik. Pengelolaan dan penyelenggaraan internal dalam Partai Golkar masih mengalami kegagalan, seperti permasalahan dalam sistem kaderisasi dan rekrutmen internal, kepemimpinan internal, dan kegagalan Partai Golkar mengelola faksionalisme internal. ...... This thesis discusses the institutionalization of political parties in Indonesia, especially Functional Group Golkar in the period 2014 2017. In this case political parties are one of the pillars of principles in the democratic system, so the party is a very important institution to strengthen its degree of institutional. Golkar Party is one of the political parties that have gait long enough in the history of the party in Indonesia. However, the Golkar Party is not considered well instituted organization properly. This assessment departs from the internal conflict within the party and there are still many Golkar Party cadres who violate party discipline. However, although the Golkar Party is somewhat problematic, this party can still survive in the dynamics of Indonesian politics. Based on that, this research has a purpose to know how institutionalization in Golkar Party, especially in year 2014 2017. In that period, the Golkar Party was having a fairly chronic problem. This research is qualitative research. This research uses the institutional theory of Randall and Svasand to analyze it. In this theory to measure the degree of institutionalization of political parties will be seen through four dimensions, namely systemness, value infusion, decisional autonomy, and reification. These four dimensions are the focus of this research. Based on the result of research, it can be seen that the institutionalization of Golkar Party in the period 2014 2017 is still weak. This is evident from the four dimensions used to measure the institutionalization of political party, Golkar Party shows a relatively high degree ony on the dimension reification. Internal management and organization within the Golkar Party is still failing, such as problems in caderization system and internal recruitment, internal leadership, and the failure of the Golkar Party to manage internal factionalism.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rizali
Abstrak :
Struktur politik masyarakat terdiri dari dua kelompok : Pertama, elite politik yang mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi individu-individu lainnya dan membuat keputusan politik kolektif. Kedua, massa yang hanya diperintah saja tanpa kekuasaan. Elite berada di semua lapisan masyarakat, dari yang primitif--tradisionil hingga beradab-modern. Mekanisne pembentukannya dilakukan melalui rekrutmen politik yang salah satu diantaranya adalah Pemilu. Kegiatan tersebut biasanya diikuti oleh partai-partai politik. Batasan-batasan diatas ditemui pula di masyarakat Palembang. Rekrutmen politik dilakukan melalui Pemilu lima tahun sekali, dan diikuti oleh tiga kekuatan politik. Akan tetapi karena keterbatasan peneliti, fokus perhatian hanya diarahkan kepada Partai Persatuan Pembangunan saja, dengan pembatasan waktu 1977-1987. Mengapa permasalahan ini menarik diteliti, karena daya pikatnya terletak pada beraneka ragamnya kekuatan-kekuatan politik masyarakat yang terlibat, penggunaan jalur-jalur rekrutmen politik yang bervariasi. Disamping itu, perolehan suara yang didapatkan cenderung menurun dari waktu ke waktu. Realitas ini memunculkan pertanyaan khusus: (1) Mengapa terjadi penurunan suara terus menerus? (2) Bagaimanakah mekanisme rekrutmen politik tersebut berlangsung?. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka penelitian ini didukung oleh empat teori politik : (1) Teori Elite Politik. (2) Teori Partai Politik. (3) Teori Patron Klien. (4) Teori Rekrutmen Politik itu sendiri. Sedangkan untuk nemperoleh gambaran sirkulasi elite dan rekrutmen politik yang utuh, maka usaha pencarian jawabannya dilakukan sejak awal Februari 1992 - hingga akhir September 1992. Dimana dua variabel digunakan sebagai dasar model analisis, yaitu jalur-jalur rekrutmen politik (unsur fusi, pendukung, kaderisasi dan nepotisme) sebagai variabel bebas dan dukungan basis-basis politik sebagai variabel terikat. Dan dari model analisa inilah dapat dirumuskan hipotesa, yaitu adanya penggunaan keempat jalur yang sangat bervariasi atau tidak konsisten, mengakibatkan pola rekrutnen politik dalan tubuh PPP Palembang tidak tetap atau berubah-ubah, dan kondisi itulah yang menyebabkan perolehan suara