Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Rizky Isnaini
Abstrak :
Praktik kerja profesi di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama periode bulan Januari tahun 2018 bertujuan untuk memahami peran, tugas dan tanggung jawab apoteker dalam praktek pelayanan kefarmasian di puskesmas; memiliki pengetahuan, sikap perilaku, wawasan, serta pengalaman nyata dalam melaksanakan praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas; melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan praktek profesi apoteker; memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktik dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas; serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di puskesmas. Tugas khusus yang diberikan berupa pengkajian resep berdasarkan persyaratan administrasi terhadap seratus resep pertama pada tanggal 20 Februari 2018. Tujuan dari tugas khusus adalah mengkaji resep berdasarkan persyaratan administrasi dan untuk mencegah peluang munculnya medication error. ...... Internship at Kebayoran Lama Primary Health Center Period of February 2018 aims to understand the role, duties, and responsibilities of pharmacist in pharmaceutical practice in Primary Health Center; to have knowledge, insight and experience as a pharmacist in Primary Health Center; to learn about strategies and development of pharmaceutical practice; to understand the challenges and how to overcome the challenges in pharmaceutical practice; and to be able to communicate with other healthcare professional in Primary Health Center. The special assignments was about prescription review based on administrative requirements for the first hundred prescriptions on February 20, 2018. The purpose of this special task is to review the prescription based on administrative requirements and to prevent the possibility of medication errors.
Depok: Fakultas Farmasi, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waralita Mayudanti
Abstrak :
ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama bertujuan agar Calon Apoteker mampu memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di Puskesmas sesuai dengan ketentuan dan etika pelayanan farmasi, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku, serta wawasan dan pengalaman nyata untuk melakukan praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas dan memiliki gambaran tentang permasalahan serta strategi pengembangan praktek kefarmasian di Puskesmas, dan mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di Puskesmas. Praktek Kerja Profesi di Puskesmas tersebut dilaksanakan selama 10 hari yaitu pada tanggal 9 Oktober hingga 20 Oktober 2017. Tugas khusus yang diberikan pada saat praktek kerja profesi yaitu Penyuluhan Mengenai Diare pada Anak di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama. Tugas khusus tersebut bertujuan melaksanakan upaya kesehatan promotif dan preventif untuk mencegah ketidaktepatan penanganan diare pada anak di rumah dan menurunkan angka kunjungan pasien diare ke Puskesmas
ABSTRACT
Internship at Kebayoran Lama Primary Health Center was intended to make Apothecary student understand roles and responsilibities of pharmacists in primary health center, as well as to practice pharmaceutical services in accordance with applicable laws and ethics, to have insight, knowledge, skills and practical experience in undertaking pharmaceutical practices in primary health center, to have insight of pharmaceutical practice issues and to learn strategies and activities that can be undertaken in the course of pharmaceutical practice development. Internship at Kebayoran Lama Primary Health Center was held for ten days that started at 9 October until 20 October 2017. Special assignment was given by title Public Counseling about Diarrhea in Children at Kebayoran Lama Primary Health Center. The purpose of this special assignment was to implement promotive and preventive health efforts, to prevent the inappropriateness of handling diarrhea in children at home and to reduce the number of diarrhea patients visit to the primary health center
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rizky Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif. Praktik kerja profesi apoteker di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru bertujuan untuk memahami peranan, tugas dan tanggung jawab apoteker di puskesmas sesuai dengan ketentuan dan etika pelayanan farmasi dan pelayanan kesehatan; memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap prilaku serta wawasan dan pengalaman untuk melakukan praktek profesi dan pekerjaan kefarmasian; mempelajari Strategi dan pengembangan praktik profesi Apoteker di Puskesmas; memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktik dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas; mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di Puskesmas.
ABSTRACT
Primary Health Center is a health care facility that organizes public health efforts and the efforts of individual health first rate, with more emphasis promotive and preventive efforts. The aims of internship at Kebayoran Baru Primary Health Center were to understand jobs and duties of pharmacist in Primary Health Center legally and ethically; to make students have the knowledge, skills, attitudes and behavior of insight and experience to do pharmaceutical care practice; to make students learn the strategy and activity in developing pharmaceutical practice; to make students experience pharmaceutical practice problems; and to make students able to communicate and interact with other health professionals who served in primary health center.
