Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Non-intervensi merupakan suatu prinsip/norma dalam hubungan internasional dimana suatu negara tidak diperbolehkan untuk mengintervensi hal-hal yang pada pokoknya termasuk dalam urusan atau permasalahan dalam negeri (yurisdiksi domestik) negara lain. Urusan atau permasalahan tersebut misalnya menyangkut penentuan sistem politik, ekonomi, sosial, sistem budaya dan sistem kebijakan luar negeri suatu negara. Dalam Piagam PBB keberadaan prinsip non-intervensi dapat dilihat antara lain pada pasal 2 (7), beberapa pasal lain dalam Piagam PBB misalnya pasal 42 dan 51 juga mengatur mengenai hal ini. Prinsip non-intervensi yang ada di dalam Piagam PBB diperkuat dengan adanya deklarasi tahun 1970 (resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) tahun 1970), prinsip non-intervensi dalam deklarasi 1970 ini terdapat pada pasal 1 ayat (3). Melalui instrumen tersebut dapat dilihat bahwa tiap bentuk intervensi yang merugikan negara yang diintervensi adalah suatu pelanggaran hukum internasional. Dalam realitas pergaulan internasional, prinsip non-intervensi ini belum dijalankan secara penuh oleh negara-negara dalam hubungan antar negara yang mereka lakukan. Setiap negara pada saat ini berusaha untuk menjunjung tinggi prinsip non-intervensi dalam pergaulan mereka, namun dalam pelaksanaannya prinsip ini sering disalahgunakan, terutama oleh negara-negara besar yang cenderung ingin memberikan pengaruhnya kepada negara-negara kecil. Efektivitas berbagai peraturan prinsip non-intervensi yang ada didalam berbagai instrumen hukum internasional hingga saat ini masih dapat dikatakan belum dapat berjalan dengan baik."
Universitas Indonesia, 2007
S26056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indrawan Syamsoeddin
"

Pada tahun 2015, Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya melancarkan serangan kepada kelompok pemberontak Houthi yang berada di wilayah kedaulatan Yaman. Serangan tersebut menimbulkan permasalahan-permasalahan yang harus dicari jawabannya melalui penelitian ini. Mengapa Arab Saudi melakukan intervensi militer semacam itu, Bagaimana Pengiriman pasukan bersenjata atau intervensi militer kepada negara lain menurut prinsip non intervensi dan Piagam PBB, dan bagaimana legalitas intervensi militer Arab Saudi dan koalisinya di Yaman menurut prinsip non intervensi dan Piagam PBB. Penelitian ini akan menjawab 3 (tiga) pertanyaan atau permasalahan di atas. Tindakan Arab Saudi dan koalisinya yang melancarkan serangan militer ke wilayah Yaman pada dasarnya merupakan penggunaan kekerasan dan campur tangan terhadap urusan domestik atau dalam negeri dari Yaman. Campur tangan atau intervensi semacam ini melanggar Pasal 2 (4) dan 2 (7) Piagam PBB yang mengandung prinsip non intervensi. Namun, pelarangan campur tangan atau intervensi khususnya intervensi militer bukan pelarangan yang mutlak. Piagam PBB sendiri memberikan pengecualian terhadap dua pasal pelarangan intervensi tersebut sehingga negara dapat melakukan intervensi khususnya intervensi militer. Intervensi-intervensi yang dikecualikan tersebut ialah intervensi atas mandat Dewan Keamanan PBB dan intervensi atas dasar self-defence. Intervensi militer Arab Saudi dan koalisinya di Yaman merupakan intervensi atas dasar self-defence yang telah memenuhi persyaratan-persyaratannya menurut Piagam PBB.

