Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nurarita Fadila Zesiorani
Abstrak :
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu lembaga di dalam Kementerian Kesehatann Republik Indonesia yang bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Praktek Kerja Profesi PKP di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan dilakukan pada tanggal 25 Mei hingga 5 Juni 2017. Tujuan pelaksanaan PKP untuk mendapatkan pengalaman kerja, pengetahuan, gambaran, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran, tugas, dan tanggung jawab apoteker di lingkup pemerintahan. Kegiatan yang dilakukan selama PKP yaitu melakukan rekapitulasi data jenis dan penggolongan narkotika dan psikotropika. Melakukan analisis Instruksi Presiden No. 3 Tahun terhadap PMK No. 64 Tahun 2015 mengenai tugas pokok dan fungsi di Subdirektorat Produksi dan Distribusian Kefarmasian. Peran dan fungsi Apoteker di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki peranan yang penting dalam melakukan tugasnya yaitu perumusan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, khususnya Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian. ...... Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices is one of the institutions within the Ministry of Health Republic of Indonesia in charge of organizing the formulation and implementation of policies in the field of pharmaceutical and medical devices in accordance with the provisions of legislation. Profession internship at Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices held on May 25th to June 5th, 2017. The aim of profession internship to obtain work experience, knowledge, overview, and deeper understanding of the role, duties and responsibilities of pharmacists in government. Activities conducted during profession internship among other learning about recapitulation types and classification of narcotics and psychotropic substances. Conducting analysis of Presidential Instruction no. 3, 2017 against PMK No. 64, 2015 concerning the main duties and functions in the Subdirectorate Production and Distribution of Pharmaceutical. The role and function of pharmacists in the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices have an important role in performing their duties, formulation, guidance, supervision and control, especially the Subdirektorat Production and Distribution of Pharmaceutical.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wahono
Abstrak :
ABSTRAK
Sejalan dengan judulnya, tesis ini dikembangkan terutama berdasarkan pada upaya untuk menjelaskan terjadinya proses perubahan tata niaga industri baja di Indonesia. Perubahan yang kemudian lajim dikenal dengan istilah deregulasi baja tersebut, merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di bidang ekonomi secara keseluruhan. Tindakan itu dilakukan sebagai reaksi alas perubahan ekonomi politik internasional pada awal tahun 1980-an. Tujuan utama dari perubahan kelembagaan ekonomi itu adalah untuk mendorong kinerja ekonomi nasional agar mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Namun demikian kebijakan tersebut juga dapat dilihat sebagai upaya reorientasi terhadap besarnya campur tangan pemerintah di bidang ekonomi. Untuk itu yang tidak dapat dihindarkan adalah terjadinya perubahan pelaku utama di bidang ekonomi, dari dominasi perusahan-perusahaan milik negara (BUMN) kepada ekonomi yang dijalankan oleh swasta. Akibatnya mekanisme ekonomi yang digunakan juga akan berubah, dari titik berat pada government control mechanism kepada market mechanism.

Sementara itu bagi Indonesia, industri baja merupakan salah satu industri hulu yang sejak awal pembangunannya telah memiliki kaitan erat dengan perkembangan masalah politik ketika itu. Secara ekonomi, arti penting industri baja dapat dilihat dari keterkaitannya dengan industri menengah dan hilir pengguna baja yang jumlahnya sangat luas, dan sangat dibutuhkan dalam rangka pembangunan nasional. Sedang secara politik, pembangunan industri baja itu sendiri tidak lepas dari latar belakang politik dan strategi keamanan nasional, terutama dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan barang vital yang menggunakan bahan baku baja, mulai dari industri ringan sampai ke industri berat serta industri peralatan militer. Sehingga pemilikan industri hulu baja dinilai akan menjamin adanya pasokan bahan baku yang aman dalam rangka pengembangan industri nasional.

