Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Permatasari
Abstrak :
Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia dengan angka kejadian setiap tahun mencapai 500 juta jiwa dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal dunia. Munculya, strain Plasmodium yang resisten menjadikan pengobatan kurang efektif sehingga dibutuhkan bahan alami sebagai alternatif antiplasmodium. Flamboyan diketahui telah digunakan untuk pengobatan malaria, namun masih sedikit penelitian mengenai aktivitas antiplasmodium tanaman ini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan ekstrak kulit batang dan ekstrak bunga Delonix regia yang dilakukan uji penapisan fitokimia dan uji aktivitas antiplasmodium secara in vivo pada mencit Swiss-webster yang diinfeksi Plasmodium berghei. Dari 24 sampel dibagi menjadi 8 kelompok perlakuan yang terdiri atas 3 kelompok ekstrak kulit batang dan bunga masing-masing dengan dosis 2,8 mg, 8,4 mg, dan 14 mg, serta 1 kelompok kontrol positif dan 1 kelompok kontrol negatif. Setiap kelompok perlakuan diamati densitas parasit dan dihitung persentase pertumbuhan dan persentase penghambatan yang terjadi. Data kemudian dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-wilk dan uji hipotesis menggunakan One Way Anova dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Hasil penelitian menunjukan kulit batang dosis 2,8 mg dan 8,4 mg menunjukan aktivitas antiplasmodium. Aktivitas antiplasmodium terbesar terjadi pada kulit batang dosis 8,4 mg sebesar 66,25% (p=0,314) diikuti kulit batang dosis 2,8 mg sebesar 38,88% (p=0,550). ......Malaria is still a worldwide health problem, including Indonesia. Each year there are 500 million cases and more than one million people died. Resistant Plasmodium's strains makes the treatment less effective, therefore, discovery of natural substance as an alternative antiplasmodium treatment is necessary. Flamboyan is used to treat malaria, but only few research were done about it. This study is an experimental research using extract from Delonix regia's flower and bark. This study conducted phytochemical and antiplasmodium activity test using Swiss-Webster mice infected with Plasmodium berghei in vivo. From 24 samples, they were divided into 8 groups that consists of 3 groups of bark extracts and flowers, each with a dose of 2.8 mg, 8.4 mg, and 14 mg, 1 positive control and 1 negative control group. Each group were counted the percentage of growth and inhibition parasite density. The normality data is tested with Shapiro-Wilk and the hypothesis test using One Way ANOVA followed by Post Hoc test. The results showed extract of bark dose 2.8 mg and 8.4 mg have antiplasmodium activity. The greatest effect occured at dose of 8,4 mg with 66.25% (p=0,314) growth inhibition percentage, followed by bark dose's extract of 2,8 mg with 38,88% (p=0,550).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes , 1991
614.532 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Musthofa
Abstrak :
Di Kabupaten Pacitan kasus malaria didominasi oleh pekerja musiman yang pulang bekerja dari luar jawa 347 orang (95,8% dari total kasus) pada tahun 2011. Berdasarkan surveilans aktif Puskesmas Tegalombo prosentase pekerja musiman bergejala klinis malaria yang pulang dari luar Jawa tidak memeriksakan ke layanan kesehatan sebesar 76,6%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan malaria klinis pekerja musiman yang bekerja keluar pulau jawa setelah kepulangannya di daerah asal tempat tinggalnya. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Subyek penelitian sebanyak 270 pekerja musiman, berumur ≥ 17 tahun dengan gejala klinis malaria 1 bulan setelah kedatangannya dari luar Jawa. Hasil penelitian menunjukkan 37,4% pekerja musiman melakukan pengobatan sendiri malaria klinis yang dideritanya. Terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dan jarak dengan perilaku pencarian pengobatan malaria klinis pekerja musiman keluar Pulau Jawa dengan OR masing-masing 2,43 (95% CI; 1.411-4.171) dan 3,38 ( 95 CI; 1,945- 5,862) Pendekatan layanan kesehatan hendaknya di ikuti dengan peningkatan pengetahuan petugas kesehatan khususnya bidan desa dan perawat untuk melakukan pengambilan sediaan darah guna penegakan diagnosis pasti malaria. Diperlukan peningkatan pengetahuan pekerja musiman melalui media penyuluhan. ...... In Pacitan district case of malaria dominated by temporally workers who return to work from outside Java island. In 2011 total case of malaria by temporally 347 people (95.8% of total cases). Percentage of clinical malaria temporally workers who come from outside Java island not hecked into the Tegalombo health service is 76%. The Objective of this study was to determine clinical malaria treatment seeking behavior of temporally workers who work out of Java island after his return to his residence. Study design is cross sectional. Research subjects and as many as 270 temporally workers aged ≥ 17 years, one month after his arrival from outside Java. The results showed 37% of temporally workers make own treatment of clinical malaria symptoms that their suffered. There is a significant association between the variables of knowledge and distance with a clinical malaria treatment seeking behavior temporally workers with respective OR 2.43 (95% CI: 1411-4171) and 3.38 (95 CI: 1.945 to 5.862). Health care approach should be followed by an increase in knowledge of health workers, especially midwives and nurses to perform collection of blood preparation for definite diagnosis of malaria. Required increased knowledge of temporally workers through media outreach.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31748
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Habibah Nurul Rahmah
Abstrak :