 


On 2015, Saudi Arabia Led-Coalition launched a military operation targeted to Houthi Rebel in Yemen. The operation problems that the author of this paper must seek the answers in this paper. Why did the Saudi Led-Coalition launch a military operation in Yemen?, How is the legality of sending an armed force to another state according to the principle of non intervention and the UN Charter?, and How is the legality of military intervention done by Saudi Led-Coalition  in Yemen according to the principle of non intervention and the UN Charter?.This paper will seek the answers of those three problems. That Saudi and its coalition launched a military operation in Yemen is a use of force and an interference against the domestic affair of Yemen. This kind of interference is a violation to article 2 (4) and 2(7) of UN Charter. However, the Charter itself constitutes articles that could be a discretion to intervention prohibition in the Charter. The Charter allows states to counduct two kinds of intervention . Those are intervention under the authorization of the Security Council and intervention based on the right of self-defence. The act that Saudi and its coalition did in Yemen is based on the right of self-defence and they have fulfilled the conditions governed in the Charter.

 

"
2020
T54745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Hastuti Vikara Bhakti
"Tesis ini membahas tentang rekrutmen dan seleksi yang dilaksanakan oleh Staf Deputi Sumber Daya Manusia Polri (Sde SDM Polri) untuk memperoleh personel Polri yang akan ditugaskan sebagai police advisor pada misi perdamaian PBB di Sudan (misi UNMIS). Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa basil rekrutmen dan seleksi Polri belum memenuhi standar kualifikasi PBB. Personel yang dinyatakan memenuhi syarat oleh Polri dan dipanggil mengikuti tes UNSAT tahun 2008 temyata 50% yang dinyatakan lulus. Padahal persyaratan seleksi Polri telah mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh PBB.
Penelitian dilakukan secara kualitatif, melalui pengamatan, wawancara dengan pedoman, dan telaah dokumen. Informan penelitian adalah pihak-pihak yang berwenang dalam kegiatan rekrutmen dan seleksi penugasan PBB, serta personel Polri yang pernah mengikuti proses seleksi. Konsep dan teori yang digunakan adalah teori manajemen sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan masalah rekrutmen dan seleksi personel serta job spesi.fication yang mengacu pada persyaratan Polri, dan UN minimum recruitmen requirements. Teori pendukung lainnya adalah teori motivas teori ·komunikasi dalam organisasi, serta pengorganisasian dalam teori manajemen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedoman yang digunakan oleh Sde SDM Polri yaitu Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/9911XII/2004, tidak menjelaskan secara spesifik prosedur rekrutmen dan seleksserta persyaratan untuk penugasan misi PBB, sebab Skep ini berlaku umum untuk penugasan di luar organisasi Polri. Pelaksanaan rekrutmen oleh Sde SDM Polri juga belum mampu menjaring personel berpotensi sebanyak-banyaknya untuk dipilih pada proses seleksi. Akibatnya, proses seleksi internal Polri, Satuan Kerja pelaksana seleksi masih mengacu pada pedoman dan standar masing-masing, sehingga faktor subyektifitas tidak dapat dihilangkan dalam proses penilaiannya.
Hasil penelitian menyarankan, ke depan, kegiatan rekrutmen perlu diinformasikan dan disosialisasikan dengan lebih efektif, sehingga semakin banyak personel yang berminat dan berpotensi untuk mendaftar. Jenis seleksi yang dilaksanakan internal Polri disesuaikan dengan seleksi yang akan dilakukan oleh PBB. Selain itu, untuk menghasilkan personel sesuai kriteria PBB, disarankan Polri menyiapkan personel melalui kegiatan pelatihan dan pembekalan termasuk kursus bahasa lnggris, yang bertujuan meningkatkan kemampuan calon yang dipersiapkan bertugas di PBB.
......This thesis discusses the recruitment and selection process conducted by the Deputy Staff of Human Resources Development of INP, to obtain INP personnel who will be assigned as a police advisor at the United Nations Mission in Sudan (UNMIS). The problem faced is that the results of recruitment and selection of qualified personnels do not meet UN standards. Personnel who otherwise meet the requirements by INP and called to follow the United Nations Selection Assistance Team (UNSAT) test in 2008, only 50% of them passed. Though INP recruitment and selection requirements have been referring to the criteria established by the United Nations.