Melihat arti penting dan tujuan kebijakan pemerintah tersebut, maka sebagai negara yang demokratis, peran serta masyarakat akan menjadi sangat penting pula artinya. Sebab kebijakan deregulasi akan mengarah kepada terjadinya democratic economic policy making, dimana masyarakat sebagai bagian terbesar dari partisipan di bidang ekonomi harus menjadi penentu dari kebijakan, terutama sekali yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu penelitian ini berusaha untuk melihat kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja dari proses perumusannya. Bertolak dari permasalahan yang ingin diungkapkan tersebut, maka penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam penelitian kwalitalif dan metode analisanya bersifat diskriptif analitis. Artinya adalah, bahwa penelitian ini disamping menggambarkan fenomena yang ada juga menganalisis keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya. Adapun pendekatan yang digunakan adalah Ekonomi Politik (Political Economy), yaitu suatu pendekatan- yang berusaha mengkaitkan antara masalah-masalah ekonomi dengan politik. Pendekatan ini dianggap lebih cocok karena selain penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimana suatu kebijakan dirumuskan, juga karena studi ini ingin mengungkapkan jawaban politik dari pendekatan ini, yaitu siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan dan bagaimana prosesnya. Melihat pada kenyataan yang ada, maka sebagai unit analisisnya di sini adalah negara (state centred), karena walaupun mayarakat diyakini mulai besar peranannya namun dalam proses perumusan kebijakan keikutsertaan mereka masih banyak dipertanyakan.

Pembahasan tesis ini diawali dengan adanya perubahan di sektor penerimaan negara, menyusul jatuhnya harga minyak di pasar internasional dan kecenderungan perubahan ekonomi politik secara global. Sejak awal Orde Baru, melalui dukungan devisa dari minyak, pemerintah melalui berbagai perusahaan negara (BUMN), secara aktiv menjadi pelaku utama di bidang ekonomi. Namun dengan jatuhnya harga minyak yang tajam dan terus menerus, pemerintah secara bertahap terpaksa hares menyerahkan sebagian besar pengelolaan ekonomi kepada swasta. Akan tetapi proses ini terjadi tidak dengan cara yang sederhana karena melibatkan berbagai kepentingan politik di tingkat pengambilan keputusan. Pertentangan terutama terjadi antara mereka yang mendukung ekonomi terbuka (pro-deregulasi), melawan mereka yang pro-nasionalisme ekonomi (status-quo). Oleh karena itu dilakukannya kebijakan deregulasi ini, bukan berarti hilangnya pengaruh kelompok pro-nasionalisme ekonomi, karena pertentangan pemikiran ekonomi yang terjadi tidak berlangsung secara zero-sume game, sehingga terjadi semacam tarik ulur (trade-off) dalam daregulasi yang dilakukan, terutama dalam masalah proteksi. Dua aliran utama (mainstream) ekonomi Indonesia ini, masing-masing memiliki pendukung dalam birokrasi maupun masyarakat pelaku bisnis, terutama mereka yang diuntungkan dari sistem yang bersangkutan. Mereka ini merupakan aktor-aktor yang mempunyai kepentingan melekat (vested interest), yang keberadaannya kerapkali menjadi pertimbangan utama dari deregulasi. Dalam penelitian ini juga dijelaskan perkembangan industri baja dalam negeri terutama PT Krakatau Steel sebagai pelaku utama, mulai dari awal pembangunannya sampai pada perkembangan terakhirnya, terutama berkenaan dengan kebijakan deregulasi baja yang telah memangkas segala fasilitas yang selama ini diberikan pemerintah.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa, faktor-faktor yang menjadi pendorong deregulasi baja dan ekonomi secara keseluruhan adalah jatuhnya harga minyak, tekanan dari dalam birokrasi pemerintah, tekanan dari kreditor internasional, tekanan dari kalangan swasta dan situasi serta kondisi ekonomi politik internasional dan nasional yang telah bertaut menjadi satu kekuatan pendorong yang tidak terabaikan. Sementara itu, sebagai negara yang mengandalkan pada single commodity migas sebagai sumber devisa negara, jatuhnya harga minyak sangat dirasakan akibatnya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk melakukan alih strategi, dari ekonomi yang berorientasi ke dalam (inward looking) ke ekonomi yang berorientasi ekspor (outward looking); dari kebijakan industri substitusi impor (ISI), yang lebih menekankan pada pemenuhan barang pengganti impor dan ekspor bahan mentah kepada industri yang berorientasi ekspor (export oriented) yang menekankan kepada produk barang olahan (industri manufaktur).

