Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Barofsky, Ivan
"Integrating concepts from psychology, philosophy, neurocognition, and linguistics, this book attempts to answer these complex questions. It also breaks down the cognitive-linguistic components that comprise the judgment of quality, including description, evaluation, and valuations, and applies them to issues specific to individuals with chronic medical illness.
In this context, quality/QoL assessment becomes an essential contributor to ethical practice, a critical step towards improving the nature of social interactions. The author considers linear, non-linear, and complexity-based models in analyzing key methodology and content issues in health-related QoL assessment."
New York: [Springer-Science, ], 2012
e20410664
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Suherman
"Salah satu aspek yang paling penting dalam menunjang keteraturan pengobatan adalah kepatuhan mengambil obat oleh penderita Tb Paru di puskesmas. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, diketahui bahwa proporsi ketidakpatuhan mengambil obat adalah 49,73%. Hal ini merupakan ancaman serius bagi terjadinya resistensi obat dan kegagalan pengobatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengambil obat dikalangan penderita TB Paru di puskesmas Kota Tasikmalaya, yang dilaksanakan pada periode Januari s/d April 2001.
Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional dengan populasi aktual seluruh penderita TB Paru BTA (+) yang berobat di puskesmas wilayah Kota Tasikmalaya. Jumlah sampel yang diteliti adalah 360, jumlah ini melewati jumlah sampel minimum yang diperoleh dengan perhitungan. Anaiisis yang dilakukan adalah analisis univariat,bivariat dan multivariat logistik regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita yang tidak patuh mengambil obat cukup tinggi sebesar 48,90%. Dari ke tujuh variabel independen, yang terbukti secara statistik bermakna adalah faktor umur (p=0,046; OR=1,707; 95%CI=1,039-2,804), Faktor jarak (p=-0,002; OR=2,141; 95%CI=1,337-3,433) dan jenis PMO (p=0,001; OR=2,164; 95%CI=1,397-3,351). Berdasarkan perhitungan dampak potensial, variabel yang paling dominan adalah jenis PMO yang memberikan kontribusi paling besar terhadap ketidakpatuhan mengambil obat yaitu 56,12%.
Berdasarkan temuan peneliti, disarankan pertama mengembangkan sistem pemantauan yang berkesinambungan melalui program perawatan kesehatan masyarakat (PI-IN). Kedua, bagi penderita umur produktif perlu diamati secara lebih ketat dengan pendekatan KIE. Ketiga, dalam mengatasi jarak fasilitas pelayanan yang jauh dari rumah penderita perlu adanya keterlibatan BP, KIA dan Bidan Desa setempat. Keempat, untuk lebih mengefek-tifkan PMO perlu dikembangkan sistem rekruitmen, bimbingan dan pemantauan lebih lanjut.

Some Factors Related to Drug Taking Uncompliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Health Center in Tasikmalaya Municipality in Year 1999-2000One of the most significant aspect in supporting treatment regularity is drug taking compliance of pulmonary tuberculosis patients in health center_ Based on the previous research conducted in Tasikmalaya Municipality, it is proved that proportion of medicine taking compliance is 49,73%. This becomes drug resistance and treatment failure.
The research objective is to find some factors related to drug taking uncompliance in health center in Tasikmalaya Municipality conducted from January to April 2001.
The design used in this research is cross sectional design with actual population of entire patients of pulmonary tuberculaosis AFB (+) cured in health center in Tasikmalaya Municipality. The number of observed sample is 360 exceeding the minimum sample number obtained from the calculation. The analysis in this research is univariate, buvariate and regression logistic multivariate.
The research result shows that patients who not taking drug is much higher i.e. 48,90%. Among independent variables which are statisticly significant related to are age (p--0,046; OR=1.707; 95%CI= 1.039-2.804), distance (p=0,002; OR=2.142; 95%CI=1,337-3.433) and treatment observer (p=O.O01; OR=2.I64; 95%CI=1.397-3.351).
