Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akemat
"Praktik pengikatan orang dengan skizofrenia masih dilakukan di rumah sakit jiwa.. Seringkali pengikatan didasarkan pada alasan subyektif, belum ada instrumen standar untuk menentukan keputusan tindakan pengikatan. ODGJ yang diikat mengeluh bahwa mereka tidak dapat memahami alasan mereka dilakukan diikat. ODGJ menjadi dendam dan tidak kooperatif ketika diikat, bahkan dapat meningkatkan tingkat agitasi. Tujuan penelitian adalah untuk menyusun instrumen prediktor pengikatan orang dengan skizofrenia (ODS) di rumah sakit jiwa. Metoda yang digunakan dalam penelitian adalah gabungan metode kualitatif dan kuantitatif.
Hasil yang diperoleh adalah tersusunnya instrumen prediktor pengikatan Akemat (IP2 Akemat) pada ODS di rumah sakit jiwa yang terdiri dari 4 instrumen meliputi Instrumen Perilaku ODS, Instrumen Kebijakan dan SOP, Instrumen Sarana dan Prasarana Pengikatan, dan Instrumen Keberadaan Petugas yang valid, reliabel, sensitif, dan spesifik dalam menentukan tindakan pengikatan ODS di rumah sakit jiwa. Studi memperoleh skor sebagai titik cutoff untuk menentukan tindakan pengikatan atau tidak melakukan tindakan pengikatan. Diskusi: Instrumen IP2 Akemat direkomendasikan untuk digunakan dalam menetapkan apakah ODS perlu diikat.

The practice of restraint people with schizophrenia is still carried out in mental hospitals. Often restraining is based on subjective reasons, there is no standard instrument to determine the decision of restraint. People with shyzophrenic (PWS) who were tied complained that they could not understand the reason they had been bound. PWS becomes vengeful and uncooperative when tied up, it can even increase the level of agitation. The aim of the study was to compile predictive instruments for restraint people with schizophrenia (ODS) in mental hospitals. The method used in the study is a combination of qualitative and quantitative methods.
The results obtained were the arrangement of Akemat restraint predictors (Akemat IP2) for PWS in mental hospitals consisting of 4 instruments that valid, reliable, sensitive , and specific including PWS Behavior Instruments, Policy and SOPs Instruments, Infrastructure for Restraint Instruments, and Health Provider Existence Instruments in determining restraint for PWS in mental hospitals. The study obtained a score as a cutoff point to determine the restraint or unrestraint. Discussion: The Akemat IP2 instrument is recommended for use in determining whether PWS needs to be restrained."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2630
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franciscus Adi Prasetyo
"Fokus kajian penelitian ini adalah membahas tentang transformasi orang dengan schizophrenia dari sembuh ke pulih melalui kemampuan pengendalian diri. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kemampuan pengendalian diri yang dikuasai oleh orang dengan schizophrenia dapat menghantarkannya mencapai pemulihan diri yang diperoleh melalui latihan mengelola pikiran, perasaan, dan tindakannya. Perubahan yang dicapai orang dengan schizophrenia setelah pulih meliputi perubahan cara pandang terhadap schizophrenia, rasa nyaman hidup bersama schizophrenia, kemampuan mengelola perilaku, memiliki empati, mampu beraktivitas, memiliki pengetahuan tentang gangguannya. Orang dengan schizophrenia memiliki strateginya masing-masing untuk mengembangkan kemampuan pengendalian diri sebagai cara mempertahankan pemulihan jangka panjangnya.

The main fokus of this research is discusses the transformation of people with schizophrenia from heal to recovery through sself-control abilities. This research is qualitative research with a case study approach.
The results of this study prove that self-control abilities of person with schizophrenia can help him achieve self-recovery through managing his thought, feeling, and behavior. Some changes achieved by people with schizophrneia after recovery include changes in perspective on schizophrenia, feeling confortable living with schizophrenia, able to manage behavior, having emphaty, being able to activity in his commnity, having knowledge of schizophrenia. People with schizophrenia have different strategies to develop their self-control ability as a way to maintain their long-term recovery."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Maharani Hardjono
"Skripsi ini tentang ayah sebagai caregiver orang dengan skizofrenia yang dibahas dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial, menggunakan metode kualitatif deskriptif. Orang dengan skizofrenia membutuhkan caregiver untuk membantu aktivitas sehari-hari. Caregiver terkategori menjadi tiga yaitu primary, secondary, dan tertiary yang didasari pada intensitas pemberian perawatan sehari-hari dan keputusan medis bagi ODS, serta serta pemenuhan kebutuhan finansial terkait perawatan bagi ODS. Peran pemberian perawatan oleh caregiver di Indonesia masih lekat dengan gender perempuan, yang umumnya menjadi primary caregiver, dan mengalami beban yang mengganggu kesejahteraannya. Oleh karena itu menjadi penting untuk meneliti bagaimana para ayah yang sebagai kepala keluarga juga terlibat menjadi caregiver bagi anak-anaknya yang mengalami skizofenia. Mengingat bila mereka mengalami beban terkait peran sebagai caregiver berpotensi mengganggu keberfungsian sosial dan kesejahteraan ayah. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada Januari hingga Juni 2024, melalui wawancara dengan dua informan yang dipilih secara accidental sampling karena berdasarkan ketersediaan dan kesediaan informan, dimana data terbatas dan yang tidak bersedia terlibat dalam penelitian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengalaman informan sebagai ayah dan caregiver tergolong sebagai secondary dan tertiary caregiver, dimana mereka tidak terlibat pada keputusan medis bagi ODS. Meskipun demikian, informan sebagai caregiver ayah ini juga mengalami beban sebagaimana hasil penelitian selama ini mengungkapkan dialami primary caregiver. Pengalaman beban yang dialami informan sebagai caregiver ayah dari putri-putrinya yang mengalami skizofenia adalah beban finansial. Untuk mengatasi beban tersebut, kedua informan menggunakan strategi koping yang didominasi kegiatan spiritual.

This study regarding fathers as caregivers of people with schizophrenia who are discussed from the discipline of Social Welfare Science, using a descriptive qualitative method. People with schizophrenia need caregivers to help with daily activities. Caregivers are categorized into three, namely primary, secondary and tertiary based on the intensity of providing daily care and medical decisions for people with schizophrenia. The role of providing care by caregivers in Indonesia is still closely linked to the female gender, who generally become primary caregivers, and experience burdens that interfere with their welfare.  Therefore, it is important to research how fathers who are the heads of families are also involved in being caregivers for their children with schizophrenia. Considering that if they experience a burden related to their role as caregivers, it has the potential to interfere with the social functioning and welfare of the father. The data collection of this research was carried out from January to June 2024, through interviews with two informants who were selected by accidental sampling because it was based on the availability and willingness of informants, where data was limited and those who were not willing to be involved in the research. The study revealed that the informant's experience as a father and caregiver was classified as a secondary and tertiary caregiver, where they are not involved in medical decisions for ODS. However, the informant as a father's caregiver also experienced a burden as the results of research so far revealed that the primary caregiver experienced. The experience of the burden experienced by the informant as a caregiver for the father of his daughters who have schizophrenia is a financial burden. To overcome this burden, the two informants used a coping strategy that was dominated by spiritual activities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library