Dalam prosesnya, deregulasi lebih merupakan inisiatif dari pemerintah ketimbang swasta (masyarakat). Oleh karenanya keterlibatan masyarakat baik melalui Kadin, sebagai lembaga perwakilan para pelaku bisnis, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, serta Parpol sebagai lembaga aspirasi secara umum, adalah tidal( kentara. Minimnya peran mereka ini sebagian diakibatkan adanya strategi korporatisme negara yang dikenakan pemerintah sejak Orde Baru dengan sokongan dari besarnya penerimaan negara dari minyak. Adapun sebab lain dari lemahnya keterlibatan perwakilan masyarakat tersebut menurut pemerintah adalah, dikarenakan terlalu luasnya cakupan organisasi-organisasi tersebut, sehingga dianggap tidak langsung berkaitan dengan industri terkait (baja). Sementara itu Asosiasi (baja) dan Pers diyakini oleh pemerintah memiliki keterkaitan yang kuat dalam kebijakan deregulasi yang dirumuskan. Peran mereka terutama dalam memberikan input yang berkaitan dengan struktur biaya (cost stucture) produksi maupun perkembangan harga dan bahan baku di pasar internasional maupun domestik. Dari penelitian ini juga ditemukanbahwa, mudahnya deregulasi dilakukan terhadap industri baja antara lain dikarenakan industri ini sepenuhnya milik negara. Sedang swasta yang bergerak di sektor hulu satu-satunya milik Liam Soe Liong CRMI (Cold Rolled Milling Steel Industry) sudah diambil alih oleh PT Krakatau Steel milik negara (BUMN) beberapa waktu sebelum deregulasi Oktober 1993 dikeluarkan.

Implikasi dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini sangat terkait dengan pertanyaan pendekatan ekonomi politk, terutama siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dari kebijakan tersebut. Mereka yang dirugikan dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini adalah PT Krakatau Steel, yang selama ini ditunjuk menjadi distributor utama kebutuhan baja nasional dan menikmati berbagai fasilitas proteksi dan subsidi akhirnya hams dilepaskan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan keuntungan yang tajam menyusul dikeluarkannya Paket Deregulasi 23 Oktober 1993, yang secara telah menghapus sama sekali dan mengurangi proteksi bea masuk (BM) dan bea masuk tambahan (BMT) atas sebagian besar produk baja. Adapun mereka yang diuntungkan dari kebijakan ini adalah perusahaan-perusahaan yang banyak menggunakan baja sebagai bahan bakunya, seperti perusahaan konstruksi, industri alat-alat berat, otomotif, makanan kalengan dan seterusnya yang banyak bergerak di sektor menengah dan hilir dalam proses produksi. Sedangkan ancaman terhadap prospek deregulasi Baja ini, terutama berkenaan dengan adanya tuduhan dumping yang dialamatkan terhadap produsen baja asing yang selama ini menjual produk mereka ke Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan raregulasi barn (reregulasi), karena mereka mendapat dukungan dari Menteri Perindustrian (juga Komisaris utama PT Krakatau Steel), yang berjanji untuk segera menerapkan UU Anti Dumping.

1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinaldy Konnery
Abstrak :
Saat ini rasio elektrifikasi Indonesia baru mencapai 67,15% yang berarti sekitar 33% lagi penduduk Indonesia belum menikmati listrik. Salah satu faktor kendalanya adalah topografi Indonesia dan sebaran penduduk yang sulit dijangkau jaringan tenaga listrik. Mengingat Indonesia merupakan wilayah tropis yang hampir seluruh pelosok Indonesia mendapat sinar surya, maka salah satu solusi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dapat menggunakan energi surya (Pembangkit Listrik Tenaga Surya - PLTS). Saat ini teknologi PLTS sudah semakin membaik dan berkembang. Dengan memperhatikan target roadmap perkembangan PLTS di dunia dan proyeksi pemanfaatan PLTS hingga tahun 2025 pada Rancangan Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2010-2050, penelitian ini akan merumuskan strategi-strategi dalam upaya peningkatan rasio elektrifikasi dan pencapaian kapasitas pemanfaatan PLTS sesuai dengan yang diprakirakan tersebut.