Based on the researcher findings, there are some suggested recomendation. First, most develop surveillance system through public health nursing program (PHN). Second, the patients of productive age should be observed closely using KIE approach. Third, to solve the distance of health facility, the BP, KIA and midwives should be involved in the recruitment system, cuonseling and surveilance of follow up activities be developed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia
"Rumah sakit adalah salah satu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan berfungsi sosial serta menyelenggarakan kegiatan rumah sakit yang meliputi kuratif (pengobatan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), dan promotif (pembinaan kesehatan).
Untuk melakukan kegiatannya, rumah sakit menghasilkan bermacam-rnacam buangan berbentuk cair, padat, dan gas yang berasal dari kegiatan medis maupun nonmedis. Hasil buangan ini akan berdampak terhadap kesehatan pasien, pengunjung, masyarakat sekitar rumah sakit, petugas yang menangani secara langsung, bahkan pada lingkungan alam sekitar.
Berdasarkan survei yang dilakukan bersama Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Pusat pada bulan Juli 2003, masih didapati beberapa masalah dalam pengelolaan limbah padat, yaitu:
1. Pemisahan antara limbah medis dan non-medis belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan masih adanya limbah medis yang bercampur dengan limbah nonmedis.
2. Sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah padat belum memadai, seperti bak-bak sampah yang tidak mempunyai tutup dan tidak dilapisi dengan kantong plastik serta jumlahnya kurang.
3. Kurangnya disiplin petugas yang mengelola limbah padat untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), seperti masker dan sarung tangan.
4. Masih terdapatnya pemulung dengan bebasnya berkeliaran di lingkungan rumah sakit.
5. Dari 26 rumah sakit yang ada di Jakarta Pusat, 19 rumah (73%) yang mempunyai IPAL dan hanya 7 rumah sakit (27%) yang mempunyai insinerator, dan tidak satupun rumah sakit yang memiliki insinerator melakukan pemantauan terhadap emisi gasnya.
RS. St. Carolus adalah RS swasta yang berlokasi ditengah-tengah permukiman penduduk. Dalam pengelolaan limbahnya telah menggunakan IPAL untuk limbah cair dan insinerator untuk limbah padat. Sejak tahun 1999, RS St. Carolus telah menerima penghargaan karena pengelolaan limbah cairnya yang bagus, sedangkan untuk limbah padat masih perlu pengelolaan yang lebih baik lagi karena asap dari insineratornya mengganggu masyarakat sekitar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui jumlah limbah padat yang dihasilkan RS. St. Carolus, b. Mengetahui cara pengelolaan limbah padat di RS St. Carolus, c. Mengetahui kualitas emisi gas insinerator di RS. St. Carolus, d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja dalam mengelola limbah padat di RS St. Carolus.
Penelitian ini menggunakan rancangan analitik yang dilakukan secara observasional dengan metode cross sectional dilakukan antara bulan Mei 2003 sampai dengan Agustus 2003. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai RS. St. Carolus. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dan pihak RS. St. Carolus dan berbagai sumber yang berkaitan.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja dalam pengelolaan limbah padat di RS. St. Carolus, digunakan variabel pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, sikap sebagai variabel bebas, dan perilaku sebagai variabel terikat.
Hasil penelitian didapat jumlah timbunan limbah padat di RS. Sint Carolus adalah 3,66 m3/ hari (1.393,25 kg) dengan rincian limbah padat nonmedis 3,61 m3/ hari dan jumlah limbah padat medis 0,05 m3 (71,61 kg).
RS Saint Carolus sudah mulai menjalankan peraturan dalam pengelolaan limbah padat namun masih perlu perbaikan pada beberapa hal antara lain dengan melakukan segregasi limbah infeksius dan non infeksius lebih optimal, meningkatkan pengetahuan tenaga kerja, meningkatkan minimisasi limbah padat, meningkatkan disiplin tenaga kerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), dan dilakukan pemantauan terhadap emisi insineratornya.
Berdasarkan hasil pengukuran emisi gas insinerator didapat parameter yang melewati baku mutu yaitu partikel 179,6 mg/m3. Hal ini membuktikan bahwa parameter ini yang mencemari udara dan mengganggu masyarakat sekitar RS. Sint Carolus.
