Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wisnu Jaya Surya Putra
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang politik hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia khususnya dalam pembentukan peraturan daerah sejak era orde baru sampai dengan era reformasi serta analisis pengaturan terkait dengan pelaksanaan pembentukan peraturan daerah di Indonesia. Pelaksanaan pembentukan peraturan daerah saat ini seringkali ditemukan berbagai macam permasalahan selain banyaknya peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, peraturan perundang-undangan yang ada belum mendukung mekanisme pembentukan peraturan daerah yang baik serta lemahnya hubungan koordinasi antara pemerintah daerah dengan instansi vertikal Kementerian Hukum dan HAM dalam pembentukan peraturan daerah. Tujuan penelitian ini adalah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut kesatuan sistem hukum maka dalam pembentukan peraturan daerah harus sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan melakukan studi kepustakaan dalam pengumpulan data, kemudian data-data yang diperoleh dianalisis melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menyarankan agar dalam pembentukan peraturan daerah harus mengedepankan prinsip Negara Kesatuan yang berdasarkan pada asas-asas yang berlaku dan peraturan perundang-undangan diatasnya serta berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Simpulan dari penelitian ini adalah memperbaiki peraturan perundang-undangan yang ada khususnya terkait dengan pengaturan pembentukan peraturan daerah dan membangun hubungan koordinasi antara instansi vertikal Kementerian Hukum dan HAM dengan pemerintah daerah dalam pembentukan peraturan daerah.Kata kunci :Pembentukan, Peraturan Daerah, Negara Kesatuan Republik Indonesia

ABSTRACT
This thesis discusses the legal politics of local governance in Indonesia, especially in the formation of regional regulations since the new order era until the era of reform and regulatory analysis related to the implementation of the formation of local regulations in Indonesia. Implementation of the current formulation of local regulations often found a variety of problems in addition to the many local regulations that contradict the higher legislation, the existing legislation has not supported the mechanism of the establishment of good local regulations and weak coordination between local government relations with vertical agencies Ministry of Justice and Human Rights in the formation of local regulations. The purpose of this study is in the Unitary State of the Republic of Indonesia which adheres to the unity of the legal system so in the formation of local regulations must be in accordance with Pancasila and the 1945 Constitution. This research is normative law research by conducting library study in data collection, then the data obtained is analyzed through qualitative approach. The results of this study suggest that in the formation of local regulations should prioritize the principle of the Unitary State based on the prevailing principles and the above legislation and guided by Pancasila and the 1945 Constitution. The conclusion of this research is to improve the existing legislation especially related to the regulation of the formation of local regulation and to build coordination relationship between vertical institutions of the Ministry of Law and Human Rights with local government in the formation of local regulations.Keywords Establishment, local regulations, the unitary State of the republic of Indonesia"
2018
T50443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokh Luqman Fadlli
"Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memperkuat kedudukan BPK sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri. Kebebasan dan kemandirian BPK direalisasikan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang mencabut dan menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 memberikan kewenangan kepada BPK untuk membeuat Peraturan BPK. Peraturan tersebut diakui keberadaannya bahkan sebelum kewenangan pembentukannya ada, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Penelitian ini akan membahas tiga permasalahan utama.
Pertama, akan dijelaskan dasar hukum kewenangan pembentukan Peraturan BPK. Kedua, akan dijelaskan ada atau tidaknya kewenangan legislasi dalam BPK. Ketiga, akan dijelaskan kedudukan Peraturan BPK, apakah merupakan produk peraturan perundang-undangan atau tidak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder dan disajikan secara deskriptif analitis.

