Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmadi
"Pada saat ini penyakit tbc masih meupakan masalah kesehatan masyarakat oleh karena angka kesakitan meningkat terus setiap tahun dan salah satu penyebab penyakit ini adalah ketidakteraturan berobat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa secara kualitatif perilaku kepatuhan menelan obat penderita tuberkulosis paru di 4 puskesmas wilayah Kabupaten Ketapang tahun 2000. Lokasi penelitian dilakukan di 4 puskesmas yaitu Puskesmas Sei Awan, Puskesmas Suka Bangun (yang penderitanya aktif berobat), Puskesmas Kedondong dan Puskesmas Mulia Baru (yang penderitanya tidak aktif berobat), Kabupaten Ketapang.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan sebagai informan adalah penderita Tb paru yang sedang mengikuti program Tb paru di bawah 5 bulan pengobatan, petugas pemegang program Tb paru, pimpinan puskesmas, petugas laboratorium dan PMO. Pengumpulan data dengan metode diskusi kelompok terarah terhadap penderita Tb paru serta PMO, sedangkan petugas program Tb paru, petugas laboratorium, kepala puskesmas dilakukan wawancara mendalam. Karakteristik informan untuk penderita Tb paru yang dilihat adalah pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi, niat. Persepsi disini adalah terhadap petugas pemegang program Tb paru, Petugas laboratorium dan PMO. Untuk PMO yang_ dilihat adalah pengawasannya terhadap penderita Tb paru. Untuk petugas pemegang program dan petugas laboratorium yang dilihat adalah pelayanannya, dan untuk pimpinan puskesmas yang dilihat adalah pengawasannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penderita Tb paru yang aktif dan tidak aktif berobat sebagian besar penderita mempunyai pengetahuan yang baik, dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah. Persepsi penderita terhadap petugas program Tb paru, petugas laboratorium, PMO pada yang aktif berobat umumnya baik sedangkan yang tidak aktif berobat mempunyai persepsi yang buruk. Sikap penderita yang aktif berobat terhadap lamanya dan keteraturan menelan berobat menunjukkan sikap yang baik sedangkan pada yang tidak aktif berobat menunjukkkan sikap yang buruk. Semua penderita yang aktif berobat mempunyai motivasi yang positif, sedangkan pada yang tidak aktif berobat mempunyai motivasi yang buruk. Hampir seluruh penderita yang aktif berobat maupun yang tidak aktif berobat menunjukkan adanya niat untuk kesembuhan bagi dirinya dan hanya sebagian kecil saja yang tidak ada niat atau pasrah dengan keadaan sakitya.
Sebagian besar PMO yang penderitanya yang aktif berobat mempunyai pengawasan yang baik dan pada yang tidak aktif berobat pengawasannya buruk. Sebagian besar kepala puskesmas yang penderitanya aktif berobat pengawasannya baik sedangkan sebagian besar pada penderitanya yang tidak aktif berobat pengawasannya buruk. Sebagian besar petugas pemegang program Tb paru yang penderitanya aktif berobat mempunyai pelayanan yang baik sedangkan sebagian besar pada yang tidak aktif berobat pelayanannya buruk. Sebagian besar petugas laboratorium yang penderitanya aktif berobat pelayanannya baik sedangkan sebagian besar pada penderitanya yang tidak aktif berobat pelayanannya buruk. Ada beberapa saran yang dapat kami sampaikan. Kepada para Kepala Puskesmas supaya mengadakan pelatihan kepada petugas, agar kinerja petugas dapat ditingkatkan. Kepada pemerintah agar mendukung dan menyediakan dana untuk meningkatkan program Tb paru.

Now the tuberculosis disease in public health problem the cases improve every year an one of the couses of this disease to swallow the pillsirregulary. This research purposed is to qualitative analyze obedience behavior to swallow pills among the lung tuberculoses patients at four health centres in Ketapang District in the year 2000. the 4 public health centre, named Puskesmas Sei Awan, Puskesmas Suka Bangun (which patients are active in medication), Puskesmas Kedondong and Puskesmas Mulia Baru (which patients are not active in medication), in Ketapang District.