menurun. Kemudian sebagai pedoman lebih lanjut, dijabarkan dalam metodologi penelitian dengan menjelaskan; Pendekatan penelitian (kualitatif), sifat penelitian (deskriptif), tahapan penelitian (survey lapangan dan pengumpulan data), tehnik pengumpulan data (studi pustaka, dokumentasi, wawancara), unit penelitian (DCT-individu), analisa data, lokasi penelitian dan waktu penelitian. Gambaran perkembangan dan pertunbuhan Partai Persatuan Pembangunan Kotamadya Palembang, merupakan titik awal penelusuran mencari jawaban penelitian Sejarah terbentuknya partai, struktur kepengurusan, basis-basis politik, karakteristik sosial, dan hasil-hasil pemilihan umum. Keseluruhan data ini sangat membantu menemukan jawaban penelitian. Dari temuan-temuan penelitian diperoleh gambaran bahwa, rekrutmen politik tidaklah menpunyai pola yang tetap atau berubah-ubah. Penggunaan keempat jalurnya sangatlah bervariasi dari Pemilu ke Pemilu. Pada Pemilu 1977, jalur unsur fusi merupakan jalur yang dominan. Penentuan nomor urut, kriteria rekrutmen politik yang selektif, pengusulan nama, pencoretan dan penggantian nama sangat ditentukan oleh Pimpinan Cabang keempat unsur fusi. Namun disisi lain, mereka mempunyai massa yang memberikan dukungan penuh. Basis-basis politik terlibat aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan partai. Kondisi ini sangat nempengaruhi perolehan suara dalan Penilu. Sementara itu, jalur pendukung mempunyai peranan yang lemah, bahkan tidak diikutkan dalam rekrutmen politik. Dibagian kelompok pendukung mereka gagal berperan akibat dominasi unsur fusi yang kuat. Dan dibagian individu pendukung, walaupun mereka terlibat aktif memberikan dukungan dan mempunyai massa. Tidak dapat direkrut karena hambatan-hanbatan peraturan pemerintah. Sedangkan jalur kaderisasi dikuasai oleh kader-kader unsur fusi, kader-kader personal, dan kader-kader organisasi sebagai penggembira. Adapun jalur nepotisme diterapkan dalam rekrutmen politik, dan mereka mempunyai peranan yang kuat dengan banyaknya "nomor-nomor jadi" dikuasainya. Pada Pemilu 1982, keadaannya mulai berubah. Jalur unsur fusi tidak begitu dominan lagi. Hal ini disebabkan oleh mengendornya-keterikatan Pimpinan Cabang unsur fusi, krisis keanggotaan dan pengurus, dan kebijakan politik pemerintah yang membatasi ruang gerak mereka. Sementara itu, jalur pendukung neningkat, dengan masuknya salah satu tokoh mereka ke dalam jajaran pengurus partai. Akan tetapi mereka tidak didukung oleh massa yang kuat. Sehingga tidak dapat membantu perolehan suara. Sedangkan jalur kaderisasi diwarnai dengan berkurangnya kader-kader unsur fusi. Ditopang oleh kaderisasi yang tetap menduduki posisi"pinggiran". Dan dikuasai oleh kader-kader personal yang menguasai "nomor-nomor jadi". Adapun jalur nepotisme tetap kuat, dengan banyaknya wakil mereka di "nomor-nomor jadi". Pada Pemilu 1987 lebih banyak lagi terjadi perubahan. Peranan unsur fusi semakin memburuk dengan adanya kebijakan partai tentang fusi tuntas.mDominasi mereka diambil alih oleh Lajnah Penetapan Cabang (Lantapcab) yang dibentuk partai. Kondisi ini sangat menguntungkan jalur pendukung yang semakin dominan, walaupun tidak didukung oleh massa yang jelas. Organisasi-organisasi underbouw dibentuk partai untuk mengantisipasi peranan unsur fusi. Sedangkan jalur kaderisasi ditandai dengan semakin menghilangnya kader-kader unsur fusi. Tidak beranjaknya kekuatan kader-kader organisasi sebagai kelompok "nomor-nomor bawah". Dan berkurangnya dominasi kader-kader personal, walaupun mereka tetap menempatkan banyak kadernya di "nomor-nomor jadi". Adapun jalur nepotisme tetap menguasai "nomor-nomor atas" dalan rekrutmen politik. Adanya penggunaan jalur-jalur rekrutmen politik yang berubah-ubah ini nenyebabkan perolehan suara terus menurun dari waktu-ke waktu. Pemilu 1977 menang mutlak dengan 145.934 suara atau 54,2 % dari suara keseluruhan. Unggul di semua kecanatan, mendominasi 36 kelurahan, imbang dengan Golkar di 5 kelurahan, dan kalah di 8 kelurahan. Pada Pemilu 1982 perolehan suara menurun menjadi 162.217 suara atau 47,9 % suara keseluruhan. Hanya unggul di 2 kecamatan, imbang dengan Golkar di 3 kecamatan, dan kalah di 1 kecamatan. Juga unggul mutlak di 26 kelurahan, imbang dengan Golkar di 4 kelurahan, menang tipis di 6 kelurahan, kalah di 22 kelurahan. Pada Pemilu 1987 menurun tajam dengan 113.220 suara. Kalah di semua kecamatan, kalah mutlak di 41 kelurahan, menang tipis di 4 kelurahan, dan imbang dengan Golkar di 10 kelurahan. Temuan-temuan penelitian yang diuraikan secara terperinci di bab tiga dan empat, menbenarkan asumsi-asumsi dan hipotesa penelitian.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endra Wijaya