Analisis terhadap responden dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok manajerial, kelompok profesional, dan kelompok pekarya. Analisis terhadap kelompok manajerial menggunakan korelasi Spearman's rho dengan hasil sebagai berikut: antara faktor pendidikan dengan umur menghasilkan hubungan sangat kuat (r = 0,801), terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,935) antara pendidikan dengan pengetahuan, hubungan yang kuat (r = 0,722) antara pendidikan dengan pengalaman, hubungan yang sangat kuat (r = 0,801) antara pendidikan dengan sikap, hubungan yang sangat kuat (r = 0,876) antara umur dengan pengetahuan, hubungan yang kuat (r = 0,685) antara umur dengan pengalaman, hubungan yang sedang (r = 0,418) antara umur dan sikap, hubungan yang sangat kuat (r = 0,810) antara pengetahuan dengan pengalaman, hubungan yang kuat (r = 0,798) antara pengetahuan dengan sikap, dan hubungan yang kuat (r = 0,739) antara pengalaman dengan sikap.
Analisis kelompok pekarya menggunakan korelasi Spearman's rho dengan hasil sebagai berikut: korelasi antara faktor pendidikan dengan perilaku menghasilkan hubungan lemah (r = 0,210), korelasi yang sangat lemah (r = 0,116) antara umur dengan perilaku, korelasi kuat (r = 0,626) antara pengetahuan dengan perilaku, korelasi yang sangat lemah (r = 0,162) antara pengalaman dengan perilaku, dan korelasi yang sangat lemah (r = 0,045) antara sikap dengan perilaku.
Analisis terhadap kelompok pegawai menggunakan regresi berganda, didapat hasil persamaan regresi sebagai berikut:
Y= 0,203-7,64 X1 + 4,897 X2 + 2,104 X3-9,81 X4+0,168X5
F hitung persamaan garis regresi perilaku pegawai sebesar 143,63 lebih besar dari F tabel yaitu 2,30, hal ini berarti Ha diterima yaitu secara bersama-sama pendidikan, umur, pengalaman, pengetahuan, dan sikap berpengaruh terhadap perilaku kelompok profesional dalam pengelolaan limbah padat.
Hasil hitung koefisien determinasi (R2) adalah 0,88 yang berarti bahwa 88% perilaku kelompok profesional dalam mengelola limbah padat dipengaruhi oleh faktor-faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Limbah padat yang dihasilkan RS.St.Carolus adalah 3,66 m3/hari (1.393,25 kg) dengan komposisi limbah medis adalah 71,61 kg (5,14%); b. RS St. Carolus sudah mulai menjalankan peraturan dalam mengelola limbah padatnya, namun masih didapati beberapa hal yang diperbaiki dan ditingkatkan; c. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap emisi gas insinerator RS. St. Carolus masih didapati satu parameter yang di atas baku mutu yaitu parameter partikel; d. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan hasil sebagai berikut: Untuk kelompok manajerial terdapat hubungan yang sangat kuat antara faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap dalam pengelolaan limbah padat; Untuk kelompok pekarya tidak terdapat hubungan antara perilaku dengan pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap dalam pengelolaan limbah padat; Untuk kelompok profesional didapat faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap berpengaruh secara bersama-sama terhadap perilaku kelompok profesional dalam pengelolaan limbah padat.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah: a. Kereta dorong yang digunakan untuk limbah infeksius dan noninfeksius agar dibedakan dan setelah digunakan harus dibersihkan dan diberi desinfektan; b. Pengetahuan tenaga kerja pekarya agar lebih ditingkatkan lagi dengan cara mengikutsertakan dalam pelatihan pengelolaan limbah padat; c. Disiplin tenaga kerja dalam memakai APD agar lebih ditingkatkan lagi untuk menjaga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja; d. Pelaksanaan minimisasi limbah padat agar lebih ditingkatkan lagi dengan melakukan segregasi terhadap limbah yang dapat di daur ulang dan bemilai jual; e. Supaya dipasang alat pengukur suhu pembakaran untuk insinerator (thermocopel) agar diketahui apakah suhu pembakaran sudah mencapai 1000°C atau belum; f. Pemantauan terhadap emisi insinerator agar dilakukan setiap 6 bulan dan dilaporkan ke instansi yang berwenang; g. Abu hasil pembakaran agar diperiksa untuk mengetahui apakah mengandung B3. Apabila mengandung B3 maka harus dikelola oleh instansi yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Hospital Solid Waste Management (Case Study of Jakarta Saint Carolus Hospital)Hospital has known as one of service industry provided health care to community, hold social function and organized hospital activity including curative (sickness healing), rehabilitative (health recovery), preventive (disease prevention) and promotion (health education).
