Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hary Utomo Muhammad
"ABSTRAK
Membran fosfolipid sel endotelial arteri koroner sangat rentan untuk mengalami oksidasi oleh radikal bebas, karena mengandung rantai asam lemak berikatan rangkap berganda. Demikian pula lipoprotein plasma terutama fraksi LDL, bahkan hasil modifikasi oksidatifnya akhir-akhir ini diyakini berperanan dalam pembentukan sel busa serta plak aterosklerotik.
Meskipun belum dapat dibuktikan bahwa peroksida lipid, hasil modifikasi oksidatif tersebut, merupakan penyebab primer penyakit jantung koroner (PJK), tetapi kadarnya dilaporkan meninggi dalam plasma darah penderita, selaras dengan peningkatannya dalam jaringan vaskuler yang mengalami aterosklerosis.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tingginya kadar peroksida lipid dalam plasma dapat mencerminkan beratnya penyakit jantung koroner.
Penelitian bersifat deskriptif terhadap 98 kasus yang memenuhi kriteria dan terdaftar di RSJHK selama periode 30 September 1989 sampai dengan 31 Januari 1990, terdiri atas 47 kasus angina pektoris, 22 kasus infark miokard akut, dan 29 kelola. Delapan puluh tiga orang laki-laki dan 15 orang wanita. Delapan puluh lima orang menjalani pemeriksaan angiofrafi koroner, 68 orang diperiksa profil lipidnya, tetapi hanya 56 orang yang mempunyai data angiografi dan profil lipidnya, tetapi hanya 56 orang yang mempunyai data angiografi dan profil lipid lengkap. Sedangkan peroksida lipid diperiksa pada seluruh kasus.
Diperoleh data kadar peroksida lipid yang berbeda bermakna antara kelompok kelola, dengan kelompok angina maupun dengan kelompok infark miokard akut, masing-masing dengan p < 0,001. Antara kedua kelompok yang disebut terakhir tidak ada perbedaan bermakna, demikian pula antara laki-laki dan wanita. Serta tidak ada korelasi dengan umur, kadar kolesterol total, trigliserida, LDL-kolesterol, ataupun HDL-kolesterol.
Dengan uji univariat Mann-Whitney dan uji multivariat secara analisis diskriminan dapat dibuktikan bahwa peroksida lipid merupakan prediktor independen bagi PJK. Sensitifitas 55,07% dan spesifisitas 75,86% bila digunakan secara tunggal. Sensitifitas menjadi 95,45% dan spesifisitas menjadi 75,0% bila digabungkan dengan faktor umur dan jenis kelamin.
Secara statistik kadar peroksida lipid dapat menjadi diskriminator antara PJK dengan skor koroner tinggi dan PJK dengan skor koroner rendah. (p=0,00322)
Sebagai kesimpulan, peroksida lipid kadarnya meningkat pada kasus PJK, dan dapat menjadi salah satu prediktor beratnya aterosklerosis.
Penelitian lebih lanjut pada populasi yang lebih besar, perlu dilakukan untuk memperoleh validitas data lebih baik dan jika mungkin sekaligus menilai manfaat antioksidan dalam pengobatan serta pencegahan lesi koroner dini.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajaryadi Tri Saputra
"Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas limbah sefadroksil dengan menggunakan proses perokson, yaitu suatu proses AOPs yang menggabungkan ozon yang berfase gas dan hidrogen peroksida yang berfase cair sebagai oksidator. Ozon yang digunakan berasal dari ozonator yang mampu menghasilkan ozon pada fase cair dan gas-cair kemudian langsung dicampurkan dengan H2O2. Variasi yang digunakan untuk melakukan uji kinerja proses perokson ini adalah rasio ozon terhadap hidrogen peroksida. Dari penelitian ini menghasilkan kondisi terbaik untuk degradasi limbah cair sefadroksil sintetik, yaitu ozon dengan rasio hidrogen peroksida sebesar 1;0,5. Persentase degradasi yang dihasilkan mencapai 86,04% dengan konsentrasi akhir 6,98 ppm dan ozon, reaktor hibrida ozon-plasma, dan rasio hidrogen peroksida sebesar 1:0,5. Persentase degradasi yang dihasilkan mencapai 82,12% dengan konsentrasi akhir 8,94 ppm.

