Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembungkaman yang terjadi pada perempuan penghibur yang menjadi korban kekerasan seksual di media sosial. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya pembungkaman tersebut. Kerangka pemikiran penelitian ini bersumber dari teori kelompok terbungkam (muted group theory), konsep dan studi-studi terdahulu tentang perempuan penghibur, konsep kekerasan seksual beserta definisi dan ragam jenis tindakannya, perempuan dalam budaya patriarki, kekerasan seksual dan budaya patriarki, Instagram, serta perempuan dan media sosial. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionisme kritis dan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah dua unggahan Instagram Stories penyanyi dangdut Via Vallen tentang peristiwa pelecehan seksual yang ia alami. Metode analisis yang digunakan adalah semiotika Roland Barthes yang menjabarkan makna denotatif dan konotatif serta mengungkap mitos di balik simbol-simbol yang ditampilkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun perempuan penghibur memiliki akses ke media sosial, di mana ia dapat dengan bebas menyatakan perlawanannya terhadap pelecehan seksual di hadapan jutaan pengikutnya (followers), pada akhirnya ia tetap terbungkam. Pembungkaman terjadi ketika perempuan penghibur tidak dapat mengartikulasikan pengalaman pelecehan seksual di hadapan anggota kelompok dominan. Hal ini disebabkan oleh ideologi patriarki yang mengakar di masyarakat dan beroperasi secara sistematis untuk membungkam ekspresi perempuan penghibur yang menjadi korban pelecehan seksual di media sosial. Operasi patriarki yang tersistem dilakukan dengan mengkonstruksi posisi perempuan penghibur dalam masyarakat, menyuburkan stigma dan stereotip tentang perempuan penghibur di lingkungan sosial, mewajarkan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang menimpa perempuan penghibur, dan mengabaikan aspirasi perempuan penghibur tentang pelecehan seksual.