Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusran
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Kurniawan
Abstrak :
Tanah dalam arti ruang mempunyai kedudukan yang strategis bagi kehidupan manusia, terutama untuk pembangunan.Salah satu bentuk pembangunan itu adalah pembangunan dibidang pertanian, baik oleh pemerintah, swasta maupun perorangan.Transniigrasi lazimnya diartikan sebagai kegiatan sehubungan dengan tanaman pangan, sehubungan dengan itu kualitas tanah yang dicari adalah yang baik untuk tanaman pangan dan penetapan suatu daerah transmigrasi hams benar-benar dinilai kemampuan tanahnya.Keberhasilan suatu daerah transmigrasi mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk. Penggunaan tanah tidak statis melainkan berkembang kearah peningkatan kualita dan peningkatan luas, karena jumlah manusia meningkat. Pengaruh tekanan penduduk dapat meningkatkan teknologi pertanian di suatu daerah, misalnya merubah tanah alang-alang menjadi sawah. Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Panaragan Jaya dan UPT Mulyo Kencono secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah, sedangkan UPT Kartasari masuk wilayah Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Lampung Utara. Ketiga UPT mi memiliki persamaan yaitu kondisi fisik yang relatif sama, penempatan penduduk pada waktu sama, yaitu pada tahun 1974 dan penyerahan UPT kepada pemerintah daerah pada tahun yang sama pula, yaitu tahun 1981. Masalah dalam penelitian mi adalah bagaimana pola perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tahun 1981 dan tahun 1996, dan bagaimana persamaan dan perbedaan dal pola perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tersebut tahun 1981 dan tahun 1996 ? (Pola perubahan yang dilihat adalah sejauh 5 km dari pusat UPT dari tiap-tiap UPT) Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pola penggunaan tanah di UPT Panaragan Jaya relatif tidak mengalami perubahan, yaitu didominasi oleh penggunaan tanah tegalan. Sedangkan di UPT Mulyo Kencono mengalami perubahan dan penggunaan tanah tegalan menjadi sawah sampai dengan 3 km dari pusat UPT. Di UPT Kartasani mengalami perubahan penggunaan tanah padang menjadi sawah. Persamaan dari penubahan penggunaan tanah pertanian di tiga UPT adalah pada penggunaan, tanah perkebunan yang mengalami peningkatan luas: Sedangkan dan persentase penggunaan tanah intensif (sawali dan tegalan) makin jauh dan pusat UPT persentase relatif makin. berkurang. Perbedaan perubahan penggunaan tanah terdapat pada perubahan luas perkebunan dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk, kepadatan, dan persentasejumlah petani sejalãn dengan peningkatan penggunaan tanah pertanian
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurman Nurusman
Abstrak :
Setiap manusia dalam kegiatannya selalu membutuhkan tanah. Penggunaan tanah merupakan indikator dari dinamika masyarakat. Sementara kondisi fisik merupakan faktor pembatas manusia dalam menggunakan tanah. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan Kodya Bukittinggi sebagai wilayah penelitian pada tahun 1985 dan 1995. Kelurahan digunakan sebagai unit pengamatan. Selanjutnya melihat perubahan penggunaan tanah dari pertanian menjadi non pertanian dan membandingkan dengan pertambahan jumlah penduduk, perubahan angka kepadatan penduduk dan 1ereng. Dari basil penelitian terungkap, bagian barat wilayah penelitian mengalami perubahan penggunaan tanah terbesar pada tiap unit pengamatan (> 12 ha). Besamya perubahan ini lebih sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk ketimbang perubahan angka kepadatan penduduk. Perubahan penggunaan tanah dari pertanian, terutama berubah menjadi permukiman. Faktor lereng tidak begitu banyak berpengaruh pada perubahan penggunaan tanah ini. Perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian sebagian besar menjadi permukiman seluas 123,56 ha, diikuti penggunaan tanah jasa, industri dan perusahaan. Sedang penggunaan tanah pertanian yang mengalami penyusutan terbesar adalah kebun campuran seluas 71,44 ha. Faktor pertambahan jumlah penduduk lebih sejalan dengan perubahan penggunaan · tanah. Lereng lebih bersifat sebagai faktor pembatas pada perubahan penggunaan tanah ini, terutama pada lereng > 40%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S33760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Prasetyo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S34051
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Widodo
Abstrak :
ABSTRAK