The aim of this research is to improve the quality of cefadroxil wastewater using peroxone process, an AOPs which combines ozone and hydrogen peroxide as an oxidizer. Ozone came from ozonator which capable of producing ozone in the liquid phase and gas-liquid then mixed with H2O2. Variation of variables used are ratio of ozone to hydrogen peroxide. From this research, produced the best conditions for the degradation of synthetic wastewater cefadroxil are ozone with hydrogen peroxide ratio of 1:0.5. The result degradation percentage reached 86,04% with a final concentration of 6,98 ppm and combine of ozone, hybrid plasma ozone reactor and hydrogen peroxide ratio of 1:0.5. The result degradation percentage reached 82,12% with a final concentration of 8,94 ppm.;The aim of this research is to improve the quality of cefadroxil wastewater
using peroxone process, an AOPs which combines ozone and hydrogen peroxide
as an oxidizer. Ozone came from ozonator which capable of producing ozone in
the liquid phase and gas-liquid then mixed with H2O2. Variation of variables used
are ratio of ozone to hydrogen peroxide. From this research, produced the best
conditions for the degradation of synthetic wastewater cefadroxil are ozone with
hydrogen peroxide ratio of 1:0.5. The result degradation percentage reached
86,04% with a final concentration of 6,98 ppm and combine of ozone, hybrid
plasma ozone reactor and hydrogen peroxide ratio of 1:0.5. The result degradation
percentage reached 82,12% with a final concentration of 8,94 ppm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Siska Virgayanti
"Latar belakang. Rekomendasi Global Alliance dalam penanganan AVS meliput antibiotik, asam retinoat, dengan atau tanpa BPO. Resistensi obat menjadi perhatian utama pada penggunaan antibiotik jangka panjang dalam terapi akne vulgaris sedang. Kombinasi antibiotik dan BPO direkomendasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada tipe kulit IV-V hiperpigmentasi pasca akne merupakan masalah yang sering dikeluhkan.
Tujuan. Membandingkan efektivitas, efek samping dan kejadian hiperpigmentasi pasca inflamasi penggunaan BPO sebagai paduan terapi lini pertama AVS pada tipe kulit IV-V Fitzpatrick.
Metode. Penelitian analitik dengan desaain uji klinis acak tersamar ganda membandingkan dua sisi wajah. Subyek diberikan paduan terapi lini pertama. Sisi wajah perlakuan diberikan gel BPO 2,5% sedangkan kelompok kontrol gel plasebo.
Hasil. Pada minggu ke-2,4,6,8 didapatkan penurunan persentase total lesi sebesar 51,47%, 71%, 75%, 82,84% pada kelompok BPO dan 30%, 53,75%, 62,28, 71% pada kelompok plasebo (p<0,001 .) Efek samping dan kejadian HPI pada minggu ke 2,4,6 dan 8 tidak berbeda bermakna.
Kesimpulan. Penggunaan BPO sebagai bagian dari paduan terapi lini pertama AVS lebih efektif, tidak meningkatkan efek samping ataupun kejadian HPI.

Background. Global alliance recommendation for moderate acne treatment are antibiotic, retinoic acid with or without benzoyl peroxide. Drug resistance become the most common problem due to longterm use of antibiotic in acne treatment. Combination of antibiotic and BPO is recommeded to overcome this problem. In patient with skin type IV-V post acne hyperpigmentation is one of the most significant complaint.
Aim. To compare efectivity, side effect and post inflammatory hyperpigmentation of BPO 2,5% gel as a part of first line therapy regiment in patient with skin type IV-V.
Method. This is an analytic study with randomized control trial design comparing both half-face (split-face). Subjects were given first line therapy regiment. Half-face was given BPO 2,5% gel twice daily while other half face with placebo.
Result. Total lesions reduction in BPO group on week 2,4,6,8 were 51,47%, 71%, 75%, 82,84% respectively and 30%, 53,75%, 62,28, 71% in placebo group respectively.
