Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Aulia Ibrahim
Abstrak :
ABSTRACT
Perizinan berusaha merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu mekanisme kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Namun banyak keluhan dari pelaku usaha yang menyatakan bahwa pengurusan izin berusaha di Indonesia terbilang cukup rumit dan lama karena dihadapkan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan biaya yang dikeluarkan cukup mahal, termasuk di dalamnya perizinan dalam sektor usaha simpan pinjam oleh koperasi. Untuk mengatasi hal tersebut, Pada tanggal 21 Juni 2018 diundangkanlah PP No. 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dengan sistem OSS (Online Single Submission), dimana sektor usaha simpan pinjam oleh koperasi termasuk kedalam sektor usaha yang diatur dalam PP tersebut. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah tentang bagaimanakah pengaturan dan mekanisme sistem perizinan di sektor Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sebelum dan setelah berlakunya PP No. 24 Tahun 2018 beserta kelebihan dan kekurangan dari penerapan sistem OSS pada perizinan di sektor usaha simpan pinjam oleh koperasi. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum yang normatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dengan adanya sistem OSS ini, mengurus perizinan akan lebih mudah karena hanya menggunakan perangkat elektronik dan koneksi internet. Birokrasi perizinan pun menjadi lebih sederhana karena para pihak saling terhubung dalam sistem OSS.  Namun pada praktiknya masih ditemukan kendala teknis seperti sistem PTSP di daerah-daerah masih belum bisa terhubung dengan sistem OSS dan tidak adanya penomoran khusus pada izin usaha simpan pinjam beserta tidak adanya keterangan alamat kantor cabang dari KSP atau USP Koperasi pada izin operasional. Saran dari penulis adalah bahwasanya Lembaga Terkait dari penyelenggaraan OSS dalam perizinan di usaha simpan pinjam oleh Koperasi dapat bertindak cepat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara seperti menjalin kerjasama dengan perusahaan system developer yang kompeten untuk menanggulangi masalah tersebut dan Lembaga terkait ada baiknya memanfaatkan media internet dalam mensosialisasikan OSS agar dapat lebih terjangkau masyarakat umum.
ABSTRACT
Business license is one of the important instruments in a mechanism for savings and loan business activities by cooperatives. However, many complaints from businessman stating that requesting business license in Indonesia are quite complicated and it takes a long-time because they are faced with a complicated bureaucracy and the costs incurred are quite expensive, including licensing in the savings and loan business sector by cooperatives. To overcome that problems, on June 21, 2018, Government Regulation Number 24 of 2018 was issued regarding licensing services that integrated electronically with the OSS (Online Single Submission) system, which the savings and loan business sector by cooperatives is included in the business sector regulated by that Government Regulation. This thesis discussed about regulations and licensing systems in the Cooperative Savings and Loans sector before and after the enactment of Government Regulation Number 24 of 2018 relating to the advantages and disadvantages of the OSS system in licensing in the savings and loan business sector by cooperatives. This research is using normative law research method. The results of this study found that with this OSS system, managing permissions would be easier because it only uses electronic devices and internet connections. Licensing bureaucracy becomes simpler because the parties are connected to each other in the OSS system. But in practice there are still technical constraints such as the PTSP system in some regions are still unable to connect with the OSS system and there is no special numbering on savings and loan business licenses along with the absence of address information from branch offices of savings and loan cooperatives on operational permits. As an advice, Institution Related to the implementation of OSS in licensing in the savings and loan business by the Cooperative can act quickly in resolving these problems in ways such as cooperating with competent system developer companies to overcome these problems and also Related institutions have a good use of internet media in socializing OSS to be more affordable to the general public.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Aliifah
Abstrak :