During running its activities, hospital produce manures in forms of liquid, solid, and gasses that came from both medical and non-medical activities. Those waste substances were no doubt could affect patients' health, neighborhood communities, hospital staffs that directly manage the waste, hospital visitors and even natural environment.
Based on the collaborative survey with Office of Public Health Center of Jakarta Municipality on July 2003, there are some problems exist in solid waste management, following:
1. Imperfection in separating effort between medical and non-medical waste. This condition shown by the mixture of both types of waste,
2. Inadequate of tools and infrastructures for waste management, such as uncovered litterbins with no plastics layer inside, not to say the lack in numbers,
3. Lack of discipline from officer in charge to use Personnel Protective Equipment (PPE) such as mask and hand gloves,
4. Uncontrolled and illegal activities of pemulung (people who collect materials from garbage tanks and separate by the types, i.e. plastic, glass, Styrofoam, etc. and sold them to be re-use) around the hospital,
5. The fact that, from all 26 hospital located in Center Jakarta Municipality, there is 19 in number (73%) that have Waste Processing Installation (IPAL) and only 7 hospitals (27%) have incinerator, but not a single of these hospital conduct monitoring program for their gas emission.
St. Carolus is a private hospital and located in center of communities settlement. In handling its waste, St. Carolus operated IPAL for liquid waste and incinerator for solid one. Since 1999 St. Carolus Hospital had been rewarded for its excellent performance in liquid waste management, whereas for solid waste improving were still require since the smoke coming from incinerator started to disturbing the population around.
Research objectives are: a) To find out the amount of solid waste produce by St. Carolus Hospital; b) To discover any steps in waste management of St. Carolus Hospital; c) To find out the quality of gas emission from the incinerator; d) To determine factors that influence behavior of hospital workers in managing hospital's solid waste.
This research used analytical design carried out in observational manner with cross sectional approach from May to August 2003. Research population is the staff of St. Carolus Hospital. Data used were primary and secondary data. Primary data gathered through questionnaire, interview and direct observation while secondary data were getting from hospital and other relevant sources.
To find out behavior-influenced factors, the research used several variables, such education, age, knowledge, experience, and attitude as independent variables, while behavior put as dependent variables.
The result showed the amount of solid waste is 3.66 m3/day (1,393.25 kg) consist of non-medic waste of 3.61m3/day and medic waste of 0.05 m3 (71.61 kg).
Basically St. Carolus had implemented regulation for solid waste management, however, improving still require, like, more optimal segregation for infectious and non-infectious waste, enhance knowledge capacity of the labors, improving minimization effort of solid waste, improving workers' discipline in using of PPE and start monitoring program for incinerator's emission.
Based on result in measurement of gas emission, there is one parameter that exceeded quality standard that is particles in level of 179.6 mg/m3. It proved that the air already contaminated by this parameter and disturbing population around. Analysis were divided base on 3 (three) groups that are, managerial groups, professional groups and workers groups.
Managerial groups analyzed by Correlation of Spearman's rho with the result as follow: there is very strong relation between education factor and age (r=0.801) and between education and knowledge (r=0.935); strong relation between education and experience (r=0.722) and, very strong relation between education and attitude (r=0.801), very strong relation between age and knowledge (r=0.876), strong relation between age and experience (r=O.685), moderate relation between age and attitude (r=0.418), very strong relation between knowledge and experience (r=0, 801), strong relation between knowledge and attitude (-0.798) and strong relation (r=0.739) between experience and attitude.
The analyzing of workers group was doing by correlation of Spearman's rho with results as follow: weak correlation between education factor and behavior (r-0.210), very weak correlation between age and behavior (-0.116), strong correlation (r=0.626) between knowledge and behavior, very weak correlation between experience and behavior (r=0.162) and very weak correlation (r=0.045) between attitude and behavior.