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Tritunggariani
Abstrak :
Ketidaksesuaian penggunaan obat merupakan masalah yang sering dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan primer (Puskesmas). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita ISPA bukan pneumonia mendapatkan antibiotika yang seharusnya tidak perlu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai penggunaan obat pada pengobatan ISPA bukan pneumonia di puskesmas perawatan di Kota Bekasi tahun 2001 dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidaksesuaian pengobatan ISPA bukan pneumonia di puskesmas perawatan Kota Bekasi tahun 2001 dengan buku pedoman pengobatan. Penelitian ini dikerjakan dengan cara potong lintang di lima puskesmas perawatan, yaitu Puskesmas Pondok Gede, Pejuang, Karang Kitri, Bojong Rawa Lumbu, dan Bantar Gebang I. Variabel independen terbagi menjadi tiga kelompok faktor yaitu predisposing (pendidikan, pelatihan, pengetahuan, sikap, lamanya melaksanakan tugas), enabling (ketersediaan obat dan ketersediaan serta pemanfaatan buku pedoman), reinforcing (supervisi dan monitoring). Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA bukan Pneumonia dengan buku pedoman pengobatan adalah 70 % dan terdapat 25 jenis obat yang diantaranya merupakan obat "brand name". Hasil analisis bivariat menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara faktor predisposing (pengetahuan dengan p = 0,000 dan sikap dengan p = 0,000), reinforcing (supervise dengan p = 0,001 dan monitoring dengan p = 0,005). Dengan melihat tingginya proporsi ketidaksesuaian penggunaan obat dan banyaknya jenis obat.yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan tersebur merupakan masalah yang harus ditangani secara proporsional. Untuk itu disarankan kepada pejabat berwenang di Dinas Kesehatan Kota agar melakukan pengaturan kembali terhadap obat-obat yang digunakan di puskesmas dan meningkatkan kesesuaian penggunaan obat dengan buku pedoman pengobatan. khususnya pada ISM bukan pneumonia. Disamping itu untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah subyek yang dileliti. Daftar bacaan: 22 (1982 - 2000)
Inappropriate use of drug is the problem often meets in primary health center (Puskesmas). Some research showed that most of all patients with ARI non-pneumonia receive unnecessary drug such as antibiotic. The aim of this research was to know profile about use of drugs of treatment ARI non-pneumonia in primary health center plus of Bekasi in 2001. Beside that the purpose of research is to know the factors related to inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline in primary health center plus of Bekasi in 2001. The method of this research is cross sectional in five primary health center plus. It is Pondok Gede, Pejuang, Karang Kitri, Bojong Rawa Lumbu, and Bantar Gebang I. Independent variables were divided into three categories. It is predisposing factors (education, training, knowledge, attitude, and working time), enabling (stock of drugs and use of treatment guideline), and reinforcing (supervision and monitoring). Dependent variable was the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline. The result of this research showed that inappropriate use of drugs of treatment ART non-pneumonia with treatment guideline proportion is 70 % and several of drug is 25 items, it is any drugs with brand name. Among independent variables tested, only 4 variables have significant relationship to the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline. Those variables were predisposing factors (knowledge with p = 0,000; attitude with p = 0,000) and reinforcing factors (supervision with p = 0,001 and monitoring with p = 0,005). Based on the result of this research such as the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline and various drug item, we can conclusion that it condition is a problem must do with proportional. It was suggested that the district official government to regulate use of drug in primary health center facilities (Puskesmas) and provide appropriate use of drugs with treatment guideline especially treatment ARI non-pneumonia. It was also recommended to the next researcher to add independent variables. References: 22 (1982-2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pujiati
Abstrak :
Penyakit tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar yang sedang dihadapi Indonesia, karena jumlah penderitanya menduduki urutan ketiga di dunia. Pengobatan yang dimulai segera merupakan tindakan yang penting dalam program penanganan TBC yang efektif. Keterlambatan pengobatan TBC atau ketidaktepatan waktu memulai pengobatan oleh penderita TBC setelah didiagnosis BTA positif dapat menyebabkan keparahan dan kematian penderita TBC, memperpanjang transmisi dan dapat meperluas penyebaran penyakit ke komunitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi ketidaktepatan waktu memulai pengobatan oleh penderita TBC paru setelah didiagnosis BTA positif, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan tersebut. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang, dilakukan dari 1 Januari 2007 ? 