Integrasi sistem adalah hal krusial yang harus dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan koordinasi yang dilakukan antar instansi. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah mengamanatkan bahwa dalam konteks pelayanan perizinan, Sistem OSS (Online Single Submission) memiliki peran utama sebagai sistem tunggal yang akan mengintegrasikan sistem perizinan lainnya. Saat ini sistem perizinan berusaha yang aktif di DKI Jakarta terdapat Sistem OSS dan JakEVO. Dualisme sistem perizinan baik OSS dan JakEVO menimbulkan munculnya dilematika pada urusan perizinan berusaha. Berdasarkan implementasinya, JAKEVO merupakan jenis perizinan yang lebih terbatas dibandingkan OSS. Karena kurangnya koordinasi antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut berdampak terjadinya kebingungan bagi para pelaku usaha dalam mengurus proses perizinan secara satu pintu . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi faktor determinan dari integrasi Sistem OSS dengan sistem perizinan berusaha di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan teori faktor sukses pada integrasi sistem oleh dari Bjorn Johanssona, Fredrik Waldaub dan Oskar Ahlstroom (2022) dengan pendekatan post-positivist. Data yang digunakan berasal dari wawancara mendalam serta beberapa studi kepustakaan pada data sekunder. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pada yang menjadi faktor determinan dari integrasi sistem antara Sistem OSS dan JakEVO adalah meliputi beberapa faktor, diantaranya adalah top management involvement, internal communication, importance of the right personnel in the right processes dan managing legacy system. Selain itu, ditemukan faktor lain yang menjadi kendala yakni minimnya informasi tentang pendaftaran usaha, infrastruktur technology information yang belum optimal, dan kesulitan dalam menyeragamkan sistem yang dimiliki oleh pemerintahan pusat dan daerah. Rekomendasi yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah para aktor yang berperan untuk untuk melakukan sinkronisasi peraturan terkait perintah integrasi sistem kepada Pemerintah Daerah supaya dalam konteks sistem pendukung di daerah terdapat peraturan yang mengatur dengan jelas ......System integration is a crucial thing that must be done to aim the improvement coordination between agencies. As stated in Government Regulation Number 5 of 2021 and Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation which has mandated that in the context of licensing services, the OSS (Online Single Submission) System has the main role as a single system that will integrate other licensing systems. Currently, the active business licensing systems in DKI Jakarta are the OSS and JakEVO systems. The dualism of the licensing system for both OSS and JakEVO has created a dilemma in business licensing matters. Based on its implementation, JAKEVO is a more limited type of licensing compared to OSS System. Due to the lack of coordination between the central government and regional governments, this has resulted in confusion for business actors in managing the licensing process through one door. This study aims to find out what are the determinants of the integration of the OSS system with the business licensing system in DKI Jakarta. This research uses success factor theory in system integration by Bjorn Johansona, Fredrik Waldaub and Oskar Ahlstroom (2022) with a post-positivist approach. The data used comes from in-depth interviews and several literature studies on secondary data. The findings of this study indicate that the determinants of system integration between the OSS system and JakEVO include several factors, including top management involvement, internal communication, the importance of the right personnel in the right processes and managing the legacy system. In addition, other factors were found to be obstacles, namely the lack of information about business registration, information technology infrastructure that was not optimal, and difficulties in uniforming the system owned by the central and regional governments. Recommendations that can be given in this study are the actors whose role is to synchronize regulations related to system integration orders to the Regional Government so that in the context of support systems in the regions there are regulations that regulate clearly.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Attania Tuzzari
Abstrak :
Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) merupakan bentuk upaya Indonesia dalam melakukan reformasi struktural danmempercepat transformasi ekonomi. Perseroan Perorangan merupakan produk yang dibuat oleh diterbitkannya UU CK dan merupakan bentuk realisasi dari klaster Persyaratan Investasi, Kemudahan Berusaha, dan Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM. Perseroan Perorangan merupakan bentuk Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil yang didirikan oleh satu orang. UU CK mengubah tata cara Sistem Perizinan Berusaha dari Perizinan Berusaha Berbasis Perizinan menjadi Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko/Risk Based. Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko/Risk Based diberlakukan bagi seluruh Pelaku Usaha termasuk UMKM berbentuk Perseroan Perorangan. Skripsi berisikan penelitian atas pelaksanaan Perizinan Berusaha Risk Based terhadap Pelaku UMKM yang berbentuk Perseroan Perorangan dengan sampelpenerapan Peraturan Sektoral Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kesehatan, Lingkungan Hidup danKehutanan, dan Perhubungan terhadap Perseroan Perorangan. Pengaturan terkait Tingkatan Risiko pada Kegiatan Usaha Risk Based tidak memberikan akibat bagi Perseroan Perorangan dikarenakan klasifikasi yang harus dipenuhi Perseroan Perorangan untuk melakukan kegiatan usaha didasari oleh Skala Usaha Mikro dan Kecil bukan Tingkatan Risiko sehingga merujuk pada peraturan sektoral masing-masing kementerian terdapat jenis perizinan yang berbeda-beda sehingga tidak ditemukan kaitanantara tingkatan risiko dengan jenis perizinan. ......Omnibus Law on Job Creation is a form of Indonesia's efforts to carry out structural reforms and accelerate economic transformation. Single Member Limited Liability Company is a product created by the issuance of the Omnibus Law and is a form of realization of the Investment Requirements, Ease of Doing Business, and Micro Single Medium Enterprises (MSME) Empowerment and Protection clusters. Single Member Limited Liability Company (SMLLC) is a form of company that meets the criteria for micro and small businesses founded by one person. The Omnibus Law changes the procedures for the BusinessLicensing System from a Permit-Based Business Licensing to a Risk-Based Business Licensing System. The Risk-Based Business Licensing System is applied to all Businesses, including MSMEs in the form of SMLLC. This thesis contains researchon the implementation of Risk- Based Business Licensing against SMLCC with a sample of the application of the SectoralRegulations of the Ministry of Public Works and Housing, Ministry of Health, Ministry of Environment and Forestry, andMinistry of Transportation to SMLLC. Regulations related to Risk Levels in Risk Based Business Activities do not have any consequences for SMLLC because the classification that must be fulfilled SMLLC to carry out business activities is based on Business Scale and not Risk Levels so that referring to the sectoral regulations of each ministry there are different types of permits so that there is no correlation between the level of risk and the type of permit.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Eleonora Novena Pritasari Boli Pain
Abstrak :
Kegiatan distribusi berfungsi untuk melancarkan arus perpindahan barang dan jasa. Melalui kegiatan distribusi transaksi pemasaran akan menjadi lebih aman dan terjamin dengan adanya pihak lain yang memindahkan barang. Namun Pemerintah memberlakukan larangan bagi distributor untuk mendistribusikan barang secara eceran kepada konsumen. Selain itu produsen dengan skala usaha besar dan menengah termasuk importir dilarang untuk mendistribusikan barang kepada pengecer. Aturan tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir monopoli perdagangan dan melindungi usaha kecil. Larangan tersebut diterapkan dalam perizinan berusaha pada sistem OSS yang melarang perdagangan besar dan perdagangan eceran untuk digabungkan. Oleh karenanya muncul permasalahan bagaimana fungsi dan pelaksanaan perizinan berusaha bagi pelaku usaha importir sebagai distributor dan pengecer. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan dan mengaitkannya dengan fakta di lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah nyatanya penerapan larangan dalam perizinan berusaha tersebut memiliki pengecualian dan celah sehingga pelaku usaha dapat tetap menjalankan usahanya. Pelaku usaha dapat menjalankan izinnya selama dapat dibuktikan bahwa sebelum aturan terkait perizinan berusaha diberlakukan, ia memiliki klasifikasi usaha sebagai distributor dan pengecer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menyarankan perlu adanya pengkajian ulang terhadap Peraturan Pemerintah terkait pendistribusian barang dengan cara melakukan koordinasi antar lembaga agar terciptanya aturan dan pelaksanaan perizinan berusaha yang seimbang bagi semua pihak khususnya importir sebagai distributor dan pengecer. Penyelarasan antara maksud dan tujuan masing-masing instansi khususnya yang berkaitan dengan bidang perdagangan