Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luh Budiaprilliana
"Penciptaan ini dilatarbelakangi ketertarikan pencipta terhadap prasi. Prasi mulai ditinggalkan generasi muda. Seni prasi mempakan seni menoreh gambar di atas daun lontar. Dalam prasl terkandung seni visual berupa gambler ilustrasi serta seni sastra berupa naskah-naskah lontar mengandung nilai moral. Pada tulisan ini dirumuskan tiga masalah yakni, bagaimanakah menciptakan media yang sesuai untuk pengenalan prasi kepada remaja?, bagaimana mentransformasikan prasi ke dalam bentuk animas digital?, bagaimana bentuk/wujud prasi digital? Tujuan dari penciptaan ini yaitu merancang media pembelajaran untuk mengenal prasi. Sasaran dari penciptaan ini adalah remaja usia 12-18 tahun (siswa SMP dan SMA) di Buleleng. Pada penciptaan ini melalui tiga tahapan yakni eksplorasi, eksperimentasi, dan proses perancangan. Adapun teori yang digunakan pada penciptaan ini meliputi teori simulasi, transformasi, dan semiotika.
Hasil cipta pada penciptaan ini terdiri dari karya utama dan karya pendukung. Karya utama yaitu berupa karya animasi Prasimotion dengan judul Kacarita Pedanda Baka. Karya animasi tersebut merupakan animas 2D yang visualisasinya dibuat seakan-akan animasi tersebut terjadi di atas daun lontar. Selain karya utama terdapat juga karya pendukung berupa animasi slideshow dengan mengambil cerita label lain dari rangkaian label dalam Tantri Carita. Media ini dirancang untuk dapat dibawa ke berbagai tempat dengan hanya mengaksesnya dari gadget saja. Selain karya pendukung berupa animasi Slideshow ini juga akan dibuat media pendukung berupa poster, X-banner, dan prototype prasi dalam bentuk printout."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 JSRD 21:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengungkapkan bentuk-bentuk adegan erotis yang terdapat di dalam karya seni prasi ali. Seni prasi yang dimaksudkan disini adalah gambar yang dibuat di atas daun lontar, Selanjutnya, bentuk-bentuk adegan erotis tersebut dijadikan bahan untuk melakukan kritik seni yaitu untuk menemukan kaidah estetik yang melatarbelakangi karya seni prasi tersebut.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah melakukan penilaian secara obyektif atas realitas adegan erotis yang ditemukan dalam seni prasi Bali. Sehingga di dalam memandang adegan-adegan erotis yang terdapat dalam seni prasi tersebut menjadi proporsional, dan dapat megungkapkan kaidah-kaidah estetik yang mempengaruhi sampai terlahirnya sebagai sebuah genre seni yang memiliki motif dan karakteristik tersendiri.
Analisis dan kritik estetik [aesthetic criticism] yang dulakukan atas unsur adegan erotis tersebut adalah dengan berpegang pada teori bentuk estetik [aesthetic form] yang dirumuskan oleh The Liang Gie dalam bukunya Garis besar Estetik [Filsafat Keindahan]. Dalam penerapan teori tersebut, penetuan gambar-gambar yang berupa adegan erotis di dalam seni prasi Bali dilakukan dengan menerapkan metode kualitatif, serta dibantu dengan teknik foto yang disebut micro-piece.
Namun, dalam penelitian ini pengambilan contoh belum secara komprehensif, tetapi masih terbatas pada beberapa naskah prasi. Sekalipun demikian, suatu kesimpulan yang dapat dicapai dalam penelitian ini, bahwa seni prasi sebagai genre seni [rupa] yang memiliki motif dan karakterisitik tersendiri, yang menunjukkan adanya pengambilan pada sumber karya sastra tertentu dan menampilkan pengaruh dari "dunia pewayangan". Nilai-nilai estetik banyak dipengaruhi oleh poetika Sansekerta, yakni yang disebut srengara rasa, yang mencangkup vipralambha-srengara dan sambhoga-srengara, sebagai unsur yang esensial di samping sembilan rasa [nawa rasa] lainnya.**"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"Prasi merupakan suatu genre sastra dan seni yang dilahirkan dalam tradisi sastra masyarakat Bali. Gambar wayang klasik dalam lontar prasi itu dihasilkan dari teknik seni `menggores' sehingga disebut "scratched illustration". Dilihat dari korpus naratifnya terutama dari segi manner of representation-nya, maka prasi termasuk genre epik (itihasa). Karya-karya prasi Bali umumnya dipandang memiliki nilai estetik yang tinggi. Di samping itu, juga mengandung unsur-unsur komik, sehingga sering disebut "komik tradisional".
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan mengungkapkan nilai estetik dan unsur komik naskah prasi Bhomakawya. Naskah ini memperliatkan kekhasan tersendiri dibanding dengan karya-karya prasi Bali umumnya, baik dari segi ungkapan intra-teks (bentuk ungkapan visual dan verbal) ataupun ekstra-teks (kultural). Masalah utama yang dikaji, yakni: (1) kaidah estetik apa yang mendasari dan bagaimana bentuk ungkapan estetik prasi Bomakawya, dan (2) bagaimana bentuk ungkapan kekomikan prasi dan apa fungsinya dalam struktur naratifnya.
Untuk menjawab masalah tersebut, maka dalam penelitian diterapkan teori rasa sebagai alat untuk menelaah unsur naratif sekaligus kaidah estetik yang "mengakari" dan teori bentuk estetik (aesthetic form) untuk melihat bentuk ungkapan estetiknya. Dalam kaitan itu, juga didukung dengan penerapan metode kualitatif untuk pengumpulan data. Berdasar metode kerjaa dan pengetrapan teori tersebut, maka dapat ditarik beberapa simpulan: pertama, secara sosiotekstologis, penciptaan prasi Bhamakawya menunjukkan kaitan erat baik dengan sastra kakawin Bhomakawya/Bhomintaka maupun pertunjukan wayang kulit. Dari struktur cerita terbukti muncul tokoh-tokoh punakawan di dalamnya; tokoh yang tidak dikenal dalam kakawin Bhomakawya.
Kedua, sebagai suatu genre, prasi Bhomakawya terikat oleh beberapa konvensi, yakni konvensi sastra, bahasa, dan budaya. Pada dasarnya struktur prasi Bhomakawya terikat oleh struktur naratif epik, yang "diakari" oleh kaidah estetik sastra kakawin (Jawa Kuno) dan estetik karya (India). Berdasarkan analisis teori rasa, maka bentuk ungkapan estetik yang menyolok dalam prasi Bhomakawya ini antara lain: (1) mantra (perundingan), (2) prayana (keberangkatan ke medan perang), (3) uji (pertempuran di medan perang), (4) udyanakrida (percengkramaan di taman), dan (5) nayaka (pujian bagi sang pahlawan).
Ketiga, ungkapan unsur kekomikan (hasya rasa) dalam prasi Bhomakawya ini merupakan bagian yang integral dari kaidah estetikanya. Kekomikan (hasya rasa) yang terjalin dalam kesatuan lingual dan tematik ini dinyatakan dalam bentuk visual dan verbal, dapat dikenali melalui ungkapan: (I) svagata/atmastha (laughing with), dan paragata/parastha (laughing at). Fungsi estetik ungkapan kekomikan (hasya rasa) itu, yakni: (1) sebagai media hiburan (pemenuhan hasrat keindahan), dan yang lebih penting (2) sebagai alat edukasi seni/sastra melalui suatu tindak apresiasi dan kreasi teks yang lebih menarik dan relevan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library