Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Spiegel, Allen D.
New York: Spectrum Publication, 1980
362.1 SPI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Armelia Hayati
Abstrak :
Kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan terapi, namun kepatuhan untuk melakukan pengobatan oleh pasien sering kali rendah, termasuk pada pengobatan tuberkulosis (TB) paru. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok. Desain penelitian menggunakan studi potong lintang dengan 76 responden. Pengambilan data melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner dengan metode consecutive sampling. Sampel adalah penderita TB paru berusia minimal 15 tahun yang telah minum obat minimal selama 2 bulan dan datang berobat pada bulan Februari-April 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 43% responden yang patuh terhadap pengobatan tuberkulosis paru. Ada hubungan antara jarak dan peran keluarga/ pengawas menelan obat (PMO) dengan kepatuhan berobat penderita TB paru, tetapi tidak ada hubungan antara factor sosiodemografis (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah pendapatan keluarga per bulan), pengetahuan, efek samping obat, riwayat penyakit lain, ketersediaan transportasi dan peran petugas tuberkulosis di puskesmas dengan kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok. Studi menunjukkan tingginya angka ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru. Oleh karena itu, peran keluarga/ PMO dalam mengawasi pengobatan perlu ditingkatkan sehingga penyebaran penyakit dan meluasnya resistensi bakteri dapat dicegah. ......Compliance of patients in making treatment is one factor that determines the success of therapy, but adherence to treatment by patients is often low, including in the treatment of tuberculosis (TB). The study aims to evaluate treatment compliance of patients with pulmonary tuberculosis in Pancoran Mas Depok District Health Center. Design research using cross sectional study with 76 respondents. Retrieval of data through direct interviews using a questionnaire with a consecutive sampling method. Samples were pulmonary TB patients at least 15 years old who had been taking medication for at least two months and come for treatment in February-April 2011. The results showed that there were 43% of respondents who adhere to the treatment of pulmonary tuberculosis. There is a relationship between the distance and family's role/ supervisor-medication (PMO) with pulmonary TB patient treatment compliance, but there is no relationship between sosiodemografis factors (sex, age, education, occupation, total family income per month), knowledge, drug side effects, history of other diseases, avaibility of transport, and the role of the tuberculosis officer at the health center with pulmonary TB patient treatment compliance in Pancoran Mas Depok District Health Center. Studies show high rates of medication adherence in patients with pulmonary tuberculosis. Therefore, the role of family / PMO in monitoring the treatment needs to be improved so that the spread of disease and spread of bacterial resistance can be prevented.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S121
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Marlinggom
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit tuberkulosis di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana WHO memperkirakan insiden kasus baru = 285/100.000, BTA+ = 128/100.000 dan prevalensi = 786/100.000. Penyakit tuberkulosis juga merupakan penyebab kematian nomor 1 diantara penyakit infeksi.

Dalam upaya memutus rantai penularan penyakit diperlukan waktu pengobatan minimal 6 bulan. Oleh karena itu keberhasilan pengobatan sangat tergantung pada perilaku penderita dalam menjamin ketaatan minum obat, disamping ketersediaan obat anti tuberkulosis di tempat pelayanan pengobatan.

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa proporsi penderita yang tidak taat atau yang putus berobat sebelum waktunya masih cukup tinggi, berkisar antara 5,7% - 42,7%. Berbagai faktor diduga berhubungan dengan terjadinya putus berobat pada penderita tuberkulosis, antara lain adalah kegagalan penyampaian informasi. Kegagalan penyampaian informasi dapat berasal dari kesalahan dalam menentukan sasaran penyuluhan, frekuensi penyuluhan, materi penyuluhan dan menentukan penggunaan media / alat bantu dalam penyuluhan.

Untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut berhubungan dengan putus berobat maka dilakukan penelitian hubungan faktor komponen penyuluhan dengan putus berobat pada penderita tuberkulosis yang dilakukan di Jakarta Selatan.

Penelitian menggunakan desain kasus kontrol dengan besar sampel minimal 152 untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Sampel untuk kelompok kasus, berasal dari jumlah seluruh kasus yang ditemui di Jakarta Selatan, sedangkan untuk kelompok kontrol diperoleh dengan cara melakukan pemilihan secara acak sederhana (simple random sampling).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor sasaran penyuluhan berhubungan dengan putus berobat OR = 2,04 pada 95% C.I : 1,02 - 4,10 dan p = 0,04. Demikian pula dengan faktor penggunaan media dalam penyuluhan, secara statistik menunjukkan hubungan yang bermakna dengan putus berobat di Jakarta Selatan dengan OR = 3,69 pada 95% C.I : 1,62 - 8,42 dan p=0,002.

Faktor banyaknya materi penyuluhan yang diberikan dan faktor frekuensi penyuluhan tidak memberikan hubungan yang bermakna dengan putus berobat di Jakarta Selatan.

