Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi Aulia Putri
"

 

Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) merupakan langkah yang ditempuh untuk mengelola dan mengoptimalkan seluruh dana lingkungan hidup yang tersedia dengan tujuan untuk menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. BPDLH diproyeksikan untuk dapat menghimpun dana lingkungan yang masih tersebar di beberapa Kementerian/Lembaga dan dapat diintegrasikan dalam penghimpunan dana. Namun terdapat permasalahan yang belum diselesaikan yakni mekanisme pendanaan yang dapat membiayai pemulihan lingkungan atas adanya pencemaran dan/atau kerusakan. Saat ini, tuntutan pertanggungjawaban terhadap pelaku pencemaran untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup dilakukan dengan mekanisme pengadilan perdata dan non-pengadilan, yang meskipun telah terhimpun namun hingga kini upaya pemulihan yang harusnya dilakukan masih belum terselenggara. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa pendistribusian dana lingkungan oleh BPDLH dan mekanisme pemulihan lingkungan hidup di Indonesia melalui penelitian yuridis normatif dan melakukan studi kepustakaan serta perbandingan dengan sistem pendanaan dan pemulihan lingkungan hidup di Amerika yakni Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act 1980 (CERCLA). CERCLA menyediakan program untuk melakukan tindakan respons dan pemulihan atas adanya pencemaran, mekanisme pertanggungjawaban dari pelaku pencemaran, dan menyediakan mekanisme pendanaan yang dapat membiayai upaya pemulihan yang tidak diketahui siapa pihak yang bertanggung jawab. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tugas pokok dan fungsi BPLDH tidak mencerminkan fokus utama kepada permasalahan lingkungan hidup. Saran dari penulis adalah untuk mengintegrasikan uang pemulihan lingkungan dari pengadilan dan luar pengadilan ke BPLDH dan memperbaiki permasalahan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia dengan memperhatikan secara seksama mekanisme pemulihan lingkungan melalui CERCLA.


The establishment of Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) is an approach taken to manage and optimize all of the environmental funds with the aim to ensure environment protection and management. BPDLH is projected to be able to collect environmental funds that are still dispersed in number of Ministries and/or Institutions and can be integrated into the fund assortment. Nevertheless, funding mechanism that can be used to finance environmental restoration due to pollution and/or damage remain unsolved. Currently charges against polluter to restore the environment is conducted through civil and non-court trials. Fines can be successfully collected from this mechanism, whereas responsibility to restore damaged environment tend to be overlooked. This thesis aim to analyze the distribution of environmental funds by BPDLH and environmental restoration mechanisms in Indonesia through normative juridical research and literature studies as well as comparative funding methods and environmental restoration systems in the United States of America namely the Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act 1980 (CERCLA). CERCLA provides several action programs to response and restore environmental damage due to pollution, unclear polluters responsibility mechanisms, and funding mechanisms that can finance environmental restoration despite of unidentified polluters. This thesis concludes that BPLDHs roles and functions do not address the main issue of the living environment. Therefore, the writer suggests to integrate the fine money from a civil and non-court trial for environmental restoration into BPLDH and improve the environmental restoration management in Indonesia by taking into consideration the environmental restoration mechanism of CERCLA. 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Endah Karini Hindriadita
"Pemulihan lingkungan merupakan tindakan yang harus dilakukan ketika suatu pencemaran atau kerusakan lingkungan terjadi. Namun, kerapkali hal ini terhambat karena masalah pendanaan, baik mengenai masalah pengelolaan, penyaluran dana, maupun sumber dananya. Peraturan di Indonesia, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, yang mengatur lebih lanjut mengenai pendanaan pemulihan lingkungan hidup, belum mampu menjadi jawaban atas permasalahan yang ada. Maka dari itu, skripsi ini akan melakukan analisis terhadap peraturan terkait pendanaan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia serta mencoba memberikan solusi yang tepat melalui penelitian yuridis normatif, dengan melakukan studi kepustakaan serta perbandingan dengan sistem pendanaan pemulihan lingkungan hidup di Amerika yang diatur dalam Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act of 1980 CERCLA . CERCLA membentuk suatu sistem pendanaan pemulihan lingkungan yang disebut Superfund Trust Fund yang dibiayai melalui pajak serta ganti rugi dari pencemar. Melalui sistem tersebut dan dengan berpegang pada asas pencemar membayar, diharapkan permasalahan pendanaan pemulihan lingkungan di Indonesia dapat diperbaiki, sehingga tindakan pemulihan atas lingkungan yang rusak dan tercemar bisa segera dilaksanakan.

