Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Az Zahra Sashe Azhar
"Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon menjadi instrumen penting untuk mencapai target emisi. Implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih awal dan memerlukan regulasi lebih lanjut, terutama terkait sistem perpajakan. Beberapa negara telah mengimplementasikan perpajakan seperti pajak penghasilan, namun di Indonesia hal ini belum ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah penghasilan dari perdagangan karbon melalui bursa karbon dan perdagangan langsung merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), serta membandingkan ketentuan PPh atas penghasilan perdagangan karbon di Australia dan Brazil yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengkaji regulasi, literatur, data sekunder, serta benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perlakuan pajak antara transaksi bursa karbon dan perdagangan langsung, yang memengaruhi efektivitas perdagangan karbon di Indonesia serta terdapat objek PPh atas penghasilan perdagangan karbon. Penghasilan dari bursa karbon dapat dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) yang juga sesuai dengan pengenaan pajak pada saham karena didefinisikan sebagai efek, sedangkan perdagangan langsung masih menjadi perdebatan terdapat potensi besar juga atas penerimaan keuntungan dari penjualan aset tersebut atau keuntungan yang dapat dikenakan PPh badan secara umum dengan tarif 22%. Benchmarking dengan Australia dan Brazil memberikan gambaran ketentuan PPh yang dapat diterapkan di Indonesia.
With the increasing global awareness of climate change and carbon emission reduction, carbon trading has become an important instrument to achieve emission targets. The implementation of carbon trading in Indonesia is still early and requires further regulation, especially regarding the taxation system. Some countries have implemented taxation such as income tax, but in Indonesia this has not been explored further. This study aims to analyze whether income from carbon trading through carbon exchanges and direct trading is an object of Income Tax (PPh), as well as compare the provisions of Income Tax on carbon trading income in Australia and Brazil that can be adopted by Indonesia. The research uses a qualitative descriptive approach by reviewing regulations, literature, secondary data, and benchmarking. The results show differences in tax treatment between carbon exchange transactions and direct trading, which affect the effectiveness of carbon trading in Indonesia and the object of income tax on carbon trading income. Income from carbon exchange can be subject to final income tax Article 4 paragraph (2) which also corresponds to the tax imposition on shares because it is defined as securities, while direct trading is still debatable, there is also a large potential for receiving profits from the sale of these assets or profits that can be subject to general corporate income tax at a rate of 22%. Benchmarking with Australia and Brazil provides an overview of income tax provisions that can be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nursyiffa Azzahra Yuliandra
"Dengan meningkatnya komitmen internasional terhadap penanggulangan krisis iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon muncul sebagai salah satu instrumen utama dalam mencapai target penurunan emisi. Berbeda dengan beberapa negara di dunia yang telah menetapkan skema perpajakan atas perdagangan karbon, Indonesia masih berada pada tahap pengembangan awal dan membutuhkan regulasi yang lebih komprehensif, khususnya dalam aspek perpajakan yang belum memiliki kepastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang muncul atas kegiatan perdagangan karbon di Indonesia, serta membandingkan kebijakan goods and service tax (GST) atas perdagangan unit karbon di Australia dan Selandia Baru yang dapat diterapkan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian eksploratif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan, literatur, data sekunder, benchmarking, serta melalui studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan PPN atas perdagangan karbon di Indonesia masih menjadi perdebatan karena belum adanya perangkat regulasi yang mengatur sifat hukum unit karbon dalam konteks perpajakan. Saat ini, pembahasan kebijakan PPN atas perdagangan karbon hanya sebatas pemetaan awal yang didasarkan atas interpretasi regulasi yang sudah diterbitkan. Kebijakan PPN ke depannya akan bergantung pada bagaimana ketentuan perpajakan mengatur sifat hukum unit karbon. Di sisi lain, tingkat partisipasi pelaku pasar menjadi tantangan utama dalam perkembangan pasar karbon Indonesia. Pengalaman Australia dan Selandia Baru dalam menetapkan kebijakan GST atas perdagangan karbon dapat memberikan gambaran kebijakan yang dapat diterapkan di Indonesia.
In response to the growing international commitment to address climate crisis and reduce carbon emissions, carbon trading has emerged as a key instrument for achieving emission reduction targets. While several countries have established clear tax regulations for carbon trading activities, Indonesia is still in the early stages of developing regulations and requires enhanced legal certainty, particularly in the area of taxation. This study aims to analyze the aspects of Value Added Tax (VAT) that arise from carbon trading activities in Indonesia and to compare the Goods and Service Tax (GST) policies related to carbon trading in Australia and New Zealand that can be adopted in Indonesia. This research uses a qualitative explorative approach, while data collection was conducted through literature review, secondary data analysis, and field studies. The results show that the VAT treatment of carbon trading in Indonesia remains a subject of debate due to the absence of legal provisions defining the legal status of carbon units within the tax framework. Currently, discussions on VAT policy for carbon trading are limited to preliminary mapping based on interpretations of existing regulations. The formulation of future VAT policies will depend on how tax laws define the legal status of carbon units. Furthermore, market participation remains a major challenge in the development of Indonesia’s carbon market. The experiences of Australia and New Zealand in implementing GST policies for carbon trading offer insights for the development of effective tax policy in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library