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa risiko putus berobat seorang penderita tuberkulosis, 2 kali lebih besar bila penyuluhan diberikan hanya pada penderita dibanding bila penyuluhan diberikan juga pada anggota keluarga. Dan 3,7 kali lebih besar bila penyuluhan dilakukan tanpa menggunakan media dibanding bila penyuluhan menggunakan media.

Dari kenyataan tersebut maka disarankan kepada pengelola program untuk selalu mengikutkan anggota keluarga sebagai sasaran dalam penyuluhan dan selalu menggunakan media dalam melakukan penyuluhan.
ABSTRACT
Relationship between Health Education Substances Factor and Defaulted Tuberculosis Patient in South Jakarta 1999Tuberculosis diseases remain a major public health problem in Indonesia. WHO estimated for new cases incidence 285/100.000 with smears positive incidence 128/100.000 and prevalence cases 786/100.000. Tuberculosis disease also was the commonest cause of death in Indonesia due to infectious diseases.

Treatment for tuberculosis diseases needed at least 6 months to interrupt the chain of transmission. Despite the available of drug regimens at the treatment service, success in controlling the tuberculosis disease especially treatment effort depend on patient behavior to ensure patient compliance.

From such studies that were undertaken, it shows that defaulted proportion was remaining high, account from 5.7% - 42.7%. Some factor, were assumed that caused defaulted tuberculosis patient. Failure of adequate explanation to the patient is ones of the factors that could be caused defaulted treatment. Failure to give adequate explanation especially about treatment information that patient must be taken, came from a failure to decide who is the target of health education, how many frequent health education should be taken, failure to decide health education material should be given and failure of media used in health education.

To know which factor was associated with defaulted patient, a study of Relationship between Health Education Component Factors and Defaulted Tuberculosis patient were conducted. A study was done in South Jakarta considering data from tuberculosis patient during 1999.

Study was conducted with case control design in which sample sizes were 152 samples in each group cases and controls. Cases were taken from all defaulted cases in South Jakarta during 1999, and controls were taken by selected from control sampling frame by simple random sampling.

Study result, shows that association between health education target and defaulted patient statistically significant, account for OR 2.04 (95 C.I: 1.02 - 4.10) and p value 0.04. Similarly, association between media using factor and defaulted patient significantly also, with OR 3.69 (95 C.I: 1.62 - 8.42) and p value 0.002. Association between both frequency and material of health education, were statistically not significant.

From that study result, defaulted risk is 2 times larger on tuberculosis patient which explanation just given to the patient than if explanation given to the family member also. And patients who receive explanation without media used had defaulted risk 3.7 times larger than patients who received explanation with media used.

