Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Makbruri
Abstrak :
ABSTRAK Preeklampsia merupakan sindrom sistemik yang terjadi pada 3-5 % kehamilan wanita yang disebabkan oleh gangguan faktor migrasi dan faktor seluler  yang berdampak pada gangguan diferensiasi dan invasi trofoblas yang penting dalam proses perkembangan plasenta dan mempertahankan kehamilan. Protein Cullin-1 merupakan salah satu kandidat protein yang berperan dalam proses mempertahankan kehamilan, perkembangan dan invasi trofoblas di dalam  plasenta. Hingga saaat ini belum ada penelitian yang menghubungkan ekspresi Cullin-1 pada pasien preeklampsia dengan waktu terminasi kehamilan. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis ekspresi Cullin-1 pasien preeklampsia dan hubungannya dengan waktu terminasi kehamilan. Sampel plasenta diambil dari pasien preeklampsia yang terdiri dari tiga kelompok usia kehamilan, kemudian dilakukan perwarnaan imunohistokimia untuk dilihat dinamika ekspresi dan distribusi Cullin-1 pada berbagai kelompok usia kehamilan dan hubungannya dengan waktu terminasi kehamilan. Cullin-1 terekspresi pada sinsitiotrofoblas dan  sitotrofoblas. Kadar Cullin-1 terendah didapatkan pada kelompok usia kehamilan very preterm, dan paling tinggi didapatkan di kelompok usia kehamilan moderate preterm. Terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi optical density (OD) Cullin-1 dengan   waktu terminasi  kehamilan, dan terdapat perbedaan bermakna  (OD) Cullin-1 pasien preeklampsia usia kehamilan very preterm dengan usia kehamilan moderate preterm. Disimpulkan bahwa Cullin-1 terekspresi pada sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas dan berhubungan dengan waktu terminasi kehamilan.
ABSTRACT Preeclampsia is a systemic syndrome that occurs in 3-5% of female pregnancies caused by disorders of migration factors and cellular factors that have an impact on the disruption of trophoblast differentiation and invasion that is important in the process of developing the placenta and maintaining pregnancy. Protein Cullin-1 is one candidate protein that plays a role in the process of maintaining pregnancy, development and trophoblast invasion in the placenta. Until now there have been no studies linking the expression of Cullin-1 in preeclamptic patients with the timing of pregnancy termination. Therefore in this study an analysis of Cullin-1 expression in preeclamptic patients and their relationship to the timing of pregnancy termination was carried out. Placental samples were taken from preeclampsia patients consisting of three gestational age groups, then immunohistochemical staining was performed to see the dynamics of expression and distribution in each age group of pregnancy and to find out their relationship with  the timing of pregnancy termination. Cullin-1 was expressed in syncytiotrophoblasts and cytotrophoblasts. The lowest Cullin-1 level was obtained in the very preterm age group, and the highest was found in the moderate preterm gestational age group. There was a significant difference between Cullin-1 optical density (OD) expression and termination time of pregnancy, and there was a significant difference (OD) in Cullin-1 preeclamptic patients with very preterm gestational age with moderate preterm gestational age. It was concluded that Cullin-1 was expressed both in syncytiotrophoblasts and cytotrophoblasts and was associated with the timing of pregnancy termination.
2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Jauhari Puspitasari
Abstrak :
Latar belakang: Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal di Indonesia. Preeklampsia juga menyebabkan pertumbuhan janin terhambat dan kelahiran prematur. Etiologi preeklampsia belum jelas, diduga berhubungan dengan penurunan perfusi plasenta yang menyebabkan hipoksia plasenta. Hipoksia ini menginduksi aktivitas angiogenesis pada plasenta yang bertujuan untuk memperbaiki mikrosirkulasi plasenta. Tujuan: Menilai aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia dan dibandingkan dengan plasenta ibu hamil normal. Rancangan penelitian: Merupakan studi komparatif potong lintang. Dua belas plasenta preeklampsia dan 13 plasenta ibu hamil normal sebagai kontrol diperoleh dari ibu bersalin yang mendonorkan plasenta di satu rumah sakit. Aktivitas angiogenesis dinilai dengan pemeriksaan migrasi sel-sel endotel Untuk menganalisis perbedaan aktivitas angiogenesis antar kelompok digunakan tes Mann-Whitney. Hasil: Aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia lebih tinggi bermakna secara statistik dibanding dengan plasenta ibu hamil normal (p<0.05). Kesimpulan: Hipoksia plasenta meningkatkan aktivitas angiogenesis pada plasenta preeklampsia. Pada penelitian k d respons lokal tidak optimal dalam meningkatkan mikrosirkulasi, karena terdapat 2 kasus berat bayi lahir rendah pada kelompok preeklampsia.