Conclusion. BPO as a part of first line therapy regiment for moderate acne is more effective, with no increase of side effect nor post inflammatory hyperpigmentation compared to placebo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Setiadi
"ABSTRAK
Katarak merupakan sebab kebutaan utama di seluruh dunia. Sebab timbulnya katarak, baik katarak senilis (KS), maupun katarak diabetik (KD) belum jelas. Oleh karena itu pencegahan dan pengobatannya belum dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah radikal bebas, diukur sebagai peroksida lipid (PL), berperan pada timbulnya KS dan KD. Untuk mencapai tujuan ini dibandingkan kadar FL serum kelompok KS1 KD dan kontrol nonkatarak (K). Dibandingkan pula kadar FL aqueous humor (AO) kelompok KS dan KD. Darah kelompok KS dan KD diperoleh dari pasien sebelum operasi katarak, sedangkan A0 sewaktu operasi oleh dokter bedah mata. Kadar PL ditetapkan dengan Cara Stringer, berdasarkan pengukuran malondialdehida (MDA), hasil penguraian PL.
Kelompok KS terdiri dari 51 orang dengan umur 43-85 tahun ( X = 60,93, SP = 8,84); kelompok KD terdiri dari 22-orang dengan umur 42-75 tahun (X = 61,68, SD = 9,74), sedangkan kelompok K terdiri dari 24 orang dengan umur 40-82 tahun (X = 58,42, SB = 13,84). Tidak ada perbedaan bermakna antara umur kelompok KS, KD dan K. Oleh karena lebih dari 30. (16 orang) dari kelompok KS berumur kurang dari 60 tahun, kelompok ini lebih tepat disebut kelompok non-diabetik.
Hasil PL darah KS = 7,23 ± 2,31, KD = 7,24 ± 1,61 dan K 6,19 {- 1,91 (X -4. SB) vmol/L, tanpa perbedaan bermakna antara ketiga kelompok (p 0,05). Kadar PL AO KS ( 2,54 t 1,98 vmol/L, n = 12) dan KD ( 2,29 ± 1,00 vmol/L, n - 4) juga tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p > 0,05). Tidak ada korelasi antara kadar PL darah dan AG . Dari data tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa PL berperan pada timbulnya KS dan KD, namun belum dapat disingkirkan kemungkinan terganggunya metabolisme oksidatif pada tingkat lensa.
Kami sarankan teknik pengambilan An disempurnakan dan penetapan PL AO pada katarak non-diabetik dan KD( IDDM dan NIDDM) dilakukan dengan sampel yang lebih banyak.

ABSTRACT
Lipid Peroxide Level In Blood And Aqueous Humor Of Patients With Senile And Diabetic CataractCataract is the main cause of blindness all over the world. The cause of both senile and diabetic cataract are still unknown; consequently no appropriate therapy and prevention of cataract formation are presently known.
The aim of this study is to get information on the possible role of free radicals, measured as lipid peroxide (LP), on the formation of senile (SC) and diabetic cataract (DC).
We compaired the serum LP level of patients with SC, DC and noncataract controls; also the LP level of aqueous humor (AO) of patients with SC and DC. Blood of cataract patients was drawn before the cataract operation, while AO was collected during the operation by the ophthalmic surgeon. Estimation of LP was performed by the method of Stringer, which measured , the malondialdehyde concentration.
The SC group consisted of 51 persons, aged 43--85 years (X - 60.93, SD = 8.84); the DC group of 22 persons aged 42-75 years (X = 61.69, SD = 9.74) and the control group (C) of 24 noncataractous persons. As more than 30% of the SC group were younger than 60 years, this group should be more appropriately classified as the nondiabetic cataract group. The blood LP level of the SC, DC and C group were 7.2,E - 2.31, 7.24 ± 1.61 and 6.19 ± 1.91 ( X ± SD) vmol/L respectively. These results showed no significant difference. The aqueous LP levels of the SC ( 2.54 ± 1.9B, n = 12) and the DC ( 2.29 ± 1.00) group were also not significantly different. No correlation was found between the LP levels in blood and AO of the SC and DC patients. The results mentioned above did not show that LP were involved in the development of SC and DC and that a systemic disturbance in oxidative metabolism existed in the SC and DC patients. However, an increase of oxidative metabolism or defect in the anti-oxidative mechanism at lens level could be present.