Groups of professional were analyzing using multiple regression technique with the result:
Y=0.023-7.64 X1+4.897 X2+ 2.104 X3- 9.81 X4+ 0.168 X5
By doing comparison, the Fcalculation (143.63) was found higher than Ftable (2.30), mean the research accept hypothesis Ha, that is education, age, experience, knowledge and attitude altogether influenced the behavior of professional group in solid waste management.
Coefficient of determination (R2) showed number of 0.88 mean 88% of professional group's behavior was influenced by education, age, knowledge, experience and attitude.
Conclusion for this research is: a) Solid waste produced from activities in St. Carolus Hospital is 3.66 m3/day (1,393.25 kg) consist of non-medic waste of 3.61 m3/day and medic waste of 0.05 m3 (71.61 kg); b) St.Carolus already implemented the regulation in processing its solid waste, however some improvement and reformation were required; c) Based on the examination of gas emission from incinerator, it was founded that there is one parameter that exceeded standard quality, that is particles; d) Based on statistical calculation there are some results, following: For managerial group there strong relation between factors of education, age, knowledge, experience and attitude in solid waste management; For workers group there is no relation between behavior and education, age, knowledge, experience and attitude in solid waste management; and for professional group there is influence of education, age, knowledge, experience and attitude altogether toward the behavior in solid waste management.
Base on those results, I hereby give suggestion: a. wheeled containers used for the waste of infectious and noninfectious should be differentiated and after used have to be cleaned and using disinfectant; b. knowledge of man power should be more improved again by participating in training of management of solid waste; c. Man power discipline in wearing APD should be more improved again to keep safety and health of the man power; d. Minimize implementation of solid waste should be more improved again with segregation of solid waste which can be recycle and have selling value; e. Should be installed measuring burning temperature's instrument for incinerator (thermocoppel) to be known the burning temperature have reached 1000°C or not yet; f. Monitoring to the emission of incinerator should be conducted every 6 months and reported to institution in charge; g. The ash from result of burning should be checked to know if the ash still containing 133. If it still contains B3, it has to be managed by institutions which have been appointed by Government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuningsih
"Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis, kuman TBC telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia sehingga tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Mulai tahun 1995, Indonesia telah menerapkan strategi DOTS (Directly Observerd Treatment Shortcourse) yang salah satu komponennya yaitu pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan Pengawasan Menelan Obat (PMO). Hasil kegiatan program penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Lampung Selatan tahun 2003 yaitu CDR sebesar 30,63%, konversi 79,8% dan Cure Rate 66%. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil kegiatan program P2TB di Provinsi Lampung secara keseluruhan, angka cakupan penderita, angka konversi dan angka kesembuhan di Kabupaten Lampung Selatan masih lebih baik, dimana angka cakupan program P2TB di provinsi Lampung tahun 2003 yaitu angka penemuan kasus penderita TBC BTA+ sebanyak 15,5%, konversi 78% dan angka kesembuhan 57%.
Dalam rangka kegiatan program P2TB, terutama pengobatan penderita, salah satu diantaranya yaitu keberadaan Pengawas Menelan Obat agar penderita TBC tidak mangkir dalam pengobatan, didapatkannya konversi kesembuhan bagi penderaita TBC.
Penelitian hanya dibatasi tentang Analisis kinerja PMO penderita TBC oleh Nakes yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran kinerja PMO penderita TBC oleh Nakes dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja PMO oleh Nakes di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2004.
Penelitian dilakukan diseluruh puskesmas di wilayah Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Mei-Juni 2004. Desain penelitian yaitu Cross Ceclional, populasi adalah sekaligus sampel penelitian yaitu PMO penderita tuberkulosis oleh Nakes di puskesmas di Lampung Selatan tahun 2004 yang mencakup sebanyak 98 orang.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran kinerja PMO penderita tuberkulosis oleh Nakes di Kabupaten Lampung Selatan yaitu sebanyak 44,9% mempunyai kinerja baik dan 55,1% dengan kinerja kurang baik. Dari analisis hubungan antar variabel ditenmkan bahwa variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kineja PMO oleh Nakes yaitu : urnur, jenis kelamin, motivasi dan beban kerja. Variabel yang tidak mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja PMO oleh Nakes yaitu pendidikan, kepemimpinan dan pengetahuan. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja PMO oleh Nakes adalah variabel umur yaitu semakin tua umur Nakes cenderung mempunyai kinerja baik.
