Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vel, Jacqueline A. C.
Leiden: KITLV Press, 2008
959.86 VEL u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Solomon, Richard H.
Berkeley: University of California Press, 1971
320.95105 SOL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Roskin, Michael G., 1939-
Upper Saddle River: Pearson, 2017
320 ROS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Neo, Boon Siong
Singapore: World Scientific, 2007
351.595 7 NEO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yasin Subekti
Abstrak :
Sejarah Federasi Rusia yang dikenal sebagai pemerintahan sentralistik telah membentuk budaya politik lingkungan warga negaranya menjadi dominan dalam pola tertentu. Khususnya dalam meregulasi mata uang kripto, pemerintah Rusia menciptakan kebijakan yang berkaitan dengan bagaimana sentralisme membentuk lingkungan Federasi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus eksplanatori, dengan menerapkan konsep budaya politik yang terbentuk atas sentralisasi dalam tubuh Federasi Rusia. Pengalaman sejarah Bangsa Rusia yang kental akan pemusatan kekuatan, menjadikan sentralisme memiliki peranan penting dalam Federasi Rusia menentukan suatu kebijakan. Penelitian ini menemukan bahwa Federasi Rusia masih kental akan sentralisme, namun dapat menerima kehadiran mata uang kripto meski dengan syarat terentu. Pemerintah Rusia juga berupaya mensentralisasikan mata uang kripto yang memiliki konsep terdesentralisasi. ......The history of the Russian Federation, which is known as a centralized government, has shaped the political culture of its citizens to become dominant in a certain pattern. Specifically in regulating cryptocurrencies, the Russian government creates policies related to how centralism shapes the Federation environment. This research was conducted using an explanatory case study approach, by applying the concept of political culture formed by centralization within the Russian Federation. The historical experience of the Russian Nation which is thick with the concentration of power, makes centralism have an important role in the Russian Federation in determining a policy. This research found that the Russian Federation is still strong in centralism, but can accept the presence of cryptocurrencies even with certain conditions. The Russian government is also trying to centralize cryptocurrency which has a decentralized concept.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Mayelly
Abstrak :
Dalam era reformasi hubungan komunikasi antara pemerintah, DPR dan masyarakat mengalami stagnasi kemacetan atau ketidakharmonisan itu akibat biasanya visi, isi dan interpretasi tentang arti sebuah negara demokrasi. Reformasi yang ingin memposisikan "Civil Society" dalam bingkai demokrasi diterjemahkan sebagai tindakan serba 'boleh'. Bahkan elite-elite politik pun tidak memiliki ofinitas bersama baik dengan sesama penyelenggara negara maupun dengan masyarakat pihak pentingnya suatu perubahan menuju negara yang lebih demokratis. Apalagi perbedaan kepentingan begitu tajam diantara elite-elite politik yang cenderung menanggalkan aturan main konstitusi (UUD 1945), maka tak heran pakar-pakar hukum ketatanegaraan juga ikut meramaikan polemik seputar sistem pemerintahan yang kita anut. Di satu pihak, ada pakar hukum ketatanegaraan yang menyatakan Indonesia menganut sistem presidensial tidak murni. Artinya, presiden dipilih oleh MPR dan Presiden memiliki hak perogatif untuk mengangkat atau memberhentikan pembantu-pembantunya (menteri) Pasal 17, UUD 1945 hasil amandemen kedua. Sedangkan dilain pihak, ada anggapan bahwa UUD '45 menganut sistem parlementer tidak murni. Anggapan ini berangkat dari beberapa Pasal UUD '45 yang menyatakan setiap kekuasaan presiden harus mendapati persetujuan DPR. Bahkan, dalam interpretasi ini presiden harus dipilih langsung oleh rakyat, dan pembentukan kabinet harus berkonsultasi dengan DPR. Nampaknya, interpretasi para pakar menimbulkan masalah tersendiri ketika pemerintah KH Abdurrahman Wahid kehilangan legitimasinya akibat sistem hubungan komunikasi antara lembaga tinggi dan tertinggi negara yang telah terbangun ditinggalkan. Padahal, dalam sistem hubungan itu telah terjalin komunikasi yang cukup efektif seperti terlihat dalam pasal-pasal UUD '45. Apalagi, dalam pasal-pasal tersebut cukup jelas otoritas atau kewenangan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara. Dari sinilah kemudian muncul penafsiran seakan legislatif sedang membangun proses "Check and Balanced" agar eksekutif tidak terlalu 'kuat' seperti di era orde baru yang cenderung Powerful. Proses hubungan komunikasi antar lembaga-lembaga tinggi dan masyarakat di era transisi ini memang tidak terlepas dari pengaruh kultur politik. Artinya, untuk mengubah proses sosialisai politik masyarakat diperlukan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan tingkah laku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal itu, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. Berangkat dari pemikiran di atas pertikaian pemerintah versus DPR, yang berimplikasi langgsung kepada