Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muh. Fadhel Hamzah
"Tesis ini bertujuan menganalisa urgensi peraturan pasar digital dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada dua masalah utama: pertama, bagaimana regulasi persaingan usaha digital marketing menurut hukum Uni eropa dan hukum Amerika; kedua, bagaimana urgensi peraturan pasar digital dalam penegakan hukum persaingan usaha di indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dan non-doktrinal, sebab dalam penelitian ini ditemukan fakta hukum dan fakta sosial yang kemudian dikaitkan dengan doktrin hukum untuk menjelaskan fonemena sosial yang ditemukan dari perspektif hukum. Terkait dengan pendekatan penelitian ini penulis memakai pendekatan deskriptif-analitis yang di mana mendeskripsikan data secara normatif berdasarkan perundang-undangan untuk ditelaah secara sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku usaha di berbagai negara melakukan perubahan sistem dari ekonomi pasar tradisional ke pasar digital untuk mengefisienkan usahanya. Namun, dengan perubahan sistem tersebut terdapat fenomena sosial di mana perusahaan besar memanfaatkan sistem teknologi untuk memaikan pasar yang dapat merugikan para pesaingnya, terutama perusahan kecil dan menengah. Untuk mencegah gejala sosial tersebut Uni Eropa dan Amerika membuat regulasi persaingan usaha pasar digital, seperti digital Marketing Act European Union dan Amerika Serikat melalui Kongres ke-117 mengeluarkan 6 peraturan tentang pasar digital salah satunya American Innovation and Choice Online Act, kedua regulasi menawarkan kerangka hukum untuk mengatasi atau mencegah tantangan ekonomi pasar digital dan regulasi ini dibuat untuk mencegah platform besar menyalahgunakan posisi mereka. untuk menghadapi tantangan tersebut pasar digital, regulasi khsusus yang berorientasi pada ekonomi digital sangat di perlukan dalam penegakan hukum persaingan usaha, pasar digital memiliki karakteristik yang berbeda dengan pasar tradisional. KPPU sebagai otoritas penegakan hukum persaingan usaha memiliki tantangan semakin kompleks, karena tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan atau memiliki akses langsung sehingga kapasitas KPPU untuk mengakkan hukum terbatas di sebabkan oleh mekanisme untuk mengakses data.

This thesis aims to analyze the urgency of digital market regulations in enforcing competition law in Indonesia. The research focuses on two main issues: first, how digital marketing competition regulations are structured under European Union law and American law; second, the urgency of digital market regulations in enforcing competition law in Indonesia. The research employs both doctrinal and non-doctrinal methods, as it examines legal and social facts, linking them to legal doctrines to explain social phenomena from a legal perspective.Regarding the research approach, the study adopts a descriptive-analytical method, describing normative data based on legislation to be systematically analyzed. The findings indicate that businesses in various countries are transitioning from traditional market economies to digital markets to increase efficiency. However, this system shift has led to a social phenomenon where large companies exploit technological systems to manipulate markets, disadvantaging smaller and medium-sized enterprises.To address these issues, the European Union and the United States have established digital market competition regulations, such as the European Union’s Digital Markets Act and the United States Congress’s six digital market regulations during the 117th session, including the American Innovation and Choice Online Act. These regulations provide legal frameworks to address or mitigate the challenges of digital market economies and are designed to prevent dominant platforms from abusing their positions.In facing such challenges, digital market-specific regulations oriented toward the digital economy are crucial for enforcing competition law. Digital markets differ significantly from traditional markets. The Business Competition Supervisory Commission (KPPU), as the competition law enforcement authority in Indonesia, faces increasingly complex challenges due to its limited authority to conduct searches or have direct access to data. These limitations restrict KPPU’s capacity to enforce the law effectively, highlighting the need for mechanisms that allow better access to critical data"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runni Hana Fadhilah Hannis Putri
"Ekonomi digital membuat kita harus meninjau kembali mengenai definisi pasar karena pada hukum persaingan usaha hanya mencakup pasar produk dan pasar geografis sedangkan pasar digital belum ada definisinya. Pemahaman mengenai definisi pasar digital ini penting karena akan menentukan pasar bersangkutan (relevant market) yang menjadi dasar dalam kasus persaingan usaha. Hal ini menimbulkan tantangan bagi otoritas persaingan usaha untuk menentukan definisi pasar bersangkutan pada pasar digital. Bentuk-bentuk pasar ada berbagai macam serta perlu adanya pengaturan hukum dalam pasar. Kehadiran ekonomi digital yang pada akhirnya menghadirkan pula pasar digital, mengharuskan adanya pengaturan hukum didalam pasar digital itu sendiri. Karena peraturan pada hukum persaingan usaha di Indonesia sudah tidak relevan dengan era digital maka perlu adanya pembaharuan pada hukum persaingan usaha agar hukum tetap dapat menjadi alat kontrol sosial sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yaitu law as a tool of social engineering and social control.