We propose to improve the AO sampling technique and estimate the AO LP levels, using a larger number of samples from non diabetic and diabetic (IDDM and NIDDM) cataract patients.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Chareza Lutfi Ramadhan
"ABSTRAK
Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah suatu senyawa yang termasuk dalam Reactive Oxygen Species (ROS). Deteksi secara akurat konsentrasi H2O2 dalam urin pasien dapat membantu diagnosis kondisi pasien dan memberikan pengobatan yang tepat. Namun diketahui bahwa H2O2 memiliki sifat yang tidak stabil, mudah terdekomposisi menjadi air dan oksigen yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Penelitian ini bertujuan untuk optimasi kondisi pra analisis agar dekomposisi H2O2 pada urin dapat diminimalisir. Pada penelitian kali ini metode Ferrous Oxidation-Xylenol Orange (FOX) dipakai untuk menentukan kadar H2O2. Optimasi yang dilakukan berupa penambahan BHT sebagai antioksidan, penyimpanan sampel pada suhu ruang 25oC dengan interval waktu 0 jam, 1 jam, 3 jam, 5 jam, penyimpanan sampel pada suhu 4oC dengan interval waktu 0 jam, 24 jam, dan 48 jam, dan penyimpanan sampel pada suhu -20oC dengan interval waktu 0 bulan, 1 bulan, dan 2 bulan. Kadar H2O2 yang didapatkan dianalisis dengan regresi linear menggunakan program R. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan BHT pada sampel kurang signifikan mempengaruhi jumlah penurunan kadar H2O2 dalam urin (P > 0,05) sedangkan lama penyimpanan pada suhu ruang 25oC (P < 0,05) , pada suhu 4oC (P < 0,05) dan pada suhu -20oC (P < 0,05) signifikan memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah kadar H2O2 dalam urin.
Optimasi Kondisi Pra-Analisis Penetapan Kadar H2O2 Urin Menggunakan Metode Ferrous Oxidation-Xylenol Orange (FOX
dipakai untuk menentukan kadar H2O2. Optimasi yang dilakukan berupa penambahan BHT sebagai antioksidan, penyimpanan sampel pada suhu ruang 25oC dengan interval waktu 0 jam, 1 jam, 3 jam, 5 jam, penyimpanan sampel pada suhu 4oC dengan interval waktu 0 jam, 24 jam, dan 48 jam, dan penyimpanan sampel pada suhu -20oC dengan interval waktu 0 bulan, 1 bulan, dan 2 bulan. Kadar H2O2 yang didapatkan dianalisis dengan regresi linear menggunakan program R. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan BHT pada sampel kurang signifikan mempengaruhi jumlah penurunan kadar H2O2 dalam urin (P > 0,05) sedangkan lama penyimpanan pada suhu ruang 25oC (P < 0,05) , pada suhu 4oC (P < 0,05) dan pada suhu -20oC (P < 0,05) signifikan memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah kadar H2O2 dalam urin.