Qualitative research was conducted through observations, interviews with the guidelines, and document review. The informants were the parties in charge of recruitment and selection activities for United Nations assignment, as well as INP personnel who attended the selection process. Concepts and theories used is the theory of human resource management, particularly those related to the problem of recruitment and selection of personnel and the job specification which refers to the minimum requirements of INP and UN recruitment requirements. Other supporters of the theory are a theory of motivation, theories of communication in organizations and organizing in management theory.
The results showed that the guidelines of Chief of the Indonesian National Police decree No. Pol.: Skep/991XII/2004 used by the staff of Deputy Human· Resources Development of INP, does not specifically explain about the recruitment and selection procedures, and requirements for the assignment of UN missions. This Skep is generally accepted for an assignment outside the police organization. Implementation of the recruitment by the Deputy Staff of INP Human Resources Development was not able to recruit potential personnel as many as possible to be selected through a selection process. As a result, the unit of selection team in the internal selection process of INP still refers to the implementation of their own guidelines and standards so that subjectivity factors can not be eliminated in the assessment process.
The results of the observation suggest that the recruitment activities in the future should be well informed and disseminated more effectively so that there will be more potential personnel who are interested in joining the United Nations mission. The selection types carrying out by internal INP should be adapted to the selection which will be done by the UN. In addition, to generate appropriate criteria for United Nations personnel, it is suggested that INP should prepare the personnel through training and debriefing activities including joining an English."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33538
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Nuragusti Pertiwi
"Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945, dengan tujuan untuk memelihara perdamaian internasional, mengembangkan hubungan antara bangsa-bangsa untuk meningkatkan membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama. Di Indonesia, salah satu bantuan yang diberikan PBB adalah dalam menyelesaikan masalah sengketa Irian Barat dari tahun 1949 - 1969. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melihat sejauh mana peran PBB dalam menyelesaikan masalah sengketa Irian Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan berupa buku-buku, dokumen, artikel masalah, surat kabar, hasil-hasil sidang PBB, serta wawancara. Masalah sengketa Irian Barat dari tahun 1954 - 1957 menjadi masalah yang setiap tahun rutin dibicarakan di PBB. Pengajuan masalah ini ke forum PBB, karena Pemerintah Indonesia beranggapan masalah sengketa Irian Barat tidak dapat lagi diselesaikan melalui perundingan bilateral dengan Pemerintah Belanda. Bahkan secara sepihak pada tahun 1952, Pemerintah Belanda memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam Undang-Undang Dasar Belanda, sebagai wilayah jajahannya. Dari hasil penelitian penulis, PBB mempunyai peran yang cukup penting dalam menyelesaikan masalah sengketa Irian Barat dari tahun 1949 - 1969 dan dapat dibagi dalam dua periode yang berbeda. Dari tahun 1949 hingga awal tahun 1962, PBB tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas, hanya berhasil membuat suatu kompromi sementara pada Konperensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, serta Resolusi 915 (X) tahun 1955 yang dalam prakteknya tidak berdayaguna. Ketidakberhasilan tesebut disebabkan adanya Perang Dingin antara Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya yang beraliran demokrasi