The amendment of constitution of Republic of Indonesia Year 1945 has strengthen the position of BPK as an independent Audit Board. The independence of BPK has been realized with the enactment of Act Number 15 Year 2006 concerning Audit Board which replaced Act Number 5 Year 1973. Act Number 5 Year 2006 give the authority to Audit Board to make a regulation. The regulation is acknowledged by Act Number 10 Year 2004 even before the authority to make such regulation is given. This study will probe three main subjects.
First, it will explain the legal basis for the authority of the establishment of Peraturan BPK. Second, it will explain the presence or absence of the legislation power in BPK. Third, it will explain the legal status of Peraturan BPK, whether it is counted as regulation or not. The method used in this study is juridical normative which is based on secondary data and presented descriptively and analytically.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Arifianto
"Peraturan Perundang-undangan adalah dasar hukum tertulis, landasan hukum atau dasar hukum adalah landasan hukum atau legal basis. Indonesia sebagai Negara hukum tentu memiliki norma yang mengatur terkait dengan Proses pembentukannya dari tingkat pusat sampai daerah. Kemudian salah satu proses formil pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu adanya Partisipasi Masyarakat. Partisipasi Masyarakat didalam Proses Pembentukan peraturan daerah adalah salah satunya syarat terwujudnya peraturan daerah yang ideal. Partisipasi Masyarakat didalam Pembentukan peraturan daerah berkaitan dengan tata cara yang diatur oleh Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya. Mulai dari Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan sampai saat pada disahkannya menjadi sebuah Peraturan Daerah, serta disebarluaskannya peraturan daerah tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka, seperti Peraturan Perundang- undangan, Buku, jurnal, majalah ilmiah, kamus, dan surat kabar. Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi masyarakat di provinsi Banten dalam proses pembentukan Perda, belum maksimal terlaksana, selain terkendala didalam hal sosialisasi terkait dengan pembentukan perda, lembaga pembentuk dalam hal ini DPRD bersama Gubernur, terlihat hanya sekedar menggugurkan kewajiban, karena masyarakat yang dilibatkan, bukan masyarakt atau kelompok yang terdampak dan terkait dengan perda yang akan dibentuk oleh DPRD bersama Gubernur. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih minimnya partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Perda di Provinsi Banten, hal ini dapat dilihat dari dokumen risalah siding paripurna, dimana didalam risalah tersebut absensi dari mastyarakat yang hadir cenderung bukan merupakan masyarakat yang terdapak langsung dari subtansi perda yang akan dibuat. Konsep ideal dalam hal ini seharusnya pemerintah dan DPRD menyerap aspirasi tersebut melalui Musrenbang, dengan demikian aspirasi masyarakat dalam proses pembentukan perda dapat di inventarisir permasalahan dan kebutuhan masyarakat.

Legislation is the written legal basis, the legal basis or legal basis is the legal basis or legal basis. Indonesia as a rule of law country certainly has norms that regulate the process of its formation from the central to the regional level. Then one of the formal processes of forming laws and regulations is Community Participation. Community Participation in the Formation Process of regional regulations is one of the requirements for the realization of ideal regional regulations. Community Participation in the Formation of regional regulations is related to the procedures regulated by the Law and its implementing regulations. Starting from planning, drafting, discussing until the moment when it becomes a regional regulation, as well as the dissemination of the regional regulation. By using the normative juridical research method, the normative juridical research method is library law research which is carried out by examining library materials, such as laws and regulations, books, journals, scientific magazines, dictionaries, and newspapers. The results of the study show that community participation in the province of Banten in the process of forming regional regulations has not been maximally implemented, apart from being constrained in terms of socialization related to the formation of regional regulations, the forming institutions in this case the DPRD and the Governor, are seen as merely aborting obligations, because the community is involved, not the community. or groups that are affected and related to regional regulations that will be formed by the DPRD together with the Governor. The results of the study show that there is still a lack of community participation in the process of forming regional regulations in Banten Province, this can be seen from the minutes of the plenary session, where in the minutes the absences of the people present tend not to be people who are directly affected by the substance of the regional regulations that will be made. The ideal concept in this case should be that the government and DPRD absorb these aspirations through the Musrenbang, so that people's aspirations in the process of forming local regulations can take an inventory of people's problems and needs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ayu Febriani
"Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 dan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan peraturan perundang-undangan yang baik, dibentuklah Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU). Dalam perkembang peraturan perundang-undangan di Indonesia, ditemukan beberapa permasalahan yang timbul dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang belum dapat mencerminkan nilai-nilai dari Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, diantaranya yaitu: 1) peraturan perundang-undangan tidak memenuhi kebutuhan dan perkembangan masyarakat, 2) peraturan perundang-undangan yang tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Permasalahan lainnya yaitu setelah tahap pengundangan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU 2011) bagaimana keberlakuan dari undang-undang tidak diatur secara detail sehingga banyak terdapat hasil temuan produk peraturan pelaksanaan dari undang-undang tidak disusun, ataupun disusun namun bertentangan dengan undang-undangnya sendiri sehingga ketentuan delegasinya tidak sinkron dengan materi muatan yang didelegasikan. Hal ini yang menjadi awal mula dari diusulkannya tahap pemantauan dan peninjauan untuk memantau secara keseluruhan dari awal sampai akhir dan meninjau kembali materi muatan undang-undang apakah dia efektif dan efisien dalam implementasinya sehingga dapat membantu bagi lembaga pelaksana kedaulatan rakyat yaitu DPR dalam menghasilkan produk legislasi yang bisa mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini yang menjadi latar belakang dimasukannya tahap pemantauan dan peninjauan undang – undang dalam UU Pembentukan PUU. Namun, saat ini pemantauan dan peninjauan UU di Indonesia bukan merupakan siklus dalam pembentukan UU. Dalam Pasal 95A dan 95B UU Pembentukan PUU 2019 tidak terdapat kewajiban bagi DPR RI untuk melakukan pemantauan dan peninjauan setelah dibentuknya sebuah UU.