Angiogensesis Activity Of Preeclamptic PlacentaBackground: Preeclampsia/eclampsia is a major cause of maternal morbidity and mortality in Indonesia. Preeclampsia also a major cause of fetal growth retardation and premature delivery. The etiology of preeclampsia is unclear. It is suggested that reduce placental perfusion leads to placental hypoxia, and then induced placental angiogenic activity. The purpose of the activity enhances the placental vascular bed. Objective: To study angiogenic activity in preeclamptic placentas and compare those with placenta from normal pregnant women. Study design: Comparative cross sectional study was used. Mothers who were delivered their baby in the same hospital donated their placentas. Twelve placentas from preeclampsia and 13 from controls were examined. The angiogenic activity was assayed using an endothelial cell migration assay. Differences in placental angiogenic activity between two groups were analysed using the Mann Whitney test. Result: The angiogenic activity in the placenta from women with preeclampsia were significantly greater than that from women with normal pregnat. (p<0.05). Conclusion: Placental hypoxia increased angiogenic activity in the placenta from women with preeclampsia. In this study, the local respons is not optimal in enhacing vascular bed, because 2 low birth weight babies was delivered in preeclampsia group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Iriana
Abstrak :
TUJUAN: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar tromboksan B2 pada kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia dengan plasenta wanita hamil normal sebagai pembanding. RANCANGAN PENELITIAN: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia (n=13) dan plasenta wanita hamil normal (n=12) dengan usia dan umur kehamilan tidak berbeda bermakna secara statistic. Kultur plasenta menggunakan medium M199 dari sigma dengan 20 % serum menggunakan metode tabung menurut Rand dan dikultur selama 72 jam. Kadar tromboksan B2 diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm. Sebagai petanda bahwa plasenta yang dikultur masih memilik viabilitas set yang baik diukur melalui pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG). HASIL: Kedua sel baik dari jaringan plasenta penderita preeklampsia maupun dari jaringan plasenta hamil normal memiliki viabilitas sel yang baik. Kadar tromboksan B2 yang terlarut dalam supematan kultur jaringan plasenta penderita preklampsia (887.88± 26.07 pglml) lebih tinggi secara bermakna (P<0.05) dibanding wanita hamil normal (849.82± 24.61 pglml) KESIMPULAN: Kadar Tromboksan B2 pada penderita preeklampsia lebih tinggi dibandingkan pada wanita hamil normal, peningkatan ini bertanggung jawab terhadap terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah pada plasenta dan maternal.
Enhanced Tromboxane B2 (TXB2) Production In Placental Culture In Preeclampsia OBJECTIVE: To determine tromboxane B2 production in placental culture in preeclampsia STUDY DESIGN: The study was a crosssectional study. Placentas were obtained from having woman with normal (n=12) and woman with preeclampsia (n=13) with the same age and gestational age. Placenta tissues were incubated in M199 sigma medium with 20 % serum for 72 hour using the with tube method from Rand. Samples were analyzed spectrophotometrically and with absorbtion at 405 nm for tromboxane B2. hCG was also determined as a marker for cell viability. RESULT : The placentas of women will preeclampsia and from normal pregnanly were viable. The concentration of tromboxane B2 from placental of preeclampsia cultured for 72 hour (887.88±26.07 pg/ml) was significantly higher (p<0.05) than from placental of normal pregnanly (849.83±24.60 pg/ml). CONCLUSION : The concentration of tromboxane B2 from cultures of placental preeclampsia was significantly higher than from cultures of placental of normal pregnanly. The increased tromboxane B2 production in placental culture could be responsible for increased placental and maternal blood vessel vasoconstriction.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Witri Priawantiputri
Abstrak :
Berat plasenta umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan dan fungsi yang baik dari plasenta. Anemia merupakan salah satu faktor risiko dari berat plasenta yang tinggi. Namun sampai saat ini belum dapat dipastikan apakah anemia karena kekurangan zat besi mempengaruhi berat plasenta. Penelitian ini meneliti hubungan antara anemia defisiensi besi dan berat plasenta pada wanita hamil anemia di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang melibatkan 90 ibu hamil anemia di 10 Puskesmas Kecamatan, Jakarta Timur. Prevalensi defisiensi besi pada ibu hamil anemia adalah 36,9%. Berat plasenta rata-rata adalah 549,3 ± 115 gr. Ada hubungan positif antara anemia defisiensi besi dan berat plasenta setelah dikontrol oleh variabel paritas, perokok pasif dan frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan (B = 0,22; p = 0,038). Berat plasenta yang tinggi pada ibu hamil dengan anemia defisiensi besi menunjukkan adanya mekanisme adaptasi dari plasenta dikarenakan kurangnya oksigen dalam darah.