diperlukan dalam rangka menunjang perizinan kegiatan usaha. ......Distribution activities function to expedite the flow of movement of goods and services. Through distribution activities, marketing transactions will become safer and more secure with other parties moving goods. However, the Government imposes a ban on distributors to distribute goods in retail to consumers. In addition, producers with large and medium scale businesses, including importers, are prohibited from distributing goods to retailers. The regulation is intended to minimize trade monopolies and protect small businesses. This prohibition is implemented in business licensing in the OSS system which prohibits wholesale trade and retail trade from being combined. Therefore, a problem arises as to how the function and implementation of business licensing for importer business actors as distributors and retailers. To answer these problems, this study uses a normative juridical method, namely by examining laws and regulations andrelate it with facts on the ground. The results of this study are in fact the implementation of the prohibition on business licensing has exceptions and loopholes so that business actors can continue to run their business. Business actors can carry out their licenses if it can be proven that before the regulations related to trying licensing were enforced, they had business classifications as distributors and retailers. Therefore, in this study the authors suggest that there is a need for a review of Government Regulations related to the distribution of goods by coordinating between agencies so that the rules and implementation of business licensing are balanced for all parties, especially importers as distributors and retailers. Alignment between the aims and objectives of each agency, especially those related to the trade sector, is needed in order to support licensing of business activities.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Netty Karolin
Abstrak :
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 dianggap tidak lagi relevan dan dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 ini juga merupakan dasar diubahnya OSS menjadi Online Single Submission Risk Based Approach atau yang biasa kita kenal dengan OSS Berbasis Risiko. Hadirnya layanan ini menjadi salah satu cara yang digunakan untuk semakin mempermudah pengajuan perizinan untuk berusaha di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di daerah, dengan menyeragamkan mekanisme serta proses pengurusan perizinan di seluruh wilayah Indonesia. Kehadiran OSS-RBA merupakan langkah penting pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan reformasi pelayanan dengan semangat demi memberikan kemudahan dan kepastian hukum untuk pelaku usaha di Indonesia. Namun dibalik semangat tersebut, ternyata keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tidak selamanya memberikan manfaat bagi semua pihak. Terdapat kekosongan hukum akibat pengaturan mengenai kewajiban Persekutuan Komanditer mencatatkan pendirian ke Kementerian Hukum dan HAM, yang sebelumnya diatur dalam, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, tidak diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021. Ketiadaan pengaturan ini menjadikan hilangnya dasar hukum penentu kedudukan hukum pendirian CV di Indonesia yang dikhawatirkan dapat berimplikasi pada ketidakpastian legalitas badan usaha Persekutuan Komanditer yang didirikan setelah diundangkannya peraturan pemerintah tersebut. Hal ini tidaksejalan dengan semangat Pemerintah dalam meningkatkan iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana legalitas badan usaha Persekutuan Komanditer dalam melakukan kegiatan usaha dan kedudukan hukum Persekutuan Komanditer, secara spesifik yang didirikan setelah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dalam menjalankan usahanya. ......With the enactment of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation, Government Regulation Number 24 of 2018 is deemed no longer relevant and revoked by Government Regulation Number 5 of 2021 concerning Implementation of Risk-Based Approach. Government Regulation Number 5 of 2021 is also the basis for changing OSS to Online Single Submission Risk Based Approach or what we usually know as Risk-Based OSS. The presence of this service is one of the ways used to make it easier to apply for permits for doing business in Indonesia, both at the central and regional levels, by uniforming the mechanism and process for obtaining permits in all regions of Indonesia. The presence of the OSS-RBA is an important step in the use of information technology in the implementation of service reform