Latar Belakang: Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria masih menjadi penyakit menular paling mematikan kedua di dunia dan masih menjadi penyakit endemis di Indonesia. Kabupaten Mimika merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berstatus endemis tinggi malaria (API 597,58‰ per tahun 2022). Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor iklim (suhu udara, kelembaban, dan curah hujan) dan pengobatan malaria dengan kejadian malaria di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022. Metode: Desain studi ekologi menggunakan data sekunder dengan analisis korelasi dan uji regresi linear ganda. Skenario waktu time lag 0, 1, dan 2 diterapkan untuk melihat hubungan antara faktor iklim dengan kejadian malaria per bulan di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022. Hasil: Hasil analisis dengan uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengobatan malaria dengan kejadian malaria tahun 2016-2022 (p = 0,000; r = 0,990). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara suhu udara, kelembaban, dan curah hujan rata-rata dengan kejadian malaria di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022 pada seluruh skenario waktu. Analisis dengan uji regresi linear ganda menghasilkan model prediksi dengan persamaan Kejadian Malaria = 4912,9 - 129,3 (suhu udara) - 3,36 (curah hujan) - 13,6 (kelembaban) + 0,997 (pengobatan ACT). Berdasarkan hasil uji regresi linear ganda model dapat menjelaskan 98% variasi variabel kejadian malaria (R Square = 0,980). Variabel yang paling dominan terhadap kejadian malaria di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022 adalah pengobatan malaria. ......Background: Malaria is an infectious disease caused by Plasmodium parasites and transmitted to humans through the bite of female Anopheles mosquitoes. Malaria is the wolrd’s second deadliest infectious disease and an endemic disease in Indonesia. Mimika Regency is one of the regencies in Indonesia that has a high malaria endemic status (API 597.58‰ as of 2022). Objective: To determine the relationship between climatic factors (air temperature, humidity, and rainfall) and malaria treatment with malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022. Methods: Ecological study using secondary data with correlation analysis and multiple linear regression. Scenarios of time lag 0, 1, and 2 were applied to investigate the relationship between climate factors and malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022. Results: The results of the correlation test showed a significant relationship between malaria treatment and the incidence of malaria in 2016–2022 (p = 0,000; r = 0,990). No significant relationship was found between average air temperature, humidity, and rainfall with malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022 in all time scenarios. Multiple linear regression analysis produced a predictive model with the equation Malaria Incidence = 4912,9 - 129,3 (air temperature) - 3,36 (rainfall) - 13,6 (humidity) + 0,997 (ACT treatment). Based on the multiple linear regression result, the model can explain 98% of malaria incidence variation (R Square = 0,980). The most dominant variable for malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022 is malaria treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Habibah
Abstrak :
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa dari genus plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong sebagai salah satu negara endemik malaria. Berbagai upaya pengendalian malaria terus dilakukan, misalnya dengan memberikan pengobatan menggunakan kombinasi derivat Artemisinin (ACT). Pencegahan malaria seperti fumigasi juga dilakukan pada daerah endemik untuk membunuh vektor malaria baik nyamuk dewasa maupun jentiknya. Namun, fumigasi memerlukan biaya yang besar serta berdampak negatif bagi lingkungan apabila dilakukan terus-menerus. Alternatif lain juga dilakukan yaitu dengan memanfaatkan biolarvasida yang berasal dari bahan-bahan alami yaitu tumbuhan (nabati) atau bakteri sehingga tidak mencemari lingkungan. Pada artikel ini, dikonstruksi model penyebaran penyakit malaria yang terdiri atas lima kompartemen dengan mempertimbangkan intervensi pengobatan, fumigasi, dan biolarvasida. Kajian analitis dan numerik mengenai titik keseimbangan dan basic reproduction number (R0) dilakukan untuk memahami dinamika jangka panjang dari model. Hasil kajian analitis dan numerik menunjukkan bahwa dengan intensitas tertentu, ketiga intervensi mampu mengeliminasi penyakit malaria. Pemberian pengobatan efektif dilakukan dengan intensitas minimum sebesar 0,6550, sedangkan fumigasi efektif dilakukan dengan intensitas minimum sebesar 0,0249. Apabila pengobatan dan fumigasi yang diberikan secara bersama-sama besarnya kurang dari intensitas minimum tersebut, maka masih terdapat dua kemungkinan yaitu penyakit tetap mewabah atau sudah tidak mewabah dalam suatu populasi. ......Malaria is a disease caused by the protozoa parasite of the genus plasmodium and transmitted through the bite of the mosquito Anopheles sp. Until now, Indonesia is still classified as one of the endemic malaria countries. Various efforts to control malaria continue to be carried out, for example, by providing treatment for patients using a drug combination of Artemisinin derivatives (ACT). Fumigation also carried out in endemic areas to kill malaria vectors, both adult and larvae. However, fumigation requires high costs and a negative impact on the environment if done continuously. Another alternative is also carried out by utilizing biolarvicides, which comes from natural ingredients, namely plants (vegetable) or bacteria, so that it does not pollute the environment. In this article, a model of malaria distribution consisting of five compartments is constructed by considering treatment interventions, fumigation, and biolarvicides. Analytical and numerical studies of equilibrium points and basic reproduction number (R0) are carried out to understand the long-term dynamics of the model. The results of analytical and numerical studies show that with a certain intensity, the three interventions are some effective ways to eliminate malaria. Provision of effective treatment is carried out with a minimum intensity of 0,6550, while effective fumigation is carried out with a minimum intensity of 0,0249. If the treatment and fumigation given together are less than the minimum intensity, there are still two possibilities, that the disease continues to be epidemic or is not epidemic in a population.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library