Placental weight is a commonly used to measure placental growth and function including nutrient transfer to the fetus. Anemia may link to a risk factor for higher placental weight, however, it is uncertain whether iron deficiency anemia influence a placental weight, and could be used a public health measure for fetal growth and healthy pregnancy. This study investigated the relationship between iron deficiency anemia and placental weight among anemic pregnant women in East Jakarta. We conducted a cross sectional study of 90 anemic pregnant women and their singleton pregnancies in 10 Primary Health Center in East Jakarta. The prevalence of iron deficiency among anemic pregnant women was 36.9%. The mean placental weight was 549.3 ± 115 gr. There was a positive relationship between iron deficiency anemia and placental weight after adjusting for parity, passive smoker and ANC visit frequency (B=0.22; p=0.038). A higher placenta weight was observed among iron deficiency anemic pregnant women, suggesting the adaptive mechanism of placenta to chronic poor oxygenation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Alya Winarto
Abstrak :
Hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1a) adalah faktor transkripsi yang bertanggung jawab pada kondisi hipoksia seperti preeklampsia. Studi ini membandingkan konsentrasi HIF-1a pada kehamilan preeklampsia di bawah 32 minggu gestasi dan kehamilan normal. Sebagai penelitian observasional potong lintang pendahuluan, 10 sampel digunakan untuk masing-masing grup. Konsentrasi HIF-1a diukur menggunakan kit enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang insignifikan (p>0.05) antara konsentrasi HIF-1a pada kehamilan preeklampsia awal dan kehamilan normal walaupun terdapat kecenderungan untuk konsentrasi yang lebih tinggi pada kehamilan preeklampsia awal. HIF-1a kemungkinan tidak terlibat pada perkembangan preeklampsia awal. Sebaliknya, konsentrasi HIF-1a pada plasenta dipengaruhi oleh kerusakan syncytiotrophoblast akibat modifikasi arteri spiralis yang inadekuat dan berujung pada kurangnya jumlah HIF-1a. ......Hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1a) is a transcription factor that is expressed by cytotrophoblast in the placenta during hypoxic condition of preeclampsia. This study compares the level of placental HIF-1a in preeclampsia pregnancies under 32 weeks old of gestation and normal pregnancies. As an observational cross-sectional preliminary study, 10 samples were used for each group. The level of placental HIF-1a was measured by using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit. Statistical analysis revealed insiginificant difference (p>0.05) of placental HIF-1a concentration between the early preeclampsia pregnancies and the normal ones although there’s a tendency of the level being higher for the former. HIF-1a might not be involved in the development of early preeclampsia. Instead, its level in the placenta is affected by the syncytiotrophoblast damage due to inadequate spiral arteries remodeling that leads to a reduced amount of HIF-1a.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safitri Maulidina
Abstrak :

Pendahuluan: Preeklampsia diketahui sebagai sindrom spesifik kehamilan dan salah satu penyebab tersering kematian ibu. Terdapat dua jenis preeklampsia, awitan lambat dan awitan dini. Akan tetapi, penelitian menujukkan bahwa preeklampsia awitan dini jauh lebih berbahaya untuk ibu dan bayi. Meskipun patogenesis preeklampsia masih belum jelas, insufisiensi plasenta akibat meningkatnya peroksidasi lipid dan invasi trofoblas yang defektif diduga sebagai salah satu faktor pencetus preeklampsia. PPARg, yang berfungsi untuk metabolisme lipid dan diferensiasi sel di plasenta, secara teori dapat mencetuskan preeklampsia apabila aktivasinya berkurang. Dengan demikian, studi ini ditujukan untuk menganalisis secara spesifik ekspresi protein PPARg pada plasenta preeklampsia awitan dini. Selain itu, analisis terhadap ekspresi protein PPARg juga dilakukan berdasarkan kategori karakteristik subjek, yaitu usia ibu dan usia kehamilan.

Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif potong lintang. Sebanyak 26 sampel jaringan plasenta dengan usia gestasi ≤ 33 minggu (preeklampsia awitan dini) digunakan dalam penelitian ini. Konsentrasi protein PPARg diukur pada homogenat jaringan plasenta dengan menggunakan metode ELISA. Selanjutnya, analisis data dilakukan secara statisik mennggunakan perangkat lunak IBM SPSS Statistics. Varian tes yang digunakan adalah t-test dan Mann-Whitney test untuk perbandingan, serta Pearson dan Spearman untuk tes korelasi.

Hasil: Ekspresi PPARg adalah 3.19±1.13 ng/mg protein; usia ibu 29.65±5.97 tahun; usia gestasi 30.50 (24-33) minggu. Berdasarkan kategori usia ibu, usia <30 tahun mengekspresikan PPARg  sebesar 2.81 (0.60 – 5.71) ng/mg protein, sedangkan usia ≥30 tahun mengekspresikan 3.17 (1.75 – 5.40) ng/mg protein. Pada kategori usia gestasi, usia <30 minggu mengekspresikan PPARg sebanyak 2.86±1.14 ng/mg protein PPARg dan usia ≥30 minggu sebanyak 3.48±1.07 ng/mg protein. Dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal (3.52 (1.12 – 12.43) ng/mg protein), plasenta preeklampsia mengekspresikan 2.94 (0.60 – 5.71) ng/mg protein PPARg.

Kesimpulan: Konsentrasi PPARg yang lebih tinggi ditemukan pada wanita berusia ≥30 tahun daripada wanita berusia <30 tahun. Berdasarkan usia gestasi (UG), konsentrasi PPARg pada UG ≥ 30 minggu lebih tinggi dibandingkan UG < 30 minggu. Jika dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal, plasenta preeklampsia memiliki konsentrasi PPARg yang lebih rendah.


Introduction: Preeclampsia is regarded as a specific pregnancy disorder and one of the leading causes of maternal death. There are two types of preeclampsia, late-onset and early-onset. However, evidences have proven that early-onset preeclampsia is associated to deleterious outcomes for both mother and newborns. Though the pathogenesis is still unclear, placental insufficiency due to increased lipid peroxidation and defective trophoblast invasion is thought to be one cause of preeclampsia. PPARg, which functions for lipid metabolism and cell differentiation in placenta, is correlated to preeclampsia once the activation is lessened, theoretically. Thus, this research was intended to analyse protein expression of PPARg, specifically in placenta of early-onset preeclampsia. In addition, the analysis also conducted according to characteristics of the subjects, which are maternal age and gestational age.

Methods: The design of this research was descriptive cross-sectional study. There are 26 samples of placental tissues used with gestational age ≤ 33 weeks (early onset preeclampsia). In form of placental homogenates, protein concentration of PPARg was measured by using ELISA method. Statistical data analyses was performed in IBM SPSS Statistics software by using t-test and Mann-Whitney test for comparison, also Pearson and Spearmen for correlation test. 

Results: The expression of PPARg was 3.19±1.13 ng/mg protein; maternal age 29.65±5.97 years; gestational age 30.50 (24-33) weeks. PPARg expression according to maternal age category is 2.81 (0.60 – 5.71) ng/mg protein in <30 years and 3.17 (1.75 – 5.40) ng/mg protein in ≥30 years. Based on gestational age (GA) group, GA <30 weeks expresses 2.86±1.14 ng/mg protein PPARg, while GA ≥30 weeks shows 3.48±1.07 ng/mg protein PPARg. In comparison to normal placenta (3.52 (1.12 – 12.43) ng/mg protein), preeclamptic placenta expresses  2.94 (0.60 – 5.71) ng/mg protein PPARg.