Disarankan pemberian reward bagi PMO yang berprestasi dan pemberian dana insentif untuk pelacakan penderita TB mangkir, diperlukan pemberian dana stimulan dalam keterlibatan TOMA dan TOGA serta kader kesehatan dalam program P2TB terutama dalam kegiatan penjaringan. suspek penderita TBC dan keterlibatan mereka sebagai PMO penderita TBC. Kepada Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan hendaknya meningkatkan kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektoral terkait dan diaktifkannya Tim GERDUNAS TB yang telah terbentuk. Perlu ditingkatkan Bimbingan Teknis program dan pelatihan kepemimpinan terhadap pimpinan puskesmas oleh Dinas Kesehatan. Kepada Departemen Kesehatan perlu terus dilaksanakan pelatihan terhadap tenaga dokter, paramedis dan analis puskesmas dalam program P2TB dalam rangka peningkatan penemuan penderita penyakit tuberkulbsis di masyarakat dalam rangka penunuian angka kesakitan dan kematian karena penyakit TBC di Indonesia.
Daftar bacaan : 45 ( 1984-2004)

Analyzing the Performance of Drug Taking Inspector (PMO) for Tuberculosis Patients Conducted by Health Personnel in Regency of South Lampung in the Year of 2004Tuberculosis is contagious disease caused by microorganism called Mycobacterium tuberculosis. Today, TBC has infected one-third of people all over the world, so that in 1993 WHO stated an emergency of Tuberculosis epidemic universally. Started in 1995, Indonesia has applied DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) strategy that one of its components is medication using short-term anti tuberculosis drug (OAT) observed by Drug Taking controller (PMO). In the year of 2003, the program against Tuberculosis in Lampung had resulted in CDR of equal to 30,63%, conversion of 79,8%, and Cure Rate of 66%. If its compare this result with the result of P2TB program planned in Lampung as a whole, the coverage number of patients, conversion number, and healing number in the District of South Lampung is better, while the coverage number of Tuberculosis patients taken from P2TB program in Lampung, is about 15,5 % for TBC BTA + case, 78 % for conversion, and 57 % for healing number.
In order to conduct P2TB program, especially for medicating patients, one of them is the existence of Drug Taking controller (PMO). The purpose is to keep patients so that they do not stop the medication, further more is to have healing conversion for them.
The research that limited only in analyzing PMO performance for Tuberculosis Patients conducted by health personnel is to obtain information about PMO performance and the factors associated to PMO performance in District of South Lampung in 2004.
This research took places in all of Health Center (Puskesmas) in that District since May to July 2004. The design of this research is Cross Sectional, population, including sample that is 98 members of PMO for Tuberculosis patients in District of South Lampung in 2004.
This research shows that PMO performance for Tuberculosis patients in the Regency is 44,9 % of them has good performance and the rest 55,1 % has less performance. Correlation analysis found that variables having significant connection to PMO performance are: age, sex, motivation, and workload. while variables having no relationship to the performance is: education, leadership, and knowledge. Variable having largest connection to PMO performance is age.
We suggest that a reward should be given to PMO member who has good performance and incentive fund should be available for tracking absent patients, stimulant fund should be given for supporting the existence of TOMA and TOGA and health cadre involved in P2TB program, especially in catching new patient suffer from TBC and their involvement as a PMO for the patient. For Health Officials in Lampung and Health Official in South Lampung District, better cross-program and related cross-sectional cooperation should be implemented, GERDIJNAS team, which is formed before should be activated. Health Officials should develop technical guidance for the program and leadership training toward leaders in Health Center (Puskesmas). They also should carry out training for doctors, paramedics, Puskesmas workers about P2TB program in order to improve ability of finding new patient suffer from TBC among society to reduce morbidity and mortality caused by TBC disease in Indonesia.
