Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Ryan Bayu Candra
"ABSTRAK
Sisminbakum atau Sistem Administrasi Badan Hukum adalah
merupakan suatu proses pengesahan Akta Perseroan Terbatas
yang dilakukan oleh Notaris melalui media internet ke
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat
Jendral Admnistrasi Hukum Umum. Sisminbakum juga merupakan
salah satu bentuk dari dampak positif yang ditimbulkan oleh
penetrasi Internet, karena disatu sisi internet juga
menimbulkan dampak negatif lainnya. Siminbakum dalam hal ini
hadir untuk menyelenggarakan suatu sistem pengadministrasian
data badan-badan hukum secara elektronis, tentu saja hal ini
juga memudahkan dalam proses penelusuran data dan pemantauan
terhadap pertumbuhan ekonomi pada umumnya oleh pemerintah.
Selain dari pada itu alur proses dalam Sisminbakum ini juga
ditujukan untuk membantu Notaris dalam hal melakukan
pengesahan suatu Akta Perseroan Terbatas sehingga menjadi
lebih cepat, lebih akurat dan lebih efisien. Lebih jauh lagi
terobosan tehnologi dibidang dunia Kenotariatan ini sudah
seharusnyalah mendapat suatu payung hukum atau suatu jaminan
kepastian hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan
keragu-raguan bagi masyarakat umumnya yang menggunakan jasa Notaris dan bagi Notaris itu sendiri khususnya."
2003
T36530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun, Johannes
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S6304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 12(1-4) 2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rocky Setya Budi
"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif maupun rehabilitatif. Di era Jaminan Kesehatan Nasional, fungsi puskesmas lebih banyak melakukan pengobatan dari pada pencegahan penyakit. Puskesmas memiliki Puskesmas Pembantu sebagai jaringan yang sebenarnya dapat memperkuat UKM dan UKP di tingkat Desa/Kelurahan jika Puskesmas Pembantu menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Namun, belum ada kebijakan tentang puskesmas pembantu dapat menjadi FKTP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Pendekatan teori proses analisis kebijakan William N. Dunn. Lokasi penelitian di Puskesmas Perkotaan (Kota Solok), Puskesmas Perdesaan (Kabupaten Tanah Datar), Puskesmas Terpencil (Kabupaten Solok Selatan), serta di Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2023. Penelitian dilaksanakan dengan wancara mendalam terhadap 9 orang Kepala Puskesmas, 9 orang penanggungjawab Puskesmas Pembantu, 9 orang Masyarakat, Plt. Direktur Tata Kelola Masyarakat, dan Fokus Group Discussion (FGD) terhadap 4 orang Tim Kerja Kebijakan Puskesmas dan Integrasi Layanan Primer, serta telaah dokumen. Temuan penelitian mengungkapkan, Puskesmas memiliki beban kerja yang berat dan lebih fokus pada pelayanan pengobatan, akses masyarakat terhadap FKTP belum semuanya mudah dijangkau oleh masyarakat, belum ada kebijakan yang mengatur wewenang Puskesmas Pembantu sebagai FKTP, dan sebenarnya Puskesmas Pembantu telah layak dijadikan FKTP Klinik Pratama. Diharapkan ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas Pembantu menjadi FKTP Klinik Pratama untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan yang terintegrasi di tingkat Desa/Kelurahan.