Rencana tata ruang wilayah kota Tangerang Selatan di atur dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan nomor 15 tahun 2011 tentang ldquo;Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031. Penyusunan RTRW di kota Tangerang Selatan belum mempertimbangkan faktor potensi terjadinya bencana yang dapat disebabkan oleh petir. Petir merupakan gejala alamiah yang sering terjadi pada musim hujan tetapi masyarakat masih belum memahami dampak yang diakibatkan jika menyambar manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan menganalisis rencana tata ruang wilayah, penggunaan tanah dan frekuensi sambaran petir dalam luasan 1 x 1 Km2 atau 100Ha, diperoleh hasil bahwa potensi sambaran petir di kota Tangerang Selatan dengan frekuensi sambaran petir kategori sangat tinggi terjadi pada grid E11, F12 dan G13. Grid E11 dan grid F12 berada di kelurahan Pondok Betung kecamatan Pondok Aren sedangkan grid G13 berada di sebagian kelurahan Pondok Betung kecamatan Pondok Aren dan sebagian kelurahan Rengas kecamatan Ciputat Timur. Total luas rencana tata ruang wilayah dalam grid-grid ini 170,21 Ha untuk pemukiman dengan kepadatan tinggi, sedangkan penggunaan tanahnya seluas 256 Ha merupakan pemukiman dengan kepadatan tinggi.
ABSTRACT
Spatial planning of South Tangerang area is arranged in Local Regulation of South Tangerang number 15 year 2011 about Spatial Planning of South Tangerang City Year 2011 2031. The preparation of the RTRW in the South Tangerang has not considered the potential factor of the occurrence of disasters that can be caused by lightning. Lightning is a natural phenomenon that often occurs in the rainy season but its great impact is still not understood by the community especially if it grabbs human beings either directly or indirectly. By analyzing the spatial plan, the use of ground and the frequency of lightning strikes in the area of 1Km x 1Km or 100Ha, the results obtained that the potential for lightning strikes in the city of South Tangerang with very high frequency of lightning strikes occurred on the grid E11, F12 and G13. Grid E11 and grid F13 are located in Pondok Betung sub district of Pondok Aren district, while grid G13 is in part of Pondok Betung sub district in Pondok Aren district and Rengas sub district in Ciputat Timur district. The total area of spatial planning in these grids is 170.21 Ha for high density settlements, while the land use of 256 Ha is a high density settlement.
2017
T48377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heppi Yana Syateri
Abstrak :
Pada uinumnya di negara agraris, tanah adalah suatu pusat aktifitas yang utaina bagi penduduk dalani memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejalan dengan perubahan waktu dan pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan aktifitas penduduk. terhadap tanah. Dan apabila suatu daerah penduduknya sudah mengusahakan tanah-tanah marginal, oleh karena pertambahan penduduk yang terus meningkat, sedangkan persediaan tanah Yang bisa dimanfaatkan semakin berkurang, maka akan terjadi pengrusakan terhadap tanah itu sendiri (Sandy,1973). serta penyebarannya, sangat menentukan perkemban gan corak Bertambahnya jumlah penduduk, tingkat kehidupan penggunaan tanah (Sandy, 1977). Dengan berubahnya faktor-faktor tersebut maka perkembangan penggunaan tanah di setiap wilayah akan mencapai suatu tahapan perkembangan tertentu yang sesuai dengan skeina evolusi penggunaan tanah. Kabupaten Bengkulu IJtara yang terdiri dari 10 kecainatan dengan luas 969.010 Ha dan berpénduduk 193.246 jiwa pada tahun 1980. Pada tahun 1990 jumlah penduduk ineningkat menjadi 352.588 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 5,15% per tahun. Kabupaten Bengkulu Utara mempunyai fisiografi dari wilayah dataran rendah sampai wilayah pegunungan dengan ketinggian antara 0 in sampai lebih dari 1000 m di atas permukaan laut. Diantara ketinggian tersebut terdapat lereng 0% sampai dengan lereng lebih dan 40%. Masalah yang dikemukakan disini adalah 1. Bagaiinana pola penggunaan tanah di Kabupaten Bengkulu Utara tahun 1980 dan tahun 1990 ?, 2. Sampai dimanakah tahap perkembangan penggunaan tanah di Kabupaten Bengkulu Utara berdasarkan skema yang dikemukakan oleh -Sandy. (1977) ?, 3. Bagaiinanakah perubahan kaitannya dengan faktor yang meinpengaruhi penggunaan tanah ? Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang ditunjang dengan penarikan penainpang dan teknik penampalan peta.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S33541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Santoso
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yacinta Susita Dewi
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steiner, Frederick R.
