Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haar, B. ter
Djakarta: Bhratara, 1972
347.026 HAA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haar, B. ter
Jakarta: Bhratara, 1972
347.02 HAA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlisa loebby
"ABSTRAK
Dengan telah diundangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah ditetapkan pula bahwa kita menganut sistim Peradilan Pidana yang terpadu, sehingga di dalam pelaksanaan Peradilan Pidana merupakan suatu kesatuan pendapat maupun proses dalam mencari keadilan. Maka diperlukannya suatu keterpaduan dalam pelaksanaan Peradilan Pidana terutama untuk tercapainya efektifitas dari pencegahan, pemberantasan kejahatan maupun pembinaan narapidana, karena dalam sistim peradilan Pidana terdapat beberapa unsur yang saling ber hubungan satu dengan yang lain didalam memaksanakan tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan Peradilan Pidana. Unsur-unsur tersebut adalah Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Permasyarakatan yang belum mempunyai Undang-Undang tersendiri maka Kepolisian mempunyai Undang-Undang Pokok Kepolisian, kejaksaan mempunyai Undang-Undang Pokok Kejaksaan dan Kehakiman mempunyai Undang-Undang Pokok Kehakiman. Di samping Undang-Undang Pokok masing-masing lembaga tersebut, masih ada suatu undang-undang yang mengatur pula perihal peradi lan pidana yakni Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sehingga haruslah dicari bagaimana hubungan antara undang-undang pokok masing-masing lembaga tersebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut disamping itu juga menjadi permasalahan sejauh mana Fungsi dan wewenang masing-masing lembaga didalam melaksanakan Peradilan Pidana. Ternyata bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah diintrodusir lembaga Pra Peradilan dan Lembaga Hakim Pengawas dan Pengamat, sehingga dengan demikian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah memberikan fungsi dan wewenang yang lebih kepada Hakim di banding dengan masa Reglemen Indonesia yang diperbaharui, sehingga amat menarik perhatian kami untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana wewenang serta fungsi Kehakiman yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sulaikin
Jakarta: Kencana, 2006
347.01 LUB h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Maruarar
Jakarta: Konstitusi Press, 2005
342.06 SIA h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Malvin Nugroho
"Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat dalam amar putusannya menyatakan mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris berupa pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan. Notaris (Terlapor) dan Pelapor tidak melakukan upaya hukum banding dan Majelis Pemeriksa Pusat memeriksa dan menyatakan Notaris tidak melakukan pelanggaran Undang- Undang Jabatan Notaris. Kewenangan menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara diberikan kepada Majelis Pengawas Pusat dan hukum acara tidak mengatur kewenangan Majelis Pengawas Pusat untuk melakukan pemeriksaan atas Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah berupa usul pemberhentian sementara, tanpa adanya upaya hukum banding, bahkan terjadi penyimpangan hukum acara dalam pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah, Wilayah dan Pusat. Masalah yang menjadi pokok penelitian ini, bagaimana implikasi hukum terhadap Putusan Majelis Pemeriksa Notaris yang diterbitkan, dengan menyimpang dari hukum acara. Dalam menjawan masalah tersebut, digunakan penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif analisis, dengan hasil penelitian ditemukan adanya pengaturan hukum acara peradilan profesi jabatan Notaris yang tersebar dalam berbagai aturan hukum, yang memuat pertentangan antara Undang-Undang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri serta adanya kekosongan hukum dalam pengaturan pemeriksaan di tingkat banding. Dalam mewujudkan kepastian hukum, perlu dilakukan penataan kembali hukum acara peradilan profesi jabatan Notaris, dalam penyelenggaraan sidang pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris, yang bersifat unifikatif dalam bentuk Peraturan Menteri.
In the verdict of Notary Regional Examiner Board for West Java’s Decision stated to suggest Central Notary Supervisory Board to give a sanction to a Notary, namely temporary termination for 3 (three) months. The notary (Reported) and Plaintiff did not do any legal effort in the form of appeal and Central Examiner Board examined and stated that the Notary did not do any violation against Indonesian Notary Office Law. The authority to impose temporary termination sanctions is given to Central Examiner Board and procedural law does not regulate the authority of Central Examiner Board in examining the Decision of Regional Examiner Board, which was a temporary termination without any effort to appeal done, there was even a violation against procedural law in the examination conducted by Area, Regional, and Central Examiner Board. The problem which becomes this research subject is, what are the legal implications of Notary Examiner Board’s Decision which is issued by violating procedural laws. In answering the problem, normative juridical research with descriptive analysis typology research was used, the result is the founding of already existing notary profession procedural laws which are spread in other regulations, which consist contradictions between Notary Office Law and Ministerial Regulation and there is also a legal vacuum in the regulation of appeal level examination. In creating legal certainty, restructuration notary profession procedural law in the holding of trial and imposing sanctions unto notaries, which is unificative in the form of Ministerial Regulation is needed. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahad
"UU No. 5 Tahun 1999 selain mengatur permasalahan hukum persaingan usaha, juga mengatur permasalahan hukum acara dari penegakan hukum persaingan usaha. Masalah muncul dalam konteks hukum acara persaingan usaha dikarenakan adanya upaya gugatan intervensi dalam perkara keberatan di Pengadilan Negeri atas putusan KPPU. Selama ini gugatan intervensi hanya dikenal dalam hukum acara perdata sebagai salah satu bentuk pengikutsertaan pihak ketiga dalam perkara perdata. Tetapi, upaya tersebut dilakukan oleh empat pemohon intervensi dalam perkara keberatan Temasek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dasar bahwa adanya kepentingan hukum yang nyata dari pihak pemohon intervensi atas materi putusan KPPU dan Pasal 8 Perma No. 3 Tahun 2005.