Abstrak :
Dalam sistem kepartaian sebagaimana yang diatur dalam IJndang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, telah terdapat 268 (dua ratus enam puluh delapan) partai politik, dan 24 (dua puluh empat) di antaranya telah berhasil ikut serta dalam pemilihan umum tahun 2004. Banyaknya partai politik yang telah berdiri, di sisi lain ternyata masih menimbulkan rasa tidak puas bagi sebagian masyarakat di daerah-daerah. Sebagian masyarakat di daerah masih menganggap aspirasi mereka belum bisa diperjuangkan oleh partai politik yang ada sekarang, dan partai-partai politik itu juga masih terlalu menyibukkan did dengan isu-isu "perebutan kursi kekuasaan di pusat" saja. Akibatnya, timbul kekecewaan pada diri masyarakat daerah terhadap partai politik. Kekecewaan masyarakat daerah itu pada perkembangan selanjutnya dapat mendorong timbulnya upaya untuk mendirikan partai politik lokal. Penelitian ini difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan partai politik lokaI, yaitu mengenai faktor-faktor yang mendorong timbulnya partai politik lokal di Indonesia, dan kedudukan partai politik lokal dalam hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif. Dalam hukum positif di Indonesia, setidaknya terdapat beberapa produk hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menganalisis keberadaan partai politik lokal, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Dari penelitian ini terungkap beberapa hal yang menjadi faktor pendorong timbuinya partai politik lokal, antara lain, adalah berkaitan dengan masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia masyarakat daerah, baik hak ekonomi maupun politik, serta ketidakmampuan partai politik nasional dalam memperjuangkan kebutuhan masyarakat daerah. Terhadap isu partai politik lokal, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 masih belum mengatumya secara jelas, sedangkan untuk di Aceh, keberadaan partai politik lokal sudah mempunyai dasar hukum yang lebih rinci, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdiana
Abstrak :
Partai Bulan Bintang (PBB) adalah partai Islam. Sebagai partai Islam, PBB melandaskan perjuangan pada ajaran-ajaran Islam yang universal dan bersifat "rahmatan lil alamin' yaitu rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur'an : Universalisme ajaran Islam, terutama tentang asas keadilan, kejujuran, kebenaran, pemihakan kepada kaum lemah dan tertindas, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia apapun agama yang mereka peluk, adalah asas perjuangan PBB. Segenap warga PBB wajib menjunjung tinggi akhlak yang mulia, wajib menjunjung tinggi norma-norma etik Islam yang universal. Politik adalah bagian dari dakwah untuk mengajak manusia ke arah kebajikan dan menolak kemungkaran. Tidak ada pihak yang dirugikan dengan prinsip-prinsip ini. PBB dibangun dengan suatu cita-cita dan telah meletakkan Islam sebagai asas dari pada partai ini. PBB mempunyai program yaitu ingin menegakkan syariat Islam , ini adalah prinsip dan pendirian partai. Tujuan PBB adalah mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT. Hai yang sama juga terdapat pada tujuan Masyumi. Maka dari perumusan di atas, partai hendak berjalan di atas ajaran dan hukum Islam. PBB akan memperjuangkan ajaran dan hukum Islam. Segenap warga partai hendak melakukan jihad perjuangan pekerjaan bersungguh-sungguh hendak menegakkan Islam dalam dirinya, masyarakat dan negara, menuju keridhaan Ilahi. PBB memang memperjuangkan tegaknya syari’at Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita menjunjung tinggi kemajemukan masyarakat Indonesia. Syariat Islam daiam arti pribadatan seperti shalat, puasa dan haji, dapat dilaksanakan menurut Islam seluas-luasnya, tanpa sedikilpun kewenangan negara untuk mencampuri atau menghalanginya. Di bidang hukum privat kita tetap menghargai adanya kemajemukan hukum, sesuai dengan kemajemukan masyarakat kita ini, yaitu prinsip-prinsip Islam. Syariat Islam dalam kehidupan pribadi dan keluarga seperti perkawinan dan kewarisan dijamin untuk dilaksanakan bagi umat Islam, sebagaimana umat beragama lain juga tunduk kepada ketentuan-ketentuan agama mereka. Perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaan itu jika dia orang Islam