Based on the Regulation of the Minister of Health Number 43 of 2019 concerning Puskesmas, the Puskesmas organizes first-level Public Health Efforts (UKM) and Individual Health Efforts (UKP), with priority on promotive and preventive efforts without neglecting curative and rehabilitative efforts. In the era of the National Health Insurance, the function of the puskesmas was more to treat disease than to prevent disease. The health center has a sub-health center as a network which can actually strengthen UKM and UKP at the Village/Kelurahan level if the sub-health center becomes a First Level Health Facility (FKTP). However, there is no policy regarding how auxiliary puskesmas can become FKTPs. This study uses qualitative research methods with William N. Dunn's policy analysis process theory approach. The research locations were Urban Health Centers (Solok City), Rural Health Centers (Tanah Datar Regency), Remote Health Centers (South Solok Regency), as well as at the Ministry of Health's Directorate of Public Health Management which was conducted from June to July 2023. The research was conducted with in-depth interviews with 9 Heads of Health Centers, 9 people in charge of Supporting Health Centers, 9 people from the Community, Plt. Director of Community Governance, and Focus Group Discussion (FGD) of 4 Community Health Center Policy Work Teams and Integration of Primary Services, as well as document review. The research findings revealed that Puskesmas have a heavy workload and are more focused on medical services, not all of the community's access to FKTPs are easy for the community to reach, there is no policy that regulates the authority of Puskesmas Pembantu as FKTPs, and actually Puskesmas Pembantu are appropriate to be made Primary Clinic FKTPs. It is hoped that there will be a Regulation of the Minister of Health regarding Puskesmas Pembantu to become Primary Clinic FKTPs to strengthen Integrated Public Health Efforts and Individual Health Efforts at the Village level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulansari
"Dengan adanya berita-berita iinengenai kasus penganiaya an pembantu rumah tangga ( disingkat raenjadi PRT ) oleh majikan raereka dimana PRT tersebut bekerja pada ibu rumah tangga yang tidak bekerja, serta adanya ungkapan dari seorang psikolog ( Sartono Mukadia, 1987 ) yang mengatakan bahwa ibu rumah tangga yang tidak pernah bekerja sering sangat kasar terhadap PRT, raaka tirabul dua pertanyaan dalam diri peneliti, Pertama, apakah ada perbedaan perlakuan terhadap PRT antara ibu rumah tangga yang bakerja dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja? Kedua, faktor-faktor apakah yang ibu rumah tangga rasakan berpengaruh dalam memperlakukan PRT? Kedua pertanyaan ini lah yang hendak diteliti lebih lanjut. Penelitian dilakukan terhadap ibu rumah tang ga yang bekerja pada inatansi pemerintah atau swasta dan ibu rumah tangga yang tidak bekerja dalam jumlah sama melalui teknik sample yang inaidental. Alat yang dlgunakan adalah kuesioner yang dianalisa dengan teknik point bisprial disertai satu pertanyaan timggal. Metode analisa yang digunakan adalah t test.
Hasil penelitian menemukan bahv/a ada perbedaan perlakuan terhadap PRT antara ibu ruraah tangga yang bekerja dengan ibu ruinah tangga yang tidak bakerja dalam hal memberikan kesempatan PRT untuk mengembangkan kemampuannya, Ibu rumah tangga yang bekerja lebih memberikan perhatian dalam hal tersebut dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Kehendak diri sendiri merupakan faktor yang dirasakan sangat berpengaruh, sedangkan mass media merupakan faktor yang dirasakan sangat tidak berpengaruh, Ajaran agama, keluarga, pendidikan dan pengalaman bekerja merupakan faktor-faktor yang dirasakan cukup berpengaruh, Suku bangsa, pengalaman berorgnnisasi dan tetangga meimpakan faktor-faktor yang dirasakan kurang berpengaruh. Ditemukan pula indikasi bahv;a faktor usia, agama, suku bangsa dan tingkat pendidikan mempengarulii pola perlakuan ibu rumah tangga terhadap PRT.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah faktor bekerja mempengaruhi ibu rumah tangga dalam memperlakukan PRT dalam hal memberikan kesempatan PRT untuk mengembangkan kemampuannya. Seberapa jauh hubungan usia, agama, suku bangsa dan tingkat pendidik an serta bagaimana hubungannya dengan jenis perilaku majikan tertentu, belum diketahui. Kiranya hal itu menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
"Korupsi bukanlah kejahatan yang baru, melainkan kejahatan yang lama yang sangat pelik. Di Indonesia korupsi sudah ada sejak dulu. Korupsi bertentangan dengan konsep negara hukum, Menurut Sri Soemantri unsur negara hukum salah satunya adalah jaminan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu negara harus mengatasi korupsi karena korupsi tidak hanya meruugikan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak ekonomi dan hak sosial masyarakat luas. Untuk mengatasi korupsi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan membentuk lembaga untuk membantu mengatasi korupsi. Lembaga yang sampai saat ini masih melakukan pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi ini dibentuk karena pemberantasan korupsi oleh lembaga konvensional (kepolisian dan kejaksaan) belum dapat mengatasi permasalahan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan merupakan lembaga negara independen dan mempunyai kewenangan yang sangat luas. Oleh karena itu masyarakat berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat memberantas korupsi.