As an implementation of the provisions of Article 22A of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and in order to fulfil the needs of society for good laws and regulations, a Law on the Formation of Laws and Regulations was established. In the development of laws and regulations in Indonesia, there are several problems that arise in the formation of laws and regulations that cannot reflect the values of Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, including: 1) laws and regulations do not meet the needs and developments of society, 2) laws and regulations that do not function effectively and efficiently. Another problem is that after the enactment stage, Law No. 12/2011 on the Formation of Laws and Regulations does not regulate the enactment of laws in detail so that there are many findings that the products of implementing regulations from laws are not compiled, or are compiled but contradict the laws themselves so that the delegation provisions are not in sync with the delegated content material. This is the beginning of the proposed monitoring and review stage to monitor the whole from start to finish and review the content material of the law whether it is effective and efficient in its implementation so that it can help the implementing institution of people's sovereignty, namely the DPR, in producing legislative products that can achieve national development goals. This is the background to the inclusion of the monitoring and review stage of laws in the PUU Formation Law. However, currently monitoring and reviewing laws in Indonesia is not a cycle in the formation of laws. In Articles 95A and 95B of the 2019 Law on the Formation of Public Laws, there is no obligation for the Indonesian Parliament to conduct monitoring and review after the formation of a law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Gabriel Stevent
"ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk dapat menjawab mengenai kewenangan pembentukan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 32 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Nonlitigasi berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi berdasarkan konsep pengujian peraturan perundang-undangan maupun penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, serta kekuatan hukum mengikat hasil penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Permenkumham No. 32 Tahun 2017 yang memberikan kewenangan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk memeriksa dan menyelenggarakan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi dibentuk dengan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, karena tidak dibentuk berdasarkan kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas subsidiaritas, proporsionalitas, efektivitas, dan efisiensi peraturan. Penyelesaian sengketa non-litigasi hanya dilakukan dalam ranah penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, dan hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

ABSTRACT
This research is done to answer some problems, such as the Minister of Law and Human Rights Authority to make Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 about Non-Litigation Regulation Dispute Resolution Mechanism based on the basic principle of good regulation, analysis of non-litigation regulation dispute resolution based on regulation-review and the assessment of law-enactment concepts, and about the binding force of the output of non-litigation regulation dispute resolution. This thesis is based on a normative legal study with bibliography method research. This thesis concludes that the enactment of Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 that give the authority to General Director of Regulation to inspect and organize the non-litigation regulation dispute resolution is not based on the basic principles of good regulation, such as regulation-making authority principle, the principle of suitability of type and hierarchy, subsidiarity, proportionality, effective and efficient regulation principle. Non-litigation dispute resolution is obtained in regulation-review concept, not in the assessment of law-enactment concept, and the output of non-litigation dispute resolution has no binding force."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahmawati
"Terjemahan istilah yang mengalami kehilangan dan tambahan tidak jarang ditemukan dalam dokumen hukum karena ketiadaan standardisasi terjemahan istilah hukum di Indonesia. Tesis ini memaparkan fenomena kehilangan dan tambahan dalam terjemahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menerapkan metode studi pustaka, penelitian kualitatif ini dianalisis menggunakan analisis komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 19 istilah yang mengalami kehilangan dan lima istilah yang mengalami tambahan. Berdasarkan jenis makna, kehilangan diklasifikasikan menjadi lima, yakni makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstuaal/situasional, makna tekstual, dan makna sosial budaya. Sementara itu, tambahan yang terjadi hanya tambahan dalam makna leksikal. Faktor penyebab kehilangan ada empat, yaitu masalah kebahasaan, perbedaan budaya, dan sistem hukum/pemerintahan, istilah yang terikat pada sistem hukum, dan kemampuan penerjemah. Faktor penyebab tambahan ada dua, yaitu istilah yang terikat pada sistem hukum dan kemampuan penerjemah. Kehilangan yang dapat dihindari ditemukan pada 16 istilah, sementara kehilangan yang tidak dapat dihindari ditemukan pada lima istilah. Tambahan yang dapat dihindari ditemukan pada lima istilah, sementara tambahan yang tidak dapat dihindari tidak ditemukan. Kehilangan dan tambahan dalam penelitian ini sebagian besar menyebabkan kesalahpahaman karena pesan yang ada pada TSu tidak tersampaikan pada TSa. Semakin banyak kehilangan dan tambahan yang mengakibatkan kesalahpahaman, semakin rendah kualitas terjemahan istilah suatu dokumen dan sebaliknya.