melawan Uni Soviet dan kelompoknya yang berpaham komunis. Akibatnya peran PBB dalam menyelesaikan masalah ini dalam prakteknya selalu dipengaruhi oleh kepentingan nasional dari kedua negara adikuasa tersebut juga berpengaruh terhadap sikap yang harus diambil negara-negara anggota PBB lainnya. Dalam perkembangannya kemudian, ketidakberhasilan PBB tersebut membuat situasi semakain eksplosif. Dengan memanfaatkan situasi Perang Dingin Indonesia berhasil menarik pihak Amerika Serikat untuk mendesak Belanda agar mau berunding kembali. Pada akhirnya berkat desakan pihak Amerika Serikat dan pendekatan yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB, U Thant, Pemerintah Belanda bersedia untuk melakukan perundingan kembali. Kesempatan yang ada ini dipergunakan oleh U Thant untuk membantu melancarkan perundingan dengan menyediakan tempat perundingan yaitu, di Markas Besar PBB di New York. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962, dapat disepakati bahwa daerah Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia lewat bantuan PBB. Bantuan berikutnya yang diberikan oleh PBB adalah mendirikan suatu Pemerintahan Sementara yang disebut United Nations Temporary Executif Authority (UNTEA) yang bertugas dari tanggal 1 Oktober 1962 - 1 Mei 1963. Setelah masa pemerintahan UNTEA selesai PBB membentuk suatu fund in trust yang diberi nama Fund of the United Nations for the Development of West Irian (FUNDWI). FUNDWI ini dibentuk untuk membantu meningkatkan pembangunan daerah Irian Barat. Pada akhirnya masalah Irian Barat benar-benar dapat diselesaikan dan menjadi wilayah Republik Indonesia setelah diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969 dengan bantuan dan nasihat dari PBB."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S12300
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIC), 1995
341.23 GLO (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Artikel ini membahas partisipasi dalam pasukan penjaga pedamaian PBB sebagai instrumen kebijakan luar negeri Indonesia. Semakin pentingnya PBB dan diplomasi multilateral bagi Indonesia, Indonesia harus mengoptimalkan potensi perannya dalam mendorong partisipasinya pada operasi pemeliharan perdamaian PBB."
320 JLN 31:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Michael Eklesia
"Hanya dengan suatu bentuk organisasi publik antar negara dapat tercapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Perserikatan Bangsa Bangsa merupakan organisasi internasional yang dirasa perlu dalam melaksanakan sistem keamanan kolektif untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam menjalankan tugas tersebut kemudian dibentuklah DK-PBB sebagai organ PBB yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia. DK-PBB dalam hal memelihara perdamaian dan keamanan dunia dari ancaman, pelanggaran maupun agresi dapat memberikan sanksi terhadap suatu negara maupun terhadap aktor nonnegara. Pada praktiknya tidak sedikit negara melanggar ketentuanr esolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Salah satu negara yang secara konsisten melanggar ketentuan Resolusi DK-PBB adalah Korea Utara. Korea Utara sudah diberikan sejumlah sebelas resolusi di mana tujuan diberikannya rezim sanksi tersebut untuk menghentikan praktik uji coba nuklir Korea Utara. Uji coba nuklir Korea Utara tersebut melanggar ketentuan yang terdapat di dalam NPT. Korea Utara sendiri awalnya merupakan negara pihak dalam NPT yang kemudian mengundurkan diri pada tahun 2003 diikuti dengan menyatakan kepemilikannya atas senjata nuklir dan dilaksanakannya uji coba senjata nuklir. Penelitian ini kemudian menilai bentuk implementasi dan kepatuhan terhadap resolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Penelitian ini kemudian menyarankan tindakan yang dapat dilaksanakan agar sanksi yang diberikan oleh DK-PBB dapat terimplementasikan dan tujuan diberikannya sanksi dapat tercapai khususnya dalam kasus rezim sanksi DK-PBB atas uji coba nuklir Korea Utara.