masyarakat menjadi menarik ketika presiden bersikeras untuk mengeluarkan dekrit dan respon oleh MPR/DPR dengan segera melakukan Sidang Istimewa yang dipercepat. Tentu saja, kemacetan hubungan kemacetan hubungan komunikasi jadi di saat era reformasi menjaga konsolidasi demokrasi. Oleh karena itu, penulisan tesis ini akan meneliti lebih jauh subtansi masalah kemacetan hubungan komunikasi antara pemerintah dan DPR, serta implikasinya terhadap mesyarakat. Penelitian ini juga akan mengkaji peran media dalam pertikaian pemerintah-DPR yang disinyalir ikut memankan peran sehingga opini publik terbentuk untuk berpihak kepada salah satu kekuatan. Dan maksud mencari temuan-temuan dibalik pertikaian pemerintah versus DPR yang diduga ada perbedaan secara subtantif mengenai aktualisasi reformasi dan implementasi kekuasaan lintas pantai.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ah. Zainul Milal
Abstrak :
Proses-proses politik di parlemen sangat diwarnai perilaku-perilaku anggotanya dalam mendistribusikan kekuasaan dan pencarian dukungan untuk legitimasi. Melalui perubahan konstitusi dan pembentukan berbagai perundang-undangan, sistem politik dinegosiasikan dengan proses-proses politik seluruh elemen bangsa terutama para anggota parlemen. Bagaimana suatu proses-proses politik di parlemen berlangsung, bagaimana strategi-strategi parlemen memperoleh kembali legitimasi dan bagaimana pula perilaku mereka mempergunakan dan memproduksi kekuasaan. Sehingga pada gilirannya, bagaimana jejaring patron-klien memproduksi kekuasaan dan siapa yang sebenarnya memainkan kekuasaan di pentas perpolitikan Indonesia. Dengan demikian, budaya politik parlemen merupakan konstruksi budaya yang dihasilkan dari proses timbal balik antara struktur (sistem dan budaya lama) dengan kesadaran subyektif (upaya-upaya perubahan dan perilaku anggota parlemen). Untuk menemukan konstruksi budaya politik tersebut, penelitian ini meletakkan antropologi politik sebagai sebuah pendekatan kualitatif, khususnya pirantinya mengenai pendekatan dinamik yang mempertimbangkan historical time. Pendekatan ini melihat dinamika proses-proses politik sehingga memungkinkan untuk mengoptik perilaku dan aktivitas politik, bahkan masuk ke ruang-ruang `eksotik' kekuasaan yang tersembunyi. Untuk kepentingan analisa, penelitian ini meminjam perangkat hermeneutika sosial yang diperkenalkan Littlejohn, pendekatan "praksis" yang diperkenalkan Boudieu dan "wacana" yang diperkenalkan Foucoult. Dari data yang diperoleh, ditemukan berbagai peristiwa yang menunjukkan adanya konstitusi yang masih bermasalah, sehingga negosiasi-negosiasi politik lebih banyak dilakukan di luar prosedur dan mekanisme resmi seperti di kafe-kafe. Operasionalisasi `amplop' sebagai suatu pesan menjadi pintu masuk mengungkapan praktek-praktek suap, korupsi dan money politic di parlemen. Tradisi patemalistik terlalu akut membekam mentalitas bangsa Indonesia, sehingga perilaku 'sungkan' yang terbungkus dalam `amplop' makin memperkuat patronase. Para parlemen selalu aktif mencari `celah' untuk menjaga eksistensinya dan harus memasuki dan mengikuti jaringan suap pada patron-klien. Dari sinilah, ditangkap mengapa sulit sekali memilah-milah antara kepentingan politik, hukum dan ekonomi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Wadsworth/Cengage learning, 2010
320.473 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wiarda, Howard J.
Abstrak :
Notes:Political culture refers to the basic values, ideas, beliefs and political orientations by which countries, societies, and whole regions are guided. The underlying belief systems that shape cultures and societies and cause them to behave in certain, often distinct ways. The puzzle or query that chiefly concerns this author is why the United States (US) and its foreign policy have such a hard time understanding cultures and societies other than their own. This provocative book argues that the US needs to end its attitudes of superiority and condescension toward other nations and cultures and redirect its foreign policy accordingly. After an introduction that sets forth the main theoretical and conceptual arguments, the next chapters explore all the main areas of the world. The Conclusion pulls all these themes together, analyzes the common patterns that emerge, and suggests new directions for U.S foreign policy
London; New York: Routledge, 2016
327.73 WIA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Astuti
Abstrak :
The past five years have held tremendous significance for the process of nation building in Malaysia. Civil society and voters, especially in urban areas, are making new and strong demands on the government, in fact on governance per se; the opposition parties that managed to pull off successful electoral upsets in 2008 have formed a viable coalition to challenge the long-term federal government; and the federal government itself has been trying to adopt a reformist image without alienating its numerous conservative supporters.
Singapore: Institute of South East Asia Studies, 2013
e20442226
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>