Loss and gain in the translation of legal terminology are unavoidable as there is no standardization of English legal terminologies in Indonesia. This thesis aims to describe the process of loss and gain in the translation of Act Number 12 Year 2011 concerning the Establishment of Laws and Regulations. Applying literature study method, this qualitative research was analyzed by using comparative analysis. The results showed that there were 19 loss and five gain cases in the research. Grouped by the meaning type, there were five classifications of loss, namely loss in lexical meaning, grammatical meaning, contextual/situational meaning, textual meaning, and socio-cultural meaning. Meanwhile, gain cases were classified into one type of meaning, namely gain in lexical meaning. Furthermore, there were four factors that cause loss, namely linguistic problems, cultural and legal / government system differences, legal-system bound, and ability of translators. Factors causing gain were legal-system bound and the ability of translators. In addition, there were 16 avertable loss and five inevitable loss in this research. Avertable gain were found in five cases, while inevitable gain was not found. Most of loss and gain cases in this study led to misunderstanding because the TSu message was not properly conveyed to TSa. The more loss and gain leading to misunderstanding, the lower the quality of the terminology translation of a document and vice versa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T54386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Galih Pratiwi
"Terdapat ketidakjelasan pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan peraturan daerah (Perda) yang dilakukan melalui harmonisai, evaluasi dan/atau fasilitasi. Secara sifat dan tujuan pengawasan tersebut merupakan hal yang sama sehingga dalam pelaksanaannya dapat menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi tidak efektif. Penelitian yuridis normatif ini, dilakukan dengan pendekatan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan daerah. Hasil penelitian menunjukan, terdapat dualisme rezim pengaturan mengenai pembentukan Perda serta terdapat perbedaan kekuatan mengikat dari harmonisai dengan evaluasi/fasilitasi yang menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu, permasalahan terkait sumber daya Perancang juga menyebabkan rancangan Perda yang disusun masih memiliki kualitas yang rendah. Pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan Perda sebaiknya dilakukan dengan penguatan pengawassan yang bersifat preventif. Oleh karena itu, untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan regulasi yang mengatur mengenai pembentukan Perda, khususnya terkait pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat. Penegasan peran Perancang, serta peningkatan kemampuan Perancang juga menjadi hal strategis terciptanya Perda yang harmonis.

There is vagueness in the division of authority over the central government's supervision of the regional regulation's formation through harmonization, evaluation, or facilitation. The similarity of the authority's nature and purpose causes ineffectiveness. This normative juridical research analyzes the synchronization between regulations about the formation of regional law. The study discovered that there is a dualism of the regulatory regime regarding the formation of Regional Regulations. It also has found differences in the law binding power of harmonization and evaluation/facilitation causes ineffective and inefficient supervision. Besides that, problems of Perancang's resources also causing the draft of regional regulations to still have low quality. Strengthening preventive control by the central government can create harmonious regional regulations that are in line with higher laws and regulations is the best form of supervision to be carried out for now. So there, it is necessary to refine the regulations about the formation of regional regulations, particularly related to the division of supervisory authority of the central government. The participation of legal drafter (Perancang) and an ability enhancement of legal drafter is also a strategic matter to create a harmonious regional regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Muhammad Faisal Akbar
"Aturan Peralihan atau transitional provisions merupakan suatu prinsip transisi hukum yang berkaitan dengan adanya perubahan norma sehingga digunakan untuk tetap memberlakukan norma lama menuju keberlakuan norma baru yang sifatnya sekali-selesai. Sifat transisi tersebut kemudian diadopsi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) untuk tetap memberlakukan segala peraturan perundang-undangan yang terbentuk dari sistem hukum lama. Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI 1945 ini sesuai original intent mengamanatkan untuk segera dilakukan penyesuaian peraturan perundang-undangan agar berdasar kepada UUD hasil perubahan untuk mengakhiri masa transisi hukum. Namun karena tidak dicantumkan secara tegas batasan waktu transisi, sampai saat ini masih banyak peraturan perundang-undangan dari sistem hukum lama terus berlaku yang berdampak pada pengabaian UUD NRI 1945 dan pertentangan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pembangunan materi hukum nasional masuk dalam rencana pembangunan nasional, sehingga mestinya segala peraturan perundang-undangan yang lahir dari sistem hukum lama menjadi skala prioritas dalam perancangan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) setiap tahunnya. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian ini akan menganalisis teori perundang-undangan melihat Aturan Peralihan UUD NRI 1945 yang melingkupi pengkajian original intent. Selain itu akan menganalisis implementasi amanat dari original intent Aturan Peralihan UUD NRI 1945 yang akan memberikan gambaran pengaruh hukum terhadap pembentukan perundang-undangan nasional yang dapat menggunakan instrumen Prolegnas.