The digital economy makes us have to review the definition of the market because the competition law only covers the product market and geographic market, while the digital market does not yet have a definition. An understanding of the definition of the digital market is important because it will determine the relevant market which is the basis in the case of business competition. This poses a challenge for the competition authorities to determine the definition of the relevant market in the digital market. There are various forms of market and the need for legal regulation in the market. The presence of the digital economy which in the end also presents a digital market, requires legal arrangements within the digital market itself. Because the regulations on business competition law in Indonesia are no longer relevant to the digital era, it is necessary to reform the business competition law so that the law can still be a tool of social control as the theory put forward by Roscoe Pound, namely law as a tool of social engineering and social control. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Melinda Yunita Lasmaida
"Karakteristik pasar digital, seperti network effects, extreme return to scale, dan dominasi penguasaan data menjadikan struktur dan cara kerjanya berbeda dengan pasar konvensional. Perbedaan karakteristik ini berdampak pada cara pelaku usaha bertindak. Salah satu pelaku usaha di pasar digital adalah digital gatekeeper, yaitu penghubung esensial antar dua kelompok pengguna yang sebelumnya tidak terhubung, serta memiliki informasi penting yang dibutuhkan satu sama lain. Struktur pasar yang berbeda dan eksisnya digital gatekeeper, menciptakan tantangan baru bagi sistem hukum persaingan usaha konvensional di Indonesia. Penelitian ini berusaha menjawab 3 (tiga) rumusan masalah: 1) pengaruh digital gatekeeper terhadap persaingan usaha di pasar digital; 2) latar belakang dan tujuan Digital Markets Act (DMA) di Uni Eropa; 3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dalam menghadapi praktik persaingan usaha oleh digital gatekeeper. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan studi komparatif antara Indonesia dengan Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan network exchange theory, struktur dan karakteristik pasar digital mengakselerasi digital gatekeeper untuk melakukan tindakan persaingan usaha yang tidak sehat. Berkaca pada Uni Eropa, tantangan tersebut berusaha dijawab melalui DMA, yakni regulasi pendekatan ex-ante yang mengatur digital gatekeeper dengan serangkaian kewajiban yang telah ditentukan sebelumnya (predetermined obligations). Melalui predetermined obligations, tindakan digital gatekeeper diatur secara preventif agar tidak melahirkan kondisi persaingan usaha tidak sehat. Penelitian menemukan bahwa Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 dengan pendekatan ex-post belum berfokus pada tindakan pencegahan untuk mengantisipasi dinamika pasar digital. Padahal dalam Putusan KPPU No. 03/KPPU-I/2024, Majelis Komisi secara implisit mengakui eksistensi Terlapor sebagai penghubung esensial (gatekeeper) yang melakukan tindakan penyalahgunaan posisi dominan. Oleh karena itu, diperlukan kerangka peraturan dengan pendekatan exante yang berfungsi sebagai pelengkap hukum persaingan usaha konvensional yang bersifat ex-post, guna menjamin ekosistem digital yang adil dan kompetitif di Indonesia.

The characteristics of the digital market, such as network effects, extreme returns to scale, and data dominance, make its structure and functioning different from conventional markets. These differences in characteristics have an impact on how businesses operate. One type of business in the digital market is the digital gatekeeper, which is an essential link between two previously unconnected groups of users and possesses important information that each group needs. The distinct market structure and the existence of digital gatekeepers present new challenges for Indonesia's conventional competition law system. This study aims to address three research questions: 1) the impact of digital gatekeepers on competition in the digital market; 2) the background and objectives of the Digital Markets Act (DMA) in the European Union; 3) Law No. 5 of 1999 in addressing competition practices by digital gatekeepers. This study employs a doctrinal research method with a comparative approach between Indonesia and the European Union. The results of the study indicate that, based on network exchange theory, the structure and characteristics of the digital market accelerate digital gatekeepers to engage in unfair business competition practices. Drawing on the European Union, these challenges are addressed through the DMA, which is an ex-ante regulatory approach that regulates digital gatekeepers through a series of predetermined obligations. Through predetermined obligations, the actions of digital gatekeepers are regulated preventively to avoid creating conditions of unfair competition. The study found that Law No. 5 of 1999, with its ex-post approach, has not focused on preventive measures to anticipate the dynamics of the digital market. However, in KPPU Decision No. 03/KPPU-I/2024, the Commission implicitly acknowledged the existence of the Respondent as an essential intermediary (gatekeeper) engaging in the abuse of dominant position. Therefore, a regulatory framework with an ex-ante approach is needed to complement conventional ex-post competition law, ensuring a fair and competitive digital ecosystem in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gulzar Feroze