Study recommends to the tuberculosis program officer, that member of the family should be involved as the target on health education, and should be using media when giving some explanation.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Abdul Muis
Abstrak :
Penyakit tuberkulosis sampai dengan saat ini masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di banyak negara lain di dunia. Salah satu upaya untuk menanggulangi penyakit ini ialah dengan menerapkan program DOTS (Directly Observed Treatment Shoricourse) di seluruh dunia, yaitu suatu strategi penanggulangan tuberkulosis yang memberikan harapan kesembuhan yang tinggi. Hasil uji coba strategi ini di Sulawesi memberikan angka kesembuhan yang terus meningkat dari 78% sampai 90%, di Jambi dan Jawa Timur menghasilkan angka konversi dan angka kesembuhan di atas 90% melampaui target global yang hanya 80% dan 85%. Untuk itu Indonesia pada tahun 1995 mulai mengadopsi program DOTS. Keberhasilan pengobatan dan penyembuhan tersebut di atas berhubungan dengan kepatuhan penderita menelan obat selama 2 bulan fase awal (intensif} dan 4 bulan fase lanjutan (intermitten). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat dengan kepatuhan penderita tuberkulosis untuk berobat teratur di dua Kabupaten Propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah tahun 1999. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil assessment pelaksanaan DOTS di propinsi ADB yaitu Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah yang telah dilakukan oleh Depkes RI bekerjasama dengan FKM UI pada bulan April sampai dengan Oktober 1999, dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel penelitian adalah penderita yang berobat di 3 puskesmas yang jauh, sedang dan dekat dari ibu kota kabupaten, yaitu kabupaten Banjarnegara dan Kebumen (Jawa Tengah), kabupaten Donggala dan Banggai (Sulawesi Tengah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya adalah responden yang tidak patuh berobat (51,3%), sedangkan penderita yang patuh untuk berobat teratur sebesar 48,7%. Hasil analisis bivariat ternyata umur (p= 0,0059), jumlah keluarga (p=0,0329), pengetahuan (p=0,4119), ketersedian obat (p=0,0395) dan penyuluhan (p=0,0151) berhubungan dengan kepatuhan penderita Tb untuk berobat teratur di dua kabupaten propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah. Dari hasil analisis multivariat, variabel umur (p=0,0095), jumlah keluarga (p=0,0431), pengetahuan (p=0,0371), ketersediaan obat (pl,0771), dan efek samping obat (p=0,0848) masuk dalam kriteria kemaknaan p<0,25, sehingga tetap dipertahankan dalam model persamaan regresi. Dan model persamaan regresi tersebut, jika variabel lainnya dikontrol maka risiko responden yang berpengetahuan kurang adalah 2,42 kali lebih besar untuk tidak patuh untuk berobat teratur dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. Variabel umur, jumlah keluarga dan pengetahuan merupakan variabel prediktor yang baik diantara variabel lainnya pada model, karena mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kepatuhan berobat (p<0,05). Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat, maka penelitian ini juga memberikan saran sebagai berikut : untuk pengelola program, dalam mengatasi pemahaman penderita tentang Tb yang masih kurang, perlu dilakukan pemberian informasi yang intensif dengan melibatkan pengawas menelan obat (PMO) dan metoda yang digunakan tidak hanya penyuluhan langsung, tetapi melalui berbagai metoda seperti penyuluhan kelompok, penyuluhan massa serta tiap penderita dan PMO diberikan leaflet atau booklet tentang penyakit Tb. Untuk petugas pelayanan, dalam hal meningkatkan pengobatan, penderita dan pendampingnya (PMO) perlu diberikan pemahaman mengenai aturan minum obat, mulai dan pentingnya minum obat, kepatuhan untuk berobat teratur dan apa yang harus dilakukan apabila merasakan efek samping obat, sehingga tingkat kesembuhan penderita Tb lebih tinggi.
Factors Related to Compliance of Tuberculosis Patients to Have General Checkups in Two District of Central Java and Central Sulawesi in 1999The occurrence of tuberculosis (Tb) had been a serious health problem, either in Indonesia or in some other countries. One of the way to overcome this disease is through implementing the program of DOTS (Directly Observed Treatment Short course) worldwide, which was a well-done strategy to overcome Tb in a highly effective way. The result of this strategy in Sulawesi showed an increasing rate of recovery, from 78% - 90%, in Jambi and East Java could improve conversion rate and cure rate up to 90% exceeding the global target which was only 80% and 85%. Therefore, Indonesia in 1995 started to also use the DOTS program. This success had really something to do with the compliance of the patient itself, consuming the medical regimen within the first 2-month phase (intensive) and the following 4-month phase (intermittent). The main purpose of this study is to find out whether or not the factors' predisposition, enabling and reinforcing had something to do with compliance of the patient in having a general checkup in two districts, Central Java and Central Sulawesi in 1999. This study used secondary data, gained from the assessment result of DOTS implementation in the province donated by ADB, i.e. Central Java and Central Sulawesi and held by the Department of Health of the Republic of Indonesia in cooperation with School of Public Health, University of Indonesia form April to October 1999, through a cross-sectional research plan. The sample used in this research are the patients who generally check up in the long-distanced, middle-distanced and by near a Public Health Centers in the capital of the district, i.e. Banjarnegara and Kebumen (Central Java), Donggala and Banggai (Central Sulawesi). The result showed that more than a half of the respondents were the negligent (51.3%). In the contrary, the complaints were only 48.7%. The result of bivariate analysis showed that age (p=0.0059), family size (p=0,x329), knowledge (0.0119), availability of medicine (p=0.0395) and health promotion (p=0.0151) had to same extent relationship with their compliance with generally check up in these two locations. The multivariate analysis showed that age (p=0.0095), family size (p=0.0431), knowledge (p=0.0371), availability of medicine (p=0.0771) and the side effect of medical regimen (p=0.0848) were included into substantial criteria p<0.25, so that it's been still up to a binary logistics model. From that model, if the other variables are under control, the risk of the less-knowledge respondents might be 2.42 times as not having compliance in medical regimen compared to the more-knowledge ones. The age, family size and knowledge variables were the best predictor variables in the model, that were significantly shown correlated to compliance with medical regimen (p<0.05). Finally This research suggests the followings, a) for program the organizers, the patients understanding of Tb still needed to be improved, b) further health promotion involving the Drug Consumption Observer (PMO), c) also improve methods used, not to be only in the direct way, but also through group and mass communication, and d) every patient and PMO must be given leaflet or booklet about Tb. Regarding to the service officer-in charge of medical treatment improvement-the patient and the PMO also need to comprehend the medical regimen rules; from the importance in regularly taking the medicine to what to do if the side effects were come up. By doing these the cure rate of Tb patients will possibly be increased.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdani Oesman
Abstrak :
Program penanggulangan tuberkulosis paru dengan strategi Directly Obserbved Treatment Short course Chemotheraphy (DOTS) secara nasional telah memberikan hasil yang baik, dimana angka konversi pada fase awal sebesar 81,1%. Hal ini berarti lebih besar dari target nasional untuk angka konversi pada fase awal sebesar 80,0%. Di Propinsi Daerah Istimewa Aceh angka konversi fase awal 59,6%, sedangkan di Kabupaten Aceh Utara angka konversi pada fase awal masih 53,0%. Ketidakteraturan berobat merupakan salah satu penyebab kegagalan program penanggulangan TB Paru.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kepatuhan berobat penderita TB Paru dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Utara.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian adalah seluruh penderita TB Paru (total populasi) yang berobat sejak 1 Januari 1999 sampai dengan 31 Mei 1999 sebanyak 96 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh penderita TB Paru di Kabupaten Aceh Utara yang patuh (57.3%) dan yang tidak patuh (42.7%).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor pengawas menelan obat, keterjangkauan jarak (jarak dari rumah ke Puskesmas) dan kejelasan isi penyuluhan mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kepatuhan berobat.

