Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarif Wijaya Salim
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan Indonesia belum sepenuhnya melaksanakan protokol-protokol ASEAN-SAM seperti yang ditentukan dalam Multilateral Agreement on Air Services MAAS, Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Air Freight Services MAFLAFS, dan Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Passenger Air Services MAFLPAS. Pada tahun 2016, Indonesia telah meratifikasi ketiga perjanjian transportasi udara ASEAN tersebut. Namun, Indonesia sampai saat ini hanya melakukan pembukaan akses kepada maskapai asal ASEAN di lima bandara utama. Implementasi parsial yang dilakukan Indonesia tersebut menjadi pertanyaan dari penelitian ini. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep ACF. Penelitian ini menemukan bahwa implementasi parsial dari ASEAN-SAM merupakan hasil kontestasi politik antara koalisi-koalisi yang memiliki kepentingan berlawanan. Dalam kontestasi ini, koalisi penentang ASEAN-SAM memiliki keunggulan dalam kepentingan dan akses dibanding koalisi pendukung. Hal tersebut membuat koalisi penentang dapat memajukan kepentingannya di tingkat nasional. Hasil ini, apabila dilihat dalam konteks yang lebih luas, menggambarkan hambatan yang dialami Indonesia dalam pengembangan agenda regionalisme ASEAN. ASEAN-SAM memperlihatkan Indonesia masih memiliki agenda nasionalisme yang substansial dalam beberapa institusinya. ......This research aims to explain the reason of Indonesia action not to fully implements ASEAN SAM protocols which are described in Multilateral Agreement on Air Services MAAS, Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Air Freight Services MAFLAFS, and Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Passenger Air Services MAFLPAS. In 2016, Indonesia has already ratified those three agreements. However, until now, Indonesia only opens access to all ASEAN airlines in five main airports. The partial implementation done by Indonesia inspite of ratification makes an intriguing question to be the base of this research. This research would use ACF to answer the problem stated above. The research found that the partial implementation of ASEAN SAM in Indonesia is the result of political struggle between competing coalitions with diverse interests. The result of the research show the resistant coalition has the competitive edges in interest and access against the competing coalitions. This made the resistant coalitions could advance its interest in national arena. The research, viewed in wider context, shows the obstacle faced by Indonesia on the development of ASEAN regionalism agenda. ASEAN SAM shows Indonesia has substantial nationalist agenda in its economic policy.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Abdullah
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas kontestasi elit lokal dalam konflik pembentukan Kabupaten Mamasa dalam kerangka pemikiran Pierre Bourdieu tentang habitus, modal dan ranah (field). Dengan menggunakan metode kualitatif melalui studi kasus, penelitian ini mengkaji perpecahan internal elit Mandar dalam merespon kebijakan pemekaran daerah melalui penetapan Undang-Undang nomor 11 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Mamasa, yang berimplikasi terhadap lahirnya konflik horozontal pada masyarakat Aralle, Tabulahan, dan Mambi (ATM) di Kabupaten Mamasa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa para elit Mandar terpolarisasi ke dalam dua habitus kelompok politik, yaitu kelompok pro pemekaran dan kontra pemekaran. Habitus politik kelompok pro pembentukan Kabupaten Mamasa dilatari oleh kekuasaan atau kemandirian dalam mengelola pembangunan dan kesejahteraan di daerahnya. Sedangkan habitus politik kontra pemekaran Kabupaten Mamasa dilatari oleh upaya mempertahankan relasi etnisitas, keagamaan, dan pengalaman kesejarahan dengan penduduk Mandar. Kedua kelompok politik tersebut memaksimalkan kekuatan modal, baik sosial, ekonomi, budaya maupun simbolik, untuk bertarung memenangkan arena kontestasi pemekaran daerah. Akhirnya, melalui habitus dan kekuatan modal yang dominan, para elit politik pro pemekaran Mamasa berhasil memenangkan kontestasi dengan mempertahankan dan menyukseskan implementasi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2002.
ABSTRACT
This thesis examines the contestation between local political elites over the establishment of the Mamasa Regency, through Pierre Bourdieu?s concepts of habitus, capital and field. Using a qualitative method with a case study approach, this research examines the internal schism among the elites of the Mandar ethnic group in responding to the regional expansion policy through the issuance of Law No. 11/2002 on the Establishment of the Mamasa Regency, which triggers a horizontal conflict in the Aralle, Tabulahan and Mambi (ATM) people in Mamasa regency. This research concludes that the elites of the Mandar ethnic group are polarized into two groups with differing political habitus, which respectively supports and opposes the regional expansion. The habitus of the group supporting the expansion is the seeking of ways to gain the power or independence to manage the region?s infrastructure and people development, whereas the habitus of group opposing the regional expansion is the seeking of ways to maintain ethnic relations as well as preserve religious and historical experiences with the Mandar people. Both political groups utilized various capitals (social, economic, cultural and symbolic) to achieve their respective goals in the arena of political contestation. Ultimately, through powerful habitus and dominant capitals, the pro-regional expansion group succeeded in maintaining the regional expansion and implemented the Law No. 11/2002 on the Establishment of the Mamasa Regency.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library