in the spirit of providing convenience and legal certainty for business actors in Indonesia. But behind this spirit, it turns out that the existence of Government Regulation Number 5 of 2021 does not always provide benefits for all parties. There is a legal vacuum due to the regulation regarding the obligation of Limited Partnerships to register their establishment with the Ministry of Law and Human Rights, which was previously regulated in Government Regulation Number 24 of 2018, but is not regulated in Government Regulation Number 5 of 2021. This absence of regulation results in the loss of the legal basis for determining legal standing the establishment of Limited Partnership in Indonesia which is feared to have implications for the uncertainty of the legality of the Limited Partnership business entity that was established after the promulgation of the government regulation. This is not in line with the spirit of the Government in improving the investment climate and ease of doing business in Indonesia. By using normative juridical research methods, this thesis will analyze how the legality of limited partnership business entities is in carrying out business activities and the legal status of limited partnerships, specifically those established after the issuance of Government Regulation Number 5 of 2021 in carrying out their business.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriyana
Abstrak :
Online Single Submission (OSS) merupakan sistem pelayanan publik yang mengintegrasikan sistem-sistem perizinan yang dimiliki olek kementrian/lembaga non-kementrian dan pemerintah daerah. Pembentukan sistem OSS bertujuan untuk meningkatkan indeks kemudahan berusaha (EODB) agar investasi dalam negeri ikut meningkat. Sistem OSS berjalan di setiap tingkat pemerintahan, mulai dari pusat, provinsi, dan kota. Sistem yang berintegrasi dengan OSS adalah JakEVO. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat sistem tata kelola OSS yang berjalan di DKI Jakarta menggunakan pendekatan Multi-level Governance (MLG) dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasinya. Tiga aspek MLG yaitu desentralisasi, spatial fit, partisipasi, serta komponen kunci Digital-Era Governance digunakan untuk menganalisis implementasi integrasi OSS dengan JakEVO. Hasil penelitian menunjukkan, sistem OSS menyentralisasi kewenangan perizinan berusaha ke tingkat pusat. Terdapat regulasi ditemukan, di mana PP 24/2018 bertentangan dengan UU Penanaman Modal dan UU Pemerintahan Daerah, serta KBLI yang dirujuk OSS berbeda dengan yang dirujuk DPMPTSP DKI Jakarta. Partisipasi aktor non-pemerintahan tidak ditemukan dalam perencanaan kedua sistem, namun ada dalam pengawasan dan evaluasi. Integrasi hanya berbentuk integrasi data, sedangkan JakEVO sudah mengintegrasikan back office. Lalu, desain sistem OSS dan JakEVO yang tidak mengambil perspektif pelaku usaha. Terakhir OSS telah digitalisasi secara penuh, sedangkan JakEVO baru terdigitalisasi sebagian. MLG dalam kebijakan pelayanan publik daring perlu mempertimbangkan kemampuan literasi digital masyarakat karena mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan. Persoalan-persoalan dalam OSS 1.0 telah diatasi oleh OSS Risk Based berdasarkan UU Cipta Kerja, PP 5/2021, dan PP 6/2021, namun dampak implementasinya belum terlihat hingga saat ini. ......Online Single Submission (OSS) is a public service system that integrates licensing systems owned by ministries/non-ministerial institutions and local governments. The establishment of the OSS system aims to increase the ease of doing business index (EODB) so that domestic investment also increases. The OSS system runs at every level of government, starting from the center, province, and city. The system that integrates with OSS is JakEVO. Therefore, this study aims to look at the OSS governance system that runs in DKI Jakarta using the Multi-level Governance (MLG) approach and what factors influence its implementation. Three aspects of MLG, namely decentralization, spatial fit, participation, and the key components of Digital-Era Governance are used to analyze the implementation of OSS integration with JakEVO. The results of the study show that the OSS system centralizes business licensing authority to the central level. There are regulations found, where PP 24/2018 contradicts the Investment Law and the Regional Government Law, and the KBLI referred to by OSS is different from that referred to by the DKI Jakarta DPMPTSP. The participation of non-governmental actors is not found in the planning of the two systems, but is in monitoring and evaluation. The integration is only in the form of data integration, while JakEVO has integrated the back office. Then, the design of the OSS and JakEVO systems that do not take the perspective of business actors. Finally, OSS has been fully digitized, while JakEVO has only been partially digitized. MLG in online public service policies needs to consider the digital literacy ability of the community because it affects the effectiveness of policy implementation. The problems in OSS 1.0 have been addressed by OSS Risk Based based on the Job Creation Law, PP 5/2021, and PP 6/2021, but the impact of its implementation has not yet been seen.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Manggoana Wira Tenri