23 Desember 2008 di Kecamatan Ciracas. Ketidaktepatan berdasarkan form TB 01 dari penderita TBC paru baru BTA positif yang teregistrasi di Puskesmas Kecamatan Ciracas dan Puskesmas Kelurahan Ciracas. Ketidaktepatan didefinisikan sebagai waktu pengambilan OAT oleh penderita dalam atau lebih dari 1 (satu) hari, yang dihitung dari tanggal hasil pemeriksaan dahak akhir sampai pertama kali mengambil OAT. Faktor risiko yang berhubungan dengan ketidaktepatan tersebut dianalisis dari perspektif penderita yang diperoleh melalui wawancara penderita dengan kuisioner terstruktur. Untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan bermakna secara statistik digunakan metoda statistik regresi logistik. Sejumlah 286 penderita TBC paru baru BTA positif (165 orang pria dan 121 orang wanita) telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari penelitian didapatkan 57,7% yang mengalami ketidaktepatan, dengan rata-rata dan median waktu ketidaktepatan berturut-turut 3,29 hari dan 2 hari. Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, akses ke Pelayanan kesehatan, anggapan pasien terhadap penyakit dan pengetahuan tentang TBC dengan ketidaktepatan. Dengan analisis multivariat diperoleh faktor socioekonomi dan anjuran berobat merupakan faktor risiko yang berhubungan bermakna dengan ketidaktepatan. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat 57,7% penderita TBC paru baru BTA positif yang memulai pengobatan dalam atau lebih dari 1 hari setelah pemeriksaan dahak dan faktor yang mempengaruhi kejadian tersebut adalah sosioekonomi dan anjuran berobat.
Tuberculosis (TB) disease remains a major public health problem in Indonesia, which is the third highest burden of TB globally. Immediate initiation of treatment are essential for an effective tuberculosis (TB) control program. A delay of TB treatment commencement is significant to both disease prognosis at individual level and transmission within the community. The objective of this study was to determine the proportion of TB patients who had delayed in treatment commencement after diagnosis, and to analyze the factors affecting the delay. A Cross sectional study was conducted from 1 January 2007 to 23 December 2008 in Ciracas district. The study was based on TB 01 form of registered patients in Primary health center of Ciracas district and Ciracas sub district. A delayed treatment was defined as time interval between diagnosis and start of DOTS treatment attained within or more than 1 days. Associated risk factors of treatment delay was analyzed from patient perspective. Patients were interviewed using a structured questionnaire. Logistics regression analysis was applied to analyze the risk factors of the delay. A total of 286 newly smear positive diagnosed pulmonary TB patients (165 males and 121 females) participated in this study. Approximately 57.7% of patients were treated within and more than 1 days after sputum diagnosed. The mean and median delayed treatment were 3.29 days and 2 days, respectively. No significant association was found between delayed treatment and sex, age, education, occupation, access to Primary health center, perceived of disease and TB knowledge. However, using the multivariate analysis, socio-economic and treatment advice were significant risk factors for delayed treatment. To sum up, there are 57.7% newly smear positive diagnosed pulmonary TB patients who treated within and more than 1 days after sputum diagnosed. Socio-economic and treatment advice were the associated risk factors.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25732
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiya Nur Afida
Abstrak :
Pengelolaan obat di puskesmas perlu dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mencegah kerugian karena umunya anggaran untuk pengadaan obat daerah di Indonesia sebesar 40% dari total anggaran biaya kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian seluruh tahap pengelolaan obat. Desain yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasional dengan pendekatan secara deskriptif-evaluatif menggunakan indikator mutu pengelolaan obat yang tersandar. Indikator terdiri atas tahap seleksi, perencanaan, permintaan dan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Subyek penelitian ini yaitu Puskesmas X. Data diambil secara retrospective berupa penelusuran dokumen pengelolaan obat tahun 2021 dan concurrent berupa observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil penilaian indikator terhadap standar literatur terbaru oleh Satibi. Hasil penelitian menunjukkan dari 26 indikator terdapat 8 indikator yang sesuai dan 18 indikator yang belum sesuai. Indikator pengelolaan obat yang belum memenuhi standar yaitu usulan obat ke formularium (tidak), kesesuaian item dengan fornas (68,52%), kesesuaian item dengan pola penyakit (81,82%), ketepatan item perencanaan (110,96%), ketepatan jumlah perencanaan (320,00%), kesesuaian jumlah permintaan (59,56%), kesesuaian item penerimaan (70,73%), kesesuaian jumlah penerimaan (15,52%), penyimpanan sesuai bentuk sediaan (86,28%), penyimpanan sesuai suhu (93,19%), penyimpanan narkotika (97,61%), penyimpanan sesuai FEFO (91,90%), penyimpanan high alert (63,13%), penyimpanan LASA (11,44%), ITOR (4,26 kali/tahun), item stok aman (77,16%), item stok berlebih (22,84%), obat tidak diresepkan (45,68%), nilai obat kedaluwarsa (2,18%), dan kesesuaian jumlah fisik obat (96,63%). ......Drug management in needs to be carried out effectively and efficiently to prevent losses because generally the budget for regional drug procurement in Indonesia is 40% of the total health budget budget. This study aims to analyze the accuracy of all stages of drug management. The design used in this study is observational with a descriptive-evaluative approach using standardized drug management quality indicators. The indicators consist of the stages of selection, planning, request and acceptance, storage, distribution, control, recording and reporting, as well as monitoring and evaluation. The subject of this research is X Health Center. The data were taken retrospectively in the form of searching for drug management documents in 2021 and concurrently in the form of observations and interviews. Data analysis was carried out by comparing the results of the indicator assessment against the latest literature standards by Satibi. The results showed that of the 26 indicators, 8 indicators were appropriate and 18 indicators that were not. Indicators of drug management that do not meet the standards are drug proposals to the formulary (no), suitability of items with Formularium Nasional (68.52%), suitability of items with disease patterns (81.82%), accuracy of planning items (110.96%), accuracy of planning amount (320.00%), suitability of the number of requests (59.56%), suitability of receiving items (70.73%), suitability of the number of receipts (15.52%), storage according to dosage form (86.28%), storage according to temperature (93.19%), storage of narcotics according to regulations ( 97.61%), storage according to FEFO system (91.90%), suitability of high alert storage (63.13%), suitability of LASA storage (11.44%), ITOR (4,26 times/year), safe stock items (77.16%), excess stock items (22.84%), non-prescribed drugs (45.68%), expired drug value (2.18%), and the suitability of the physical amount of the drug (96.63%).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grandi Esra Jeremy S.
Abstrak :
Skripsi ini membahas gambaran faktor organisasional penyebab burnout pada pekerja garis depan di Puskesmas. Peneltian dilaksanakan di Puskesmas X diwilayah Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya beberapa faktor organisional penyebab burnout ditemukan diantara pekerja garis depan di Puskesmas X. Namun, apabila tindakan preventif tidak segera dilaksanakan, faktor-faktor organisasional yang lain akan berkembang dan menghambat kemampuan puskesmas dalam memberikan layanan-layanan kesehatan. ......This undergraduate thesis discusses an overview of organizational factors as the cause of burnouts to front-line workers at primary health center. This research is conducted at a primary health center located in Jakarta. This research uses a qualitative method with a descriptive design. The results of this study shows only a few of these factors have been found among front-line workers. However, if preventive measures aren’t implemented, other factors will grow and hinder public health center’s ability to provide healthcare services.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharno
Abstrak :
Masalah pokok yang dihadapi oleh organisasi kerja terutama adalah pencapaian tujuan atau sasaran dengan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien dan penyediaan iklim atau suasana kerja yang dapat meningkatkan motivasi kerja dan tingkat kesejahteraan dari anggotanya. Salah satu aspek yang penting bagi petugas puskesmas dalam pencapaian tujuan program puskesmas digambarkan dengan meningkatnya penggunaan alokasi waktu kerja produktif yang meliputi kegiatan pelayanan kesehatan, penunjangladministratif, perkenan pribadi dan waktu kerja tidak produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alokasi waktu kerja produktif tenaga Dokter dan Bidan KIA di Puskesmas Kota Tangerang Propinsi Banten Tahun 2001. Rancangan penelitian ini adalah survei observasional dan cross sectional untuk mendapatkan gambaran penggunaan alokasi waktu kerja produktif dan melihat hubungan umur, pendidikan, pendapatan, kemarnpuan, pengalaman, pengetahuan, sikap, motivasi, situasi kepemimpinan, struktur disain organisasi, sarana prasarana dengan penggunaan alokasi waktu kerja. Pada penelitian pengamatan sampel penelitian adalah 4 Puskesmas (Paris pelawad, Cibodasari, Ciledug, Jatiuwung) dengan unit analisis tenaga Dokter dan Bidan KIA. Pada penelitian cross sectional sampel penelitian adalah tenaga Dokter dan Bidan KIA di 22 Puskesmas Kota Tangerang yang berjumlah 95 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alokasi waktu kerja produktif tenaga kesehatan Puskesmas sebesar 52,4%. Dengan metoda work sampling diperoleh kegiatan penunjang/administrasi sebesar 27,2%; kegiatan pelayanan kesehatan sebesar 24,8%; kegiatan perkenan pribadi sebesar 3,3% dan kegiatan tenaga Dokter 