Penelitian ini menyarankan untuk mengatasi masalah jarak, biaya dan transportasi maka perlu dilakukan pemberian obat TB Paru melalui bidan di desa setelah pemeriksaan pertama dilakukan di Puskesmas dan kepada bidan desa tersebut diberi pelatihan khusus mengenai program TB Paru demi kelangsungan dan keberhasilan pengobatan. Penelitian ini juga menyarankan dalam memberikan penyuluhan pada penderita perlu adanya kejelasan materi yang disampaikan dan memberi kesempatan pada penderita atau keluarganya yang ditunjuk sebagai pengawas menelan obat (PMO) untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas mengenai penyakit tersebut sehingga mereka mendapat informasi yang jelas.
Factors related to patient obedience of pulmonal tuberculosis treatment in North Aceh District, on 1999
The pulmonal tuberculosis treatments by DOTS strategy have made a good result with conversion at the first phase around 81.1%. The percentage of conversion in Aceh Province is only around 59.6%. Furthermore, in North Aceh district the conversion is only 53.0%. The unsuccessful result on the treatment of pulmonal tuberculosis disease can be caused by undisciplinary attitude of the patient in observing the treatment program.

The aim of this research was to describe the patient compliance in tuberculosis treatment program and related factors in North Aceh District.

The research design was a cross sectional study. Samples were all of TB patients in North Aceh District and sampling method was a total sampling with 96 patients as respondents.

Result of the research showed that there were 57.3% patient complied with the treatment and 42.78% did not.

This study also concluded that the treatment supervisor, distance from the patient house to Health Center, and clear information are significantly related to the compliance.

This study recommend (1) to train and utilize midwife in village as medical supervisor,; (2) provide clear information about the disease to the patients or their relatives as treatment supervisor and discuss everything until they understand about the disease.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T5319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Eninta Kartagena
Abstrak :
ABSTRAK
Praktik kerja profesi di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan Periode Januari 2018 bertujuan untuk memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam dalam praktek pelayanan kefarmasian di puskesmas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku, dan dalam bidang kesehatan masyarakat, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku serta wawasan dan pengalaman nyata untuk melakukan praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas, melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan praktik profesi apoteker di puskesmas , memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktik kefarmasian serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di Puskesmas.. Praktik kerja profesi ini dilaksanakan selama dua minggu dengan tugas khusus yaitu ldquo;Pengkajian Pola Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan dalam Pemberian Terapi Metformin dan Glimepirid untuk Datang Kembali ke Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan rdquo;. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengetahui kehadiran pasien DM rawat jalan dalam pengambilan obat, serta mengetahui dan mengkaji kepatuhan pasien DM rawat jalan dalam pengambilan obat periode November-Desember 2017 di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru.
ABSTRACT
Internship at Community Health Center of Kecamatan Kebayoran Baru South Jakarta Period January 2018 aims to understand the duties and responsibilities of pharmacists in the practice of pharmaceutical services at community health center in accordance with applicable laws and ethics, and in the field of public health, getting knowledge, skills, behavioral attitude and real insights and experiences for professional practice and pharmaceutical care at community health centre, observing and studying strategy and development of professional practice of pharmacist at community health centre, having a real picture about pharmacy practice problem and being able to communicate and interact with other health worker who served in community health centre. The internship was conducted for two weeks with a special assignment that is Assessment of Patient Compliance Pattern of Diabetes Mellitus Patient in Metformin and Glimepirid Therapy to Coming Back to Community Health Centre of Kecamatan Kebayoran Baru South Jakarta . The purpose of this special assignment is to know the presence of DM patient outpatient in taking the drug, and to know and assess compliance of DM patient in taking drug during the period November-December 2017 at Community Health Centre Kecamatan Kebayoran Baru.
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library