Abstrak :
Penerapan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau dikenal dengan Online Single Submission (OSS) pada pertengahan 2018 mengangkat para profesional dan kontra di berbagai kalangan. Sistem OSS dianggap tidak kompatibel Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal karena berbagai alasan yang kemudian penulis analisis dalam skripsi ini. Masalah lainnya Apa yang dihadapi sistem OSS merupakan implementasi yang memiliki beberapa kendala baik dari segi teknis maupun dari segi peraturan yang dapat menjadi penghalang tujuan pembuatan OSS adalah untuk memudahkan dan mempercepat penanaman ibukota di indonesia. Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penulisan normatif yuridis melalui studi pustaka dilengkapi dengan observasi dan wawancara. Penulis membuat perbandingan Sistem OSS dengan sistem serupa di Singapura, Irlandia, dan Kanada, di mana ada hal-hal yang dapat dipelajari dari negara-negara ini untuk diperbaiki Sistem OSS dan sistem OSS juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki negara. Sistem OSS merupakan kebijakan Pemerintah Indonesia yang patut diapresiasi, namun dalam praktiknya masih ada beberapa permasalahan dan kendala yang terjadi dalam implementasi OSS yang dapat diatur dalam regulasi terkait. Masih ada beberapa hal yang belum diatur Regulasi OSS yang bisa menjadi kendala kemudahan dalam memperoleh izin masuk OSS. Maka penulis menyarankan agar peraturan tersebut segera diterbitkan perubahan terkait OSS untuk memperjelas dan memberikan kepastian bagi pelaku upaya meningkatkan investasi di Indonesia. ......The application of Electronically Integrated Business Licensing or known as Online Single Submission (OSS) in mid-2018 raised professionals and cons in various circles. The OSS system is considered incompatible with Law Number 25 of 2007 concerning Investment for various reasons which the authors analyze in this thesis. Other problems What is faced by the OSS system is an implementation that has several obstacles both from a technical and regulatory point of view that can hinder the purpose of making OSS is to facilitate and accelerate the planting of the capital city in Indonesia. To find out the answers to these problems, the author uses the juridical normative writing method through literature study completed with observations and interviews. The author makes comparisons OSS systems with similar systems in Singapore, Ireland, and Canada, where there are things that can be learned from these countries to improve OSS systems and OSS systems also have advantages that countries do not have. The OSS system is a policy of the Government of Indonesia which should be appreciated, but in practice there are still some problems and constraints that occur in OSS implementation which can be regulated in related regulations. There are still some things that have not been arranged OSS regulations which can be an obstacle to ease in obtaining OSS entry permits. So the authors suggest that the regulation be issued with changes related to OSS to clarify and provide certainty for actors in efforts to increase investment in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suri Rahmadhani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai keabsahan perizinan berusaha melalui sistem Online Single Submission (OSS) ditinjau berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau disebut juga Lembaga Online Single Submission (OSS) sebagai lembaga  pelayanan perizinan berusaha satu pintu yang dikelola dan dikoordinasikan oleh BKPM sesuai kewenangannya berdasarkan pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007. Implementasi sistem yang dinilai belum terlaksana secara sepenuhnya kerap kali membuat sebagian pelaku usaha kebingungan sebab adanya beberapa peraturan dari berbagai Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah yang belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 serta sistem perizinan mandiri milik Kementerian dan Daerah yang masih belum terintegrasi dengan OSS. Adanya konsep izin dengan pemenuhan komitmen yang diterapkan dalam OSS memicu polemik dan kebingungan bagi beberapa stakeholders pula. Hal berbeda juga dilihat dalam penetapan izin yang berupa QR Code atau tanda tangan elektronik diterbitkan melalui sistem OSS. Hal ini juga menimbulkan polemik tersendiri pula mengenai keabsahan perizinan yang sesuai dengan syarat sahnya penerbitan keputusan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipologi penelitian berupa deskriptif-analitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan perizinan berusaha dan implementasi pelayanan publik yang sudah terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