ABSTRACT
Hydrogen Peroxide (H2O2) is one of the Reactive Oxygen Species (ROS) compounds. Accurate detection of H2O2 concentrations in the urin could help diagnose the patient's condition and provide appropriate treatment. However, H2O2 is unstable, H2O2 is easy to decompose into water and oxygen which can influence the result of analysis, the purpose of this research was to optimize of pre-analytical condition to reduce decomposition of H2O2 in urine. In this research, Ferrous Oxidation-Xylenol Orange (FOX) method was used to determine the level of H2O2. The optimization were the addition of BHT as antioxidant, duration of matrix storage at room temperature 25oC with interval time 0 hours, 1 hour, 3 hours, 5 hours, storage matrix at 4oC with time interval 0 hours, 24 hours, and 48 hours and storage matrix at -20oC with time interval 0 month, 1 month, 2 month. The obtained H2O2 levels were analyzed by linear regression using the R program. The result of the analysis showed that the addition of BHT to the matrix less significantly influenced degradation the level of H2O2 (P > 0,05) while the storage time at room temperature 25oC (P < 0,05) and at 4oC (P < 0,05), and at -20oC (P < 0,05) P value significantly give effect to decomposition of H2O2 in urine.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Afrinaldi
"Peranan material poiimer telah cukup banyak mengisi kehidupan manusia. Material poiimer baru yang memiliki sifat-sifat tertentu telah banyak ditemukan. Material ini banyak digunakan untuk aplikasi sebagai kemasan, untuk otomotif, elektronik, kesehatan, dan Iain-Iain. Hal ini disebabkan karena poiimer memiliki beberapa keunggulan dibandingkan material lain yaitu ringan, tahan terhadap korosi, dan mudah diproses. Salah satu cara untuk meningkatkan sifat mekanik dari suatu material poiimer adalah dengan cara pencampuran {blending). Pada pencampuran polinier yang immiscible diperlukan suatu material supaya diperoleh campuran yang homogen. Material tersebut dibuat dengan mereaksikan anhidrida maleat dengan stirena dengan cara in situ polimerisasi. Dari hasil pengujian, berat molekul tertinggi sebesar 26208 g/mol diperoleh dengan penambahan inisiator benzoil peroksida sebesar 0,05 gram. Komposisi perbandingan mol stirena dan anhidrida maleat yang memberikan berat rholekul tertinggi adalah pada komposisi 1:1 dengan berat molekul sebesar 26208 g/mol. Nilai Tg dari poli(stirena/anhidrida maleat) sebesar 135°C. Pada analisa MFR tidak diperoleh nilai kecepatan alir lelehan polimernya karena poli(stirena/anhidrida maleat) yang dihasilkan sukar untuk mengalir"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Atmaja K.J
"Daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fsb.) telah dimanfaatkan sebagai obat
tradisional untuk terapi penyakit hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efek hepatoprotektif infus daun sukun pada kerusakan hati tikus putih jantan yang
diinduksi dengan karbon tetraklorida. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus
putih jantan galur Sprague-Dawley yang dibagi ke dalam 5 kelompok. Kelompok
I (kelompok kontrol normal) dan kelompok II (kontrol induksi karbon
tetraklorida) hanya menerima larutan karboksimetilselulosa (CMC) 0,5%.
Kelompok III-V masing-masing merupakan kelompok yang diberi infus daun
sukun selama tujuh hari berturut-turut, yaitu 13,5 g/kg BB (dosis 1), 27 g/kg BB
(dosis 2), dan 54 g/kg BB (dosis 3). Pada hari ke-7, semua kelompok selain
kelompok normal diinduksi dengan karbon tetraklorida dosis 0,4 ml/kgBB secara
peroral dua jam setelah pemberian infus terakhir. Parameter kerusakan hati
diamati melalui pengukuran aktivitas alanin aminotransferase (ALT), kadar
peroksida lipid hati, dan kadar kadar peroksida lipid plasma. Hasil uji ANOVA