Conclusion: Distribution of PPARg is established higher in women aged ≥30 years than women aged <30 years. In gestational age ≥30 weeks, the PPARg distribution is also higher compared to gestational age <30 weeks. However, preeclamptic placenta distributes lower amount of PPARg than normal placenta.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tracy Anabella
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu tanda klinis preeklampsia yang di hasilkan, yaitu proteinuria, dapat membahayakan perkembangan pertumbuhan janin karena peranan penting yang dimiliki oleh protein dalam perkembangan janin itu sendiri. Kehilangan protein yang terjadi pada ibu, diduga menyebabkan penurunan juga terhadap persediaan kadar protein plasenta.Metode: Penelitian comparative cross-sectional ini dilakukan untuk membandingkan kadar protein plasenta total antara kehamilan normal dengan kehamilan preeklamsi. Subyek penelitian ini adalah sampel plasenta dari 3 kelompok kehamilan yang berbeda; kehamilan normal, preeklamsi awal < minggu ke-35 kehamilan , dan preeklamsi akhir minggu ke-35-40 kehamilan . Data dikumpulkan dengan mengukur kadar absorbansi protein plasenta total dari semua kelompok sampel, menggunakan spektrofotometer, dan kemudian di analisis menggunakan Anova.Hasil: Kadar protein plasenta di ketiga kelompok menunjukan nilai; kehamilan normal; 0.343, preeclampsia awal; 0.357, dan preeclamsia akhir; 0.435. Persebaran data dari ketiga kelompok menunjukan hasil yang merata dengan nilai; kehamilan normal p=0.877 , preeklampsia akhir p=0.939 , dan preeklampsia awal p=0.771 . Analisis data yang menggunakan uji Anova, menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara tingkat protein total pada semua kelompok kehamilan p=0.535 Konklusi: Dapat disimpulkan bahwa kadar protein total plasenta pada kondisi preeklampsi tidak menurun, mengindikasikan bahwa protein plasenta di jaga dengan baik oleh tubuh, walaupun dengan terjadi nya proteinuria.
ABSTRACT<>br> Background One of preeclampsia rsquo s clinical sign proteinuria, may compromise the development of the fetal growth due to its essential role in the development itself. The protein loss that happened to the mother, was also thought to lead the decreased of placental protein level supply. Nonetheless, due to the proteinuria in the mother, preeclampsia rsquo s placental protein level has never been explored compared to normal pregnancy placenta.Method This study used a comparative cross sectional method, to compare the total placental protein level between normal pregnancies and preeclampsia state. The subjects of this research were placental samples from 3 different pregnancies group normal pregnancy, early preeclampsia
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyssa Shafa Andiana
Abstrak :
Pendahuluan Adanya hipertensi pada kehamilan yang diinduksi oleh preeklampsia merupakan salah satu alasan yang menyebabkan kenaikan angka kematian ibu hamil di Indonesia. Penyebab preeklampsia masih berkembang, tetapi satu gagasan menyiratkan bahwa iskemia plasenta hadir karena akumulasi stres oksidatif selama trimester terakhir kehamilan, sehingga menyebabkan hipoksia persisten. Salah satu faktor akumulasi stres oksidatif diinduksi oleh peningkatan FOXO-3. Tujuan dari penelitian observasional menggunakan desain potong lintang ini adalah untuk melihat bagaimana gen FOXO-3 mempengaruhi stres oksidatif pada plasenta normal dan pada preeklampsia onset dini (EOPE). Metode Dalam penelitian desain potong lintang ini, sampel terdiri dari 31 plasenta kehamilan normal dan 31 plasenta EOPE. RT-PCR digunakan untuk menentukan ekspresi relatif dari FOXO-3 mRNA. Hasil Antara kelompok normal dan EOPE, ekspresi relatif FOXO-3 mRNA menunjukkan ekspresi yang sama dengan normal dengan distribusi homogen antara dua kelompok, p>0.05. Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa ekspresi FOXO-3 pada jaringan plasenta preeklampsia onset dini lebih besar dibandingkan pada kehamilan aterm normal berdasarkan percobaan. Namun, hasilnya tidak signifikan secara statistik. ......Introduction The presence of hypertension in pregnancy induced by preeclampsia is amongst the causative reason of increased maternal mortality in Indonesia. The preeclampsia etiology is still developing, but one idea implies that placental ischemia is present due to the oxidative stress accumulation during the last trimester of gestation, hence leading to persistent hypoxia. One of the factors of oxidative stress accumulation is induced by the increase of FOXO-3. The goal of this observational study using casecontrol design is to look at how the FOXO-3 gene affects oxidative stress in the normal placenta and in early onset preeclampsia (EOPE). Methods The sample consisted of 31 normal pregnancy placentas and 31 EOPE placentas in this case control research. The relative expression of FOXO-3 mRNA was determined using RT-PCR. Results Between the normal and EOPE groups, there are no differences in the relative expression of FOXO-3 mRNA in preeclamptic when being compared to normal with a homogenic distribution between two groups, p>0.05. Conclusion To conclude, the FOXO-3 expression in early onset preeclamptic placental tissue is greater than in normal term pregnancy based on the experiment. However, the result were insignificant in a statistical manner.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Raykhan Rasyada Ralas
Abstrak :
Latar Belakang: Preeklamsia (PE) merupakan kelainan multisistem yang berkontribusi terhadap mortalitas dan morbiditas ibu. Diusulkan bahwa preeklamsia awitan dini/earlyonset preeclampsia (EOPE) menyebabkan lebih banyak komplikasi dan hasil yang lebih buruk dibandingkan preeklamsia awitan terlambat/late-onset preeclampsia (LOPE). Diagnosis dini dan tepat dari kelainan ini dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi ibu dan janin. Salah satu patofisiologi EOPE adalah perubahan bentuk arteri spiral yang tidak memadai akibat invasi tropoblas yang abnormal, yang kemudian mengakibatkan hipoksia pada plasenta. Dalam kondisi hipoksia, metabolisme glukosa melalui glikolisis anaerobik sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas enzim laktat dehydrogenase (LDH). Penelitian ini bertujuan untuk mengamati aktivitas LDH spesifik pada jaringan plasenta wanita dengan preeklamsia awitan dini. Metode: Studi deskriptif cross-sectional ini menggunakan 26 sampel jaringan plasenta dengan preeklampsia awitan dini. Aktivitas spesifik LDH diukur dengan mengamati nilai OD masing-masing sampel melalui spektrofotometer pada 440 nm serta konsentrasi protein yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Karakteristik subjek dari setiap sampel juga diamati, termasuk usia ibu, kehamilan, tekanan darah sistolik (SBP), tekanan darah diastolik (DBP), proteinuria dan berat badan lahir. Analisis data dilakukan melalui aplikasi IBM SPSS versi 27.0. Hasil: Median aktivitas spesifik LDH dari 26 pasien preeklamsia dini pada penelitian ini adalah 2,08 Unit/mg protein. Dari jumlah tersebut, nilai minimum aktivitas spesifik LDH adalah 0,02 Unit/mg protein dan nilai maksimum adalah 5,68 Unit / mg protein. Kesimpulan: Studi ini menemukan bahwa setengah dari aktivitas spesifik LDH sampel adalah 2,08 Unit / mg protein atau lebih. Aktivitas spesifik LDH ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan usia ≥ 35 tahun, multigravida, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, tekanan darah diastolic < 100 mmHg, proteinuria < +3, dan berat badan lahir ≥ 1500 g. ......Introduction: Preeclampsia (PE) is a multisystem disorder that contributes to maternal mortality and morbidity. Early-onset preeclampsia (EOPE) is suggested to lead to more complications and worse outcomes compared to late-onset preeclampsia (LOPE). Early and prompt diagnosis of this disorder can lead to better outcomes for both the mother and fetus. One of the pathophysiology of EOPE is the inadequate spiral artery remodelling due to incomplete trophoblast invasion, which results in placental hypoxia. In hypoxic conditions, glucose is metabolised through anaerobic glycolysis, leading to an increase in lactate dehydrogenase (LDH) enzyme activity. This study aims to observe the specific LDH activity on the placental tissue of women with early-onset preeclampsia. Method: 26 samples were used in this descriptive cross-sectional study. The specific LDH activity was measured by observing the