This research discusses the validity of business licensing through the Online Single Submission (OSS) system in terms of Law No. 30/2014. Electronically Integrated Business Licensing Services or also known as Online Single Submission (OSS) as a one-stop business licensing service agency managed and coordinated by BKPM in accordance with its authority based on Law No. 25 of 2007. The implementation of the system which is considered not fully implemented often makes some business actors confused because there are several regulations from various Ministries, Institutions and Local Governments that are not in accordance with Government Regulation No. 24 of 2018 as well as the independent licensing system belonging to the Ministry and Regions that are still not integrated with OSS. The existence of a license concept with fulfillment of commitments implemented in OSS triggered polemic and confusion for some stakeholders as well. Different things can also be seen in the issuance of permits in the form of QR codes or electronic signatures issued through the OSS system. This has also created a separate polemic regarding the validity of permits which are in accordance with the legal requirements for the issuance of decisions in Law No. 30 of 2014. In this study, the author uses a form of juridical-normative research and research typology in the form of descriptive-analytical. This study aims to determine the validity of business licensing and implementation of public services that have been integrated with the Online Single Submission (OSS) system.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apectriyas Zihaningrum
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai implikasi hukum penerapan Online Single Submission (OSS) sebagai bentuk upaya percepatan berusaha dan berusaha mengkaji isu disharmonisasi hukum PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP OSS) dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan UU No. 9 Tahun 2015 (UU Pemda). Tesis ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskiptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Undang-undang dan pendekatan konseptual. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan OSS menimbulkan implikasi yang nyata dari berbagai aspek seperti hukum dan ekonomi. Dari segi hukum, implikasi yang timbul yaitu : (1) adanya perubahan penerbitan izin usaha dan izin komersil yang wajib dilakukan melalui OSS; (2) adanya perbedaan pengaturan batas waktu izin usaha; (3) terdapat perubahan kewenangan penerbitan izin usaha antara Lembaga OSS dan PTSP; (3) terciptanya sistem perizinan berusaha yang terintegrasi antarlembaga, kementerian, maupun daerah; dan (4) terjadinya reformasi peraturan perizinan. Selain itu, penerapan OSS djuga dirasakan belum cukup efektif dalam memberikan kepastian hukum bagi para investor. Terutama berkaitan adanya isu disharmonisasi PP OSS dengan UU Penanaman Modal, UU Pemda, atau peraturan lainnya. Disharmonis ini menyangkut kewenangan pemberian izin yang sebelumnya berada di tangan kementerian, lembaga, maupun daerah beralih ke lembaga OSS. Lahirnya PP OSS juga tidak secara otomatis mencabut peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang sudah diterbitkan terlebih dahulu karena akan menyalahi asas otonomi daerah ataupun hierakhi dari peraturan perundang-undangan. Untuk mengatasi adanya disharmonisasi hukum tersebut maka diperkenalkanlah konsep hukum baru yaitu Omnibus Law. Omnibus Law adalah suatu konsep hukum yang sering digunakan oleh negara-negara penganut Common Law seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris, dan lainnya. Regulasi dalam konsep ini adalah dengan cara membuat satu Undang-Undang baru untuk mengamandemen beberapa Undang-Undang atau pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan secara sekaligus. Sementara dari segi ekonomi penerapan OSS memberikan dampak yang cukup positif bagi Indonesia khususnya berkaitan dengan realisasi investasi dan pemangkasan waktu pengurusan izin usaha.