(p<0,05) memperlihatkan bahwa pemberian infus daun sukun dengan dosis 54
g/kgBB (dosis 3) selama tujuh hari berturut-turut sebelum induksi karbon
tetraklorida dosis 0,4 ml/kgBB memiliki efek hepatoprotektif ditinjau dari
parameter aktivitas ALT plasma dan kadar peroksida lipid hati."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33180
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Juliati
"Biji petai telah digunakan secara luas di masyarakat baik sebagai makanan maupun pengobatan tradisional. Senyawa aktif yang terkandung dalam biji petai adalah polisulfida bersifat sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif jus biji petai (Parkia speciosa Hassk.) pada tikus putih jantan yang diberi karbon tetraklorida melalui pengamatan aktivitas alanin aminotransferase plasma dan peroksida lipid. Kelompok perlakuan terdiri dari kelompok kontrol normal, kelompok kontrol induksi dan tiga kelompok variasi dosis ( 600 mg/200 gr bb, 1200 mg/200 gr bb, 2400 mg/200 gr bb ). Pemberian jus biji petai dilakukan selama delapan hari dan pada hari ke delapan kelompok kontrol induksi dan kelompok dosis diberi karbon tetraklorida dengan dosis 0,45 mg per gram berat badan secara oral. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jus biji petai memberikan efek hepatoprotektif pada variasi dosis tersebut dan memberikan efek optimal pada dosis 1200 mg/ 200 gr bb ditinjau dari aktivitas ALT plasma dan peroksida lipid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33181
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Syafa Marwa Laksmana
"Latar Belakang: Perawatan untuk perubahan warna gigi yang banyak dipilih masyarakat saat ini ialah tooth bleaching atau pemutihan gigi. Teknik home bleaching kerap menjadi pilihan masyarakat karena lebih murah serta tidak menimbulkan efek hipersensitivitas yang tinggi. Penggunaan bahan alami seperti buah-buahan dapat dimanfaatkan pada bidang kesehatan dan kecantikan termasuk untuk tooth bleaching. Buah tomat dapat dimanfaatkan sebagai agen pemutih tambahan untuk produk home bleaching karena mengandung agen pengoksidasi yang dapat mempercepat proses pemutihan gigi. Tujuan: Membuat material home bleaching hidrogen peroksida 3% dengan penambahan jus buah tomat dan mengetahui perbedaan warna gigi setelah aplikasi bahan bleaching. Metode: Dua puluh empat gigi premolar pasca ekstrasi diberi paparan bahan home bleaching. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 6 sampel. Kelompok A dipaparkan bahan bleaching hidrogen peroksida 3%, kelompok B hidrogen peroksida 3% dengan tambahan jus tomat 30%, kelompok C hidrogen peroksida 3% dengan tambahan jus tomat 75%, dan kelompok D dipaparkan bahan home bleaching komersial opalescence whitening gel PF 10%. Setiap kelompok dipaparkan 8 jam/hari selama 7 hari. Perubahan warna diukur sebelum dan sesudah paparan menggunakan kolorimeter dengan metode CIEL*a*b. Analisis data dengan uji statistik One-Way ANOVA dan Post Hoc Bonferroni. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa keempat kelompok dapat memutihkan gigi. Hasil perubahan warna ∆E*ab kelompok dengan hidrogen peroksida 3% 5,89, hasil ∆E*ab kelompok hidrogen peroksida 3% dengan tambahan jus tomat 30% 27,93, hasil ∆E*ab kelompok hidrogen peroksida 3% dengan tambahan jus tomat 75% 23,27, hasil ∆E*ab kelompok opalescence whitening gel PF 10% 10,67. Hasil ∆E*ab penambahan jus tomat lebih tinggi dibandingkan bahan hidrogen peroksida 3% dan bahan home bleaching komersial opalescence whitening gel PF 10%. Hasil ∆E*ab setiap kelompok terdapat perbedaan bermakna (p<0,05). Kesimpulan: Terdapat pengaruh penambahan jus buah tomat pada bahan bleaching hidrogen peroksida 3% terhadap perubahan warna gigi yang lebih cerah.