New York: McGraw-Hill, 1999
R 333.73 STE l
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Setyo Widianto Harungewaning Wirjaatmadja
Abstrak :
Permasalahan yang dihadapi oleh beberapa kota pada saat ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan populasi yang sangat pesat. Hasil Sensus Penduduk 1990 memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk perkotaan telah mencapai 5,38 % per tahun sementara laju pertumbuhan total hanya mencapai 1,98 % per tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk perkotaan jauh melebihi laju pertumbuhan total penduduk. Akibatnya, timbul permasalahan baik fisik lingkungan maupun social ekonomi. Hal inilah yang juga terjadi di Bekasi, sebuah kota kecil yang berdekatan dengan Jakarta. Kota administratif (Kotif) Bekasi, terletak di sepanjang akses yang terpenting di timur Jakarta dan merupakan ibu kota dari sebuah kabupaten yang telah berubah dari suatu daerah pertanian tenang menjadi salah satu pusat industri yang sangat sibuk. Ratusan hektar tanah pertanian prima telah berubah menjadi daerah industri hanya dalam waktu kurang dari satu dekade dan proses tersebut masih berjalan hingga saat ini. Selain itu, banyak jumlah pendatang baik yang mencari pekerjaan dan terutama kaum penglaju. tampaknya tidak dapat diimbangi oleh kemajuan/perkembangan struktur kota. Hal inilah yang mengganggu keserasian lingkungan hidup. Dengan anggapan adanya perkembangan diatas, penelitian struktur kota Bekasi ini dilakukan. Beberapa pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dalam penelitian ini adalah, seperti misalnya, apakah struktur kota Bekasi mengikuti pola kota industri barat atau bertahan dengan pola kota kolonial yang banyak ditemukan di Indonesia? Atau adakah kemungkinan kota ini memiliki suatu pola baru yang tersendiri ? Apakah struktur kota mempunyai kaitan dan pengaruh terhadap Iingkungan hidup perkotaannya Hasil pengkajian mengenai struktur kota dari penelitian yang bersifat "content analysis" ini, menunjukkan bahwa dari banyaknya pusat kota, Kotif Bekasi terlihat mempunyai struktur kota Multiple. Dari perletakan industrinya, Kotif Bekasi bercirikan struktur kota Multiple dan Sector. Perletakan industri yang ada di Kotif Bekasi rata-rata berada pada bagian arah Jakarta, ini mencirikan betapa kuatnya pengaruh Jakarta pada Bekasi. Namun demikian, seperti halnya kota-kota lainnya di Indonesia, Kotif Bekasi masih tetap bercirikan struktur kota kolonial, yaitu dengan adanya pemukiman kumuh yang terletak ditengah pusat kota. Pola harga tanah sebetulnya memusat, menyerupai pola Concentric, tetapi karena adanya pengaruh yang kuat dari Jakarta, maka harga tanah di Kotif Bekasi cenderung berorientasi kearah Jakarta. Sementara itu, hasil pengkajian keterkaitan struktur kota dan pengaruhnya terhadap lingkungan hidup perkotaannya, menunjukkan bahwa secara spatial, ternyata kegiatan industri di Kotif Bekasi tidak begitu menyita lahan ruang terbuka hijau. Yang paling banyak menyita justru kegiatan perumahan. Pada tahun 1985, perbandingan antara ruang terbuka hijau dengan perumahan adalah 3.296,99 hektar berbanding 5.063,22 hektar. Pada 1990 perbandingan tersebut menjadi 1.914,03 hektar berbanding 6. 472,3 hektar. Dengan merujuk pada batasan Iuas ideal ruang terbuka hijau sebesar 20 % dari luas seluruhnya IRDTRK Bekasi 1987), maka dapat dilihat terdapat satu kecamatan yang mempunyai nilai buruk, yaitu kecamatan Bekasi Timur, dimana lugs ruang terbuka hijaunya hanya sekitar 12,82 % dari lugs seluruh kecamatan. Tetapi dalam skala kota, Iuas ruang terbuka hijau diseluruh Kotif Bekasi masih mempunyai nilai baik, yaitu sebesar 21,6 %. Dalam mendapatkan nilai tingkat kesejahteraan yang merujuk pada kondisi perumahannya, dapat dilihat bahwa masyarakat di Kotif Bekasi