This thesis discusses about the implications of Online Single Submission (OSS) utilization law as an act to hasten businesses activities and aims to undertake the issue of legal disharmony between Government Regulation of Indonesia Number 24 of 2018 on Electronically-Integrated Business Permit Service (OSS Government Regulation), Law of Number 25 of 2007 on Capital Investment, and Law of Number 23 of 2014 on Local Government as amended by Law of Number 9 of 2015 on Second Amend to Law of Number 23 of 2014 on Local Government. This thesis is a normative legal research which has a prescriptive nature. The approach used in this research are statute approach and conceptual approach. The data source used in this research consists of primary data and secondary data, by using data collection methods which are documents review or literature review and a research interview or through observation. The research reveals that the implementation of OSS creates a real implication from various legal and economic aspects. From the legal aspects, the implication that rises are : (1) there was a shift to businesses permits and commercial permits which must be executed through OSS; (2) there was a time limit regulation in regards to business permits; (3) there was a change on the authority of business permit establishment between Lembaga OSS dan PTSP; (3) the creation of an integrated business-licensing system between institutions, ministry and local government; (4) the reformation of licensing regulation. Furthermore, the implementations of OSS also haven’t given quite an impact in legal certainty for the investors. Especially its related to the issue of the disharmony between PP OSS and Penanaman Modal, UU Pemda or other regulation. This disharmony involves the licensing authority, which used to lies on ministry, institution or local government, shifts to Lembaga OSS. The creation of PP OSS were not automatically revoke the local regulation or other regulation which already published because it would violate either local autonomy or hierarchy from the constitution. To solve the legal disharmony, therefore introduced a completely new legal concept, Omnibus Law. Omnibus Law is a legal concept that often used by countries with Common Law disciples such as United States, Belgium, United Kingdom and others. The regulation in this concept is by creating one constitutional law to amend various law or articles that is contained in a constitution at once. Meanwhile, the economic impact of OSS Implementation gave a quite positive outcome for Indonesians, especially related to the investments practice and time efficiency in business permits service.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Wira Pratama
Abstrak :
Rumitnya regulasi perizinan dan peraturan perizinan yang tidak konsisten menyebabkan hambatan para investor untuk mendirikan usaha di Indonesia dan menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi di Indonesia. Hadirnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, diharapkan dapat mempermudah para pelaku usaha dalam berusaha guna memberikan kontribusi dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyederhanaan proses perizinan sebagaimana yang dimaksud pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha guna menyelesaikan hambatan-hambatan dalam proses perizinan usaha di Indonesia? Bagaimanakah potensi hambatan perizinan berusaha terkait dengan pengimplementasian perizinan melalui Pengintegrasian Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas. Hasil penelitian menyatakan penyederhanaan proses perizinan sebagaimana yang dimaksud pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha guna menyelesaikan hambatan-hambatan dalam proses perizinan usaha di Indonesia adalah adanya Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sehingga seluruh data perizinan berusaha yang ditujukan kepada kementerian/lembaga/pemerintah berada dalam 1 sistem OSS. Data investor yang sudah teregistrasi selanjutnya dapat digunakan untuk mengurus perizinan sehingga tidak perlu melakukan registrasi ulang saat mengurus perizinan lain. Dengan adanya izin pemenuhan komitmen pelaku usaha tidak perlu lagi menunggu izin lainnya keluar, dikarenakan izin usaha sudah langsung keluar secara otomatis pada saat pelaku usaha mendaftarkannya di melalui OSS.
The complexity of licensing and inconsistent licensing regulations causes obstacles for investors to set up businesses in Indonesia and causes economic development in Indonesia to be hampered. The presence of Presidential Regulation of the Republic of Indonesia Number 91 Year 2017 Concerning the Acceleration of Business Implementation, is expected to facilitate business actors in trying to contribute to improving the economy in Indonesia. The problem in this research is how to simplify the licensing process as referred to in the Republic of Indonesia's Presidential Regulation No. 91 of 2017 Concerning the Acceleration of Business Conduct to resolve obstacles in the business licensing process in Indonesia? What are the potential obstacles to business licensing related to licensing implementation through the Integration of the Online Single Submission (OSS) System in Indonesia? This study uses normative juridical methods, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature. The results of the study stated that the simplification of the licensing process as referred to in the Republic of Indonesia Presidential Regulation Number 91 Year 2017 Concerning the Acceleration of Business Endeavors to resolve obstacles in the business licensing process in Indonesia is the existence of an Online Single Submission (OSS) System, so that all business permit data addressed to ministries/agencies/governments are in 1 OSS system. Registered investor data can then be used to process permits so there is no need to re-register while taking care of other permits. With the permission to fulfill the commitment of business actors, there is no need to wait for other permits to come out, because the business licenses have been issued automatically when the business actors register them through OSS.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>