53,3%; tenaga Bidan 57,3%. Faktor pendidikan, pengalaman, sikap, struktur disain organisasi, sarana prasarana berhubungan bermakna dengan penggunaan alokasi waktu kerja. Sementara faktor umur, pendapatan, kemampuan, pengetahuan, motivasi, situasi kepemimpinan tidak berhubungan bermakna dengan penggunaan alokasi waktu kerja produktif. Hubungan yang dominan dengan penggunaan alokasi waktu kerja produktif adalah pengalaman, sarana prasarana, struktur disain organisasi dan pendidikan Pengalaman kerja, tersedianya sarana prasarana yang lengkap, struktur disain organisasi yang jelas dan pendidikan petugas sangat berperan dalam meningkatkan penggunaan alokasi waktu kerja produktifnya. Dinas Kesehatan agar memperhatikan aspek ini karena terbukti telah dapat meningkatkan penggunaan alokasi waktu produktifnya. ......The main barriers which always facing by work organization is how to achieve the objectives or aims by using the resources eficiently and provide working environment which could improve work motivation and welfare of the members. One of the important aspect for public health centers staffs to achieve programs objectives describe by the increasing of productive working time allocation usage, including, health services activities, administratif activities, personal activities, and non productive working time. This research aimed to find out description and factors related to utilizing of Productive Working Time Allocation of Physicians and Midwives in Mother Child health division (KIA) in Primary health Center Tangerang, Province of Banten. Design of this research using cross sectional design and observational design to find out correlation between age, education, income, skill, experience, knowledge, attitude, motivation, leadership, organizational structure design, infrastructure with working time allocation usage. Sample of this research is 4 primary health center (Poris pelawad, Cibodasari, Ciledug, Jatiuwung) with unit analysis Physicians and Midwives in KIA division. For cross sectional design, the sample is 95 Physicians and Midwives of KIA division from 22 Primary health center. The results showed that productive working time allocation usage by medical personnel in primary health centers is 52,4%. By work sampling method administration activity is 27,2%, health service activity is 24,8%, self inisiatived activity is 3,3% and Physicians activity is 53,3%, also Ntidewives activity is 57,3%. Education, experience, attitude, organization design structure, and infrastructure have significant relationship with working time allocation usage. The other factors like, age, income, knowledge, skill, motivation and leadership have no significant relationship to usage of working time allocation. Dominant relationship to usage of working time allocation are experience, infrastructure, organizational design structure and education. Experience, good infrastructure, clear organizational design structure, and education have important to increase productive working time allocation. Health office should be consider this aspects to improve primary health centers performance.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivony Jeremia
Abstrak :
ABSTRAK
Kegiatan praktik kerja profesi di Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan dilakukan agar calon apoteker mampu memahami peran, tugas dan tanggung jawab apoteker di puskesmas; memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku, wawasan dan pengalaman nyata untuk melakukan praktik kefarmasian; memiliki gambaran nyata mengenai permasalahan serta mempelajari strategi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktik kefarmasian; dan mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain di puskesmas. Selain itu, calon apoteker diharapkan untuk memahami struktur serta jenis pelayanan kefarmasian di puskesmas. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian di puskesmas, apoteker diharapkan dapat berinteraksi dengan baik oleh pasien. Hal ini juga diutarakan pada salah satu standar pelayanan kefarmasian, yaitu pelayanan informasi obat. Oleh karena itu, pada tugas khusus dilaksanakan kegiatan penyuluhan menggunakan leaflet sebagai realisasi dari pelayanan informasi obat.
ABSTRACT
Pharmacist professional practice at Setiabudi District Primary Health Center South Jakarta was conducted for prospective pharmacist to understand the roles, duties and responsibilities of a pharmacist in a primary health center; obtain knowledge, skills, professionalism, insights and experiences to perform pharmacy practice; to have real conception of problems and study the strategies to overcome in overall pharmacy practice development; and to communicate also to interact with other health professionals in the primary health center. Prospective pharmacist also expected to gain communication skills to patients. This matter also regulated in the pharmaceutical care standard, which is medicine information service. Thus, special assignment was carried to conduct health education using leaflets as a realization of medicine information service.
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library