maka sah perkawinannya itu apabila tunduk pada kaedeh-kaedah hukum Islam. Syariat dalam kehidupan lebih luas yang berkaitan dengan hukum publik, adalah sumber hukum yang universal, yang dapat ditransformasikan ke dalam hukum nasional atau peraturan di daerah-daerah. Kalau sudah selesai di transformasikan, maka namanya bukan lagi syariat Islam, melainkan hukum nasional Republik Indonesia atau Peraturan Daerah, atau peraturan lainnya yang merupakan hukum negara RI. Dalam negara demokrasi orang boleh memperjuangkan apa yang menjadi cita-cita dan aspirasi mereka. Menurut hukum dan konstitusi, maka berhak dan setiap partai politik untuk memperjuangkan aspirasi politiknya.PBB dalam sidang-sidang MPR yang lalu telah empat kali melakukan amandemen konstitusi. PBB sebenarnya tidak mau mengamendemen UUD 1945 dengan Piagam Jakarta, PBB hanya menuntut perubahan pasal 29 dikembalikan kepada rumusan awal, bukan pada pembukaan. Teks Piagam Jakarta adalah teks Proklamasi yang disiapkan. Namun tidak jadi dibaca dan kemudian teks itu dicoret pada tanggal 18 Agustus 1945, khususnya kata-kata Syariat Islam dijadikan sebagai pembukaan UUD. Fraksi PBB di MPR pada waktu, itu hanya menginginkan mengamendemen pasal 29 sesuai dengan teks aslinya yang merupakan kompromi antara golongan Islam dengan golonga kebangsaan, sebelum kita memperoklamsikan kemerdekaan Indonesia. Dua kompromi tujuh kata adalah rumUsan syarat Presiden yang dinyalakan bahwa Presiden RI ialah seorang Indonesia asli dan beragama Islam. Pada waktu itu di MPR, PBB memperjuangkan agar kata-kata “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikembalikan. Bukan hanya syariat Islam sebagai sumber hukum yang PBB transformasikan, asas-asas hukm privat, dan hukum kolanial Belanda yang telah diterima masyarakat, juga konvensi-konvensi internasional yang telah PBB ratifikasi, semua adalah sumber hukum, disamping UUD negara Republik Indonesia tahun 1945. Asas dan cita-cita perjuangan PBB sejalan dengan kemajemukan bangsa Indonesia. Tidak perlu umat Islam menjalankan perintah agamanya itu karena diperintah oleh konstitusi. Tetapi meskipun PBB tidak berhasil memperjuangkannya, namun kita tetap berkenyakinan kembali atau tidak kembali tujuh kata itu adalah kewajiban kita umat Islam untuk memperjuangkan asas-asasnya, syariat itu berlaku dalam masyarakat bangsa dan negara Republik Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T26091
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Abdullah Syarif
Depok: Universitas Indonesia, 1982
S25773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Lukman Hadi
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas konflik yang terjadi antara Partai Komunis Indonesia dengan Partai Sosialis Indonesia dalam periode 1955-1960. Tahun 1955 ditandai dengan pemilihan umum pertama dan tahun 1960 ditandai dengan pembubaran Partai Sosialis Indonesia. Kurun waktu tersebut mencakup periode Demokrasi Parlementer serta peralihan kepada Demokrasi Terpimpin. Konflik PKI dengan PSI merupakan konflik yang berlatar be1akang ideologis. Secara historis konflik ideologi komunisme dengan sosialisme demokrat berawal dari perbedaan penafsiran terhadap Marxisme. Konflik Indeologi PKI dengan PSI mengakibatkan pertentangan kepentingan dimana satu sama lain menempatkannya sebagai lawan politik utama. Dalam sistem politik multi partai serta tumouhnya kekuatan ekstra parlementer seperti Sukarno dan militer, konflik PKI dengan PSI mewujud dalam pola-pola aliansi antara kekuatan-kekuatan politik ada. Menghadapi sejumlah isyu politik pada kurun waktu 1955-1960, PSI yang beraliansi dengan Masyumi serta dekat dengan Mohammad Hatta. Sementara PKI beraliansi dengan Sukarno. Telaah terhadap topik masalah tersebut didasarkan atas teori konflik. Dalam hal ini digunakan teori konflik dari Galtung yang memperlihatkan hubungan antara elemer-elemen konflik yaitu: perbedaan persepsi yang bersumber dari ideologi, perilaku konflik serta suasana konflik yang tercipta. Perbedaan persepsi akan membentuk perilaku konflik yang bertujuan menjatuhkan atau mengalankan lawan.
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S5497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Marakermah Adam
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridhwan Effendi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S5665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes Ronaldo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>