OD value of each sample through a spectrophotometer at 440 nm as well as its protein concentration obtained from a previous study. Subject characteristics of each sample were observed as well, including maternal age, gravidity, systolic blood pressure (SBP), diastolic blood pressure (DBP), proteinuria, and birth weight. Finally, data analysis was done through IBM SPSS software version 27.0. Results: Median specific LDH activity of 26 early preeclamptic patients in this study was 2.08 Unit/mg protein. Of these, the minimum value of specific LDH activity was 0.02 Unit/mg protein and the maximum value was 5.68 Unit/mg protein. Conclusion: This study found that half of the sample’s specific LDH activity was 2.08 Unit/mg protein or more. Specific LDH activity are found higher in patients with maternal age ≥ 35 years old, multigravid, SBP ≥ 160 mmHg, DBP < 100 mmHg, proteinuria < +3, as well as birth weight ≥ 1500 g.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Muhammad Alfian
Abstrak :
Salah satu organ yang paling penting selama kehamilan adalah plasenta yang berfungsi sebagai paru-paru, hati, dan ginjal bagi janin. Seperti yang diketahui, plasenta mampu menghasilkan glukosa dengan menggunakan salah satu enzim glukoneogenensis yaitu enzim Fosphoenolpyruvate Karboksikinase (PEPCK). Kehadiran enzim PEPCK dikaitkan dengan hipoksia yang merupakan indikasi suatu kondisi patologis dan komplikasi pada kehamilan. Dikarenakan masih kurangnya penelitian yang membahas PEPCK dan plasenta, penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi PEPCK pada plasenta normal. Ada 27 sampel plasenta yang dianalisis pada penelitian ini dengan menggunakan sandwich ELISA, untuk mengukur konsentrasi PEPCK. Prinsip sandwich ELISA adalah dengan menggunakan dua antibodi untuk mengidentifikasi antigen PEPCK. Hasil akhir dari percobaan sandwich ELISA diukur menggunakan microplate reader pada 450 nm untuk menentukan konsentrasi protein dan dibagi dengan total konsentrasi protein untuk mendapatkan hasil konsentrasi PEPCK dalam ng/mg protein. Nilai median konsentrasi PEPCK dari 27 sampel plasenta adalah 1.552 ng/mg protein (p<0.05) dengan nilai minimal 0.741 dan nilai maksimum 8.832 ng/mg protein. Hasil dari masing-masing sampel juga diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan karakteristik mereka yang merupakan berat lahir bayi, graviditas ibu, usia kehamilan, dan usia ibu. Konsentrasi PEPCK yang diukur memiliki median sebesar 1.552 ng/mg protein. Konsentrasi PEPCK ditemukan lebih tinggi pada kelompok usia ibu ≥35 tahun, berat lahir bayi <3000 gram, post-term kelahiran, dan primigravida. Nilai PEPCK dari plasenta bisa digunakan sebagai rujukan untuk kondisi patologis pada kehamilan. ......he placenta, one of the most vital organs in pregnancy, is found to be able to produce glucose by using Phosphoenolpyruvate Carboxykinase(PEPCK) enzyme, one of the gluconeogenesis enzymes. The presence of PEPCK is associated with hypoxia, an indication of pregnancy complications. Due to the limited data discussing PEPCK and placenta, this research aims to measure the concentration of PEPCK in the normal placenta. This research uses sandwich ELISA to measure PEPCK concentration of 27 samples. Its principle is by using two antibodies to identify PEPCK antigen. The end result of the experiment is measured using microplate reader at 450 nm to determine the protein concentration and divided by the total protein concentration to get a result in ng/mg protein. The median of measured PEPCK concentration is 1.552 (p<0.05) with a minimum of 0.741 and a maximum of 8.832 ng/mg protein. The results are also classified into four groups based on their characteristics which are the birth weight of the baby, gravidity of the mother, term of pregnancy (gestational age), and maternal age. PEPCK concentration has a median of 1.552 ng/mg protein. PEPCK concentration is found to be higher in ≥35 years old maternal age, <3000 gram birth weight, post term delivery, and primigravida samples. This result can be used as a comparable data for pathological conditions in pregnancies.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
LP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>