Background: Tooth bleaching is one of the treatment that many people choose in the management for tooth discoloration. Home bleaching technique often chosen because cheaper and do not cause high hypersensitivity effects. The use of natural ingredients such as fruits can be utilized in the health and beauty sector, including for tooth bleaching. Fruits, such as tomato can be used as an additional whitening agent for home bleaching products because it contains an oxidizing agent which can speed up the teeth whitening process. Objective: To make 3% hydrogen peroxide bleaching at home with the addition of tomato juice and find the difference in tooth colour after application of the bleaching agent. Methods: Twenty four post-extraction premolars were exposed to home bleaching agents. The sample was divided into 4 groups with 6 samples each. Group A was exposed to 3% hydrogen peroxide bleaching agent, group B was exposed to 3% hydrogen peroxide with the addition of 30% tomato juice, group C was exposed to 3% hydrogen peroxide with the addition of 75% tomato juice, and group D was exposed to commercial home bleaching agent opalescence whitening gel PF 10% . Each group was exposed 8 hours/day for 7 days. Colour changes were measured before and after exposure using a colorimeter with the CIEL*a*b method. Data analysis with One-Way ANOVA and Post Hoc Bonferroni statistical tests. Results: Research shows that all four groups can whiten teeth. Color change results in hydrogen peroksida 3% ∆E*ab 5,89, ∆E*ab % hydrogen peroxide with the addition of 30% tomato juice 27,93, ∆E*ab % hydrogen peroxide with the addition of 75% tomato juice 23,27, and ∆E*ab opalescence whitening gel PF 10% 10,67. The results of the discoloration of the ∆E*ab group with 3% hydrogen peroxide and the addition of tomato juice were higher than those of 3% hydrogen peroxide without addition of tomato juice and exposed to commercial home bleaching agents, opalescence whitening gel PF 10%. Color change results between groups significantly different (p<0,05). Conclusion: There is an effect of adding tomato juice to 3% hydrogen peroxide bleaching agent on teeth discoloration that is brighter."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pre-eklampsia merupakan kelainan kehamilan dengan gejala meningkatnya tekanan darah. Salah satu teori yang mencoba menjelaskan terjadinya patofisiolgi pre-eklampsia adalah rusaknya endotel akibat serangan radikal bebas dan menurunnya antioksidan dalam tubuh. Kerusakan jaringan endotel mengaktivasi netrofil untuk menghasilkan radikal oksigen dan juga mengaktivasi trombosit. Selanjutnya kerusakan endotel, netrofil, dan trombosit berinteraksi menyebabkan reaksi pembekuan darah dan memperkuat vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan kerusakan jaringan makin meningkat. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional untuk meneliti kadar peroksida lipid plasma, status antioksidan total, dan vasokonstriksi pembuluh darah plasenta fetalis pada penderita pre-eklampsia. Pengukuran kadar peroksida lipid dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm dengan trichloroacetic acid (TCA) 20 % untuk mempresipitasikan protein dan, thiobarbituric acid (TEA) 0,67 % sebagai kromogen. Pengukuran status antioksidan total dengan spektrofotometer pada panjang glombang 600 nm dengan kit dari Randox. Vasokonstriksi pembuluh darah merupakan rasio antara lumen pembuluh darah dibagi dengan lumen pembuluh darah ditambah 2 tebal dinding pembuluh darah. Data dianalisis dengan uji t independen, uji korelasi sederhana yang dilanjutkan ke uji Z Fisher setelah sebelumnya diuji normalitas data dengan uji Kolmogorov Smirnov dan uji kesamaan variansi dengan uji F pada alfa 0.05.
Hasil dan Kesimpulan: Dari penelitian ini diperoleh basil (1) kadar peroksida lipid plasma lebih tinggi pada penderita pre-eklampsia dibanding pada wanita hamil normal (p < 0.01), (2) status antioksidan total pada penderita pre-eklampsia tidak lebih rendah dibanding pada wanita hamil normal (p > 0.05), (3) vasokonstriksi pembuluh darah plasenta fetalis pada penderita pre-eklampsia lebih kuat dibanding pada wanita hamil normal (p < 0,01), (4) tidak terdapat hubungan berbanding terbalik antara kadar peroksida lipid plasma dengan status antioksidan total (p > 0,05), koefisien korelasi antara kadar peroksida lipid dengan status antioksidan total pada penderita pre-eklampsia dan wanita hamil normal tidak berbeda bermakna (p > 0,05), (5) terdapat hubungan berbanding terbalik antara kadar peroksida lipid dengan vasokonstriksi pembuluh darah plasenta fetalis (p < 0,05), terdapat perbedaan koefisien korelasi antara kadar peroksida lipid plasma dengan vasokonstriksi pembuluh darah plasenta pada penderita pre-eklampsia dan wanita hamil normal (p < 0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T6399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>