Restoration is an action that need to be performed when environmental damage occurred. However, this action is frequently hampered by compensation problems, such as the issue of management, distributions, or the source itself. Many regulations in Indonesia, particularly Regulation Number 46 Year 2017 on Environmental Economic Instrument, which expected to be the answer of the compensation issue, failed to accomplish it. Therefore, this thesis will analyze towards the regulations of compensation for environmental damage and provide a proper solution through normative juridical research, by conducting literature studies and comparison with compensation systems in America under Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act of 1980 CERCLA . CERCLA established a system of compensation for environmental damage called Superfund Trust Fund which is financed through taxes and damage from polluters. Using that compensation system and implemented the polluter pays principle, hopefully the compensation for environmental damage in Indonesia can be improved. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emir Falah Azhari
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia telah menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan secara besar-besaran. Pemulihan yang terkontaminasi atau rusak
akibat dari peristiwa tersebut perlu dilakukan agar lingkungan dapat berfungsi seperti seharusnya. Namun, restorasi lingkungan ini tidak mudah untuk selesai. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia telah menerapkan sistem kompensasi lingkungan di lahan gambut menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksana. Undang-undang dan peraturan ini telah mengatur berbagai metode untuk mengumpulkan dana restorasi lingkungan, tetapi Hingga saat ini, penghimpunan dana untuk pemulihan lingkungan masih sangat minim bergantung pada tanggung jawab perdata. Namun, dana ini sulit untuk dikumpulkan karena jumlah besar dan proses pengadilan yang memakan waktu yang lama. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud memberikan alternatif pembiayaan pemulihan lingkungan melalui penerapan Risk Sharing Agreement. risiko
Sharing Agreement menawarkan mekanisme pembiayaan melalui sistem pool antara pelaku usaha dan pembayaran iuran yang dapat dilakukan secara ex ante bahkan ex post, serta pengawasan bersama antar anggotanya bisa diminimalisir risiko kebakaran hutan dan lahan. Dengan mekanisme Risk Sharing Kesepakatan yang ditawarkan diharapkan dapat menjadi alternatif baru bagi
menyediakan dana pemulihan lingkungan. Terutama di industri perkebunan plantation sawit yang selama ini menjadi pihak yang dianggap penyebabnya kebakaran hutan dan lahan. Metode penelitian dalam tulisan ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan konseptual dan komparatif.

ABSTRACT
Forest and peatland fires in Indonesia have caused massive environmental pollution and destruction. Contaminated or damaged recovery
consequences of these events need to be done so that the environment can function as it should. However, this environmental restoration is not easy to complete. To address this problem, Indonesia has implemented an environmental compensation system on peatlands according to Law No. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management and implementing regulations. These laws and regulations have regulated various methods for collecting environmental restoration funds, but To date, the collection of funds for environmental restoration is still very minimal depending on civil liability. However, these funds are difficult to collect due to the large amounts and lengthy litigation processes. Therefore, this study intends to provide an alternative financing for environmental recovery through the application of a Risk Sharing Agreement. risk
The Sharing Agreement offers a financing mechanism through a pool system between business actors and payment of contributions that can be made ex ante and even ex post, as well as joint supervision between members to minimize the risk of forest and land fires. With the Risk Sharing mechanism, the agreement offered is expected to be a new alternative for
provide environmental restoration funds. Especially in the oil palm plantation industry, which has been considered the cause of forest and land fires. The research method in this paper is juridical-normative with a conceptual and comparative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wezia Berkademi
"Desa Bojonegara yang memiliki lokasi strategis di pesisir Teluk Banten mengalami perkembangan industri yang pesat. Kegiatan ekonomi di wilayah pesisir secara bersamaan meningkatkan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumber daya pesisir sehingga menyebabkan perubahan fisik, kimia, dan biologi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui data observasi dan tinjauan pustaka bertujuan untuk memperkirakan perubahan lingkungan yang terjadi dan menghitung nilai kehilangan ekosistem yang terjadi jika salah satu elemen di wilayah pesisir terganggu. Pengambilan sampel air dilakukan di lima belas titik, termasuk industri, pelabuhan, dan stasiun pemantauan di sepanjang pesisir Kabupaten Bojonegoro hingga Pulau Lima untuk menilai tingkat keparahan dampak pencemaran industri. Total nilai kerugian ekosistem dihitung dengan menggunakan pendekatan produktivitas dan biaya penggantian untuk menganalisis nilai kerugian ekosistem pada tiga fungsi ekosistem mangrove adalah Rp. 166.863.567.165 dan harus dikembalikan untuk pemulihan lingkungan dengan dana pemulihan yang harus dikeluarkan oleh pelaku reklamasi (industri) adalah Rp. 9.254.253 per meter persegi kawasan reklamasi selama 30 tahun sebagai biaya kompensasi pengelolaan lingkungan. Pentapan biaya ini secara efektif melalui hasil simulasi dengan menggunakan system dynamics efektif mengurang tekanan dan meningkatkan kualitas lingkungan di pesisir Desa Bojonegara