Transitional provisions or transitional provisions are a principle of legal transition related to changes in norms so that they are used to continue to enforce old norms towards the implementation of new norms which are one-time in nature. This transitional nature was later adopted in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (1945 Constitution of the Republic of Indonesia) to continue to enforce all laws and regulations that were formed from the old legal system. Article I of the Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is in accordance with the original intent of mandating immediate adjustments to laws and regulations so that they are based on the amended Constitution to end the legal transition period. However, because no time limit for the transition is explicitly stated, to date there are still many laws and regulations from the old legal system that continue to apply which results in the abandonment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and conflicts with Law Number 12 of 2011 concerning the Formation of Legislation. The development of national legal materials is included in the national development plan, so that all laws and regulations that were born from the old legal system should become a priority scale in designing the National Legislation Program (Prolegnas) every year. By using the doctrinal research method, this study will analyze the theory of legislation looking at the Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which cover the study of original intent. In addition, it will analyze the implementation of the mandate from the original intent of the Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which will provide an overview of the legal influence on the formation of national legislation that can use the Prolegnas instrument."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Badru Zaman
"Pembentukan Lembaga Pemerintahan Non Struktural di Indonesia tidak diikuti dengan adanya cetak biru dalam pelembagaan lembaga pemerintahan non struktural dan beragamnya model peraturan yang membentuknya serta kewenangannya dalam membentuk peraturan perundangan-undangan. Skripsi ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, lembaga non struktural yang memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Kedua, dasar pembentukan lembaga lembaga pemerintahan non struktural dan kewenangannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketiga, jenis kewenangan yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan non struktural dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Penulis menggunakan lembaga KPU, KPK, KPPU dan BSSN sebagai bahan untuk dikaji dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang seharusnya diinklusikan hanya sebagai kewenangan pemerintahan. Selanjutnya, penulis menganalisis ada 4 (empat) dasar pembentukan lembaga pemerintahan non struktural dan kewenangannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dibentuk dengan undang-undang dan memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, dibentuk atas perintah undang-undang dengan undang-undang dan memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, dibentuk atas perintah undang-undang dengan Keputusan Presiden namun tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan dibentuk melalui Peraturan Presiden namun tidak atas perintah Undang-Undang dan tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. Hasil dari lembaga yang dikaji menunjukan bahwa KPU, KPK, KPPU dan BSSN adalah lembaga non struktural yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, namun tidak semua memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. KPU dan KPK memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, sementara KPPU dan BSSN tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan.

The establishment of Non Structural Government Institutions in Indonesia is not followed by a blueprint for institutionalizing Non Structural Government Institutions and the variety of laws that forming it and so its authority of forming laws and regulations. This thesis discusses three main problems. First, non-structural institutions that have the authority to form legislation under the law. Second, the basis for the formation of non-structural government institutions and their authority to forming laws and regulations. third, under the context of duties and functions to run the government, what kind of authority that held by non-structural government institutions in forming laws and regulations. The author uses KPU, KPK, KPPU and BSSN institutions as material to be studied through normative juridical approach method. The results of this study indicate that with the authority being possessed by the government to carry out executive functions and implement laws, the forming of law and regulations under the law shall be included limitedly as governmental authority. Furthermore, the author analyzes there are 4 (four) bases/models to establish Non Structual Government Institutions and its authority to form law and regulations, which is formed by law and has the authority to form legislation, formed by the order of the law and has the authority to form legislation, is formed at the order of the law with a Presidential Decree but does not have the authority to form legislation and is formed through a Presidential Regulation but is not ordered by the Law and does not have the authority to form legislation. The results of this research on the Institutions show that KPU, KPK, KPPU and BSSN are considered as executive authority non-structural institutions, but not all of these institutions have the authority to form legislation. KPU and KPK have the authority to form legislation, while KPPU and BSSN do not have the authority to form legislation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library