Currently Indonesia electrification ratio has just reached 67,15%, it means about 33% of Indonesia's population has not enjoyed more power. One of the problems is the topographic factor of Indonesia and hard to reach population by distribution grid. Given Indonesia is a tropical region that almost all corners of Indonesia got the sun, then one solution to increase the electrification ratio to use solar energy (Photovoltaic Power System-PPS). Currently, solar technology is getting better and growing. By considering the development roadmap targets PPS in the world and the utilization of solar projection until 2025 on Draft National Energy Policy (KEN) 2010 to 2050, this study will formulate strategies in order to increase the electrification ratio and the achievement of capacity utilization in accordance with the forecasted PLTS.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30250
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Jakarta: UI-Press, 1982
340.072 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Tresiana
Abstrak :
enelitian ini didasari pemikiran bahwa pemekaran wilayah merupakan sebuah produk kebijakan publik, sebagai upaya pemerintah untuk memecahkan masalah publik. Dalam kerangka rasionalitas, maka kebijakan pemekaran seharusnya adalah hasil pilihan yang rasional, mencakup pemilihan alternative bagi tercapainya tujuan, mengandung nilai yang fundamental dan tepat guna untuk mencapai hasil akhir (outcome) yang diinginkan. Tujuan dari penulisan ini adalah : mendeskripsikan proses pembuatan kebijakan pemekaran dan mendeskripsikan rasionalitas yang digunakan aktor dalam kebijakan pemekaran. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Tulisan ini mengangkat temuan hasil penelitian bahwasanya proses penetapan kebijakan pemekaran, bukanlah upaya solutif bagi persoalaan substantive masyarakat dan rasionalitas yang digunakan dalam penetapan kebijakan, didominasi model rasionalitas tong sampah, sebagai respon struktur terhadap kepentingannya elit (politik), bersifat transaksional, bukanlah respon sistem (legislatif dan eksekutif) untuk mengatasi masalah faktual yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
Kementerian Dalam Negeri Ri, {s.a.}
351 JBP 7:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Prasistaa
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai perumusan kebijakan publik penanganan konflik sosial pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Belum efektifnya undang-undang tersebut, dan didorong oleh eskalasi konflik sosial yang terus meningkat membuat pemerintah mengeluarkan terobosan kebijakan yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaksana dalam menangani konflik sosial. Kompleksitas isu konflik sosial dan dinamikanya memerlukan penanganan yang komprehensif. Desain kebijakan yang dibuat oleh pembuat kebijakan akan sangat mempengaruhi efektivitas kebijakan. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana konflik sosial sebagai sebuah masalah publik didefinisikan dan bagaimana ide kebijakan dirumuskan. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penting yaitu kompleksitas konflik sosial diterjemahkan dalam sebuah kebijakan yang dirumuskan oleh eksekutif secara terbatas dengan alasan urgenitas dan keterbatasan waktu dan melalui instrumen kebijakan berupa Instruksi Presiden agar dapat segera dilaksanakan. Pembuat kebijakan menganggap kompleksitas konflik sosial di Indonesia terkait masalah politik, ekonomi, hukum, etnis, dan budaya dimana setiap konflik memiliki karakter lokal yang kental. Beberapa alternatif yang dirumuskan sebagai solusi penanganan konflik sosial adalah melalui adanya keterpaduan unsur terkait, penyelesaian akar masalah, penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi, Kepala Daerah sebagai penanggung jawab keamanan di daerah, respon cepat dan pembentukan early warning system, serta peningkatan efektivitas sistem monitoring dan evaluasi.