Bojonegara District, having a strategic location in the coastal area of Banten Bay, is undergoing rapid industrial development. The economic activities in coastal areas simultaneously increase the ecological pressure on ecosystems and coastal resources. Ecosystem stress, directly and indirectly, disrupts organisms' life on land and in waters, causing physical, chemical, and biological changes in coastal areas of Bojonegoro District to Lima Island, causing a potential impact on socioanthropogenic activities. This research uses a mixed qualitative and quantitative approach through the observational data and literature review, aiming to estimate the economic loss that occurs if one element in the coastal area is disturbed, impacting the whole system. The water sample was collected at fifteen spots, including industrial, port, and monitoring stations along the coastal areas of Bojonegoro District to Lima Island, to assess the severity of the impacts of industrial pollution. Total economic loss is calculated using the productivity and replacement cost approach to analyze the loss value of damage on three seagrass ecosystem functions. It is estimated that the total loss value due to damage is more than Rp. 166,863,567,165 and must be returned for environmental restoration with recovery funds that must be spent by the reclamation actor (industry) is Rp. 9,254,253 per meter cubic of reclamation area for 30 years as compensation for environmental management. This cost-effective determination through simulation results using system dynamics effectively reduces pressure and improves environmental quality in the coastal village of Bojonegara."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ahmad Gading Sati Al Fadjri
"Deforestasi masif terhadap ekosistem mangrove di berbagai negara telah menambah ancaman dampak perubahan iklim pada kehidupan di pesisir. Menyadari hal tersebut, banyak pihak di berbagai negara telah melakukan upaya konservasi dan restorasi. Namun seringkali upaya konservasi dan restorasi tersebut menemui tantangan yang tidak ringan. Kepentingan ekonomi politik sering kali menjadi penghalang upaya konservasi dan restorasi yang telah dicanangkan sehingga kondisi akhir lahan hutan mangrove ditentukan oleh pihak yang memenangkan konflik tersebut, yang biasanya dipengaruhi oleh besarnya sumber daya dan akses kekuasaan yang mereka miliki. Dengan melihat aspek ekonomi politik, penelitian ini bertujuan untuk mengisi gap pada ketersediaan literatur-literatur terkait pemulihan dan perlindungan ekosistem mangrove, khususnya di tingkat lokal. Untuk itu, penelitian melihat hambatan pada proses pemulihan ekosistem mangrove melalui studi kasus di Cagar Alam Tanjung Panjang, Provinsi Gorontalo, dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi aktor dari Bryant & Bailey (1997) dan teori akses dari Ribot & Peluso (2003). Dalam pengambilan data, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam kepada pemangku kepentingan, analisis dokumen kebijakan terkait, serta observasi fisik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengaruh politik petambak dan kepentingan ekonomi pemerintah menjadi hambatan utama dalam upaya pemulihan dan perlindungan ekosistem mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang. Meskipun pemerintah, LSM, dan masyarakat telah berupaya bersama untuk mencegah konversi kawasan mangrove yang tersisa, upaya tersebut masih belum cukup kuat untuk menghadapi akses struktural dan relasional yang dimiliki oleh para pengusaha tambak. Situasi ini tercermin pada tahun 2017, ketika para pengusaha tambak berhasil menghambat proses penegakan hukum dan mempengaruhi perubahan kebijakan dan langkah pemerintah pusat di tahun-tahun berikutnya. Pada akhirnya hal tersebut membuat pencapaian upaya perlindungan dan pemulihan kawasan mangrove menjadi semakin jauh dari yang diharapkan.

Massive deforestation of mangrove ecosystems in various countries has heightened the risk of climate change impacts on coastal communities. In response, many parties in various countries have made efforts toward conservation and restoration. However, these efforts often encounter significant challenges. Political and economic interests often obstruct conservation and restoration efforts, as the final state of mangrove forest lands is typically determined by the party prevailing in the conflict, which is often the actor with greater access to resources and power. By acknowledging the effects brought about by these political-economic factors, this study aims to fill the gap in the existing literature on mangrove ecosystem recovery and protection, particularly at the local level. To achieve this, the research explored the barriers to mangrove ecosystem recovery through a case study in the Tanjung Panjang Nature Reserve, Gorontalo Province, employing an actor-oriented approach by Bryant & Bailey (1997) and the access theory of Ribot & Peluso (2003). The study employs a qualitative approach for data collection, utilizing in-depth interviews with stakeholders, analysis of relevant policy documents, and direct physical observations. Findings revealed that the political influence of fish farmers and the government's economic interests are the primary barriers to the recovery and protection of the mangrove ecosystem in the Tanjung Panjang Nature Reserve. Despite collaborative efforts by the government, NGOs, and local community to prevent further conversion of the remaining mangrove areas, these measures remain insufficient to counter the structural and relational access advantages held by fish farmers. This issue was evident in 2017 when fish farmers successfully obstructed law enforcement processes and influenced policy changes at the central government level in subsequent years. Consequently, the goal of protecting and restoring the mangrove ecosystem remains unfulfilled."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library