"Pertumbuhan ekonomi digital yang pesat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi para penegak hukum persaingan usaha, yang membutuhkan strategi yang canggih untuk menangani posisi dominan di pasar. Skripsi ini menganalisis kerangka kerja peraturan dan mekanisme penegakan hukum yang mengatur penyalahgunaan posisi dominan di pasar digital di Indonesia dan Inggris dan Upaya KPPU dalam menangani kasus serupa di Indonesia. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. UU No. 5 tahun 1999 adalah undang-undang utama yang mengatur persaingan usaha di Indonesia, yang diimplementasikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun demikian, kurangnya unit khusus pasar digital di KPPU menghambat kapasitasnya untuk menangani dinamika ekonomi digital yang rumit. Studi ini menekankan perlunya memiliki keahlian regulasi tertentu untuk menangani persaingan usaha di pasar digital secara efektif. Sebaliknya, strategi Inggris dinilai lebih efektif dikarenakan pendekatan proaktif dan terspesialisasi, yang didukung oleh Undang-Undang Persaingan Usaha 1998 dan diperkuat dengan pembentukan Unit Pasar Digital (DMU) di bawah Otoritas Persaingan Usaha dan Pasar (Competition and Markets Authority/CMA). Alat-alat analisis yang canggih dan inisiatif kolaborasi internasional yang dimiliki oleh DMU memperkuat kapasitas Inggris untuk secara efektif mengontrol perusahaan-perusahaan terkemuka di pasar digital. Skripsi ini mengkaji perbandingan regulasi dalam situasi nyata dengan menganalisis studi kasus Shopee di Indonesia dan Amazon di Inggris. Analisis tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedua negara mengakui pentingnya pangsa pasar dan pengaruh ekonomi dalam menentukan dominasi, pendekatan Inggris yang mudah beradaptasi dan klasifikasi perilaku penyalahgunaan yang komprehensif menghadirkan kerangka kerja regulasi yang lebih tangguh. Skripsi ini mengusulkan agar Indonesia memperbaiki kerangka peraturannya dengan membentuk bagian khusus pasar digital di dalam KPPU dan mengimplementasikan alat analisis yang inovatif dan praktik kolaborasi internasional. Indonesia dapat meningkatkan kapasitasnya untuk mendorong persaingan usaha yang adil dalam ekonomi digital dan, sebagai hasilnya, meningkatkan kesejahteraan konsumen dan mendorong inovasi dengan mengambil pelajaran dari pengalaman Inggris. Temuan-temuan utama menyoroti pentingnya badan pengatur khusus dan pendekatan analitis yang canggih dalam mengatasi berbagai kesulitan yang ditimbulkan oleh posisi dominan di pasar digital. Analisis komparatif ini menawarkan wawasan yang berguna bagi para pembuat kebijakan dan regulator yang ingin menyeimbangkan antara kekuatan pasar dan persaingan dalam lingkungan digital yang berubah dengan cepat.

The rapid growth of the digital economy poses its own problems for competition law enforcers, who need sophisticated strategies to deal with dominant positions in the market. This thesis analyses the regulatory framework and enforcement mechanisms governing abuse of dominant position in the digital market in Indonesia and the UK and KPPU's efforts in handling similar cases in Indonesia. This thesis is analysed using doctrinal research method. Law No. 5 of 1999 is the main law governing business competition in Indonesia, which is implemented by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU). However, the lack of a specialised digital market unit at KPPU hampers its capacity to handle the complex dynamics of the digital economy. This study emphasises the need to have specific regulatory expertise to effectively address competition in the digital market. In contrast, the UK's strategy is considered more effective due to its proactive and specialised approach, which is underpinned by the Competition Act 1998 and reinforced by the establishment of a Digital Markets Unit (DMU) under the Competition and Markets Authority (CMA). The DMU's sophisticated analytical tools and international collaboration initiatives strengthen the UK's capacity to effectively control leading firms in the digital market. This thesis examines the comparison of the regulatory framework in real-life situations by analysing the case studies of Shopee in Indonesia and Amazon in the UK. The analysis shows that while both countries recognise the importance of market share and economic leverage in determining dominance, the UK's adaptable approach and comprehensive classification of abusive behaviour present a more robust regulatory framework. This thesis proposes that Indonesia improve its regulatory framework by establishing a dedicated digital market section within the KPPU and implementing innovative analytical tools and international collaboration practices. Indonesia can enhance its capacity to promote fair competition in the digital economy and, as a result, improve consumer welfare and encourage innovation by drawing lessons from the UK experience. Key findings highlight the importance of specialised regulatory bodies and sophisticated analytical approaches in addressing the difficulties posed by dominant positions in digital markets. This comparative analysis offers useful insights for policymakers and regulators seeking to strike a balance between market power and competition in a rapidly changing digital environment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library