Kewenangan yang luas meliputi Koordinasi dangan instansi lain, supervisi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pencegahan dan monitoring. Sebagaimana diketahui secara umum para ahli membagi dua lembaga negara yaitu Lembaga negara utama (main State?s organ) dan Lembaga negara pembantu (auxiliary State?s organ). Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara pembantu yang bersifat independen, hal ini akan menimbulkan masalah yaitu tentang kedudukan dalam struktur ketatanegaraan. Ada sebagian besar yang beranggapan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga ekstra konstitusional. Masalah lain yang muncul adalah apakah Komisi Pemberantasan Korupsi harus ada terus atau hanya sebagai Problem solving saja. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian normatif didukung dengan metode penelitian empiris. Di samping itu juga didukung dengan pendekatan sejarah dan komperatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara independen, namun bukan lembaga negara utama tetapi lembaga negara pembantu. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dijelaskan berada diranah kekuasaan manapun baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dimasukkan kedalam kekuasaan ke empat. Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya terus ada, karena korupsi tidak mungkin dapat hilangkan, hanya dapat diminimalkan. Namun Kewenangannya tidak lagi luas, hanya mencakup penindakan, pencegahan dan monitoring, sedangkan untuk penuntutan dikembalikan kepada kejaksaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1084
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tati Lies Aryati
"ABSTRAK
Dengan semakin beratnya tantangan dalam pembangunan maka komunikasi makin dibutuhkan kehadirannya, terutama pada masyarakat pedesaan dimana pembangunan pedesaan kurang berhasil. Kelompencapir adalah salah satu usaha agar komunikasi yang diarahkan pada masyarakat pedesaan menjadi lebih efektif. Terdapat ketimpangan informasi yang diarahkan pada masyarakat desa yaitu dimana arus informasi yang gencar tidak diimbangi dengan penyerapan informasi itu sendiri. Hal ini karena tingkat pemilikan media maupun tingkat pendidikan masyarakat desa. relatif rendah. Dengan terbentuknya Kelompencapir sebagai sarana pendukung komunikasi massa, Kelompencapir dapat membantu media massa dalam menyebarluaskan informasi-informasi pembangunan. Seperti halnya media forwn kegiatan-kegiatan Kelompencapir, meliputi kegiatan dengar-baca-lihat dan diskusi. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut pesan-pesan atau informasi pembangunan yang telah disebarluaskan media m~ssa diharapkan dapat sampai pada masyarakat desa. Adapun penulisan ini bermaksud melihat sejauh mana efektivitas Kelompencapir sebagai sarana pembantu media massa menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan di pedesaan. Apakah kegiatan-kegiatan Kelompencapir tersebut dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat desa, dan tidak tahu menjadi tahu mengenai pesanpesan pembangunan. Data dikumpulkan melalui kepustakaan dan metode survai. Dan data yang diperoleh berupa aktifitas anggota dalam kegiatan-kegiatan Kelompencapir serta pengetahuan apa yang mereka peroleh setelah melakukan kegiatan tersebut, dengan mencocokkan pada acara atau siaran pedesaan yang telah diin~entarisir sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran bahwa efektivitas Kelompencapir sebagai sarana pembantu menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan di pedesaan relatif tinggi karena sebagian besar responden melaksanakan kegiatan dengar-baca lihat dan kegiatan diskusi walaupun daya dukung operasional kelompencapir tersebut relatif rendah dalam hal ini meliputi pemilikan media sarana pertemuan dan pendidikan. Dari hasil kegiatan tersebut mereka mendapatkan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>