ABSTRAK This research discusses the formulation of policies to handle social conflict after the issuance of Law No. 7 of 2012 about The Handling of Social Conflict. The ineffectiveness of the law, and driven by the escalation of social conflict that continuous to increase make the government issued a policy breakthrough that can be used as guidelines for implementation in addressing social conflicts. The complexity of the issues and dynamics of social conflict requires a comprehensive treatment. Design policies made by the policy makers will greatly affect the effectiveness of the policy. The purpose of this research was to examine how social conflict as a public problem is defined and formulated. By using qualitative methods, this research resulted in several important findings : the complexity of social conflict that has translated into a policy formulated by the executive are limited by reason of emergency, time constraints and with the policy instrument through a presidential instruction, so the policy can be implemented immediately. Policy makers assume the complexity of social conflict in Indonesia related with the political issues, economics, law, ethnicity, and culture in which every conflict has a strong local character. Some alternatives are formulated as a solution to handling social conflict: through the integration of relevant elements, the completion of the root problem, the preparation and implementation of action plans, every head of region have the responsibility to keep secure in their area, quick response and the establishment of an early warning system, as well as improving the effectiveness of the monitoring and evaluation system.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitk Universitas Indonesia, 2014
T41673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Tamira
Abstrak :
Perubahan RSIA JMB Keluarga Ibu menjadi rumah sakit umum sebagai upaya merespon kebutuhan masyarakat kota Tangerang membutuhkan acuan perencanaan strategi yang tepat. Melalui wawancara mendalam dan Consensus Decision Making Group (CDMG), penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan pendekatan analisa kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menjadi Rumah Sakit Umum JMB Tangerang, perlu mengembangkan produk layanan sebagai rumah sakit kelas D dan perlu memenuhi standar kriteria rumah sakit kelas D dalam 5 tahun ke depan, dengan prioritas penyempurnaan poliklinik rawat jalan penyakit dalam dan bedah.
The transformation of JMB Keluarga Ibu Children and Women?s Hospital into a general hospital as an attempt to respond the needs of the community at Tangerang city requires a accurate development plan strategy. Through an in-depth interview and Consensus Decision Making Group (CDMG), this research is an operational research with a qualitative analysis approach. The research result indicates that to be a JMB Tangerang General Hospital, it is essential to develop a product service as a type D hospital and meeting the standard criteria of class D hospital in the next five years prioritizing in the excellence of internal medicine and surgery outpatient clinic.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purbasanda Woro Mandarukmidia
Abstrak :
Permasalahan korupsi merupakan sebuah permasalahan yang sudah menjadi musuh besar bagi negara ini. Telah 73 tahun berdiri namun belum juga dapat secara tuntas menyelesaikan permasalahan yang telah mengakar sejak lama di Indonesia. Melihat banyaknya pilihan perumusan kebijakan yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi, penelitian ini membahas tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lembaga KPK dalam merumuskan kebijakan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis dengan instrumen wawancara mendalam dengan masyarakat, akademisi dan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun sumber data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder dari buku-buku, naskah ringkas dan hasil wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor perumusan kebiajakan di KPK telah sesuai dengan teori yang ada dan faktor pengaruh dari luar merupakan salah satu faktor yang cukup kuat atau cukup besar pengaruhnya terhadap proses perumusan kebijakan di KPK. ...... Corruption is a problem that has become a major enemy to this country. The Corruption Eradication Commission (KPK) has been founded for 73 years but has not been able to completely resolve this problem that have been rooted for a long time in Indonesia. Considering the many policy formulation choices that can be made in eradicating corruption, this study discusses factors tha influence the KPK in formulating policies towards eradicating corruption. This study used a post positivist approach using in-depth interviews with the community, academics, and the Corruption Eradication Commission (KPK). The source of the data obtained from primary and secondary data from books, concise texts, and the results of in-depth interviews. It is found that the factors of the policy formulation in the Corruption Eradication Commission were in accordance with existing theories, and the external influencing factors are one of the most influential factors on the policy formulation process in the KPK.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1982
S8409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>