This research is a qualitative research and the informants are the lung tuberculoses patients who participated in lung tuberculoses program within 5 months medication, the officials for the lung tuberculoses program, public health centre head, laboratory staffs and the PMO. The data is collected by applying focus group discussion method of the lung tuberculoses patients together with the PMO, and by applying deep interview with the lung tuberculoses program officials, the laboratory staffs, and the head official of public health centre. The observed inforrnen characteristics of the lung tuberculoses patients are the knowledge, perception, attitude, motivation, and eagerness. Perception is due to the services which are given by the lung tuberculoses program officials and the laboratory staffs, and the monitoring by the PMO to the lung tuberculoses patients, and the process monitoring by the head official public health centre.
The research result showed that the active and non-active patient's have good knowledge and some a few of non-actve patient's have minor knowledge. There are generally good perceptions among the active medication patients about the program officials, laboratory staffs, and the PMO, as well as the non-active patients have bad perceptions about these officials. Active medication patient's attitude towards the period and the regularity in swallowing the pills are good, as well as the non-active medication patients didn't show bad attitude. All the active medication patients have positive motivation, while the non-active medication patients have poor motivation. Almost all of the patients, either the active or the non-active medication patients show good intention for their own disease remedy. Only few of them didn't show the motivation to get cured from the disease or relinquish for their own condition.
Most of the PMO, program officials, laboratory staffs, and the head official of public health centre with active medication patients have showed good attitude in their own tasks, while the PMO, program officials, laboraty staffs and head official of public health centre with non-active patients have showed poor attitude in doing their own tasks. I would like to suggest few things regarding the above conditions. The head official of public health centre should provide good training for his officials, as well as motivate his officials to provide better attitude in doing their own tasks. The government should provide enough support and fund for the implementation of the lung tuberculoses medication program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pujiati
"Penyakit tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar yang sedang dihadapi Indonesia, karena jumlah penderitanya menduduki urutan ketiga di dunia. Pengobatan yang dimulai segera merupakan tindakan yang penting dalam program penanganan TBC yang efektif. Keterlambatan pengobatan TBC atau ketidaktepatan waktu memulai pengobatan oleh penderita TBC setelah didiagnosis BTA positif dapat menyebabkan keparahan dan kematian penderita TBC, memperpanjang transmisi dan dapat meperluas penyebaran penyakit ke komunitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi ketidaktepatan waktu memulai pengobatan oleh penderita TBC paru setelah didiagnosis BTA positif, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan tersebut.
Penelitian ini menggunakan disain potong lintang, dilakukan dari 1 Januari 2007 ? 23 Desember 2008 di Kecamatan Ciracas. Ketidaktepatan berdasarkan form TB 01 dari penderita TBC paru baru BTA positif yang teregistrasi di Puskesmas Kecamatan Ciracas dan Puskesmas Kelurahan Ciracas. Ketidaktepatan didefinisikan sebagai waktu pengambilan OAT oleh penderita dalam atau lebih dari 1 (satu) hari, yang dihitung dari tanggal hasil pemeriksaan dahak akhir sampai pertama kali mengambil OAT. Faktor risiko yang berhubungan dengan ketidaktepatan tersebut dianalisis dari perspektif penderita yang diperoleh melalui wawancara penderita dengan kuisioner terstruktur. Untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan bermakna secara statistik digunakan metoda statistik regresi logistik.
Sejumlah 286 penderita TBC paru baru BTA positif (165 orang pria dan 121 orang wanita) telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari penelitian didapatkan 57,7% yang mengalami ketidaktepatan, dengan rata-rata dan median waktu ketidaktepatan berturut-turut 3,29 hari dan 2 hari. Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, akses ke Pelayanan kesehatan, anggapan pasien terhadap penyakit dan pengetahuan tentang TBC dengan ketidaktepatan. Dengan analisis multivariat diperoleh faktor socioekonomi dan anjuran berobat merupakan faktor risiko yang berhubungan bermakna dengan ketidaktepatan.