rata-rata berada dalam tingkat kesejahteraan yang balk. Bahkan kecamatan Bekasi Selatan mempunyai tingkat kesejahteraan diatas rata-rata. ini artinya, perkembangan struktur kota di Kotif Bekasi membawa pengaruh yang dapat meningkatkan niiai kesejahteraan masyarakatnya Akhirnya, kesimpulan yang didapat dapat dirumuskan sebagai berikut; 1 Kesimpulan dari penelitian ini, sedemikian jauh menunjukan dengan jelas bahwa Bekasi mempunyai suatu struktur kota yang khan, yaitu berupa poia struktur kota tersendiri yang berbeda, tidak mengikuti poia kota industri barat dan tidak pula mengikuti poia tradisional kota kolonial yang masih banyak ditemukan di Indonesia. Ini berarti bahwa struktur kota ini tidak mencerminkan secara mumi salah satu teori-teori kota yang ada. Namun demikian, meskipun pada saat ini hasil penelitian tersebut diatas dapat dianggap benar, kita harus tetap beranggapan bahwa struktur kota Bekasi masih dalam proses pertumbuhan yang pesat, sehingga suiit untuk memperkirakan atau meramalkan pola struktur akhimya. 2 struktur kota rnempunyai kaftan dan pengaruh terhadap lingkungan hidup perkotaannya. Pada sisi lingkungan hidup alaminya, perkembangan struktur kota memberikan pengaruh yang mengkhawatirkan. Selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 1985 sampai rahun 1990, pada wilayah Kotif Bekasi, terlihat adanya laju penurunan yang cukup besar pada luas ruang terbuka hijau kota. Namun demikian merujuk pada kondisi perumahannya perkembangan struktur kota tersebut memberikan dampak yang cukup positif dalam meningkatkan tingkat kesejaheraan penduduknya, (Seberapa jauh pengaruh tersebut, tentunya harus dilihat dari suatu studi yang khusus menganalisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL.)
The problems faced by many cities presently are mainly due to the fact that their population are growing at a rate much too fast. This is precisely what happened in Bekasi, a small town adjacent to Jakarta. Located along the most important eastern approach to Jakarta, the once sleepy farming community has presently become one of the busiest industrial centers of the country. Hundreds of hectares of prime agricultural land has been converted to industrial sites, primarily without the administrative limits of the city, during less than a decade and (the process) is still going on today. With industries, inevitably come along housing development and the construction of new roads and other public facilities, which occur mostly within the city limits. Although compensation to landowners are sufficiently adequate and resulted in the improvement of their standard of living, the number of jobseekers from other areas of the country is such, that the physical structure of the city does not seem to keep pace with progress, which is disturbing to the environmental equilibrium. It is with such development in mind, that the investigation of the structure of the city of Bekasi has been carried out. Does the structure of the city of Bekasi follow the pattern of Western industrial cities, or does it retain the pattern of colonial towns as it is usually found in older cities in Indonesia ? Or is there a possibility that it might show a completely new pattern which is truly it's own ? The result of the investigation so far shows clearly, that Bekasi shows to possess a distinct structural pattern of it's own. It neither follows the pattern of a Western industrial city, nor does it follow the traditional colonial city pattern, which is still commonly found in Indonesia. Although this might be true at the moment, one must keep in mind, that presently Bekasi is in the process of robust growth, which makes it rather difficult to predict it's eventual structural pattern.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>