Besides arranging the problem of competition law, UU No. 5 Tahun 1999 also arrange the problem of formal procedural law from the competiton law straightening. In the context of the competition formal procedural law, the problem arised when there is the intervention file suit in the objection case at district court for the verdict of Commision For Supervision Of The Bussiness Competition (KPPU). During the time, The intervention file suit is known in private formal procedural law only, as one of the form of the joining third party in the case. But, in the reality, the intervention file suit had been done by four intervention plaintiff in the Temasek objection case at Central Jakarta district court with the argument that there is a real law interest from the material of the verdict of the Commision For Supervision Of The Business Competotion (KPPU), and the section 8 Perma No. 3 Tahun 2005.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Saropie
"Mekanisme lembaga Praperadilan dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam pelaksanaannya karena dianggap banyak merugikan masyarakat pencari keadilan, sehingga banyak bermunculan pendapat dan pandangan yang menginginkan agar lembaga Praperadilan digantikan oleh Hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008. Konsep lembaga hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008 merupakan suatu lembaga baru di Indonesia, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang baru di Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada Hakim Komisaris sangat luas dan lengkap dibandingkan dengan lembaga Praperadilan dalam KUHAP. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan timbul permasalahan baru dengan adanya lembaga Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP 2008. Penulisan inimerupakan analisis mengenai konsep lembaga Hakim Komisaris yang menggantikan lembaga Praperadilan sebagai lembaga pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Mechanism of Praperadilan institutions are no longer considered not running properly in its implementation because many people seeking justice harmed, so there are many opinions and views to make the institution Praperadilan replaced by the Magistrate proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008. The Magistrate concepts proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008 as a new institution in Indonesia, but not a new issue in Indonesia. The authority given to the Magistrate is more complete than Praperadilan in the Indonesian Code of Criminal Procedure (UU No. 8 Tahun 1981). However, the possibility is new problems arise with the Magistrate institution in Indonesian Code of Criminal Procedure revision 2008. This research is an analysis of the concept of a Magistrate institution replace Praperadilan institutions as institutions supervision at the stage of preliminary examination."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22579
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiwie Wulandari
"Hakim memiliki kewenangan untuk memberikan rehabilitasi kepada Pecandu Narkotika terutama diterapkan pada putusan akhir baik apabila terdakwa tidak terbukti ataupun terbukti melakukan tindak pidana narkotika. Kewenangan yang demikian besar yang dimiliki oleh Hakim membuat Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 04 Tahun 2010 dimana didalamnya terdapat batasan tentang klasifikasi terdakwa yang dapat diberikan rehabilitasi.
Skripsi ini akan membahas bagaimana implementasi dari kewenangan Hakim untuk dapat memutus rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika serta melihat adakah batasan atau klasifikasi tertentu yang digunakan oleh Hakim dalam memutus seorang Pecandu untuk direhabilitasi. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.

The judge has the authority to provide rehabilitation to the narcotic addict, most importantly can be implemented in the final decision where the judge may produce rehabilitation verdict whether the defendant is not proven or is proven guilty of committing a crime of narcotics. That great authority owned by the Judge makes the Supreme Court issued SEMA No. 04 Year 2010 in which there are standard about the classification of the defendant which can be given rehabilitation.
This paper will discuss how the implementation of the authority of judges to be able to decide rehabilitation for Narcotic Addict and to see whether there is any standard or certain classifications used by the judge in deciding an addict to be rehabilitated. The research method in this study is normative juridical research using secondary data.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1518
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurachman Sidik Alatas
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutuskan ada tidaknya suatu pelanggaran terhadap perkara persaingan usaha juga menjatuhkan sanksi terhadap pihak yang divonis bersalah berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU itu sendiri. Terhadap pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KPPU, melalui Perma No. 3 Tahun 2005 diatur mengenai pengajuan upaya keberatan atas putusan KPPU yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengadilan negeri masih dalam tahap judex factie. Namun berdasarkan pengaturan pasal 5 ayat (4) Perma No. 3 Tahun 2005, pemeriksaan dalam tahap upaya keberatan hanya didasarkan pada berkas pemeriksaan pada tahap pertama di KPPU yang diserahkan oleh KPPU ke pengadilan negeri. Atas perintah hakim pengadilan negeri melalui putusan selanya, pemeriksaan tambahan dapat dilakukan jika hakim pengadilan menganggap hal tesebut diperlukan. Pemeriksaan tambahan dilakukan oleh KPPU. Berdasarkan hal tesebut penulis akan membahas bagaimana kedudukan bukti baru yang diajukan dalam upaya keberatan untuk mendukung argumen dari pihak yang mengajukan permohonan keberatan.

KPPU pursuant to Act 5 of 1999 is an institution that has the authority to decide whether or not there is a breach of competition cases also impose sanctions against parties who were convicted based on an examination conducted by the Commission itself. Against those who feel aggrieved by the decision of the Commission, through the Perma No. 3 of 2005 regarding the filing of an effort organized against the decision of the Commission's objections filed to the District Court. Examination conducted by the district court is still in the stage judex factie. However, based on the setting of article 5 section (4) Perma No. 3 of 2005, the examination in an effort stage objections are based solely on the examination‟s files in the first stage in the Commission which was presented by the Commission to the district court. On the orders of district court judges through the temporary decisions (putusan sela), additional examination can be done if the judge considers it necessary proficiency level. Additional examination conducted by the Commission. Under the terms of proficiency level position of the author will discuss how new evidence is presented in an effort to support the objection that the argument of the parties filed an objection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43144
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>