Dari penelitian ini disimpulkan terdapat 57,7% penderita TBC paru baru BTA positif yang memulai pengobatan dalam atau lebih dari 1 hari setelah pemeriksaan dahak dan faktor yang mempengaruhi kejadian tersebut adalah sosioekonomi dan anjuran berobat.

Tuberculosis (TB) disease remains a major public health problem in Indonesia, which is the third highest burden of TB globally. Immediate initiation of treatment are essential for an effective tuberculosis (TB) control program. A delay of TB treatment commencement is significant to both disease prognosis at individual level and transmission within the community. The objective of this study was to determine the proportion of TB patients who had delayed in treatment commencement after diagnosis, and to analyze the factors affecting the delay.
A Cross sectional study was conducted from 1 January 2007 to 23 December 2008 in Ciracas district. The study was based on TB 01 form of registered patients in Primary health center of Ciracas district and Ciracas sub district. A delayed treatment was defined as time interval between diagnosis and start of DOTS treatment attained within or more than 1 days. Associated risk factors of treatment delay was analyzed from patient perspective. Patients were interviewed using a structured questionnaire. Logistics regression analysis was applied to analyze the risk factors of the delay.
A total of 286 newly smear positive diagnosed pulmonary TB patients (165 males and 121 females) participated in this study. Approximately 57.7% of patients were treated within and more than 1 days after sputum diagnosed. The mean and median delayed treatment were 3.29 days and 2 days, respectively. No significant association was found between delayed treatment and sex, age, education, occupation, access to Primary health center, perceived of disease and TB knowledge. However, using the multivariate analysis, socio-economic and treatment advice were significant risk factors for delayed treatment.
To sum up, there are 57.7% newly smear positive diagnosed pulmonary TB patients who treated within and more than 1 days after sputum diagnosed. Socio-economic and treatment advice were the associated risk factors."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25732
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Atqiya Qutrunnada
"Tuberkulosis termasuk salah satu penyakit yang selalu menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat. Tuberkulosis ditularkan melalui udara sehingga masyarakat yang terkena Tuberkulosis tidak pernah menunjukkan gejala karena bakteri dapat berkembang biak dalam bentuk yang tidak aktif dan dapat menjadi aktif ketika tubuh seseorang memiliki kekebalan tubuh yang menurun. Penyakit Tuberkulosis di Indonesia selalu meningkat, oleh karena itu pengobatan anti-TB sangat dibutuhkan. Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB termasuk upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pada tahap awal, diberikan setiap hari dan semua pasien baru harus diberikan selama 2 bulan. Setelah itu, pada tahap lanjutan diminum 3 kali seminggu selama 4 bulan yang dilakukan untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga tidak terjadi kekambuhan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2018, 2020, 2021, Jakarta Timur termasuk salah satu kota yang memiliki jumlah kasus TB terbanyak sehingga perlunya pengawasan yang lebih ekstra untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit TB. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat adalah dengan memberikan edukasi digital dengan menggunakan booklet agar memudahkan pasien untuk mengingat dan menerapkan pengobatannya.

Tuberculosis is one of the diseases that has always been a health problem for the community. Tuberculosis is transmitted through the air so that people affected by Tuberculosis never show symptoms because the bacteria can multiply in an inactive form and can become active when a person's body has decreased immunity. Tuberculosis disease in Indonesia is always increasing, therefore anti-TB treatment is urgently needed. Anti-tuberculosis drugs (OAT) are the most important component of TB treatment. TB treatment is among the most efficient efforts to prevent further spread of the bacteria that cause TB. In the initial stage, it is given daily and all new patients should be given it for 2 months. After that, in the advanced stage, it is taken 3 times a week for 4 months, which is done to kill the remaining germs that are still in the body so that there is no recurrence. Based on data from Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta,  for 3 consecutive years from 2018, 2020, 2021, Jakarta Timur is one of the cities that has the highest number of TB cases so that more extra supervision is needed to increase awareness of TB disease. Efforts that can be made to improve patient compliance in taking medication are to provide digital education using booklets to make it easier for patients to remember and apply their medication.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library