Reference: 45 (1984-2004)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Escana
"Infark Miokard merupakan kasus kegawatan kardiovaskular yang dapat memperburuk kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas. Prevalensi infark miokard lebih tinggi pada pria dibanding perempuan seusianya. Namun VIRGO study 2008-2012 menyatakan prevalensi infark miokard pada perempuan muda le; 55 tahun terus meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup laki-laki dan perempuan pasca infark miokard yang menjalani intervensi koroner perkutan. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dengan metode pengambilan sampel secara consecutive sampling sebanyak 126 responden.
Penelitian ini menggunakan instrumen MacNew dengan hasil tidak ada perbedaan kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan pada pasien pasca infark miokard yang menjalani intervensi koroner perkutan p = 0,246. Skor kualitas hidup laki-laki lebih tinggi pada domain sosial 5,41 0,81. Skor perempuan lebih tinggi pada domain emosional 5,53 1,01 dan domain fisik 5,58 0,78. Perawat disarankan memfasilitasi pasien degan memberikan asuhan perawatan yang komprehensif mencakup domain fisik, emosional dan sosial tanpa membedakan jenis kelamin pasien sehingga tercapai kualitas hidup yang optimal.

Myocardial infarction is an emergency case of cardiovascular which could decrease quality of life and increase mortality. Myocardial Infarction prevalence on men are higher than women at the same ages. But, the VIRGO 39 s study 2008 2012 stated that prevalence of myocardial infarction on younger women le 55 years old were increasing. This study aimed identify differences of quality of life between men and women post myocardial infarction undergoing percutaneous coronary intervention.
This cross sectional study with consecutive sampling method involved 126 respondent. Using MacNew Instrument and showed no difference of quality of life p 0.246. The quality of life score of men are higher on the social domain 5,41 0,81. The quality of life score of women are higher on the emotional 5,53 1,01 and physical domain 5,58 0,78. Nurses are recommended to provide a comprehensive nursing care to obtain optimum quality of life without distinguishing between men and women.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Prima Fidelia Wandita
"Setiap pengidap penyakit Human Immunodeficiency Virus selanjutnya disebut
dengan HIV berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merupakan
salah satu bentuk pelayanan publik yang dijamin oleh negara berdasarkan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal ini sehubungan dengan
kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak asasi dan kebutuhan dasar bagi tiap
orang, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penulis kemudian membahas mengenai
penerapan pemberian layanan kesehatan terhadap pasien pengidap HIV oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat dan analisis kasus
penolakan pemberian layanan kesehatan terhadap pasien pengidap HIV oleh
fasilitas kesehatan di Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Penelitian
dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data
sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, buku, serta didukung
dengan data primer berupa wawancara dengan pihak-pihak terkait. Hasil penelitian
kemudian menyimpulkan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Provinsi
Jawa Barat telah melakukan beberapa program guna menurunkan angka pasien
pengidap HIV dan bahwa setiap pasien rumah sakit termasuk bagi pasien ODHA
diberikan hak oleh undang-undang untuk memperoleh layanan yang manusiawi,
adil, jujur, dan tanpa diskriminasi terdapat pada Pasal 32 huruf C UURS jo. Pasal 4
huruf G Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Every person with Human Immunodeficiency Virus, hereinafter referred to as
HIV, is entitled to receive health services which is one form of public service
guaranteed by the state based on Law Number 36 Year 2009 concerning Health.
This is in connection with the states obligation to fulfill human rights and basic
needs for each person, as stipulated in Article 28 H paragraph (1) of the 1945
Constitution of the Republic of Indonesia. The author then discusses the application
of the provision of health services to patients with HIV by the Provincial
Governments of DKI Jakarta and West Java Province and analysis of cases of
refusal to provide health services to patients with HIV by health facilities in DKI
Jakarta and West Java Provinces. The study was conducted through a normative
juridical approach using secondary data, including legislation, books, and supported
by primary data in the form of interviews with related parties. The results of the
study concluded that in the Provincial Governments of DKI Jakarta and West Java
Provinces have conducted several programs to reduce the number of HIV-infected
patients and that every hospital patient, including PLWHA patients, is given the
right by law to obtain humane, fair, honest and without discrimination contained in
Article 32 letter C UURS jo. Article 4 letter G of Law Number 8 of 1999 concerning
Consumer Protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library