......Only with a form of public organization between countries can a collective security system be achieved that can protect the international community from the disaster of war. The United Nations is an international organization that is deemed necessary in implementing a collective security system to maintain international peace and security. In carrying out this task, the UN Security Council was formed as a UN organ specifically tasked with maintaining world security and peace. The UN Security Council in terms of maintaining world peace and security from threats, violations and aggression can impose sanctions on a country as well as against non-state actors. In practice, not a few countries violate the provisions on the resolution of sanctions provided by the UN Security Council. One of the countries that consistently violates the provisions of the UNSC Resolution is North Korea. North Korea has been given a number of eleven resolutions in which the aim of the sanctions regime is to stop North Korea's nuclear test practices. The North Korean nuclear test violated the provisions contained in the NPT. North Korea itself was originally a party to the NPT which later withdrew in 2003 followed by declaring its ownership of nuclear weapons and carrying out nuclear weapons tests. This study then assesses the form of implementation and compliance with the sanctions resolution given by the UN Security Council. This study then suggests actions that can be taken so that the sanctions imposed by the UN Security Council can be implemented and the objectives of the sanctions can be achieved, especially in the case of the UN Security Council sanctions regime for North Korea's nuclear tests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Triwibowo Yudhoatmojo
"ABSTRAK
Peristiwa pembajakan di laut yang dilakukan oleh perompak Somalia dalam
kawasan Teluk Aden telah menyita perhatian dunia karena semakin meningkatnya
jumlah kejahatan ini dalam kawasan tersebut, sehingga telah dianggap
mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Dalam rangka melawan
kejahatan pembajakan di laut dalam kawasan ini, Dewan Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengeluarkan resolusi-resolusinya yang berisi berbagai upaya dalam
rangka menanggulangi dan mengadili pembajakan di laut, sehingga jumlahnya
dapat ditekan secara signifikan. Salah satu upayanya adalah memberikan
kewenangan yurisdiksi universal bagi negara-negara asing untuk memasuki
perairan Somalia untuk melakukan upaya menekan praktik pembajakan di laut
dalam kawasan Teluk Aden.

Abstract
The piracy phenomenon conducted by Somali pirates in the Gulf of Aden has
raised international concerns due to the increasing numbers of piracy incidents in
the area, deeming to have become a threat towards international peace and
security. In order to suppress the crime of piracy, the United Nations Security
Council has issued numerous resolutions encompassing efforts by the
international community in suppressing and prosecuting piracy, therefore it can
abate the occurring incidents. Granting universal jurisdiction towards States is one
method, where the States are permitted to enter Somali territorial waters to
suppress maritime piracy in the Gulf of Aden."
2012
T31897
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kurniati
"Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, begitu banyak masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan, diantaranya masalah diplomasi modern yang sama sekali baru bagi bangsa Indonesia. Meskipun menurut ukuran kondisi dan situasi waktu itu masalah mempertahankan kelangsungan hidup negara lebih banyak menyangkut bidang kesiap-siagaan fisik, namun unsur diplomasi sebagai salah Satu alat untuk mempertahankan negara menduduki tempat yang juga sangat menentukan. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melihat sejauh mana keberhasilan perjuangan diplomasi Indonesia di forum PBB. terutama setelah agresi militer II Belanda hingga pengakuan kedaulatan. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan, berupa buku-buku, dokumen, artikel majalah, Surat kabar, hasil-hasil sidang PBB, Serta wawancara. Masalah pertikaian Indonesia dengan Belanda telah masuk agenda PBB sejak: bulan Juli 1947 hingga bulan Desember 1949. Pengajuan masalah ini ke forum EBB, karena Pemerintah Indonesia beranggapan, bahwa masalah pertikaiannya dengan Belanda tenting siapa yang berdaulatan terhadap wilayah Indonesia, tidak dapat lagi diselesaikan melaui perundingan bilateral dengan Pemerintah Belanda. Dari hasil panelitian penulis, penulis melihat bahwa ada dua tahap perjuangan diplomasi Indonesia di PBB. Tahap pertama dari bulan Juli 1947 hingga Juli 1948, yang ternyata tidak berhasii. Ketidakberhasilan tersebut disebabkan adanya Perang Dingan antara Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya yang beraliran demokrasi berhadapan dengan Uni Soviet dan kelompoknya, yang berpahamkan komunis, yang melanda juga situasi persidangan di PBB. Akibatnya, usaha Indonesia untuk menggunakan PBB sebagai media panyelesaian pertikaiannya dengan Belanda dalam prakteknya selaluterbentur oleh kepentingan nasiona1 dari kedua negara adikuasa, tersebut, dan pada akhirnya juga mempengaruhi sikap yang harus diambil negara-negara anggota PBB 1ainnya. Dalam perkembangan kemudian, terutama setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua dan kemampuan Indonesia menumpas pemberontakan komunis di Madiun, Indonesia baru dapat menggunakan forum PBB secara efektif. Keberhasilan tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan delegasi Indonesia di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat (PBB) membentuk suatu pendapat masyarakat dunia yang mendukung perjuanggan Indonesia melawan Belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949 yang mengejutkan dunia internasional. Dan tak kalah pentingnya adalah kemampuan Indonesia memanfaatkan situasi Penang Dingin yang mengakibatkan perubahan sikap Amerika Serikat dari pasif' menjadi lebih aktif mendukung Indonesia dan mendesak Belanda agar mau berunding kembali kesemua faktor di atas akhirnya memudahkan Indonesia menggunakan PBB sebagai media diplomasina, guna menyelesaik.an pertikaiannya dengan Belanda rea1isasinya adalah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada bulan Desember 1949 melalui konperensi Meja Bundar yang diadakan di negeri Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Melinda
"Penelitian ini membahas mengenai kiprah Adam Malik selama menjabat sebagai ketua Majelis Umum PBB 1971-1972. Pembahasan dimulai dengan menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi terpilihnya Adam Malik sebagai ketua Majelis Umum dan bagaimana perannya dalam menyelesaikan agenda-agenda sidang yang pelik selama masa kepemimpinannya. Tahun 1971-1972 menjadi tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia di dunia Internasional. Adam Malik terpilih sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil menduduki kursi ketua Majelis Umum PBB ke-26. Adam Malik merupakan orang Asia ke-8 yang berhasil menduduki jabatan sebagai Ketua Majelis Umum PBB dengan perolehan suara 119 dari total 125 suara yang terkumpul. Penulis berargumen bahwa dukungan dari negara-negara Asia turut menjadi faktor pendukung dalam menyukseskan Adam Malik sebagai ketua Majelis Umum.Ciri khas kepemimpinan yang Adam Malik terapkan dalam memimpin sidang Majelis Umum yaitu mengedepankan "Musyawarah" untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi selama masa kepemimpinannya. Berbeda dari penelitian sebelumnya yang lebih membahas mengenai Adam Malik secara penuh terhadap karier politiknya, penelitian ini fokus pada kiprah Adam Malik selama mengemban tugas di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan menggunakan sumber primer dan sekunder seperti arsip, surat kabar, transkirp wawancara, buku, dan jurnal.
......This research discusses the role of Adam Malik during his tenure as President of UN General Assembly from 1971-1972. The discussion begins by explaining the factors behind the election of Adam Malik as President of UN General Assembly and his role in resolving the complicated agenda of the session during his tenure. In the years 1971-1972 was a historic year for the Indonesian people in the international world. Adam Malik was elected as the first Indonesian who succeeded in occupying the chair of the 26th UN General Assembly. Adam Malik is the 8th Asian person who succeeded in holding the position as President of UN General Assembly with 119 votes out of a total of 125 votes collected. The author argues that the support from Asian countries has also been a supporting factor in the success of Adam Malik as President of UN General Assembly. The leadership characteristic that Adam Malik applied in chairing the General Assembly was putting forward "Musyawarah" to resolve problems that occurred during his tenure. Different from previous research which discusses Adam Malik in full on his political career, this research focuses on the work of Adam Malik during his tenure at the United Nations. This research uses historical research methods using primary and secondary sources such as archives, newspapers, interview transcripts, books, and journals"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>